Sisi kemanusiaan yang seharusnya dijunjung dalam praktek pertanian berkelanjutan adalah kepercayaan, kejujuran, dan kerjasama. Pada prakteknya,
pertanian kentang yang dijalankan masih menunjukkan bahwa nilai-nilai tersebut tidak terpelihara dengan baik. Misalnya makelar kentang yang membeli dengan
potongan harga terlalu tinggi bagi petani demi memperoleh keuntungan yang tinggi. Selanjutnya, pada aspek keluwesan, daya adaptasi petani untuk melakukan
pertanian berkelanjutan masih mengandalkan struktur lama dimana petani masih menjadi aktor pasif dalam memperoleh informasi tentang harga kentang serta
begitu saja dalam menerima berbagai inovasi. Kentang merupakan komoditi yang bernilai jual tinggi, menyerap banyak
tenaga kerja dalam pengelolaannya, serta bisa ditanam setiap musim dengan masa panen tiga kali per tahun. Meskipun demikian, melihat fakta yang terjadi saat ini,
keberlanjutan pertanian kentang sebagai basis nafkah rumahtangga perlu dipertanyakan. Jika petani tidak waspada mengatasi kondisi lingkungan dan
meningkatkan kesadaran untuk memanfaatkan sumberdaya secara lebih efisien, maka bisa dipastikan kualitas kentang yang dihasilkan akan semakin menurun.
Kondisi tersebut akan berakibat pendapatan rumahtangga petani berkurang dan harus semakin berusaha untuk membuat pengeluaran rumahtangga tidak melebihi
pendapatan yang diperoleh.
6.3 Ikstisar
Sistem nafkah pada rumahtangga petani kentang di Desa Karangtengah yang seharusnya selaras dengan empat indikator yaitu lingkungan, ekonomi,
sosial, dan kelembagaan justru bertentangan dengan kerangka sistem nafkah yang berkelanjutan. Pada aspek lingkungan terjadi degradasi lahan yang meningkat,
tutupan hutan yang menurun secara signifikan, dan praktek pertanian yang menggunakan input kimia secara terus menerus telah mengikis daya dukung
sumberdaya alam menurunnya kesuburan tanah, resistensi hama, matinya predator alami. Pada aspek ekonomi, petani belum menjangkau kredit formal dan
masih bergantung kepada tengkulak untuk masalah modal usahatani. Kenyataan tersebut diperparah dengan sikap konsumerisme petani kentang yang semakin
meningkat.
Secara sosial, pola-pola hubungan antar petani mencerminakan pola stratifikasi yang cenderung menyudutkan petani kecil. Petani dengan lahan
garapan yang lebih sempit memiliki lebih banyak peran sebagai klien. Pada saat musim panen, petani berpatron denga tengkulak, dan untuk urusan sewa menyewa
petani berpatron dengan pemilik lahan yang luas. Stratifikasi tersebut semakin kelihatan dengan timpanganya kepemilikan lahan dan pendapatan antara petani
kaya dengan petani miskin. Demikian juga dengan pencapaian prestise yang tinggi dari
“haji kentang” yang memunculkan status tokoh haji di masyarakat yang biasanya dicapai oleh petani kaya.
Struktur kelembagaan di Desa Karangtengah juga masih menyudutkan petani kecil. Informasi pasar mengenai harga kentang hanya diketahui oleh para
juragan sehingga petani tergantung kepada mereka. Selain persoalan tersebut, kondisi lingkungan yang kritis di Dataran Tinggi Dieng telah membuat berbagai
pihak menginisiasi program penyelamatan lingkungan melalui pembentukan kelembagaan Kelompok Penyelamat Lingkungan Wijaya Kusuma di Desa
Karangtengah. Berdasarkan fakta yang terjadi di Desa Karangtengah, pertanian kentang di
desa ini bertentangan dengan prinsip pertanian berkelanjutan. Berbagai persyaratan yang harus dipenuhi meliputi kemantapan secara ekologis, layak
secara ekonomi, adil, manusiawi, dan luwes. Dari sisi ekologi terjadi degradasi lingkungan terjadi secara terus-menerus dengan kualitas sumberdaya alam yang
tidak dapat dipertahankan. Padahal seharusnya sistem nafkah sektor pertanian yang berkelanjutan bisa memenuhi kebutuhan pelaku nafkah tanpa merongrong
dasar-dasar sumberdaya alam atau dengan kata lain memenuhi persyaratan pertanian berkelanjutan.
BAB VII PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Bentuk penguasaan lahan di Desa Karangtengah terdiri dari lahan milik, lahan sewa, dan lahan milik + sewa, dan lahan milik + sewa + bagi hasil. Status
penguasaan lahan oleh petani menentukan bentuk strategi nafkah yang dipilih oleh rumahtangga petani. Semakin luas lahan yang dimiliki petani, kecenderungan
untuk menyewa juga semakin kecil. Berdasarkan penguasaan lahan, strategi nafkah yang diterapkan oleh rumahtangga petani kentang adalah strategi
intensifikasi lahan pertanian yang bertumpu pada pertanian kentang dan strategi mendiversifikasi nafkah. Strategi mendiversifikasi nafkah atau pola nafkah ganda
pada rumahtangga petani kentang berupa aktifitas nafkah menjadi buruh tani, pedagang pulsa, pedagang pakaian, penjahit, kusir dokar, buruh ngebor, pedagang
sayur dan makelar kentang. Bentuk strategi nafkah ganda diterapkan oleh petani dengan lahan garapan sempit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin luas
lahan yang digarap oleh rumahtangga petani menyebabkan mereka aman dengan aktifitas nafkah pertanian saja. Sebaliknya untuk petani miskin dengan lahan
garapan sempit memiliki strategi nafkah yang semakin beragam. Meskipun pertanian kentang memberikan kontribusi pendapatan
rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan sesuai jumlah tanggungannya, namun terdapat dampak jangka panjang yang harus diwaspadai. Pertanian kentang ini
diharapkan mampu memberikan kontribusi secara kontinu dan adaptif dalam berbagai situasi. Sayangnya, aktivitas nafkah ini telah bertentangan dengan empat
indikator sebuah sistem nafkah yang berkelanjutan yaitu lingkungan, ekonomi, sosial, dan kelembagaan. Degradasi lahan dan menyempitnya lahan tutupan hutan
disebabkan oleh aktivitas pertanian ini. Demikian juga akbiat yang ditimbulkan dari praktek pertanian yang menggunakan input kimia secara terus menerus telah
mengikis daya dukung sumberdaya alam menurunnya kesuburan tanah, resistensi hama, matinya predator alami.
Selain itu, masalah belum terjangkaunya kredit formal oleh petani menyebabkan mereka masih tergantung pada tengkulakjuragan kentang. Kondisi