Kerapatan dan Jumlah Jenis

Gambar 5.5 Jumlah pohon per satuan luas hektar berbagai tingkat pertumbuhan pada hutan olahan, simpanan, dan larangan di Nagari Simanau tahun 2014.

5.3.4 Volume pohon per kelas diameter m³ha

Volume pohon per kelas diameter m³ha pada hutan olahan, simpanan, dan larangan di Nagari Simanau disajikan pada Gambar 5.6. Gambar 5.6 Volume pohon per kelas diameter m³ha pada hutan olahan, simpanan, dan larangan di Nagari Simanau tahun 2014. Gambar 5.6 memperlihatkan bahwa volume pohon terkecil terdapat pada pohon di hutan olahan untuk setiap kelas diameter. Sedangkan pada hutan simpanan volume tertinggi terdapat pada kelas diameter 30 ─39.9 cm dan 60─ 69.9 cm. Sementara itu, pada hutan larangan dominansi volume pada setiap kelas diameter mendominasi dan bahkan pada kelas diameter 70 cm volume pada hutan larangan jauh lebih besar dibandingkan yang lainnya. 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000 semai pancang tiang pohon olahan simpanan larangan 77.0 52.5 11.8 4.0 3.6 5.6 104.9 130.4 96.0 52.3 84.0 28.9 108.6 88.3 109.9 70.6 79.4 99.4 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 140.0 20-29.9 30-39.9 40-49.9 50-59.9 60 - 69.9 70 v o l u m e klas diameter cm olahan simpanan larangan m³ha 38 Volume tertinggi hutan olahan terjadi pada kelas diameter 20 ─29.9 cm dan selanjutnya mengalami penurunan seiring bertambahnya kelas diameter. Data tersebut menunjukan bahwa adanya normaaturan yang mengatur jenis tumbuhan yang ditanam pada hutan olahan sangat mempengaruhi volume pohon, karena diameter pohon yang sengaja ditanam tidak sebesar pohon yang ada di hutan larangan dan simpanan. Hutan larangan mendominasi volume pohon pada hampir setiap kelas diameter dan dinamika grafik datanya yang relatif stabil menunjukkan hutan larangan tidak mengalami gangguan berarti dan relatif terjaga sehingga volumenya masih tetap besar apabila dibandingkan dengan hutan simpanan dan hutan olahan. Menurut masyarakat Nagari Simanau hutan yang baik tersebut adalah hutan yang masih bisa memenuhi kebutuhan air masyarakat, baik sebagai sumber air bersih maupun sebagai sumber air untuk pengairan pertanian dan kebutuhan lainnya. Selain itu. hutan yang baik itu menurut masyarakat Nagari Simanau adalah hutan yang tetap bisa memberikan manfaat dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat nagari akan lahan bertanam, menyediakan kayu maupun hasil hutan bukan kayu lainnya. Hutan simpanan dan larangan merupakan milik bersama common property yang dikelola dan diatur oleh nagari, sedangkan hutan olahan sudah menjadi hak pribadi private dalam artian dikelola dan diatur oleh keluarga inti. Walaupun hutan simpanan dan hutan larangan merupakan milik bersama, tetapi performansi hutannya tetap terjaga dengan baik, tidak terjadi open access, dan pemanfaatan yang berlebihan. Kondisi demikian bisa menghindarkan terjadinya kerusakan sumber daya hutan milik bersama tragedy of common. Hal ini disebabkan masih kuatnya fungsi kelembagaan dan penegakkan aturan. Kelembagaan yang ada di nagari bisa membatasi pemanfaatan hutan, baik dari jumlah orang yang memanfaatkan maupun dari sisi jenis yang ditanam dan yang boleh dimanfaatkan. Meskipun performansi hutan olahan lebih rendah dibandingkan dengan hutan simpanan dan larangan, tetapi implikasinya masih tetap baik dari sisi ekonomi, karena masyarakat pemilik lahan akan selalu berusaha untuk mempertahankan kelestarian hasil sustainability dari hutan olahan mereka. Kelembagaan lokal di Nagari Simanau terkait dengan nilai dan norma- norma adat salingka nagari, sifatnya mengikat untuk seluruh warga di Nagari Simanau. Kelembagaan lokal tersebut berperan efektif dalam mengatur penguasaan dan pemanfaatan sumber daya hutan, baik secara individu maupun perorangan. Hal ini disebabkan sikap dan perilaku masyarakat yang percaya trust, paham, dan patuh terhadap aturan-aturan nagari yang ditegakkan oleh niniak mamak, dubalang maupun panghulu. Selain itu, adanya batas antara hutan olahan, simpanan, dan larangan yang telah disepakati bersama; adanya aturan main terhadap kewenangan pemanfaatan dan adanya sanksi yang jelas dalam penegakkan aturan nagari. Kondisi demikian bisa menghindari terjadinya konflik dan permasalahan warga masyarakat nagari terkait dengan pemanfaatan lahan Normaaturan-aturan dalam masyarakat nagari mengatur siapa yang punya akses terhadap sumber daya bersama, berapa banyak sumber daya yang boleh digunakan, serta siapa yang mengawasi dan menegakkan aturan tersebut. Kelembagaan lokal yang baik akan membentuk perilaku masyarakat yang baik dalam memanfaatkan sumber daya alamnya, serta bisa menghindari tindakan opurtunistik dan open access terhadap suatu sumber daya hutan. Pendapat ini