Struktur Agraria Tinjauan Pustaka

sebagai kaum tani, yang mungkin agak kurang efisien; sebagai perusak dan penghuni liar; dan akhir-akhir ini, sebagai ahli lingkungan, yang tetap memegang rahasia sistem pengelolaan sumber daya berlandaskan komunitas yang berkelanjutan dan adil Li, 2002. Selain itu, Hefner 1999 juga menyebutkan bahwa selama ini, menjadi masyarakat dataran tinggi diidentikkan dengan istilah “wong tani”. Bahkan Hanani dan Purnomo 2010 mendefinisikan corak masyarakat dataran tinggi yang relatif “sukar” diorganisir sebagaimana masyarakat dataran rendah pada umumnya dan tidak memiliki stratifikasi yang ketat.

2.1.5 Struktur Agraria

Wiradi 2009, memberikan definisi bahwa struktur agraria merupakan tata hubungan antar manusia menyangkut pemilikan, penguasaan, dan peruntukan tanah. Dalam masyarakat agraris, masalah pemilikan dan penguasaan tanah ini merupakan faktor penentu bangunan masyarakat secara keseluruhan. Masalah ini tidak hanya menyangkut hubungan teknis antara manusia dengan tanah, namun menyangkut juga hubungan sosial manusia dengan manusia. Ini berarti akan mencakup hubungan orang-orang yang langsung atau tidak langsung terlibat dalam proses produksi, seperti hubungan sewa antara pemilik tanah dengan penggarap, hubungan pengupahan antara petani majikan dengan buruh tani, hubungan kredit danatau dagang antara pemilik modal dengan petani, hubungan petani dengan penguasa melalui mekanisme pajak, dan sebagainya. Lebih lanjut Wiradi 2009 mengungkapkan bahwa hakikat struktur agraria adalah menyangkut masalah susunan pembagian tanah, penyebaran atau distribusinya, yang pada gilirannya menyangkut hubungan kerja dalam proses produksi. Terdapat dua istilah penting dalam hal ini yaitu land tenure dan land tenancy. Land tenure berarti hak atas tanah atau penguasaan tanah. Istilah ini biasanya dipakai dalam uraian-uraian yang membahas masalah yang pokok-pokok umumnya adalah mengenai status hukum dari penguasaan tanah, seperti hak milik, pacht, gadai, bagi hasil, sewa-menyewa, dan juga kedudukan buruh tani. Uraian itu menunjuk pada pendekatan yuridis. Artinya penelaahannya biasanya bertolak dari sistem yang berlaku yang mengatur kemungkinan penggunaan, mengatur syarat-syarat untuk dapat menggarap tanah bagi penggarapnya, dan berapa lama penggarapan itu dapat berlangsung. Sedangkan land tenancy menunjuk kepada pendekatan ekonomi. Artinya penelaahannya meliputi hal-hal yang menyangkut hubungan penggarapan tanah. Obyek penelaahan itu biasanya berkisar di sekitar pembagian hasil antara pemilik dan penggarap tanah, faktor-faktor tenaga kerja, investasi-investasi, besarnya nilai sewa, dan sebagainya. Dalam pengertian struktur agraria ini perlu dibedakan antara istilah pemilikan, penguasaan, dan pengusahaan tanah. Kata “pemilikan” menunjuk kepada penguasaan formal, sedangkan kata “penguasaan” menunjuk kepada penguasaan efektif. Misalnya, jika sebidang tanah disewakan kepada orang lain maka orang lain itulah yang secara efektif menguasainya. Jika seseorang menggarap tanah miliknya sendiri, misalnya 2 ha, lalu menggarap juga 3 ha tanah yang disewa dari orang lain, maka ia menguasai 5 ha. Untuk kata “pengusahaan” menunjuk kepada bagaimana cara sebidang tanah diusahakan secara produktif.

2.1.6 Pertanian Berkelanjutan