Kerangka Pikir Efektifitas Kelembagaan Lokal Dalam Pengelolaan Sumber Daya Hutan Pada Masyarakat Nagari Simanau.

3.4 Alat dan Objek Penelitian Beberapa peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah personal computer, alat tulis, kamera digital, phi band, range finder, haga meter dan alat perekam voice recorder. Adapun objek penelitian yaitu masyarakat Nagari Simanau serta tokoh masyarakat yang memiliki pengetahuan dan wawasan tentang fokus yang dikaji.

3.5 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena realitasnya

merupakan hasil konstruksi secara lokal dan spesifik, serta hubungan antara peneliti dan yang diteliti bersifat interaktif yang tidak bisa dipisahkan Suharjito 2014. Metode yang digunakan adalah metode studi kasus yang ditunjang dengan metode survey. Ciri khas metode studi kasus adalah tidak mempertimbangkan berapa banyak contoh suatu populasi, mengkaji secara detail satu atau lebih program, kejadian, aktifitas. Studi kasus bukan untuk menguji teori, sehingga peneliti tidak berpegang pada suatu teori dari awal sampai dengan pengumpulan data Suharjito 2014. Peneliti dapat berpegang pada suatu teori untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan. Studi kasus dapat menyajikan data-data dan temuan-temuan yang sangat berguna sebagai dasar untuk membangun latar permasalahan bagi perencanaan penelitian yang lebih mendalam dalam rangka pengembangan ilmu Yin 1997; Aziz 2003. Meskipun punya keunggulan, studi kasus juga memiliki kelemahan, yaitu kurang memberikan dasar yang kuat terhadap suatu generalisasi ilmiah dan adanya kecenderungan studi kasus kurang mampu mengendalikan bias subjektifitas peneliti. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, maka yang harus diperhatikan adalah : pertama kasus yang diangkat sifatnya unik dan khas serta menyangkut kepentingan masyarakat. Kedua, studi kasus itu harus lengkap, yaitu : 1 kasus yang diteliti harus memiliki perbedaan yang jelas antara fenomena dan konteksnya ; 2 tersedianya bukti-bukti yang meyakinkan ; dan 3 mempermasalahkan ketiadaan kondisi buatan tertentu. Ketiga, studi kasus mempertimbangkan alternatif perspektif. Keempat, studi kasus harus menampilkan bukti yang memadai dan secara bijak mendukung atas kasus yang diteliti Yin 1997.

3.6 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan peneliti dari informan, responden, hasil pengamatan, dan pengukuran di lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen, studi literatur, data statistik, laporan-laporan dari instansi resmi pemerintah Dinas Kehutanan Kabupaten Solok, Kecamatan Tigo Lurah, Bappeda Kabupaten Solok dan data pendukung lainnya yang ada di nagari. Informan adalah subjek yang telah lama tinggal dan aktif di lokasi penelitian serta memiliki pengetahuan dan wawasan terhadap kajian. Informan tersebut 10 adalah niniak mamak, anggota masyarakat, orang atau tokoh adat maupun tokoh nagari yang berpengaruh ditengah masyarakat.

3.6.1 Wawancara Mendalam in depth interview

Wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang fokus yang kita kaji. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun. Wawancara dilakukan terhadap informan panghulu suku, dubalang, wali nagari, ampek jiniah, ketua KAN, atau kepala keluarga yang telah kita pilih sebelumnya. Materi yang ditanyakan berpedoman pada pertanyaan-pertanyaan pokok mengenai kelembagaan lokal dalam pengelolaan sumber daya hutan, nilai, normaaturan, struktur sosial yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya hutan. Untuk mendapatkan informan yang tepat digunakan teknik snowball dengan tahapan sebagai berikut, yaitu a pemilihan informan awal yang terkait dengan fokus penelitian, b pemilihan informan lanjutan untuk memperluas deskripsi informasi dan melacak variasi informasi yang mungkin ada, dan c menghentikan pemilihan informan lanjutan apabila dianggap sudah tidak ditemukan lagi variasi informasi. Untuk mendapatkan data-data yang valid, apabila diperlukan dilakukan wawancara berulang terhadap informan sebagai konfirmasi terhadap data-data yang telah didapatkan sebelumnya. 3.6.2 Wawancara Terstruktur Wawancara terstruktur dilakukan terhadap responden. Responden adalah warga masyarakat yang berada di nagari dan dipilih secara acak dengan mempertimbangkan keterwakilan individu dari kelompok pimpinan maupun warga. Responden berjumlah 30 tiga puluh orang. Pengumpulan data dan informasi dengan menggunakan kuisioner daftar pertanyaan terstruktur terhadap responden.

3.6.3 Pengamatan Terlibat

Menurut Sugiyono 2012, pengamatan langsung dilakukan dalam kehidupan masyarakat maupun kondisi di lapangan. Tujuan dari teknik ini dilakukan adalah untuk melakukan cek ulang cross-check dan memperoleh gambaran yang lebih mendalam terhadap jawaban dari hasil wawancara ataupun kuisioner. Pengamatan dilakukan terhadap penerapan aturan nagari serta peran dubalang dan panghulu terhadap penegakan aturan nagari dalam pengelolaan hutan. Pengamatan ini dilakukan dengan bantuan dari informan utama yang membantu peneliti dalam berinteraksi dengan masyarakat lokal dan dapat ikut dalam menjalankan aktifitas kehidupan masyarakat sehari-hari.

3.6.4 Pengukuran Lapangan

Pengukuran lapangan dimaksudkan untuk mendapatkan jenis tumbuhan yang terdapat pada masing-masing hutan larangan, hutan simpanan dan hutan olahan. Data hasil kegiatan pengukuran lapangan ini dianalisa dengan menggunakan analisis vegetasi untuk menjelaskan kondisi tegakan hutan, yaitu pohon dan permudaannya Soerianegara dan Indrawan 1982. Data mengenai komposisi jenis tumbuhan diperoleh dengan pengambilan contoh. Pengambilan contoh menggunakan cara garis berpetak dengan plot pengamatan berbentuk bujursangkar. Pengambilan contoh dibuat berdasarkan prinsip keterwakilan dengan mempertimbangkan akses yang bisa dicapai, ketersediaan dana, kemampuan tenaga dan waktu penempatan plot dan koordinat jalur analisis vegetasi lihat lampiran 1 dan 2. Petak ukur berbentuk jalur dibuat dengan ukuran lebar 20 m dan panjang 200 m sebanyak 3 jalur pada setiap kategori hutan. Jumlah anak petak ukur pada setiap jalur adalah 10 buah pada setiap tingkat pertumbuhan, sehingga jumlah petak ukur pada setiap kategori hutan adalah 30 buah dengan luas 1.2 ha. Anak petak ukur dibuat bersarang dengan 4 ukuran berdasarkan perbedaan fase pertumbuhan, yaitu : a. Petak contoh berukuran 20 x 20 m digunakan untuk pengamatan pohon vegetasi dengan diameter 20 cm b. Petak contoh berukuran 10 x 10 m digunakan untuk pengamatan tiang vegetasi dengan diameter 10 ─ 20 cm c. Petak contoh berukuran 5 x 5 m digunakan untuk pengamatan pancang vegetasi dengan diameter 10 cm dan tingginya ≥ 1.5 m d. Petak contoh berukuran 2 x 2 m digunakan untuk pengamatan semai vegetasi dengan tinggi 1.5 m Desain jalur pengamatan disajikan pada gambar berikut ini. d 2 m 2 m Panjang jalur 200 m arah rintis a 20 m 5 m 10 m 5 m 10 m b c 20 m Gambar 3.3 Desain jalur pengamatan

3.7 Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis efektifitas kelembagaan dan analisis performansi hutan. Kelembagaan itu terkait dengan nilai-nilai kepercayaan, norma, dan aturan yang berlaku, sehingga kelembagaan adat Nagari Simanau dilihat dari nilai-nilai, norma, dan kepercayaan yang didapat berdasarkan persepsi informan. Norma dikaji dari aspek yang diatur, pemahaman, dan kepatuhan terhadap norma dan aturan itu. Kepemimpinan dideskripsikan berdasarkan pola kekuasaan nagari, peran dan struktur pemimpin adat. Unsur- unsur tersebut dilihat berdasarkan standar emik, menurut pandangan masyarakat maupun secara etik, menurut pandangan peneliti. Kepatuhan orang lain sekaligus bisa memperlemah atau memperkuat kepatuhan seseorang terhadap aturan, sehingga penting meninjau kepercayaan seseorang bahwa orang lain mematuhi aturan Suharjito dan Saputro 2008. Efektifitas kelembagaan lokal dalam pengelolaan sumber daya hutan ditentukan berdasarkan kepercayaan, pemahaman, dan kepatuhan masyarakat terhadap aturan