9
D. Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus tergolong dalam famili Staphylococcaceae, gram positif, dan bersifat katalase positif. Bentuk morfologi bakteri ini adalah bulat dengan ukuran diameter 0.5
– 1.5 µm, serta tidak membentuk spora selama pertumbuhannya. Biasanya sel S. aureus
berkelompok seperti buah anggur, tunggal, berpasangan atau dalam jumlah empat Alcamo 1984. Morfologinya dapat dilhat pada Gambar 4.
Gambar 4. Bentuk morfologi Staphylococcus aureus Minor dan Marth 1976 mengemukakan bahwa dinding sel S. aureus memiliki
ketebalan kurang lebih 20 nm. Komponen penyusun utama dinding selnya adalah peptidoglikan sekitar 40-60 berat dinding sel. Peptidoglikan merupakan suatu makromolekul yang
mempengaruhi kekakuan dinding sel selain asam teikhoat Pelczar dan Reid 1972. Kerangka peptidoglikan terdiri dari N-asetil glukosamin dan N-asetil muramat yang berikatan silang cross
linkage dengan ikatan α-1,4. Selain kerangka polisakarida terdapat juga suatu rantai tetrapeptida
yang terdiri dari asam amino D dan L yang berikatan secara silang. Hampir setiap rantai tetrapeptida dihubungkan oleh jembatan pentaglisin ke rantai tetrapeptida yang berdekatan
Minor dan Marth 1976. S. aureus membutuhkan a
w
minimum 0.86 untuk pertumbuhannya, dengan a
w
optimumnya 0.990 –0.995 Frazier 1967. Suhu optimum pertumbuhannya adalah 35
o
C –37
o
C. Akan tetapi bakteri ini dapat tumbuh pada kisaran suhu 6.7
o
C –45.5
o
C, dengan pH optimum pertumbuhan 7.0-7.5 Fardiaz 1983. S. aureus biasanya hidup sebagai saprofit dalam saluran
pengeluaran lendir tubuh manusia dan hewan Matz 1965. Bakteri ini sering terdapat pada pori- pori dan permukaan kulit, sehingga menyebabkan terjadinya infeksi Alcamo 1984. Menurut
Fardiaz 1983, selain menyebabkan intoksikasi, S. aureus juga menyebabkan berbagai macam infeksi seperti bisul, jerawat, meningitis, osteomielitis, pneumonia, dan mastitis pada hewan dan
manusia. Ada enam macam enterotoksin yang diproduksi S. aureus di dalam makanan dan merupakan penyebab keracunan intoksikasi, yaitu enterotoksin A, B, C
1
, C
2
, D, dan E. Enterotoksin A paling banyak ditemukan sebagai penyebab keracunan makanan dengan akibat
terjadinya inflamasi pada kelenjar usus atau gastroenteritis Fardiaz 1983. Staphylococcus aureus adalah bakteri mesofilik nonspora dan beberapa galurnya bersifat
tahan panas. Ketahanan panas lebih tinggi terutama pada pangan dengan aktivitas air tinggi Stewart 2003. Jika dibandingkan dengan bakteri lainnya Staphylococcus aureus memiliki
ketahanan panas yang cukup tinggi pada suhu 62.8 °C. Staphylococcus aureus lebih tahan terhadap pemanasan pada heating menstruum susu dengan suhu 62.8 °C jika dibandingkan
dengan bakteri nonspora lainnya seperti, E. coli, Campylobacter jejuni, S. faecalis, dan Lactobacillus lactis. Akan tetapi, Staphylococcus aureus tidak lebih tahan panas dibandingkan
10 dengan spora bakteri seperti spora Bacillus cereus, dan Clostridium botulinum. Perbandingan
ketahanan bakteri dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Ketahanan panas bakteri non-spora Walstra et al. 1999
Mikroorganisme Media
D
62.8
menit Nilai Z °C
Salmonella spp. Susu
1.5-4.5 18-19
S. aureus Susu
7-30 5.0-5.2
C. Jejuni Susu
0.05-0.08 6-8
E. coli Susu skim
0.13 4.6
S. faecalis Susu skim
2.6 -
L. lactis Whey pH 4.6
0.32 7.3
11
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. WAKTU DAN TEMPAT
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2012 sampai dengan Januari 2013. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Pangan Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan ITP untuk evaluasi mikrobiologi gel cincau hijau, Laboratorium Rekayasa Pangan Departemen ITP untuk pembuatan gel cincau hijau dan analisis fisiknya, Pilot Plan PAU
untuk uji distribusi dan penetrasi panas, dan Laboratorium Evaluasi Sensori ITP untuk uji organoleptik gel cincau hijau, serta Laboratorium Mikrobiologi SEAFAST Center, LPPM IPB
untuk uji keamanan produk terpilih.
B. BAHAN DAN ALAT
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut : a.
Bahan baku yang digunakan adalah daun cincau hijau Premna oblongifolia Merr. yang dibeli dari penjual cincau hijau. Sampel gel cincau hijau akan dikemas dengan kemasan cup plastik
yang bervolume 200 mL dan ditutup dengan lid cup. b.
Bahan-bahan kimia yang digunakan, yaitu KH
2
PO
4
buffer fosfat sebagai larutan pengencer, alkohol 70, akuades, spiritus, ungu kristal, safranin, iodium, minyak imersi, egg yolk tellurite,
buffer 4.00, buffer 7.00, metanol 85, reagen DPPH, Folin-Ciocalteau, aseton 99.8, sodium fosfat, enzim termamil, HCl 4N, pepsin, NaOH 4N, pankreatin, air destilata, etanol 78, dan
etanol 95. c.
Media-media yang digunakan untuk analisis adalah Baird Parker Agar BPA yang ditambah dengan Egg Yolk Tellurite Emulsion EYT, Plate Count Agar PCA, Acidified Potato Dextrose
Agar APDA, Eosin Methylen Blue Agar EMBA, Brilliant Green Lactose Lactose Bile Broth
BGLBB, Lactose Broth LB, Tetrathionate Broth TTB, Rappaport Vassiliadis RV, Hectoen Enteric Agar HEA, Bismuth Sulfite Agar BSA, Xylose Lysine Desoxycholate Agar XLDA,
Triple Sugar Iron Agar TSIA, Lysine Iron Agar LIA, Nutrient Agar NA, dan Brain Heart Infussion Broth BHIB, serta Lauryl Tryptose Broth LTSB.
d. Kultur yang digunakan sebagai inokulum adalah S. aureus yang terdiri dari satu strain.
Alat-alat yang digunakan adalah kompor, panci, tutup panci, blancher, kawat, thermorecorder, kertas, pita tinta, termometer, stopwatch, autoklaf, oven, inkubator, neraca
analitik, stomacher, vorteks, mikropipet dan tipnya, tabung reaksi bertutup, rak tabung reaksi, cawan petri, erlenmeyer, gelas ukur, gelas piala, labu takar, pipet Mohr, hockey stick, bulb, botol
semprot, sudip, batang pengaduk, bunsen, ose bulat, baskomwadah plastik, sendok, pinset, plastik HDPE, kapas, dan alumunium foil. Selain itu, dibutuhkan spatula, gelas piala, neraca
analitik, baskom, kain saring, sendok, pH meter, Stevens LFRA Texture Analyzer, Chromameter Minolta CR 200, vortex, kuvet, spektrofotometer, sentrifus, kertas saring, cawan aluminium,
cawan porselen, tanur, oven, tang, dan desikator.