kontrol pemanfaatan hasil hutan, perlindungan dan pemeliharaan tegakan hutan, dan tujuan regenerasi.
Menurut Suharjito 2008, orientasi nilai akan menentukan tindakan individu dalam pengelolaan sumber daya hutannya. Terdapat dua orientasi nilai, yaitu
orientasi ekonomi dan orientasi ekologi atau orientasi antroposentrisme dan orientasi ekosentrisme. Orientasi ekosentrisme menilai alam untuk alam itu sendiri
dan mempercayai bahwa alam harus dilindungi karena nilai-nilai intrinsiknya. Sedangkan orientasi antroposentrisme mempercayai bahwa alam harus dilindungi
karena adanya nilai-nilai yang dapat meningkatkan kualitas hidup manusia. Orientasi nilai bangsa Indonesia terhadap sumber daya hutan termasuk kategori
antroposentrisme.
2.3 Konsep Property dan Common Property Resources
Machperson 1978 mendefinisikan properti sebagai hak memiliki, menggunakan, atau memanfaatkan sesuatu, apakah itu hak untuk berbagi beberapa
sumber daya atau hak individu dalam beberapa hal tertentu. Definisi tersebut menunjukkan hubungan seseorang dengan orang lain. Dalam hubungan tersebut
ada aturan main yang telah disepakati bersama, apakah itu dalam bentuk kebiasaan, konvensi ataupun undang-undang.
Ostrom 1990 merujuk common property resources CPR kedalam sistem sumber daya alam atau sumber daya buatan manusia yang terbagi dalam dua
karakteristik penting, yaitu : excludability mengeluarkan dan subtractability mengurangi. Kesulitan dari excludability adalah biaya pengelolaan yang sangat
tinggi, sedangkan subtractability kesulitannya adalah adanya persaingan antara pengguna yang berbeda. Hal ini menyebabkan setiap pengguna bisa mengurangi
manfaat pengguna lain dan sumber daya alam tersebut dieksploitasi secara berlebihan.
Menurut Hanna et al. 1996 diacu dalam Ayunda 2014, pengaturan hak kepemilikan dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu : 1 milik umum
open accses, 2 milik negara state, 3 milik pribadi atau perorangan private dan 4 milik bersama communal. Pada sumber daya alam milik umum, status
kepemilikannya tidak jelas, sehingga setiap orang bebas mengakses dan mengambil manfaatnya secara berlebihan, tanpa ada pihak yang merasa
bertanggungjawab terhadap kerusakan yang terjadi tragedy of common. Menurut Hardin 1968, tragedy of common terjadi hampir pada semua sumber daya alam,
baik di hutan, laut, sungai, dan air. Sumber daya milik negara merupakan sumber daya yang dikuasai dan dikontrol oleh negara, pemerintah sebagai pemilik hak
dan kewenangan terhadap sumber daya alam tersebut. Sedangkan sumber daya milik pribadi merupakan sumber daya yang dimiliki secara perorangan, ada
pembatasan terhadap orang, wilayah, dan jumlah yang dimanfaatkan. Sumber daya milik bersamakomunal, merupakan sumber daya yang diklaim dan dikelola
oleh komunitas tertentu disekitarnya. Keberhasilan pengelolaan sumber daya milik bersama common property resources menurut Ostrom 1990 adalah
adanya batas-batas yang jelas, aturan-aturan yang cocok dengan kondisi lokal, pengaturan pilihan kolektif, monitoring, adanya sanksi yang adil, mekanisme
resolusi konflik, dan pengakuan hak-hak untuk berorganisasi.
6
3 METODE
3.1 Kerangka Pikir
Kajian efektifitas kelembagaan lokal dalam pengelolaan sumber daya hutan
pada masyarakat Nagari Simanau ini menggunakan konsep kelembagaan menurut Uphoff 1986, yang menyatakan bahwa kelembagaan merupakan suatu himpunan
atau tatanan norma-norma dan tingkah laku yang biasa berlaku pada suatu periode tertentu untuk melayani tujuan kolektif yang menjadi nilai bersama. Uphoff
menjelaskan terdapat 2 dua bentuk kelembagaan, yaitu organisasi dan norma. Organisasi merupakan struktur peran yang telah diakui dan diterima masyarakat,
sedangkan norma merupakan nilai-nilai yang hidup didalam suatu kelompok masyarakat. Norma itulah yang digunakan untuk mengatur dan mengontrol
perilaku masyarakat dalam komunitasnya.
Kapasitas masyarakat digambarkan dari konsep modal sosial, dengan adanya norma, nilai, aturan-aturan yang menjadi pedoman, bahkan memaksa anggotanya
untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan Suharjito 2013. Mengacu pada Uphoff 2000 dalam Suharjito 2008 dinyatakan kategori modal sosial ada
dua, struktural dan kognitif.
Tabel 3.1 Kategori modal sosial
Struktural Kognitif
Sumber dan manifestasi Peranan role dan aturan rules Norma, nilai
Jejaring dan hubungan interpersonal Sikap, kepercayaan belief
Prosedur dan preseden Faktor dinamik
Keterkaitan vertikal dan horizontal Kepercayaan trust ,
solidaritas, kerjasama, kedermawanan
Sumber : Uphoff 2000 dalam Suharjito 2008
Uphoff 2000 dalam Suharjito 2008 menjabarkan peranan role dan aturan rules mendukung empat fungsi dasar tindakan kolektif yaitu ; pembuatan
keputusan, mobilisasi dan pengelolaan sumber daya, komunikasi dan koordinasi, serta resolusi konflik. Hubungan sosial membangun pertukaran exchange dan
kerjasama cooperation yang nantinya akan membentuk jejaring networks. Ketiga unsur tersebut peranan, aturan dan jejaring akan memfasilitasi tindakan
kolektif yang saling menguntungkan mutually beneficial collective action, MBCA.
Norma, nilai, sikap dan kepercayaan belief tersebut saling tergantung sama lainnya dan mendukung MBCA. Orientasi ke empat faktor tersebut ada dua,
pertama orientasi kepada pihak lain, bagaimana seseorang berfikir dan bertindak terhadap orang lain. Kepercayaan trust dan balasan reciprocation membangun
hubungan sosial dengan tujuan terbentuknya solidaritas. Kepercayaan trust dan solidaritas yang berlandaskan norma, nilai, sikap, dan kepercayaan belief