34
5.3.1 Kerapatan dan Jumlah Jenis
Komposisi jenis tumbuhan, nilai kerapatan dan Indeks Nilai Penting tertinggi jenis dominan masing-masing hutan olahan, simpanan dan larangan
disajikan pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Komposisi jumlah jenis, kerapatan, indeks keanekaragaman jenis, dan
indeks nilai penting masing-masing kategori hutan di Nagari Simanau
Tingkat Pertumbuhan
Jumlah Jenis
Kerapatan individuha
Indeks Keanekaragaman
Jenis H Pohon
15 179
0.9 karet Havea brassiliensis
patai Parkia speciosa Tiang
8 213.33
1.1 karet Havea brassiliensis
kulik manih Cinnamomum zeylanicum Pancang
7 1 093.33
1.5 kulit manis Cinnamomum zeylanicum
karet Hevea brassiliensis Semai
22 8 166.67
2.2 kopi robusta Coffea robusta
kulik manih Cinnamomum zeylanicum Pohon
66 275
3.4 sibaranak Castanopsis sp
bintangua Calophyllum molle Tiang
35 283.33
3.2 inggiran Carallia brachiata
kalek baringin Eugenia rugosa Pancang
59 5 866.67
3.2 kopi rimbo Trema orientalis
kundua Matrixia trichotoma Semai
47 43 583
2.9 kadunduang ampo Coelostegia griffithii kalek baringin Eugenia rugosa
Pohon 54
273 3.2
kalek Dialium platysepalum tamasu Schima wallichii
Tiang 33
326.67 3
kalek Dialium platysepalum kadunduang masam Santiria oblongifolia
Pancang 58
5 653.33 3.3
kundua Matrixia trichotoma kopi rimbo Trema orientalis
Semai 50
37 583.33 2.9
kalek baringin Eugenia rugosa bintangua Calophyllum molle
INP tertinggi dominan Kodominan
Hutan Simpanan
Hutan Larangan Hutan Olahan
Berdasarkan hasil analisis vegetasi, diketahui bahwa komposisi vegetasi pada hutan olahan sangat berbeda dengan h utan simpanan dan larangan, terutama
jenis dominan lihat lampiran 3. Tabel 5.6 terlihat bahwa hutan olahan di dominasi oleh karet dengan tingkat kerapatan seluruh jenis pada tingkat pohon
adalah 179 pohonha. Sedangkan tingkat kerapatan seluruh jenis pada tingkat anakansemai adalah 8 166.67 pohonha. Komposisi vegetasi pada hutan
simpanan di dominasi oleh sibaranak dengan tingkat kerapatan seluruh jenis pada tingkat pohon adalah 275 pohonha. Sedangkan tingkat kerapatan seluruh jenis
pada tingkat anakan adalah 43 583 pohonha. Komposisi vegetasi pada hutan larangan di dominasi oleh kayu kalek dengan tingkat kerapatan seluruh jenis pada
tingkat pohon adalah 273 pohonha. Sedangkan tingkat kerapatan seluruh jenis pada tingkat anakan adalah 37 583 pohonha.
Kerapatan pada hutan simpanan tidak berbeda jauh dengan hutan larangan, tetapi sangat berbeda dengan kerapatan tumbuhan pada hutan olahan. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan jenis dan pengelolaannya. Hutan olahan dikelola oleh masing-masing keluarga pribadi, sedangkan hutan simpanan dan hutan
larangan dikelola oleh nagari komunal, sehingga terlihat perbedaan kerapatan hutan olahan yang cukup besar jika dibandingkan dengan hutan simpanan dan
olahan pada berbagai tingkat pertumbuhan.
Tabel 5.6 dan lampiran 3, 4, 5, dan 6 menunjukkan bahwa adanya perbedaan komposisi jenis tumbuhan dan INP pada masing-masing hutan, terutama jumlah
jenis pohon, pancang, tiang dan semai pada hutan olahan yang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah jenis tingkat pohon, pancang, tiang dan semai pada
hutan simpanan dan larangan. INP suatu jenis merupakan nilai yang menggambarkan peranan suatu jenis dalam komunitas, apabila INP merata pada
banyak jenis maka menjadi indikator semakin tingginya keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem. Makin besar INP suatu jenis maka semakin besar peranan
jenis tersebut dalam komunitas Soerianegara dan Indrawan 1982.
Nilai kerapatan pada hutan olahan lebih rendah jika dibandingkan dengan kerapatan pada hutan simpanan dan larangan. Hal ini disebabkan perbedaan tujuan
pengelolaan masing-masing kategori hutan. Hutan olahan sudah berorientasi ekonomi, dikelola dengan tujuan sebagai salah satu penunjang perekonomian
warga masyarakat nagari. Hutan olahan dikelola secara pribadi dan pilihan jenis yang ditanam tergantung keinginan pribadi masing-masing. Meskipun demikian,
pemilihan jenis tumbuhan oleh warga tersebut tetap dibatasi oleh nagari agar hutan olahan tetap dijaga fungsi hutannya, sehingga warga lebih memilih
menanam kopi, karet, kulit manis, dan cengkeh dengan alasan ekonomi, pertimbangan pasar, maupun kecocokan dengan kondisi alamnya. Menurut
Febriyano 2008, alasan
petani memilih jenis yang akan ditanam di lahan hutan adalah: 1 pendapatan uang, 2 kontinuitas produksi, 3 kecepatan berproduksi,
4 kemudahan pemeliharaan dan pemanenan, 5 kemudahan pengolahan pascapanen, 6 kemampuan untuk ditanam dengan jenis tanaman lain, dan 7
keamanan penguasaan lahan. Sedangkan hutan simpanan dan hutan larangan merupakan hutan milik bersama yang dikelola oleh nagari, jumlah jenis pohonnya
lebih banyak karena ditentukan oleh kompetisi alami tanpa campur tangan manusia.
Hutan simpanan dikelola dengan tujuan sebagai persiapan atau lahan cadangan untuk kebutuhan anak kemenakan dimasa mendatang. Sedangkan hutan
larangan pengelolaannya ditujukan sebagai perlindungan masyarakat terhadap daerah sekitarnya, untuk melindungi dan menjaga sumber mata air dari beberapa
sungai yang mengaliri Nagari Simanau yang sangat dibutuhkan sebagai sumber air bagi masyarakat. Sejalan dengan kajian Rijal 2012, masyarakat merasakan
adanya manfaat keberadaan hutan di Nagari Rumbio, sehingga menumbuhkan rasa percaya diantara masyarakat bersama-sama menjaga hutan mereka.
5.3.2 Indeks Keanekaragaman Jenis H’
Indeks keanekaragaman jenis H’ berbagai tingkat pertumbuhan pada hutan olahan, simpanan, dan larangan di Nagari Simanau disajikan pada Gambar 5.4.
Pada Gambar 5.4 terlihat keanekaragaman jenis tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon pada hutan simpanan
dan larangan tergolong tinggi H’ 3 dan perbedaannya juga relatif kecil, bahkan ada yang sama. Untuk tingkat semai
tergolong sedang 2 H’ 3 pada hutan olahan, simpanan, dan larangan. Hal ini dikarenakan pada hutan simpanan dan larangan tersebut sama-sama sangat jarang
mengalami gangguan dan tidak adanya campur tangan manusia, sehingga keanekaragaman jenis sama-sama dapat dipertahankan. Sedangkan pada hutan
olahan tingkat pancang, tiang, dan pohon pada keanekaragaman jenis tergolong
rendah H’ 2 . Hal ini disebabkan karena pada hutan olahan telah banyaknya campur tangan manusia dalam mengelola hutan tersebut untuk pemenuhan
kebutuhan manusia. Kemudian, keanekaragaman jenisnya berkurang karena pola tanamannya jenis-jenis tertentu dan sifatnya monokultur.