Demografi Kondisi Umum Lokasi Penelitian .1 Geografi dan Administrasi

23

4.1.3 Aktifitas Masyarakat

Umumnya masyarakat di pulau Liukang Loe adalah perantau, setelah mengumpulkan banyak modal kemudian kembali dan menjadi nelayan mandiri, sehingga tidak terdapat kelembagaan punggawa-sawi di pulau tersebut. Alat tangkap yang digunakan nelayan pada umumnya adalah alat tangkap yang ramah lingkungan seperti panah dan jaring sehingga mendukung pelestarian sumberdaya pulau. Produksi perikanan tangkap di pulau ini cukup tinggi dimana pemasaran dilakukan di Pantai Bira bahkan sampai ke ibukota Kabupaten Bulukumba. Jumlah nelayan tangkap sekitar 200 orang. Jenis ikan hasil tangkapan berupa ikan karang, seperti ikan kerapu, baronang, cepa dan lainnya. Secara umum produksi perikanan tangkap sekitar 5 kgnelayanhari sedangkan yang memiliki armada penangkapan yang besar mampu menghasilkan ikan sekitar 1 ton20 hariunit perahu. Sarana penangkapan yang banyak ditemukan di pulau ini berupa perahu yang digunakan berupa perahu tanpa motor serta perahu motor tempel berkekuatan 24 PK. Jumlah perahu sekitar 100 buah dengan peralatan tangkap berupa panah dan jaring. Lokasi penangkapan ikan karang oleh masyarakat di pulau ini umumnya dilakukan sekitar pulau sampai ke wilayah perairan pulau Kambing. Jenis kegiatan pariwisata bahari yang telah dikembangkan adalah wisata pantai, diving dan snorkling. Selain itu, kegiatan peternakan juga terdapat di Pulau ini berupa peternakan kambing, ayam serta bebek yang dilakukan masyarakat. Kegiatan lain seperti kerajinan berupa kain tenun, pembuatan batako serta kerajinan dari kerang- kerangan dimana hasil kegiatan kerajinan umumnya dipasarkan ke wilayah pantai bira sebagai pusat kegiatan pariwisata di Kabupaten Bulukumba. Kegiatan pertanian dan perkebunan masyarakat di Pulau Liukang Loe umumnya dilakukan dalam skala kecil. Tanaman yang terdapat di pulau yang dibudidayakan oleh masyarakat berupa tanaman lantoro, srikaya batu, asam, kelor dan petai yang ditanam di daerah perbukitan pulau, sedangkan tanaman pisang,ubi kayu, jagung, kelapa, dan pepaya dilakukan di sekitar pemukiman masyarakat.

4.1.4 Sosial Budaya Masyarakat

Sejarah pulau Liukang Loe mulai ditempati oleh masyarakat sekitar tahun 1940. Warga pertama kali yang menempati pulau ini ada 2 orang yakni Ballosang di Kampung Ta’bungtuleng berarti mentokujung atau tidak ada jalan yang merupakan RK pertama dan Dorahing di Dusun Passiloe berarti banyak pasir. Wilayah perairan pulau Liukang Loe sebelum tahun 1940-an sampai 1990 merupakan lokasi nelayan dari pantai Bira yang menangkap ikan sampai keperairan sekitar pulau kambing, selain itu juga memanfaatkan pulau ini untuk tempat persinggahan ketika cuaca buruk, mula-mula mereka membangun rumah semipermanen gubuk dan lama-kelamaan akhirnya mereka menetap dan berkembang menjadi seperti sekarang. Liukang Loe memiliki 2 arti yakni Liukang Loe berasal dari dua suku kata yaitu “Liukang” yang berarti dikelilingi, dan “Loe” yang berarti banyak, sehingga Liukang Loe dapat diartikan sebagai tempat yang dikelilingi oleh banyak air. 24 Sedangkan versi lain dan kebanyakan warga mengetahui yakni Liukang berasal dari kata Liu Liukang yang berarti jenis kayu khas kayu hitam yang terdapat di pulau ini dan Loe berarti banyak. Menurut cerita masyarakat bahwa jenis kayu ini dahulu banyak ditemukan namun sekarang sudah jarang karena tahun 1990-an sudah dieksploitasi besar-besaran karena harganya cukup mahal yang dipasarkan sampai ke Makassar. Status kepemilikan pulau ini secara umum masih merupakan tanah Negara. Namun menurut cerita masyarakat bahwa telah ada beberapa orang yang berasal dari luar pulau mengklaim sebagai tanah adat dari keluarga mereka. Namun pada tahun 2000-an sebanyak 100 kavling 50 kavling di Ta’bungtuleng dan 50 Kavling di Pasilohe dengan luas 18 x 20 meter setiap kavling telah disertifikasi hak milik melalui program Prona oleh BPN. Umumnya masyarakat di pulau ini merupakan masyarakat perantau. Hal ini menjadi kebiasaanbudaya masyarakat apabila telah remaja tamat SMA sudah diizinkan pergi meratau. Umumnya mereka menjadi pelaut, pedagang dan sebagainya. Umumnya wilayah yang sering di datangi seperti Kepulauan Selayar, Makassar, Papua dan Nusa Tenggara. Kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah ini cukup baik dengan keberadaan atau kondisi perumahan yang tergolong cukup baik. Penataan perumahan dan kondisi rumah yang sudah kebanyak merupakan rumah permanen rumah batu dengan fasilitas rumah yang cukup lengkap menandakan tingkat ekonomi masyarakat tergolong baik. Pemukiman masyarakat cukup padat di kedua dusun. Pengetahuan masyarakat terhadap nilai sumberdaya perikanan sudah tinggi bahkan sampai pada distribusi pemasarannya. Begitu pula dengan lokasi- lokasi di sekitar pulau secara detail masyarakat memberikan nama seperti Batubong, Panekang Kera, Ujung Papaiya yang berada disebelah Barat pulau. Kemudian Panralangan, Kassi Tabua, Batu Sobbalong, Bate Baroso disebelah utara. Selanjutnya Ujung Baturapa disebelah Timur Pulau.

4.1.5 Kelembagaan Masyarakat

Pulau Liukang Loe merupakan pulau kecil dengan tingkat kepadatan penduduk 115 jiwakm 2 . Kondisi pulau yang tidak terlalu luas menjadikan penduduk yang bermukim di Pulau Liukang Loe saling mengenal dan sebagian besar ada yang memiliki ikatan persaudaraan. Hal ini menimbulkan sifat kekeluargaan yang kuat antar penduduk jika dilihat dari adanya kegiatan gotong royong, saling membantu dan saling menjaga keamanan. Keamanan di Pulau Liukang Loe bisa dibilang sangat aman karena selain sifat kekeluargaan yang kental, luas pulau yang tidak terlalu luas, akses keluar masuk pulau-pulau sangat terbatas sehingga mudah untuk mengenali apakah ada orang asing yang keluar masuk pulau. Masyarakat Pulau Liukang Loe memiliki organisasi kemasyarakatan yang dibedakan menjadi 2 tipe yaitu tipe formallegal memiliki kekuatan hukum yang meliputi LKMD, organisasi profesi dan organisasi pemuda. Sedangkan tipe informalnon legal formal hanya berdasarkan kesepakatan bersama meliputi