Parameter kualitas air laut

28 Tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata parameter kualitas perairan laut di pulau Liukang Loe umumnya berada pada kisaran baku mutu atau nilai parameter yang disyaratkan dalam kegiatan ekowisata bahari. Nilai tingkat kecerahan di perairan ini sangat tinggi, menjadikan algae zooxanthellae yang terdapat di hewan karang tersebut dapat memperlancar proses fotosintesisnya dan mempengaruhi peningkatan penyebaran ekosistem terumbu karang Nybakken 1999. Walaupun demikian parameter BOD yang menjadi indikator pencemaran limbah organik dalam penelitian ini belum melebihi batas maksimum baku mutu atau yang disyaratkan dalam kegiatan ekowisata pesisir dengan konsentrasi pada masing-masing stasiun I sampai IV 1.12, 1.01, 1.19 dan 1.17 dimana menurut lee et al. 1978 bahwa parameter BOD ≤ 2.9 termasuk dalam kategori tidak tercemar. Hasil pengamatan dalam penelitian ini menunjukkan nilai parameter kualitas perairan belum mengalami perubahan yang mendasar. Hasil pengamatan kondisi DO yang diukur untuk beberapa lokasi di perairan Pulau Liukang Loe menunjukan nilai rata-rata 5.95 mgl atau masing-masing per stasiun I sampai IV 5.91, 5.79, 5.52 dan 6.56. Kisaran nilai tersebut masih tergolong memenuhi syarat baku mutu lingkungan. Sementara terkait dengan kandungan nitrogen yang diukur dalam penelitian ini adalah nitrogen dalam bentuk amonia NH3 dimana kandungan amonia di seluruh stasiun pengamatan rata-rata berkisar 0.11 atau masing-masing per stasiun I sampai IV 0.10, 0.13, 0.11, 0.08 dimana kadar ini masih berada dibawah ambang baku mutu atau lebih rendah dibanding nilai baku mutu yang ditetapkan dalam Kepmen LH512004 untuk peruntukan wisata bahari sebesar 2 mgl. Sementara hasil pengukuran nilai pH dan kekeruhan selama penelitian menunjukkan kisaran nilai 6.80-7.50 dan 0.75-1.10 NTU. Selain status kualitas air parameter lain yang dijadikan acuan tercemar atau tidaknya suatu lingkungan pesisir yaitu keberadaan bakteri Escherichia coli E. Coli. Kehadiran bakteri E-Coli terkait dengan keberadaan bakteri pathogen yang dapat menyebabkan penyakit pada suatu perairan. Nilai kandungan E-Coli pada suatu perairan sangat ditentukan oleh aktivitas yang terdapat disekitar perairan tersebut. Aktivitas yang paling banyak menyebabkan kandungan E. Coli suatu perairan adalah limbah buangan rumah tangga seperti tinja. Nilai parameter E. Coli pada perairan Liukang Loe berkisar antara 95 – 240 MPN100 ml. Nilai parameter E-Coli pada perairan Liukang Loe dapat dilihat pada Tabel 4.3 dibawah ini. Tabel 4.3 Parameter Bakteri Escherichia coli E. Coli di Pulau Liukang Loe No. Koordinat

E. Coli MPN100 ml

Baku Mutu Lintang Bujur 1 120.254543 -5.39496 240 1 000 2 120.251515 -5.384443 95 3 120.262024 -5.381295 163 4 120.265799 -5.38169 126 Sumber : DKP Provinsi Sulawesi Selatan, 2012. 29 Berdasarkan Tabel 4.3 tersebut terlihat bahwa parameter bakteri Escherichia coli E. Coli sebagai indikator pencemaran di Pulau Liukang Loe masih tergolong rendah atau berada dibawah ambang baku mutu peruntukkan wisata bahari. Berdasarkan nilai pengukuran tersebut menunjukkan bahwa lokasi penelitian sedikit menerima limpahan limbah dari aktivitas antropogenik aktivitas wisata maupun pemukiman masyarakat atau karena kemampuan perairan untuk memulihkan dirinya self purification sehingga mampu mengencerkan limbah, ini berarti bahwa kondisi perairan Pulau Liukang Loe relatif lebih baik untuk kegiatan wisata bahari.

4.3 Kondisi dan Pemanfaatan Sumberdaya Pulau Liukang Loe

Pulau Liukang Loe memiliki potensi sumberdaya yang cukup besar baik di lingkungan perairan berupa ekosistem terumbu karang maupun potensi di lingkungan teresterial berupa sumberdaya hutan, perkebunan, peternakan, hewan langka dan lain-lain. Pemanfaatan sumberdaya di Pulau Liukang Loe sudah tergolong cukup tinggi dimana terjadi penurunan tutupan karang dari tahun ketahun sampai saat ini tutupan karang yang tergolong masih bagus hanya di temukan di sisi utara hingga timur pulau. Hal ini terjadi mengingat tingginya aktivitas nelayan yang menangkap ikan disekitar wilayah Pulau Liukang Loe menggunakan bom ataupun penggunaan potassium sehingga berdampak nyata pada penurunan tutupan karang secara drastis. Akan tetapi dengan adanya peraturan yang ketat dari pemerintah daerah khususnya Dinas Kelautan dan Perikanan DKP Kab. Bulukumba serta digalakkannya sosialisasi dan penyuluhan akan pentingnya pelestarian terumbu karang di Pulau Liukang Loe secara perlahan masyarakat lokal mulai sadar akan kondisi tersebut. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan tidak lagi menggunakan bom melainkan hanya menggunakan pancing, panah dan jaring yang di pasang di pinggir pantai. Bentuk pemanfaatan sumberdaya di Pulau Liukang Loe tergolong cukup tinggi, hal ini terlihat dari kondisi sumberdaya terumbu karang yang rusak. Kondisi kerusakan terumbu karang diperparah dengan adanya penambangan karang hal ini terkait dengan kebutuhan material untuk bahan bangunan yang terus meningkat. Selain penambangan, ancaman pengeboman atau racun juga menjadi penyebab kerusakan terumbu karang di Pulau Liukang Loe akan tetapi kejadian ini sudah mulai berkurang karena masyarakat mulai merasa ikan mulai berkurang. Daerah yang menjadi tempat daerah pengeboman di sebelah barat pulau. Menurut Adrianto 2005 menyatakan bahwa kegiatan perikanan yang tidak ramah lingkungan bom dan racun dan penambangan karang untuk bahan bangunan merupakan indikasi umum terjadinya penurunan kualitas sumberdaya perikanan dan lingkungan laut di pulau kecil. Selain itu, adanya aktivitas antropogenik seperti aktivitas wisata juga berpotensi menurunkan kualitas sumberdaya karena wisatawan yang berkunjung dapat menginjak terumbu karang sehingga diperlukan keterampilan khusus atau 30 tour guide dalam melakukan wisata di Pulau Liukang Loe. Adapun aktivitas wisata seperti berjemur, menikmati keindahan alam, memancing, snorkling dan selam bisa dikembangkan di kawasan ini. Walaupun wisatawan yang berkunjung ke kabupaten Bulukumba sebagian besar sasaran utamanya adalah Pantai Bira, namun sebagian di antaranya berminat untuk berkunjung atau melakukan kegiatan wisata ke Pulau Liukang Loe sebagai satu rangkaian perjalanan wisata. Jika Pulau Liukang Loe dikembangkan scara optimal termasuk fasilitas penunjang, transportasi, dan informasi yang lebih baik, tidak menutup kemungkinan jumlah wisatawan akan meningkat untuk menikmati indahnya kawasan Pulau Liukang Loe. Adanya aktivitas antropogenik wisata bahari akan memberikan ancaman limbah. Selama survey yang dilakukan tidak ditemukannya tempat pembuangan akhir dari sampah. Masyarakat membuang sampah ke laut begitu saja tanpa melakukan pengelolaan sampah terlebih dahulu agar mudah diurai oleh lingkungan. Selain mencemari ekosistem yang ada dengan adanya penurunan kualitas air, sampah dapat mengurangi nilai estetika pantai. 4.4 Karakteristik Sumberdaya Pulau Liukang Loe 4.4.1 Ekosistem Terumbu Karang Pulau Liukang Loe termasuk Pulau yang berpasir putih dan memiliki formasi terumbu karang dapat kita jumpai pada kedalaman 3 meter hingga 10 meter. Kondisi terumbu karang Pulau Liukang Loe tergolong baik hingga rusak, dimana tutupan karang berkisar 10.2 sampai 51.24 . Berdasarkan pengamatan kondisi karang dengan menggunakan metode LIT pada stasiun 1 kondisi terumbu karang tergolong rusak baik pada kedalaman 3 meter maupun pada kedalaman 10 meter. Komponen lain yang mendominasi pada stasiun 1 adalah pasir S yang mencapai 39.08 pada kedalaman 3 meter dan 28.92 pada kedalaman 10 meter. Patahan karang R sebesar 3.52 pada kedalaman 3 meter sedangkan pada kedalaman 10 meter ditemukan cukup tinggi yaitu sebesar 14.20. Pengamatan kondisi terumbu karang pada stasiun 2 hanya dilakukan pada satu kedalaman yaitu 5 meter, disebabkan kedalaman 3 meter tidak ditemukan formasi terumbu karang, dan kedalaman lebih dari 5 meter merupakan hamparan pasir. Tutupan karang hidup pada stasiun ini hanya sebesar 10,68 tergolong rusak. Komponen patahan karang R cukup tinggi yaitu sebesar 30.84. komponen karang mati yang ditutupi alga DCA sebesar 21.16. Pengamatan kondisi terumbu karang Stasiun 3 dilakukan pada kedalaman 5 meter dan 7 meter. Jika dibandingkan dengan stasiun lain, tutupan karang hidup stasiun 3 jauh lebih tinggi. Kondisi terumbu karang stasiun 3 dimana tutupan karang hidup pada kedalaman 5 meter sebesar 51.24, yang terdiri dari karang Acropora bercabang ACB sebesar 7.16, Acropora Tabulate ACT sebesar 1.80, Acropora submasive ACS sebesar 7.52 , dan Acropora digitate sebesar 0.60. Karang hidup selain genus Acropora ditemukan sebesar