status sosial terhormat. Keinginan orang tua pun mendukung anaknya untuk tidak bekerja di sektor pertanian. Fakta di Desa Karangtengah menunjukkan hal yang
sebaliknya yaitu golongan muda justru menjadi penerus profesi orang tuanya sebagai petani kentang. Lahan-lahan yang mereka garap adalah lahan warisan dari
orang tuanya. Golongan muda yang sudah berpendidikan tinggi juga ada yang memutuskan untuk kembali ke desa dan menjadi petani. Sebagai contoh Bapak
SLM 28 tahun salah satu petani kentang yang berpendidikan S1. “Setelah lulus saya memutuskan untuk pulang dan melanjutkan pertanian
orang tua. Orang tua sudah „sepuh‟
5
dan menurut saya usaha ini sudah menjanjikan. Daripada saya jadi sarjana yang pengangguran juga di luar,
nambah beban negara. Mending saya jadi petani kentang.” Penuturan Bapak SLM 28 tahun di atas menunjukkan bahwa apresiasi
golongan muda terhadap pertanian masih besar. Hal ini disebabkan dari kecil mereka tumbuh dan secara tidak langsung mempelajari proses bertani kentang
dari orang tua mereka yang kemudian menumbuhkan peminatan. Selain itu menjadi petani kentang dianggap menjanjikan, apalagi untuk petani yang
memiliki lahan luas sehingga tidak perlu mencari nafkah dari sektor non pertanian.
5.1.2 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan responden yang dimaksud dalam penelitian ini diukur berdasarkan tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti. Kategori tingkat
pendidikan responden di Desa Karangtengah terbagi menjadi enam kelompok yaitu: tidak bersekolah, SD tapi tidak lulus, lulus SD, SMP, SMA, dan penduduk
yang berpendidikan S1. Data lengkap tentang tingkat pendidikan petani responden disajikan dalam Tabel 4.
Mayoritas penduduk yang berprofesi sebagai petani adalah mereka yang hanya mengenyam pendidikan rata-rata hingga sekolah dasar. Jika dihitung maka
88 persen petani responden memiliki pendidikan rendah. Hanya 12 persen yang mengenyam pendidikan menengah ke atas. Namun, profesi sebagai petani tidak
5
tua
memandang dari pendidikan yang dimiliki oleh petani, profesi tersebut dilakukan secara turun-temurun.
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan
Jumlah Orang Persentase
1 Tidak Bersekolah
4 13
2 SD Tidak Lulus
7 23
3 Lulus SD
16 52
4 SMP
2 6
5 SMA
1 3
6 S1
1 3
Total 31
100
Sumber: Analisis Data Primer, 2011
Kemampuan petani dalam melakukan kegiatan usahatani sifatnya otodidak yang diperoleh dari orang tuanya. Semenjak kecil mereka terbiasa membantu
orang tuanya mengolah tanah, menanam, panen, dan memasarkan. Setelah menamatkan pendidikan tingkat Sekolah Dasar atau tidak lulus SD atau tidak
sekolah, mereka memanfaatkan waktunya untuk belajar dari orang tuanya. Secara mandiri, petani dilatih oleh orang tuanya untuk melanjutkan profesi sebagai petani
sekaligus mendapatkan warisan berupa lahan pertanian. Hingga sekarang kebiasaan-kebiasaan tersebut disosialisasikan oleh orang
tua kemudian diadopsi oleh anaknya hingga generasi berikutnya. Rendahnya migrasi pemuda untuk mencari pekerjaan di luar daerah memaksa mereka harus
belajar lebih sehingga menjadi petani sukses seperti generasi sebelumnya. Hasil warisan ilmu pengetahuan inilah yang membawa petani generasi sekarang bisa
melangsungkan kehidupannya. Pola pewarisan tersebut berlaku secara turun temurun dan berlaku baik bagi petani kaya maupun pada golongan miskin.
Mereka diajari mengelola tanah, pembibitan, pemanenan, hingga pemasaran.
5.1.3 Jumlah Tanggungan