Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil The Small Island Management Of Marine Ecotourism Development (Case Study in Liukang Loe Island, Bulukumba Region, South Sulawesi)

8 Gambar 2.1 Interaksi Antar Komponen Pulau-Pulau Kecil Pada Gambar 2.1 dapat diidentifikasi bahwa dalam sistem pulau-pulau kecil terdapat 5 lima proses alam, proses sosial, proses ekonomi, perubahan iklim dan proses pertemuan antara daratan dan lautan yang masing-masing merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari 3 komponen pulau-pulau kecil yaitu sistem lingkungan daratan, sistem lingkungan laut dan sistem aktivitas manusia Debance, 1999. Secara umum kegagalan dalam mengatasi masalah pengelolaan memberikan implikasi antara lain percepatan degradasi sumberdaya alam dan lingkungan hidupnya. Penyebab utama terjadinya kegagalan tersebut antara lain : 1. Perbedaan hak-hak entelimen yang sangat mencolok antara berbagai lapisan masyarakat 2. Sumberdaya alamnya mengalami semacam akses terbuka aquasi- open-access resources yang semua pihak cenderung memaksimumkan keuntungan dalam pemanfaatannya 3. Kekurangan dalam sistem penilaian undervaluation terhadap sumberdaya alam terhadap sistem ekonomi pasar yang terjadi dimana sangat erat kaitannya dengan aspek teknis finansial dan aspek sosial ekonomi budaya masyarakat setempat. Menurut Bengen 2002, pemanfaatan pulau-pulau kecil secara optimal dan lestari terwujud apabila memenuhi tiga persyaratan ekologis, yaitu : 1. Keharmonisan spasial 2. Kapasitas asimilasi dan daya dukung lingkungan 3. Pemanfaatan potensi sesuai daya dukungnya. Keharmonisan spasial berhubungan dengan bagaimana menata suatu kawasan pulau-pulau kecil bagi peruntukan pembangunan pemanfaatan sumberdaya berdasarkan kesesuaian suitability lahan pesisir dan laut dan keharmonisan antara pemanfaatan. Keharmonisan spasial mensyaratkan suatu kawasan pulau-pulau kecil tidak sepenuhnya diperuntukan bagi zona pemanfaatan tetapi juga harus dialokasikan untuk zona preservasi dan konservasi. Keharmonisan spasial, juga menuntut pengelolaan pembangunan dalam zona pemanfaatan dilakukan secara bijaksana. Artinya Hubungan Keterkaitan Komponen Aktivitas Manusia Lingkungan Perairan Laut Lingkungan Daratan 9 kegiatan pembangunan di tempatkan pada kawasan yang secara biofisik sesuai dengan kebutuhan pembangunan yang dimaksud.

2.2 Ekowisata Bahari

Terminologi ekowisata bahari akhir-akhir ini semakin popular di seluruh dunia. Kebanyakan negara-negara yang memiliki wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil termasuk Indonesia mulai mendengungkan ekowisata bahari sebagai suatu bentuk baru dari pariwisata yang berlawanan dengan bentuk pariwisata massal yang tradisional dan berbasis industri. Hal ini tentu saja selain didasarkan atas tuntutan dari para pecinta lingkungan bahwa kegiatan wisata seharusnya memperkecil dampak negarif terhadap lingkungan melalui kegiatan konservasi, tetapi lebih dari itu adalah bentuk kesadaran dan tanggung jawab manusia dalam memelihara keberlanjutan sumberdaya alam. Konsep ekowisata bahari marine ecotourism merupakan pengembangan dari wisata bahari marine tourism. Selanjutnya Orams 1999 mendefenisikan wisata bahari sebagai aktivitas rekreasi yang meliputi perjalanan jauh dari suatu tempat tinggal menuju lingkungan laut dimana yang dimaksud dengan lingkungan laut sendiri adalah perairan yang bergaram dan dipengaruhi oleh pasang surut. Secara spesifik, Yulianda 2007 mendefenisikan ekowisata bahari sebagai ekowisata yang memanfaatkan karakter sumberdaya pesisir dan laut serta manusia yang dapat diintegrasikan menjadi komponen terpadu bagi pemanfaatan wisata. Gambar 2.2 Skema Konsep Ekowisata Bahari Ekowisata bahari merupakan kegiatan pesisir dan laut yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi laut. Konsep ekowisata bahari dari pengembangan suatu kawasan seperti terlihat pada Gambar 2.2 di atas bahwa output langsung yang diterima wisatawan berupa hiburan dan pengetahuan dan untuk alam yaitu insentif yang dikembalikan untuk mengelola kegiatan konservasi alam. Output Alam Output langsung konservasi alam Output tidak langsung Input Ekowisata Bahari Input Manusia Output lansung hiburan, pengetahuan 10 tidak langsung yaitu tumbuhnya kesadaran wisatawan untuk memperhatikan sikap hidup yang tidak berdampak buruk bagi alam. Kesadaran ini tumbuh akibat kesan yang diperoleh wisatawan selama berinteraksi langsung dengan lingkungan di kawasan konservasi. 2.3 Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Pulau-Pulau Kecil 2.3.1 Analisis Kesesuaian Pada dasarnya suatu kegiatan pemanfaatan yang akan dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukannya. Oleh karena itu, analisis kesesuaian yang dimaksud adalah analisis kesesuaian dari potensi sumberdaya untuk dikembangkan sebagai objek ekowisata bahari karena setiap kegiatan wisata mempunyai persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang sesuai dengan objek wisata yang akan dikembangkan Yulianda, 2007. Kesesuaian lahan land suitability merupakan kecocokan adaptability suatu lahan untuk tujuan penggunaan tertentu, melalui penentuan nilai kelas lahan serta pola tata guna lahan yang dihubungkan dengan potensi wilayahnya, sehingga dapat diusahakan penggunaan lahan yang lebih terarah berikut usaha pemeliharaan kelestariannya. Pengembangan daerah yang optimal dan berkelanjutan membutuhkan suatu pengelolaan keruangan wilayah pesisir yang matang. Berkaitan dengan hal tersebut, maksimum kajian tentang model pengelolaan dan arahan pemanfaatan wilayah pesisir yang berbasis digital dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis SIG merupakan suatu hal yang sangat penting dan perlu dikaji Harjadi, 2004. Selanjutnya, Fauzi dan Anna 2005 mengatakan bahwa kebijakan menyangkut pulau-pulau kecil pada dasarnya harus berbasiskan kondisi dan karakteristik biogeofisik serta sosial ekonomi masyarakatnya, mengingat peran dan fungsi kawasan tersebut sangat penting baik bagi ekosistem pesisir maupun bagi kehidupan ekosistem daratan mainland agar sumberdaya dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Adapun kriteria wilayah yang diperlukan untuk menentukan zona kegiatan pariwisata, yakni : 1. Mempunyai keindahan alam yang menarik untuk dilihat dan dinikmati sehingga membawa kepuasan dan memberikan rasa relaksasi dan memulihkan semangat produktif 2. Memiliki keaslian panorama alam dan keaslian budaya 3. Memiliki keunikan ekosistem 4. Di dalam lokasi wisata tidak terdapat ancaman atau gangguan binatang buas, arus maupun angin kencang 5. Tersedia sarana dan prasarana mudah dijangkau, baik melalui darat maupun melalui laut, kemungkinan pengembangan aksesibilitas cukup baik, dekat dengan restoran, penjualan cinderamata, tempat penginapanhotel, dan tersedia air bersih.