5 persamaan dengan agarosa, tetapi beberapa 3,6-anhidro-L-galaktosa digantikan dengan L-galaktosa-6-
sulfat dan beberapa D-galaktosa digantikan oleh asam piruvat asetal sebagai 4,6-O-L- karboksietilidina-D-galaktosa. Gambar 1 merupakan gambar dari struktur agar-agar.
Gambar 1. Struktur agar-agar: a agarosa, 1-3 d-galaktosa dan 1-4 anhidro-l- galaktosa; b “metil
agarosa”, 1-3 6-0-metil-d-galaktosa dan 1-4 anhidro-l-galaktosa; c “pyruvated agarose”, 1-3 4,6-O-1-karboksietilidina-d-galaktosa dan 1-4 anhidro-l-galaktosa; d
galaktan sulfat, 1-3 d-galaktosa dan 1-4 l-galaktosa-6-sulfat Chapman dan Chapman, 1980
Agaropektin merupakan suatu polisakarida sulfat yang tersusun dari agarosa dengan variasi ester asam sulfat; asam D-glukoronat dan sejumlah kecil asam piruvat. Kandungan sulfat bervariasi
pada setiap jenis rumput laut dan biasanya sekitar 5-10 Peterson dan Johnson, 1978. Tabel 2. Unit gula penyusun agar-agar
Agar Unit Gula Penyusun
Agarosa D-galaktosa
L-galaktosa 3,6-anhidrogalaktosa
D-xilosa Agaropektin
D-galaktosa L-galaktosa
3,6-anhidrogalaktosa D-xilosa
Galaktosa sulfat Asam piruvat
Sumber : Glicksman 1983
2.2.2. Pembentukan Gel Agar-agar
Menurut Rees 1969, rangkaian kejadian pembentukan struktur helix terjadi dalam tiga tahap seperti diperlihatkan pada Gambar 2, yaitu: A dalam larutan atau fase sol, pada temperatur diatas
titik cair gel rantai polimer berada dalam formasi coil random. Dengan pendinginan, larutan tersebut akan dikonversi menjadi gel jika struktur helix yang cukup telah terbentuk sehingga saling bertautan
cross link untuk membentuk jaringan yang berkesinambungan; B pada pendinginan selanjutnya,
6 gel menjadi bertautan lebih erat pada saat ini menjadi lebih kaku akibat bertambahnya struktur helix
untuk membentuk gabungan yang bertindak sebagai super junction; C dan D gel akan membentuk gabungan yang kontinyu apabila dibiarkan dalam waktu yang agak lama, dan jaringan gel sering
mengkerut dengan membebaskan sejumlah air. Menurut Glicksman 1983, peningkatan kekuatan gel dapat dihubungkan dengan peningkatan
kadar agarosa atau penurunan kadar sulfat serta peningkatan kadar 3,6-anhydro-L-galaktosa. Karakteristik pembentukan gel agar-agar disebabkan oleh tiga buah atom H pada residu 3,6-anhidro-
L-galaktosa yang memaksa molekul- molekul untuk membentuk struktur ”heliks”. Interaksi antar
struktur heliks menyebabkan terbentuknya gel. Penggantian senyawa 3,6-anhydro-L-galaktosa oleh L- galaktosa sulfat menyebabkan kekacauan dalam struktur heliks dan dalam keadaan seperti ini
terbentuk kekuatan gel yang terendah. Kekuatan gel yang lebih tinggi akan diperoleh bila grup sulfat dikonversi menjadi senyawa 3,6-anhidro-L-galaktosa. Perlakuan asam dapat mempercepat konversi
senyawa tersebut diatas.
Gambar 2. Pembentukan gel dengan agregasi penggabungan polisakarida Medin, A. S. 1995 Sifat gel agar-agar dipengaruhi oleh suhu, konsentrasi, pH, kandungan gula, dan ester sulfat
Selby dan Wynne, 1973. Penurunan pH akan menyebabkan kekuatan gel semakin berkurang Glicksman, 1983. Semakin tinggi kandungan gula akan menyebabkan gel menjadi keras dengan
kohesifitas tekstur yang yang lebih rendah Glicksman, 1983. Peningkatan kandungan sulfat dalam agar-agar akan mengurangi kekuatan gelnya Chapman dan Chapman, 1980. Gel agar-agar bersifat
reversibel terhadap suhu, dimana pada suhu di atas titik leleh fase gel akan berubah menjadi fasa sol dan sebaliknya. Fasa transisi dari gel ke sol atau dari sol ke gel tidak berada pada suhu yang sama.
Suhu pembentukan gel gelling point berada jauh di bawah suhu saat gel meleleh melting point. Perbedaan yang jauh anatara suhu leleh dan suhu pembentukan gel disebut dengan gejala histeresis
Rees, 1969; Glicksman, 1983. Daya gelasi agar-agar juga tergantung pada cara produksi, jenis algae, kandungan sulfat dan
perbandingan agarosa terhadap agaropektin. Agar-agar yang berasal dari rumput laut Gracilaria mempunyai kekuatan gel yang lebih rendah dari Gelidium Chapman, 1970. Karakteristik gel agar-
agar bersifat rigid, rapuh, mudah dibentuk dan memiliki titik leleh tertentu. Kekuatan gel agar-agar sangat tergantung pada perbandingan kandungan agarosa terhadap agaropektin, gel yang terbentuk
akan semakin kuat Winarno, 1990.
2.2.3. Standar Mutu Agar-agar