Tabel 8. menjelaskan bahwa terdapat empat macam penguasaan lahan di Desa Karangtengah yaitu milik, sewa, milik + sewa, milik + sewa + bagi hasil.
Tingkat kepemilikan lahan cukup tinggi sekalipun dalam luasan yang sangat sempit. Dari 77,42 persen petani pemilik, 31,23 persen merupakan pemilik dengan
luas dibawah 0,3 ha, 35,48 persen petani dengan kepemilikan lahan 0,5 ha ≤ x
1,0 ha serta 9,68 persen. Petani pemilik tersebut murni melakukan usahatani di atas lahan yang dimilikinya. Selain status milik, terdapat juga petani dengan status
lahan sewa. Petani yang melakukan sewa tersebut adalah mereka yang tidak memiliki lahan sama sekali dimana jumlahnya 6,54 persen dari total rumahtangga
petani responden. Kategori penguasaan lahan lainnya adalah petani pemilik sekaligus
penyewa lahan yang berjumlah 12,90 persen dari seluruh responden. Sejumlah 9,68 merupakan pemilik lahan 0,1 ha
≤ x 0,3 ha dan 3,22 persen merupakan pemilik lahan 0,3 ha
≤ x 0,5 ha. Kategori terakhir adalah petani dengan status penguasaaan lahan milik, sewa, sekaligus bagi hasil. Terdapat 3,23 persen
rumahtangga petani yang termasuk dalam kategori ini. Sistem bagi hasil yang paling sering dilakukan adalah sistem maro. Secara keseluruhan terdapat tiga jenis
bagi hasil yang diterapkan oleh petani di desa Karangtengah yaitu: 1.
Merlima adalah bentuk bagi hasil dimana pemilik lahan hanya menyediakan lahan, sedangkan biaya produksi dibebankan kepada petani
penggarap. Petani pemilik lahan memperoleh seperlima dari hasil produksi pertanian.
2. Mrapat adalah bentuk bagi hasil dimana petani pemilik lahan
menyediakan lahan dan mencangkulkannya, sedangkan produksi dilakukan oleh petani penggarap. Petani pemilik mendapakan seperempat
bagian dari hasil prosuksi pertanian. 3.
Maro adalah bentuk bagi hasil dimana petani pemilik lahan menyediakan lahan, mencangkulkan, dan menyediakan pupuk. Sedangkan petani
penggarap mengurusi produksi lainnya. Hasil yang diperoleh pemilik maupun penggarap masing-masing dalah separuh hasil produksi.
5.6 Strategi Nafkah dan Kontribusi Pendapatan bagi Rumahtangga Petani Kentang
Pendapatan yang diperoleh petani dari pertanian kentang tergantung dari luas lahan yang digarapnya, semakin luas maka pendapatan semakin tinggi jika
tidak terjadi gagal panen. Demikian juga jika harga kentang stabil atau tidak terlalu rendah. Masing-masing kategori penggarap lahan memiliki pendapatan
rata-rata yang berbeda. Pendapatan rata-rata tersebut dihitung berdasarkan masing-masing rata-rata lahan yang digarap per kategori kemudian ditentukan
pula BC ratio yang dihitung dari perbandingan antara biaya usahatani yang dikeluarkan dan pendapatan usahatani yang diperoleh. Data mengenai pendapatan
usahatani kentang rumahtangga menurut rataan luas lahan garapan yang dihitung per musim hujan tersaji pada Tabel 9. Semakin besar angka BC ratio
menandakan bahwa pendapatan yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan oleh rumahtangga petani untuk mengelola usahataninya.
Tabel 9. BC Ratio Usahatani Kentang Menurut Total Luas Lahan
Garapan Rumahtangga Petani, RpRataan Luas LahanMusim Hujan
No Total luas lahan
garapan Rata-
rata luas lahan
garapan Pengeluaran per
luas rata- rataMH
Pendapatan per luas rata-
rataMH BC
Ratio
1 0,1 ha
≤ x 0,3 ha 0,18 ha Rp 3.929.253,-
Rp 10.277.000,- 2,62
2 0,3 ha ≤ x 0,5 ha 0,344 ha Rp 13.286.334,- Rp 27.600.000,- 2,07
3 0,5 ha ≤ x 1,0 ha 0,624 ha Rp 15.099.114,-
Rp 41.195.455,- 2,73
4 1,0 ha ≤ x ≤2,0 ha 1,27 ha
Rp 31.461.242,- Rp 41.190.000,- 1,31
Sumber: Analisis data primer, 2011
Pendapatan rata-rata petani yang menggarap lahan dengan kategori 0,1 ha ≤ x 0,3 ha memperoleh pendapatan rata-rata Rp 10.277.000,- per musim hujan
yang setara dengan empat bulan 120 hari. Sedangkan pendapatan petani penggarap 0,3 ha ≤ x 0,5 ha hampir tiga kali lipat dari petani penggarap lahan
sebelumnya yaitu Rp 27.600.000,-. Untuk petani deng an lahan garapan 0,5 ha ≤ x
1,0 ha dan 1,0 ha ≤ x ≤ 2,0 ha memperoleh pendapatan rata-rata yang relatif setara yaitu masing-masing Rp 41.195.455,- dan Rp 41.190.000,-. Dilihat dari BC
ratio, petani dengan lahan garapan paling luas juga memiliki BC ratio paling kecil yaitu 1,31. Kondisi tersebut disebabkan untuk petani dengan garapan lahan
paling luas membutuhkan input usahatani yang lebih banyak dan tentu saja
menyebabkan pengeluaran usahatani semakin tinggi. BC ratio tiga kategori lainnya relatif seimbang yaitu 2,62 untuk kategori petani dengan lahan garapan
0,1 ha ≤ x 0,3 ha, 2,07 untuk kategori petani dengan lahan garapan 0,3 ha ≤ x
0,5, dan 2,73 untuk petani dengan lahan garapan 0,5 ha ≤ x 1,0 ha. Dari hasil perhitungan pendapatan tersebut, usahatani kentang memiliki
resiko yang harus siap ditanggung oleh petani. Ketika pengeluaran hampir sama dengan atau lebih besar dari pendapatan maka petani mengalami kerugian.
Kondisi rugi tersebut biasanya diatasi dengan cara berhutang untuk menutupi biaya produksi di musim selanjutnya, demikian terjadi terus menerus seperti
sebuah siklus. Namun sebagai basis sumber nafkah utama, pertanian masih menjadi primadona dalam berbagai musim walaupun dengan pendapatan yang
berbeda-beda. Musim yang dikenal oleh petani kentang terdiri dari tiga macam yaitu
musim hujan, musim kemarau, dan musim peralihan. Musim hujan bagi petani adalah saat dimana curah hujan yang turun tinggi dan petani sering mengalami
kerepotan dengan jamur yang menyerang tanaman kentang. Musim kemarau adalah saat dimana pancaran sinar matahari lebih banyak dan pada musim ini
petani dituntut untuk mengeluarkan biaya lebih untuk menyiram tanaman kentang. Terakhir adalah musim peralihan, pada musim ini biasanya hujan turun tidak
tertebak dan pada hari-hari tertentu panas matahari berlebih. Musim peralihan ini mengharuskan petani untuk lebih terampil dalam merawat tanaman kentang sebab
kondisinya tidak menentu. Pada dasarnya seluruh rumahtangga petani responden menggantungkan
pendapatan dari usahatani kentang. Pendapatan yang diperoleh dari sektor non pertanian kentang kontribusinya tidak terlampau dominan dalam berbagai musim.
Pada Tabel 10. tersaji jumlah dan presentase pendapatan rumahtangga petani kentang menurut jenis pendapatan dan total luas lahan garapan berdasarkan
musim hujan, kemarau, dan peralihan. Hal utama yang bisa dilihat dari hasil perhitungan pada tabel tersebut adalah secara umum strategi nafkah yang
bertumpu pada sektor pertanian kentang mampu menjadi basis perjuangan ekonomi petani di Desa Karangtengah. Baik pada musim hujan, kemarau, maupun
peralihan, usahatani kentang hampir memiliki kontribusi penuh bagi pendapatan
rumahtangga. Hal tersebut memberikan implikasi bagi rumahtangga petani untuk terus melakukan aktivitas nafkah sektor pertanian dan terus meningkatkan
produksi untuk memperoleh hasil maksimal.
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Pendapatan Rumahtangga Petani Menurut Sumber Pendapatan dan Luas Lahan Garapan per Musim
Hujan, Kemarau, dan Peralihan
Musim Luas
lahan garapan
Pendapatan bersih rata-rata sektor
pertanian kentang Pendapatan
rata-rata dari sektor
non pertanian
kentang Total
Rp Rp
Rp
Hujan 0,1 ha
≤ x 0,3 ha
10.277.000 84,53
1.880.572 15,47 12.157.572 100 0,3 ha ≤ x
0,5 ha 27.600.000 97,87
600.000 2,13
28.200.000 100 0,5 ha ≤ x
1,0 ha 41.195.455
97,17 1.200.000 2,83
42.395.455 100 1,0 ha ≤ x
≤ 2,0 ha 41.190.000
100 41.190.000 100
Kemarau 0,1 ha
≤ x 0,3 ha
14. 256.000 88,35 1.880.572 11,65 16.136.572 100
0,3 ha ≤ x 0,5 ha
31.000.025 98,10
600.000 1,90
31.600.025 100 0,5 ha ≤ x
1,0 ha 50.200.000
97,67 1.200.000 2,33
51.400.000 100 1,0 ha ≤ x
≤ 2,0 ha 59.400.255
100 59.400.255 100
Peralihan 0,1 ha
≤ x 0,3 ha
10.102.000 84,30
1.880.572 15,70 11.982.572 100 0,3 ha ≤ x
0,5 ha 26.000.000
97,74 600.000
2,26 26.600.000 100
0,5 ha ≤ x 1,0 ha
33.400.565 96,53
1.200.000 3,47 34.600.565 100
1,0 ha ≤ x ≤ 2,0 ha
42.000.200 100
42.000.200 100
Sumber: Analisis Data Primer, 2011
Kentang menjadi komoditi yang menguntungkan bagi petani, hasil perhitungan pada Tabel 10. di atas menunjukkan bahwa sektor pertanian kentang
mampu berkontribusi lebih dari 80 persen untuk petani dengan lahan garapan 0,1 ha ≤ x 0,3 ha. Pada rumahtangga petani dengan luas lahan garapan 0,3 ha ≤ x
0,5 ha dan 0,5 ha ≤ x 1,0 ha mendapatkan kontribusi pendapatan lebih dari 95
persen dari sektor pertanian kentang. Bahkan untuk petani dengan lahan garapan di atas 1 ha seluruh pendapatannya berasal dari pertanian kentang. Gambar 6. di
bawah ini menunjukkan persentase masing-masing sektor nafkah berdasarkan musim.
Sumber: Analisis Data Primer, 2011
Gambar 6. Persentase Pendapatan Sektor Pertanian dan Non Pertanian Pada Musim Hujan, Kemarau, dan Peralihan
Hal penting yang bisa ditarik dari kondisi yang terlihat pada gambar 4. adalah semakin luas lahan pertanian yang digarap oleh petani akan menyebabkan
kontribusi pendapatan dari sektor lain semakin sedikit. Sebaliknya, dengan lahan garapan yang semakin sempit maka petani berusaha untuk mendapatkan
penghasilan dari sektor lain. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa semakin miskin kehidupan petani, maka strategi nafkah yang dipilih akan semakin rumit.
5.6 Ikhtisar