Strategi Pengelolaan Wisata Bahari Pulau Liukang Loe

47 dengan adanya aktivitas wisata sehingga ekosistem terumbu karang mengalami tekanan dan mendorong terjadinya kerusakan terumbu karang. Untuk menghindari kerusakan ekosistem terumbu karang semakin parah, maka perlu dilakukan pembatasan daerah pemanfaatan ekosistem dan sumberdaya di Pulau Liukang Loe sehingga tercapai keseimbangan antara aktivitas pemanfaatan dan konservasi. Pengelolaan Wisata Pulau Liukang Loe untuk pemanfaatan wisata bahari sebaiknya dilakukan di kawasan yang sesuai agar pemanfaatan yang dilakukan bisa memberikan kepuasan bagi wisatawan, tidak mengganggu aktivitas pemanfaatan lain dan tidak merusak kondisi ekologi yang terkait di sekitar pesisir Pulau Liukang Loe. Pembatasan pemanfaatan sesuai dengan daya dukung pemanfaatan yang sudah diukur dari luas kawasan sesuai harus dilakukan agar wisatawan mendapatkan kepuasan, kenyamanan dan ketenangan dalam berwisata, hal ini dilakukan agar keberadaan sumberdaya yang dimanfaatkan tetap lestari dan bisa berkelanjutan. Berdasarkan analisis kesesuaian wisata snorkling dan selam di Pulau Liukang Loe tergolong cukup sesuai untuk kedua jenis wisata tersebut. Persentase tutupan karang hidup cukup beragam, mulai dari kategori rusak hingga baik. Keberadaan ekosistem karang tersebut jika tidak dilestarikan kemungkinan akan mengalami perubahan atau penurunan kualitas lingkungan. Penurunan kualitas tersebut tentunya akan mengurangi nilai estetika alam bawah laut dan akan mengancam keberlanjutan kegiatan wisata yang telah ada. Untuk mempertahankan kelestarian sumberdaya ekosistem terumbu karang yang ada di Pulau Liukang Loe, berbagai upaya dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bulukumba antara lain : 1. Penetapan pemanfaatan kawasan secara tegas oleh pemerintah daerah terhadap pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang Pulau Liukang Loe. Penetapan aturan yang jelas dan tegas dalam melakukan aktivitas wisata akan mampu mendorong pencapaian misi konservasi sehingga dengan pendekatan ekowisata memberikan banyak peluang untuk memperkenalkan kepada wisatawan tentang pentingnya perlindungan alam dan penghargaan pada masyarakat lokal. Strategi ini menjadi yang utama mengingat kondisi eksisting ekosistem terumbu karang yang menyebar di perairan Pulau Liukang Loe terutama di sebelah barat pulau berada pada kondisi buruk sehingga dalam penetapan pemanfaatan kawasan ini seharusnya merupakan full protected area yang artinya asset-aset wisata tidak diperkenankan beroperasi di kawasan tersebut. 2. Melakukan pengawasan terhadap jumlah wisatawan agar tidak melebihi daya dukung kawasan. Hal ini akan sangat menjadi krusial sehingga patut mendapat perhatian serius dimana terkhusus untuk periode musim puncak peak season kunjungan wisatawan dengan cara membatasi jumlah penjualan tiket masuk atau dengan cara menerapkan sistem kuota dan menetapkan lama tinggal wisatawan di lokasi wisata mengingat kegiatan wisata bahari berpeluang mass tourism. 48 3. Meningkatkan upaya pemulihan ekosistem terumbu karang melalui pemberdayaan masyarakat. Dalam ekowisata bahari meningkatkan upaya konservasi terhadap terumbu karang merupakan salah satu strategi yang penting dengan melibatkan masyarakat lokal melalui pemberian insentif seperti mata pencaharian alternatif. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan mereka terhadap sumberdaya yang ada pada ekosistem tersebut sehingga laju kerusakan terumbu karang dapat diminimalkan dan daya dukung dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan. Pengetahuan dan keterlibatan masyarakat lokal perlu ditingkatkan dalam pengelolaan ekowisata bahari. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyuluhan dan pelatihan agar masyarakat menjaga dan melestarikan sumberdaya pesisir yang ada sehingga kegiatan-kegiatan destruktif seperti bom dan bius yang sifatnya merusak dapat diminimalisir. Upaya pelestarian terumbu karang dapat dilaksanakan apabila peran serta masyarakat sudah optimal untuk menjaga sumberdaya alam secara langsung dan menikmati hasil dari pengelolaan sumberdaya tersebut. Secara umum adanya penurunan persentase tutupan karang dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa tingginya kerusakan terumbu karang. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat bahwa kerusakan terumbu karang terjadi akibat penangkapan ikan yang sifatnya destruktif oleh nelayan seperti bom ikan dan penggunaan sianida, akan tetapi belakangan ini masyarakat mulai sadar dan mengganti alat tangkat dengan alat tangkap yang lebih ramah lingkungan seperti panah dan jaring ikan. Munculnya kesadaran tersebut karena masyarakat menganggap wisatawan tidak akan berkunjung ke Pulau Liukang Loe jika sumberdaya terumbu karang rusak dan secara langsung akan berpengaruh terhadap kesejahteraan ekonomi masyarakat. Untuk itu diperlukan regulasi terhadap kawasan yang terancam sehingga dampak ekologi bisa diminimalkan. Rusaknya sumberdaya untuk pemanfaatan akan berdampak pada buruknya kondisi lingkungan dan kelangkaan sumberdaya. Jika hal ini terjadi maka kemungkinan adanya pemanfaatan yang merusak dan konflik antar masyarakat bisa terjadi dan tujuan kesejahteraan ekonomi masyarakat otomatis tidak akan tercapai. 49 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Kondisi sumberdaya Pulau Liukang Loe meliputi ekosistem pantai dengan potensi ekologis 1 411 m dan ekosistem terumbu karang berada dalam kategori baik pada sisi utara hingga timur Pulau Liukang Loe. 2. Jenis kegiatan wisata pantai, snorkling dan selam termasuk dalam kategori sesuai untuk dilakukan di perairan Pulau Liukang Loe. 3. Daya dukung kawasan untuk wisata pantai 56 oranghari, wisata snorkling 983 oranghari serta wisata selam 589 oranghari, sehingga total daya dukung kawasan sebesar 1 631 oranghari. 4. Pengembangan wisata bahari di Pulau Liukang Loe dengan menitikberatkan pada penyusunan dan penetapan regulasi yang tegas dalam pengelolaan Pulau Liukang Loe secara menyeluruh serta upaya konservasi terumbu karang untuk pengembangan ekowisata bahari dengan melibatkan masyarakat lokal, LSM dan Pemerintah Daerah.

5.2 Saran

Saran dalam penelitian ini adalah : 1. Perlu adanya kerja sama antar stakeholder dalam upaya mempromosikan kawasan wisata bahari di Pulau Liukang Loe dengan tetap memperhatikan kesesuaian dan daya dukung yang ada agar pemanfaatan optimum dan lestari. 2. Perlu penelitian lanjutan tentang perhitungan aliran limbah dari perairan lain dan beban limbah yang dapat ditampung di perairan Pulau Liukang Loe. 50 DAFTAR PUSTAKA Adrianto L, Matsuda Y. 2004. Fishery Resources Appropriation in Yoron Island. Kagoshima Prefecture. Japan : A Static and Dinamic Analysis. Kagoshima University. Adrianto, L. 2004. Pembangunan dan Pengelolaan Pulau-pulau Kecil yang Berkelanjutan Sustainable Small Islands Development and Management. In Working Paper Kebijakan Pengelolaan Perikanan dan Wilayah Pesisir Tahun 2004 Eds : Adrianto L Part-5. Bogor ID: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan- Institut Pertanian Bogor PKSPL-IPB. Adrianto L. 2005. Pengantar penilaian ekonomi sumberdaya pesisir dan laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan-Institut Pertanian Bogor. Bogor ID. Andreev AG, Kusakabe M. 2001. Interdecadal variability in dissolved oxygen in the intermediate water layer of the Western Subarctic Gyre and Kuril Basin Okhotsk Sea. Geophysical Research Letter, 28 12: 2453-2456. Arifin T. 2008. Akuntabilitas dan Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Terumbu Karang di Selat Lembeh Kota Bitung. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor ID. Arun AU. 2005. Impact of artificial structures on biodiversity of estuaries: a case study from cochin estuary with emphasis on clam beds. Applied Ecology and Environmental Research, 41: 99-110. Bengen, D.G. 2002. Identifikasi Permasalahan Pola Pergeseran Sistem Pengelolaan dari Rejim Sentralistik kepada Otonomi Daerah. Bogor ID. Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB dan Departemen Kelautan dan Perikanan. Bengen DG. 2003. Definisi, Batasan dan Realitas Pulau-pulau Kecil. Makalah disajikan pada Seminar Sehari Validasi Jumlah Pulau-pulau dan Panjang Garis Pantai di Indonesia. Jakarta ID. Bengen DG. 2004. Sinopsis “ekosistem dan sumberdaya alam pesisir dan laut serta prinsip pengelolaannya”. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan laut Institut Pertanian Bogor. Bogor ID. Bengen DG, Retraubun A. 2006. Menguak Realitas dan Urgensi Pengelolaan Berbasis Eko-Sosio Sistem Pulau-Pulau Kecil. Jakarta ID. Bjork P. 2000. Ecotourism from a conceptual perspective, an extended definition of a unique tourism form. International Journal of Tourism Research, 2 2000: 189-202. Ceballos-Lascurain H. 1991. Tourism, Ecotourism and Protected Areas Parks. Journal of Suistainable Tourism. 2: 31-35.Daby D. 2003. Effect of seagrass bed removal for tourism purposes in a Mauritian bay. Environmental Pollution 125 : 313-324.