20 abu atau hitam, kadang tampak berwarna kilau metalik. Sekeliling koloni biasanya akan berwarna
coklat pada awalnya dan akan menjadi hitam dengan bertambahnya waktu inkubasi,yang disebut halo effect.
Penguat Apabila terdapat koloni tipikal yang tumbuh maka analisa dilanjutkan dengan uji
biokimia awal dengan menggunakan TSIA dan LIA. Koloni tipikal XLDA, HEA, dan BSA, diinokulasikan menggunakan jarum ose steril pada agar miring TSI dengan menggores dan
menusukkannya. Tanpa pembakaran lagi, jarum ose tersebut diinokulasikan pada LIA miring dengan cara ditusuk dua kali dan digoreskan. Karena reaksi lysine decarboxylation harus benar-
benar anaerob, maka tusukan pada media LIA harus mempunyai kedalaman sedikitnya 4 cm. Inkubasi media TSIA dan LIA miring dilakukan pada suhu 35 ± 2°C selama 24 ± 2 jam. Tabung
ditutup secara longgar untuk memelihara kondisi aerobik pada waktu inkubasi dan mencegah produksi H2S berlebih. Reaksi spesifik Salmonella pada agar miring TSIA adalah bagian
permukaan berwarna merah reaksi basa, bagian dasar agar atau agar tusuk berwarna kuning reaksi asam, dan memproduksi H2S kehitaman pada agar kadang hingga menutupi warna dasar
agar dengan atau tanpa memproduksi gas. Reaksi spesifik Salmonella pada LIA miring adalah bagian permukaan dan dasar agar agar tusuk berwarna ungu reaksi basa. Sebagian besar kultur
Salmonella memproduksi H
2
S pada LIA miring sedangkan beberapa yang bukan kultur Salmonella menghasilkan reaksi warna merah bata pada media tersebut.
6. Bacillus sp.
Sampel sebanyak 10 g sampel yang sudah di dalam plastik steril diberi pengencer sebanyak 90 mL kemudian dihomogenkan selam dua menit dengan stomacher. Pemupukan hanya
dilakukan pada pengenceran 10
1
. Agar yang digunakan seharusnya adalah Mannitol egg Yolk Polymyxin MYP, namun karena harga medianya mahal maka digunakan Nutrient Agar NA.
Pemupukan menggunakan metode cawan tuang. Inkubasi dilakukan pada suhu 30°C selama 1 hari. Jika reaksi belum jelas, inkubasi diperpanjang selama 1 hari.
Rumus penghitungan CFUmL menggunakan rumus yang sama untuk semua mikroorganisme, yaitu:
dengan keterangan N = total koloni per mL atau gram sampel
C = jumlah koloni yang dapat dihitung n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama
n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua d = tingkat pengenceran pertama saat mulai penghitungan
d. Analisis Fungsional
Total fenol Sakanaka et al. 2005 Sebanyak + 1.8 g sampel gel diekstrak dengan 10 mL larutan metanol 99.90,
dihomogenkan dan disentrifuse 3000 rpm selama 15 menit, hingga diperoleh supernatan.
21 Supernatan disaring dan diperoleh filtrat. Filtrat ditera sampai volume 10 mL dalam labu takar.
Filtrat dipipet 0.125 mL ditempatkan pada tabung reaksi, ditambahkan 0.5 mL air deionisasi dan 0.125 mL reagen Folin
– Ciocalteau, divorteks hingga homogen dan didiamkan 6 menit sebelum ditambahkan 1.2 mL larutan natrium karbonat 7. Sampel kemudian ditambahkan 1 mL air
deionisasi. Sampel didiamkan 90 menit pada suhu ruang dan ruang gelap sebelum diukur absorbansinya pada panjang gelombang 760 nm. Kurva standar dibuat dengan melarutkan asam
galat dalam metanol 85 dengan berbagai konsentrasi 10-100 mgL
-1
. Perhitungan kadar total fenol menggunakan rumus persamaan regresi kurva standar asam galat y = ax + b. Data hasil
perhitungan dinyatakan dalam satuan gallic acid equivalent GAE 100 g. Kapasitas antioksidan Sharma dan Bhat 2009 dengan modifikasi
Sebanyak + 1 gram sampel gel diekstrak dengan 7 mL larutan metanol, dihomogenkan dan disentrifuse 3000 rpm selama 15 menit, hingga diperoleh supernatan. Supernatan disaring dan
diperoleh filtrat. Filtrat ditera sampai volume 5 mL dalam labu takar. Filtrat dipipet 1 mL ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 7 mL metanol. Kemudian, 2 mL larutan DPPH 0.25 mM
ditambahkan, dihomogenkan, dan diinkubasi pada suhu ruang dan ruang gelap selama 30 menit. Sampel kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm. Kurva standar asam
askorbat dibuat dengan persiapan seperti sampel dengan konsentrasi 10-100 µM. Kapasitas antioksidan dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linier y = ax + b dari kurva standar
asam askorbat. Kapasitas antioksidan dinyatakan dalam satuan AEAC. Pengukuran Total Klorofil Nollet 2000
Sebanyak + 2.5 g sampel bubuk daun dan bubuk gel diekstrak dengan aseton 99.80 dan ditepatkan sampai volume 10 mL pada labu takar, kemudian divorteks dan dibiarkan selama
semalam dalam refrigerator. Sampel selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, kemudian disaring sampai diperoleh filtrat. Filtrat dibaca serapan warnanya
pada panjang gelombang 645 dan 663 nm, untuk mengukur kadar total klorofil, klorofil a dan klorofil b. Perhitungan kadar klorofil dilakukan dengan rumus :
Total klorofil mgL = 20.2 A
645
nm + 8.02 A
663
nm Klorofil a mgL = 12.7 A
663
nm – 2.69 A
645
nm Klorofil b mgL = 22.9 A
645
nm – 4.68 A
663
nm Analisis Kadar Serat Pangan Asp et al. 1983
Persiapan Sampel Sampel diberi perlakuan freeze-dried. Sebanyak 1.0 gram sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer, ditambahkan 25 mL buffer natrium fosfat pH 6,00 dan dibuat menjadi suspensi. Kemudian ditambah 100 μl enzim termamyl, ditutup dan diinkubasi pada suhu 80
o
C selama 15 menit dengan inkubator bergoyang, selanjutnya diangkat dan didinginkan serta dilakukan
pengaturan pH menjadi 1.5 dengan menambahkan HCl 4 N. Sampel selanjutnya ditambahkan enzim pepsin 0.1 gmL, diinkubasi pada suhu 37
o
C, sambil diagitasi selama 120 menit. Pengaturan pH dilakukan hingga tercapai pH 6,8 dengan menambahkan NaOH 4 N,
kemudian ditambahkan enzim pankreatin 0.1 gmL, ditutup dan diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 120 menit sambil diagitasi. pH diatur sampai 4,5 dengan menambahkan HCl 4 N,
selanjutnya disaring menggunakan kertas saring Whatman No. 40 yang telah dikeringkan dan
22 diperoleh berat konstan B. Penyaringan dilakukan dengan pompa vakum dan pembilasan
menggunakan air destilata sebanyak 2 x 10 mL, sehingga diperoleh residu dan filtrat. Penentuan serat pangan tidak larut Insoluble Dietary Fibre
Residu yang diperoleh dicuci dengan 2 x 10 mL etanol 78 dan 2 x 10 mL aseton pro analisis. Campuran larutan residu dikeringkan pada suhu 105
o
C, sampai diperoleh berat konstan + 12 jam C=berat konstan setelah analisis dan dikeringkan. Cawan porselin dipanaskan dalam
oven 105
o
C 1 jam, didinginkan dan ditimbang D=berat cawan porselin. Kertas saring dan residu diabukan dalam tanur 500
o
C selama selama 5 jam, didinginkan, dan ditimbang E=bobot setelah diabukan.
Penentuan serat pangan larut Soluble Dietary Fibre Filtrat ditambahkan 50 mL etanol 95 hangat 60 °C dan diendapkan selama 1 malam
24 jam. Endapan disaring dengan kertas saring yang diketahui beratnya B2=berat kertas saring, dicuci dengan 2 x 10 mL etanol 78 dan 2 x 10 mL aseton. Endapan dikeringkan pada
suhu 105 °C semalam sampai konstan, didinginkan dalam desikator dan ditimbang C=berat setelah dianalisis dan dikeringkan. Cawan porselin dipanaskan dalam oven 105
o
C selama 1-3 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang D=berat cawan porselin, selanjutnya kertas
saring dan residu diabukan pada suhu 500 °C selama selama 5 jam, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang E= bobot setelah diabukan.
Penentuan kadar serat pangan total Total Dietary Fibre Kadar serat pangan total diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai serat pangan yang
tidak larut dengan serat pangan larut. Blanko dikerjakan tanpa sampel, dengan perhitungan: 1.
Insoluble dietary fibre IDF dalam basis kering IDF =
2. Soluble dietary fibre SDF dalam basis kering
SDF =
3. Total dietary fibre = IDF + SDF Keterangan :
A : berat sampel yang sudah dikeringkan g
B, F : berat kertas saring g
D, H : berat cawan porselin g
C, G : berat setelah dianalisis dan dikeringkan g
E, I : bobot sampel dan cawan porselain setelah diabukan g
23
e. Uji Organoleptik