hutan simpanan dan larangan. INP suatu jenis merupakan nilai yang menggambarkan peranan suatu jenis dalam komunitas, apabila INP merata pada
banyak jenis maka menjadi indikator semakin tingginya keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem. Makin besar INP suatu jenis maka semakin besar peranan
jenis tersebut dalam komunitas Soerianegara dan Indrawan 1982.
Nilai kerapatan pada hutan olahan lebih rendah jika dibandingkan dengan kerapatan pada hutan simpanan dan larangan. Hal ini disebabkan perbedaan tujuan
pengelolaan masing-masing kategori hutan. Hutan olahan sudah berorientasi ekonomi, dikelola dengan tujuan sebagai salah satu penunjang perekonomian
warga masyarakat nagari. Hutan olahan dikelola secara pribadi dan pilihan jenis yang ditanam tergantung keinginan pribadi masing-masing. Meskipun demikian,
pemilihan jenis tumbuhan oleh warga tersebut tetap dibatasi oleh nagari agar hutan olahan tetap dijaga fungsi hutannya, sehingga warga lebih memilih
menanam kopi, karet, kulit manis, dan cengkeh dengan alasan ekonomi, pertimbangan pasar, maupun kecocokan dengan kondisi alamnya. Menurut
Febriyano 2008, alasan
petani memilih jenis yang akan ditanam di lahan hutan adalah: 1 pendapatan uang, 2 kontinuitas produksi, 3 kecepatan berproduksi,
4 kemudahan pemeliharaan dan pemanenan, 5 kemudahan pengolahan pascapanen, 6 kemampuan untuk ditanam dengan jenis tanaman lain, dan 7
keamanan penguasaan lahan. Sedangkan hutan simpanan dan hutan larangan merupakan hutan milik bersama yang dikelola oleh nagari, jumlah jenis pohonnya
lebih banyak karena ditentukan oleh kompetisi alami tanpa campur tangan manusia.
Hutan simpanan dikelola dengan tujuan sebagai persiapan atau lahan cadangan untuk kebutuhan anak kemenakan dimasa mendatang. Sedangkan hutan
larangan pengelolaannya ditujukan sebagai perlindungan masyarakat terhadap daerah sekitarnya, untuk melindungi dan menjaga sumber mata air dari beberapa
sungai yang mengaliri Nagari Simanau yang sangat dibutuhkan sebagai sumber air bagi masyarakat. Sejalan dengan kajian Rijal 2012, masyarakat merasakan
adanya manfaat keberadaan hutan di Nagari Rumbio, sehingga menumbuhkan rasa percaya diantara masyarakat bersama-sama menjaga hutan mereka.
5.3.2 Indeks Keanekaragaman Jenis H’
Indeks keanekaragaman jenis H’ berbagai tingkat pertumbuhan pada hutan olahan, simpanan, dan larangan di Nagari Simanau disajikan pada Gambar 5.4.
Pada Gambar 5.4 terlihat keanekaragaman jenis tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon pada hutan simpanan
dan larangan tergolong tinggi H’ 3 dan perbedaannya juga relatif kecil, bahkan ada yang sama. Untuk tingkat semai
tergolong sedang 2 H’ 3 pada hutan olahan, simpanan, dan larangan. Hal ini dikarenakan pada hutan simpanan dan larangan tersebut sama-sama sangat jarang
mengalami gangguan dan tidak adanya campur tangan manusia, sehingga keanekaragaman jenis sama-sama dapat dipertahankan. Sedangkan pada hutan
olahan tingkat pancang, tiang, dan pohon pada keanekaragaman jenis tergolong
rendah H’ 2 . Hal ini disebabkan karena pada hutan olahan telah banyaknya campur tangan manusia dalam mengelola hutan tersebut untuk pemenuhan
kebutuhan manusia. Kemudian, keanekaragaman jenisnya berkurang karena pola tanamannya jenis-jenis tertentu dan sifatnya monokultur.
36
Gambar 5.4 Indeks keanekaragaman j enis H’ berbagai tingkat pertumbuhan
pada hutan olahan, simpanan, dan larangan di Nagari Simanau tahun 2014.
Sumber daya alam milik bersama performanya akan jelek dan terdegradasi yang disebabkan semua orang akan berusaha memanfaatkan sumber daya tersebut
tanpa ada pihak-pihak yang bertanggungjawab terhadap kelestariannya Hardin 1968, meskipun hutan simpanan dan larangan adalah milik bersama tetapi
performanya dapat dipertahankan karena adanya kelembagaan yang kuat, mekanisme penegakkan aturan, dan pemberlakuan sanksi yang jelas apabila
terjadi pelanggaran. Kelembagaan yang kuat di Nagari Simanau tersebut juga ditunjukkan dengan tingginya tingkat kepercayaan dan pemahaman warga
terhadap aturan nagari serta rendahnya tingkat pelanggaran yang terjadi.
5.3.3 Struktur Tegakan Horizontal
Struktur tegakan berguna untuk menerangkan jumlah pohon per satuan luas hektar pada berbagai kelas diameternya atau tingkat pertumbuhannya. Jumlah
pohon per satuan luas hektar pada berbagai tingkat pertumbuhan pada hutan olahan, simpanan dan larangan disajikan pada Gambar 5.5.
Gambar 5.5 menunjukkan bahwa pada ketiga lokasi hutan olahan, simpanan dan larangan berbentuk kurva eksponensial J terbalik, dimana jumlah pohon
berdiameter kecil sangat tinggi kemudian menurun jumlahnya seiring dengan bertambahnya ukuran pohon sehingga sedikit tersisa pohon-pohon berdiameter
besar Daniel et al. 1987. Kerapatan pohon individuha pada masing-masing hutan dapat bervariasi sesuai dengan kondisi lingkungan yang mendukung
pertumbuhan dan perkembangan tegakan. Menurut Wardah 2008, berkurangnya jumlah pohon pada kelas diameter berikutnya dapat disebabkan oleh terjadinya
persaingan kebutuhan ruang, cahaya, dan unsur hara. Sejumlah pohon berdiameter kecil tidak dapat berkembang hingga mencapai diameter yang lebih besar karena
kebutuhan ruang, cahaya, dan unsur hara tidak terpenuhi.
2.2 1.5
1.1 0.9
2.9 3.2
3.2 3.4
2.9 3.3
2.9 3.2
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5 4
semai pancang
tiang pohon
K e
an e
kar ag
am an
Jen is
H
Tingkat Pertumbuhan
olahan simpanan
larangan