Indeks Keanekaragaman Jenis H’

38 Volume tertinggi hutan olahan terjadi pada kelas diameter 20 ─29.9 cm dan selanjutnya mengalami penurunan seiring bertambahnya kelas diameter. Data tersebut menunjukan bahwa adanya normaaturan yang mengatur jenis tumbuhan yang ditanam pada hutan olahan sangat mempengaruhi volume pohon, karena diameter pohon yang sengaja ditanam tidak sebesar pohon yang ada di hutan larangan dan simpanan. Hutan larangan mendominasi volume pohon pada hampir setiap kelas diameter dan dinamika grafik datanya yang relatif stabil menunjukkan hutan larangan tidak mengalami gangguan berarti dan relatif terjaga sehingga volumenya masih tetap besar apabila dibandingkan dengan hutan simpanan dan hutan olahan. Menurut masyarakat Nagari Simanau hutan yang baik tersebut adalah hutan yang masih bisa memenuhi kebutuhan air masyarakat, baik sebagai sumber air bersih maupun sebagai sumber air untuk pengairan pertanian dan kebutuhan lainnya. Selain itu. hutan yang baik itu menurut masyarakat Nagari Simanau adalah hutan yang tetap bisa memberikan manfaat dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat nagari akan lahan bertanam, menyediakan kayu maupun hasil hutan bukan kayu lainnya. Hutan simpanan dan larangan merupakan milik bersama common property yang dikelola dan diatur oleh nagari, sedangkan hutan olahan sudah menjadi hak pribadi private dalam artian dikelola dan diatur oleh keluarga inti. Walaupun hutan simpanan dan hutan larangan merupakan milik bersama, tetapi performansi hutannya tetap terjaga dengan baik, tidak terjadi open access, dan pemanfaatan yang berlebihan. Kondisi demikian bisa menghindarkan terjadinya kerusakan sumber daya hutan milik bersama tragedy of common. Hal ini disebabkan masih kuatnya fungsi kelembagaan dan penegakkan aturan. Kelembagaan yang ada di nagari bisa membatasi pemanfaatan hutan, baik dari jumlah orang yang memanfaatkan maupun dari sisi jenis yang ditanam dan yang boleh dimanfaatkan. Meskipun performansi hutan olahan lebih rendah dibandingkan dengan hutan simpanan dan larangan, tetapi implikasinya masih tetap baik dari sisi ekonomi, karena masyarakat pemilik lahan akan selalu berusaha untuk mempertahankan kelestarian hasil sustainability dari hutan olahan mereka. Kelembagaan lokal di Nagari Simanau terkait dengan nilai dan norma- norma adat salingka nagari, sifatnya mengikat untuk seluruh warga di Nagari Simanau. Kelembagaan lokal tersebut berperan efektif dalam mengatur penguasaan dan pemanfaatan sumber daya hutan, baik secara individu maupun perorangan. Hal ini disebabkan sikap dan perilaku masyarakat yang percaya trust, paham, dan patuh terhadap aturan-aturan nagari yang ditegakkan oleh niniak mamak, dubalang maupun panghulu. Selain itu, adanya batas antara hutan olahan, simpanan, dan larangan yang telah disepakati bersama; adanya aturan main terhadap kewenangan pemanfaatan dan adanya sanksi yang jelas dalam penegakkan aturan nagari. Kondisi demikian bisa menghindari terjadinya konflik dan permasalahan warga masyarakat nagari terkait dengan pemanfaatan lahan Normaaturan-aturan dalam masyarakat nagari mengatur siapa yang punya akses terhadap sumber daya bersama, berapa banyak sumber daya yang boleh digunakan, serta siapa yang mengawasi dan menegakkan aturan tersebut. Kelembagaan lokal yang baik akan membentuk perilaku masyarakat yang baik dalam memanfaatkan sumber daya alamnya, serta bisa menghindari tindakan opurtunistik dan open access terhadap suatu sumber daya hutan. Pendapat ini sesuai dengan pernyataan Ostrom 1990, bahwa hubungan masyarakat dengan sumber daya alam yang kuat akan menentukan keberhasilan pengelolaan sumber daya alam milik bersama. Pengaturan dan pengelolaan sumber daya hutan oleh nagari ternyata bisa membuat masyarakat Nagari Simanau mengelola dan memanfaatkan sumber daya hutannya sesuai dengan aturan-aturan nagari yang telah disepakati bersama. Terlihat dengan nilai dan normaaturan yang masih tetap bertahan di Nagari Simanau, seperti adanya lembaga dubalang bersama panghulu sebagai pengawas dan kontrol terhadap berjalannya aturan nagari. Pengaturan pengelolaan tersebut juga ditunjang dengan adanya kejelasan hak dan aturan-aturan lokal yang sejalan dengan harapan masyarakat bahwa sumber daya hutan mereka tetap terjaga. Sesuai dengan hasil kajian Ohorella et al. 2012 dan Murray et al. 2006, yang menyatakan bahwa keberhasilan masyarakat lokal mempertahankan kelestarian sumber daya alam salah satunya ditentukan oleh sistem kelembagaan lokal yang berfungsi dengan baik. Kelembagaan lokal tersebut adalah norma norm, sanksi sanction, dan adanya kepercayaan belief yang sudah tumbuh dan mengakar di tengah masyarakat, serta diterima masyarakat dalam hubungan sesama manusia maupun dengan alamnya Murray et al. 2006. . 6 KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya hutannya, masyarakat Nagari Simanau masih terikat oleh nilai-nilai dan normaaturan adat yang sudah ada secara turun temurun. Masyarakat Nagari Simanau menjaga sumber daya hutannya karena hutan memberikan manfaat bagi kehidupan, sehingga timbul bentuk pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hutan olahan, simpanan, dan larangan. Kelembagaan lokal masyarakat Nagari Simanau masih dipercaya dan dipatuhi masyarakat efektif menunjang pengelolaan sumber daya hutan yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan penguasaan dan pengelolaan sumber daya hutan telah disepakati bersama; adanya aturan kewenangan pemanfaatan; dan adanya sanksi dalam penegakkan aturan nagari. Nilai dan normaaturan sosial di Nagari Simanau mampu mengendalikan tindakan dan perilaku masyarakat dalam mengelola sumber daya hutan mereka dan berimplikasi baik terhadap performa sumber daya hutan. Performa hutan yang baik ditunjukkan dengan tingginya kerapatan, jumlah jenis, keanekaragaman jenis, dan volume pohon pada hutan simpanan dan larangan. Sedangkan hutan olahan, walaupun performanya rendah, tetapi fungsi hutannya terjaga, serta fungsi ekonominya sebagai sumber mata pencaharian tambahan bagi masyarakat tetap terpelihara.