Perkembangan berikutnya dari Datuak Nan 9 Di Mudiak Simanau Air Abang, sebagiannya sudah samparono habis. Sehingga, suku-suku yang masih
berkembang di Nagari Simanau tinggal 6 suku yaitu : suku Melayu, suku Caniago, suku Panai, suku Melayu Air Abang, Suku Caniago Lasi, dan suku Kutianyia.
Salah satu suku yang samporono habis adalah suku Tanjung. Karena itu Suku Tanjung yang sekarang ada di Simanau tidak lagi merupakan suku asli Simanau.
Akibat dari punahnya suku Tanjuang Simanau, maka hak ulayat suku tersebut menjadi hak ulayat nagari.
Pada zaman Belanda, Simanau sudah berdiri sendiri menjadi wilayah nagari, berdasarkan catatan Staat Bland Van Nederland Seche Indie tahun 1863. Sampai
tahun 1930 sudah ada 10 Kepala Nagari Simanau yang saat itu disebut dengan Nagari Air Abang Simanau, dengan masa jabatan bervariasi, tergantung pada
Pemerintah Belanda. Bila Belanda sudah tidak suka kepada kepala nagari maka Belanda dapat menggantinya setiap saat. Pada zaman Belanda ini kepala nagari
dibantu oleh seorang juru tulis. Sementara kepala nagari juga merupakan seorang Penghulu Kepala. Penghulu kepala dipilih oleh 4 jinih yang diistimewakan
dengan tidak perlu membayar Blastem pajak. Tujuannya agar orang-orang 4 jinih mau mendukung kebijakan-kebijakan Belanda. Syarat pemilihan kepala
nagari saat itu adalah mampu memungut pajak dan baca tulis huruf latin. Karena pada tahun 1930-an tidak ada calon kepala nagari yang mampu, maka untuk
sementara Kepala Nagari Rangkiang Luluih merangkap menjadi Kepala Nagari Simanau, dengan seorang juru tulis di Simanau yang bernama Alif. Setelah Alif
meninggal, tidak ada lagi juru tulis yang menggantikannya. Sehingga Pemerintah Belanda menggabungkan Rangkiang Luluih dengan Nagari Simanau Mukhlis
2000.
Tahun 1949 sampai dengan tahun 1951 nagari dipimpin oleh Wali Perang, dan dalam tahun-tahun ini lahirlah MTKAM Majelis Tinggi Kerapatan Adat
Alam Minangkabau, yang kemudian membentuk tentara Hulubalang untuk menyerang Belanda pada masa agresi Belanda. Pada tahun 1961 pimpinan nagari
berubah menjadi kepala nagari yang digunakan sampai tahun 1983. Mulai tahun 1983 tersebut yang memimpin nagari dirubah lagi menjadi kepala desa, seiring
dengan diberlakukannya Undang Undang Pemerintahan Desa. Pada tahun itu juga lahir Lembaga Kerapatan Adat Nagari. Nagari Simanau akhirnya kembali
terbentuk secara resmi pada tanggal 2 Oktober 2002 sebagai nagari termuda di Kabupaten Solok Mukhlis 2000.
4.4 Sistem Kekerabatan
Sama dengan nagari lain di Sumatera Barat, sistem kekerabatan di Nagari Simanau dibangun oleh perkawinan dan keturunan menurut garis keturunan ibu
atau matrilineal. Sistem matrilineal merupakan dasar susunan kekeluargaan, norma perkawinan dan mekanisme pewarisan. Semua aturan dan mekanisme yang
berlangsung dalam masyarakat diatur dan ditetapkan berdasarkan sistem kekerabatan menurut garis keturunan matrilineal tersebut.
Keberadaan suku sangat penting di Nagari Simanau dan tidak dapat
dipisahkan dalam susunan masyarakat. Tiap suku dipimpin oleh panghulu, yang di angkat dan ditunjuk untuk menjadi pemimpin suku, dan memegang kekuasaan
18 atas ulayat. Arifin et al. 2008 menyatakan bahwa peran dan fungsi penghulu
sangat besar dalam kehidupan masyarakat. Suku terdiri dari beberapa kaum yang dipimpin kepala kaum yang disebut dengan Tungganai yaitu laki-laki yang
dipilih secara musyawarah oleh anggota kaumnya. Kaum terdiri dari beberapa paruik, anggota paruik merupakan susunan anggota keluarga yang berasal
dari satu garis keturunan ibu. Paruik itu terdiri dari mamak kaum laki-laki sebagai
kepala keluarga, sedangkan anggotanya adalah kesatuan dari paruik tersebut anak perempauan dan anak laki-laki saudara perempuan, saudara perempuan dan
saudara laki-laki sampai seterusnya ke bawah dari nenek dan seterusnya keatas.
Dalam sistem matrilineal pewarisan hutan ulayatpun diberlakukan menurut garis keturunan ibu, hal tersebut menunjukkan bukti lain dari aspek manfaat sosial
dari hutan. Hutan yang dikuasai oleh masyarakat secara komunal juga dipandang sebagai pengikat dan media untuk mempertahankan ikatan kekerabatan. Sehingga
bagi masyarakat Nagari Simanau, hutan merupakan bagian ulayat yang dapat mengikat hubungan sosial masyarakat. Penguasaan komunal tersebut membentuk
ikatan kekerabatan dalam penguasaan ulayat, baik dalam suatu paruik, kaum, suku, dan nagari.
Hak ulayat merupakan kepemilikan tertinggi masyarakat terhadap sumber daya alamnya baik itu tanah, hutan dan air. Ulayat adalah hak dan kewenangan
masyarakat adat yang diwariskan ke generasi berikutnya sesuai dengan garis keturunan ibu. Meskipun penguasaan dan pengelolaan hutan adat berada pada
panghulu dan ninik mamak, namun kepemilikan secara adat tetap diwariskan kepada perempuan Muchtar 2011. Sistem matrilineal ini secara tidak langsung
memberikan perlindungan dan jaminan terhadap perempuan. Sistem pewarisan ini juga menjadi jaminan bahwa hak waris seseorang, walaupun mereka tinggal pada
nagari yang berbeda ataupun menetap di perantauan.
4.4 Struktur Kelembagaan Lokal Masyarakat
Di Nagari Simanau terdapat 5 suku, yaitu : suku Melayu, Caniago, Caniago Lasi, Panai, dan Melayu Aie Abang. Setiap suku mempunyai seorang
panghulu andiko. Seorang panghulu andiko mempunyai gelar adat tertentu, dan berwenang bertindak mewakili sukunya. Panghulu andiko tidak mempunyai
kewenangan langsung untuk mengurus anggota sukunya karena kewenangannya didelegasikan kepada ninik mamak kaum yaitu unsur 4 jinih. Struktur
kelembagaan masyarakat adat di Nagari Simanau ditampilkan pada Gambar 4.1
Mukhlis 2000 menyatakan bahwa pada jaman dahulu di dalam struktur adat Nagari Simanau, Rajo Panghulu hanyalah bersifat simbolis. Pada awalnya
Rajo Panghulu adalah pemimpin adat pada saat pembukaan hutan manaruko yang akan dijadikan sebagai ladang atau pemukiman. Sesuai perkembangan
masyarakat selanjutnya terjadi pergeseran peranan kepemimpinan adat kepada panghulu-panghulu andiko yang ada di nagari saat tagak panghulu terbentuknya
penghulu. Wadah perkumpulan penghulu-penghulu yang ada di nagari adalah Kerapatan Adat Nagari KAN yang dipimpin oleh seorang Ketua KAN. Ketua
KAN merupakan panghulu yang ditunjuk oleh kumpulan panghulu yang ada di nagari. Peran ketua KAN sangat kuat terutama dalam merumuskan, mengajarkan,
dan menegakkan aturan-aturan nagari dalam kehidupan sehari-hari termasuk