49
Gambar 9. Daerah Keputusan pada Uji Durbin Watson
Sumber : Gujarati, 2006
dimana : d
U
= batas atas dari nilai kritis d
L
= batas bawah dari nilai kritis Adapun kriteria uji Durbin-Watson berdasarkan daerah keputusan diatas
adalah sebagai berikut. d d
L
= tolak H autokorelasi positif
d 4 – d
L
= tolak H autokorelasi negatif
d
U
d 4 – d
U
= terima H tidak ada autokorelasi
d
L
≤ d ≤ d
U
atau = tidak ada keputusan
4 - d
U
≤ d ≤ 4 – d
L
4.7. Pengukuran Potensi Perdagangan
Pengukuran potensi perdagangan digunakan untuk menganalisis tujuan perdagangan dimasa yang akan datang baik dilihat dari kepastian pasar maupun
tingkat persaingan. Metode yang digunakan adalah metode rasio perdagangan dengan merasiokan nilai prediksi dan nilai aktual dari estimasi gravity model
fd
D d
L
d
U
4 – d
U
4 d
L
1 1
Tolah H
8 7
Tolah H
7
Terima H
50 Kalbasi 2001, diacu dalam Yuniarti 2008. Adapun rumusannya adalah sebagai
berikut : ……………………………………………………………………… 4.12
dimana : PP
= rasio potensi perdagangan P
= nilai prediksi aliran perdagangan CPO dari estimasi Gravity Model A
= nilai aktual aliran perdagangan CPO dari estimasi Gravity Model Jika rasio potensi perdagangan PP lebih besar dari 1, artinya
perdagangan antara indonesia dengan keempat negara utama tujuan ekspor CPO mengalami under estimate atau selama ini belum melebihi potensi perdagangan
yang ada. Jika PP kurang dari 1 berarti perdagangan Indonesia dengan keempat negara tersebut mengalami over estimate artinya selama ini perdagangan tersebut
telah memenuhi potensi yang ada.
4.8. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini meliputi sebagai berikut : 1. GDP dari negara eksportir GDP
j
mengukur kapasitas produksi negara tersebut, sementara GDP negara importir GDP
i
untuk mengukur kapasitas absorsi Kalbasi 2001. Kedua variabel tersebut diperkirakan mempunyai
hubungan positif dengan laju perdagangan CPO internasional. 2. Jarak D
ij
merupakan proksi bagi biaya transportasi karena semakin jauh jarak diantara kedua negara maka biaya transportasi akan semakin tinggi.
Jarak diperkirakan mempunyai hubungan negatif dengan laju perdagangan CPO internasional.
3. Pada kondisi nilai tukar ER, jika kurs riil rendah atau terjadi depresiasi mata uang domestik terhadap mata uang asing maka penduduk domestik akan
membeli sedikit barang impor. Dengan demikian, orang-orang asing akan membeli beraneka macam produk domestik. Sehingga jumlah ekspor neto
akan meningkat, dan begitupun sebaliknya Mankiw 2000. Oleh karenanya variabel nilai tukar diperkirakan berkorelasi dua arah dengan perdagangan
CPO internasional.
51
4. Harga
Harga pada konsep dasar penawaran menurut Lipsey et al. 1995 merupakan suatu variabel penting yang mempengaruhi secara positif penawaran suatu
produk dengan semua variabel yang lain tetap sama. Dengan kata lain, makin tinggi harga suatu komoditi yang akan ditawarkan, semakin kecil jumlah
komoditi yang akan ditawarkan. Dengan demikian hipotesis harga CPO dunia pada penelitian ini diperkirakan mempunyai pengaruh yang positif terhadap
aliran perdagangan CPO internasional.
52
V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh Kebijakan WTO terhadap Perdagangan CPO Indonesia dan
Empat Mitra Dagang Utama
World Trade Organization merupakan suatu organisasi internasional yang terbentuk untuk membantu para produsen barang dan jasa, eksportir dan importir
dalam kegiatan perdagangan internasional serta mengahapuskan segala bentuk hambatan yang mungkin terjadi dalam praktiknya. Berbagai kesepakatan yang
ditandatangani oleh negara anggota ikut andil sebagai alat kerja WTO dalam merealisasikan tujuannya.
Salah satu kesepakatan WTO hasil Putaran Uruguay adalah persetujuan di bidang pertanian atau Agreement of Agriculture AoA dengan peraturan yang
paling pokok adalah akses pasar, subsidi domestik dan subsidi ekspor komoditas pertanian termasuk didalamnya mengatur perdagangan CPO. Sebagai negara
pengekspor CPO terbesar didunia dan merupakan anggota WTO, Indonesia terlibat langsung dalam praktek kesepakatan-kesepakatan perdagangan yang
ditetapkan oleh WTO. Adapun akses pasar merupakan salah satu peraturan yang dinilai sangat penting dalam kesepakatan AoA bagi negara Indonesia karena
Indonesia berperan sebagai negara eksportir CPO dalam aliran perdagangan CPO. Akses pasar yang di dalamnya mengatur tentang tarif impor CPO oleh negara-
negara importir terhadap CPO dari Indonesia akan memberikan dampak positif dan negatif bagi kedua belah pihak.
Secara teoritis, pengurangan tarif impor untuk komoditas pertanian termasuk CPO oleh WTO akan memberikan skema perdagangan CPO yang lebih
kompetitif dan menguntungkan berbagai pihak. Tetapi dalam sudut pandang individual effect hal tersebut perlu dikaji lebih mendalam untuk melihat pengaruh
dari pengurangan tarif impor untuk masing-masing negara. Adapun perkembangan nilai tarif impor CPO Indonesia oleh empat negara mitra dagang
utama dan pengurangannya dapat dilihat pada Tabel 9. .
53
Tabel 9. Tarif Impor CPO dan CPO Olahan di Negara-negara Pengimpor Tahun
2010 No.
Negara Nilai Tarif Impor Setelah
Pengurangan Bentuk Kerja Sama
Program 1.
Belanda CPO = 3.8, RBD Olein = 9
AoA 2.
India CPO = 37.5, RBD Palm Olein = 45 AIFTA
3. Malaysia
CPO = 0-5 CEPT-AFTA
4. Singapura
CPO = 0-5 CEPT-AFTA
Keterangan : sebelum pengurangan tarif, CPO = 80, RPO = 90
Sumber : Direktorat Kerjasama Regional 2010, berbagai sumber
Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa Malaysia dan Singapura merupakan negara dari empat negara mitra dagang utama dengan tarif impor CPO terendah
yaitu 0-5 persen untuk komoditas CPO. Hal tersebut dipengaruhi oleh adanya komitmen regional berupa CEPT-AFTA Common Effective Prefential Tarif For
AFTA
11
yaitu penurunan tarif dan penghilangan hambatan non-tarif untuk kategori produk IL, GEL, TEL, dan SL
12
dimana CPO masuk kedalam kategori produk IL. Berdasarkan prinsip WTO yaitu perlakuan sama terhadap semua mitra
dagang Most Favored Nation, Indonesia, Malaysia, dan Singapura yang tergabung dalam AFTA mendapat pengecualian dalam penurunan tarif hanya
untuk negara-negara anggota AFTA. Uni Eropa menetapkan tarif impor CPO Indonesia setelah pengurangan
tarif oleh kebijakan AoA Agreemen on Agriculture sebesar 3,8 persen karena Uni Eropa merupakan negara-negara eksportir Tabel 18 yang cenderung
memproteksi produksi domestiknya dengan menetapkan tarif impor CPO termasuk dari negara Indonesia. Adapun negara-negara anggota Uni Eropa yang
bernotabene sebagai eksportir CPO dapat dilihat pada Tabel 10.
11
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2011. Gerakan nasional Penerapan SNI. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
12
= IL, yaitu daftar yang berisi produk-produk yang memenuhi kriteria masuk
dalam jadwal penurunan tarif, =
GEL, yaitu daftar produk yang
dikecualikan dari skema CEPT oleh suatu negara karena dianggap penting untuk alasan perlindungan keamanan nasional, moral masyarakat, kehidupan dan kesehatan dari manusia,
binatang atau tumbuhan, nilai barang-barang seni, bersejarah atau arkeologis,
= TEL, yaitu daftar yang berisi produk-produk yang dikecualikan sementara
untuk dimasukkan dalam skema CEPT dan 2 SL, suatu daftar yang berisi
produk-produk pertanian bukan olahan Unprocessed Agricultural Products.
54
Tabel 10. Negara-negara Top Exporter CPO Tahun 2008
Ranking Negara
Volume Ton Nilai 1000 US USTon 1.
Malaysia 14,142,400 12,768,600
903 2.
Indonesia 14,290,700 12,375,600
866 3.
Netherlands 1,500,510 1,616,130
1,077 4.
Papua New Guinea 410,258 389,698
950 5.
Thailand 360,342 350,898
974 6.
Colombia 292,137 320,344
1,097 7.
Singapore 205,090 261,145
1,273 8.
Germany 203,412 241,098
1,185 9.
Honduras 204,816 210,418
1,027 10.
Benin 210,000 210,000
1,000 11.
Ukraine 173,944 198,883
1,143 12.
Ecuador 171,642 185,963
1,083 13.
Guatemala 161,181 166,185
1,031 14.
Costa Rica 123,087 142,075
1,154 15.
Oman 108,291 116,283
1,074 16.
Côte dIvoire 96,088 108,606
1,130 17.
Italy 63,973 88,839
1,389 18.
Ghana 100,000 75,000
750 19.
Spain 46,652 57,669
1,236 20.
Kenya 35,877 52,400
1,461 Keterangan : negara anggota Uni Eropa
Sumber : FAOSTAT, 2011 diolah
Tabel 18 memberikan informasi bahwa negara Belanda, Jerman, Italia dan Spanyol merupakan negara-negara anggota Uni Eropa yang melakukan
spesialisasi ekpor untuk komoditas CPO dengan peringkat tertinggi oleh negara Belanda dengan volume ekspor sebesar 1,500,510 ton pada tahun 2008. Sehingga
dalam pembahasan ini, negara Uni Eropa akan diwakilkan oleh Belanda dalam melihat pengaruh adanya pengurangan tarif impor CPO oleh WTO.
Pengaruh kebijakan pengurangan tarif impor CPO oleh WTO terhadap empat negara mitra dagang utama untuk Indonesia sebagai negara eksportir CPO
dan empat negara mitra dagang utama sebagai negara importir CPO akan dijelaskan secara grafis pada Gambar 10 dan 11.
55 Keterangan :
A = negara Indonesia B = negara importer India, Belanda, Malaysia dan Singapura
Gambar 10. Kurva Benefit Analysis Ekspor Kelapa Sawit Indonesia-Empat Negara Mitra Dagang Utama
Sumber : Arifin et al. 2007 diolah
Berdasarkan Gambar 10, dapat diidentifikasi bahwa pengenaan bea masuk impor atau tarif impor CPO dari Indonesia oleh pemerintah dari empat negara
mitra dagang utama akan meningkatkan harga CPO di keempat negara mitra dagang utama dari tingkat harga perdagangan bebas P
FT
menjadi tingkat harga dibawah tarif PT
B
. Akibat kenaikan harga tersebut, permintaan CPO impor di empat negara mitra dagang utama turun dari tingkat volume perdagangan bebas
Q
FT
menjadi tingkat volume dibawah tarif Q
T
. Karena pasokan CPO Indonesia yang tidak terjual di pasar keempat negara mitra dagang utama dikembalikan ke
pasar domestik Indonesia, harga CPO di Indonesia menjadi turun dari tingkat harga perdagangan bebas P
FT
ke tingkat harga PT
A
. Perbedaan tingkat harga antara PT
B
dan PT
A
merupakan besarnya tarif tang ditetapkan oleh pemerintah dari keempat negara mitra dagang utama, atau T = PT
B
– PT
A
. Adapun dampak yang diterima oleh Indonesia sebagai eksportir CPO dan empat negara mitra
dagang utama sebagai impotir CPO dapat dilihat pada Gambar 11. P
Aut A
P
Aut B
T
MD
B
XS
A
Q
T
Q
FT
P
FT
P
T A
P
T B
P
Q
56 Keterangan :
A = negara importir India, Belanda, Malaysia dan Singapura B = negara eksportir Indonesia
Gambar 11. Kurva Dampak dari Adanya Perdagangan Internasional CPO
Sumber : Arifin et al. 2007
Berdasarkan informasi pada Gambar 11, konsumen dari keempat negara mitra dagang utama mengalami kemunduran kesejahteraan akibat penerapan tarif
impor CPO. Kenaikan harga CPO ekspor maupun produksi domestik mengurangi consumer surplus sebesar – A+B+C+D. Sebaliknya kesejahteraan produsen
CPO dari keempat negara mitra dagang utama meningkat seiring dengan kenaikan harga CPO. Selain itu, kenaikan harga CPO juga mendorong peningkatan
produksi CPO dan perbaikan kesempatan kerja. Producer Surplus di empat negara mitra dagang utama meningkat sebesar + A. Penerimaan pemerintah dari keempat
negara mitra dagang utama dari penetapan tarif meningkat sebesar + C+G. Akibat penerapan tarif impor CPO, keempat negara mitra dagang utama
sebagai negara importir dalam perdagangan CPO dunia dapat menikmati net kenaikan ataupun penurunan kesejahteraan sebesar + G – B+D. Bila kenaikan
kesejahteraan yang berasal dari keuntungan terms of trade +G lebih besar daripada distorsi negatif baik dari produksi –B maupun dari konsumsi –D,
maka keempat negara mitra dagang tersebut akan mengalami kenaikan kesejahteraan maupun sebaliknya. Secara umum keempat negara mitra dagang
D S
Q P
h g
f e
d c
b a
P
FT
P
T EX
P
T IM
D
T EX
S
T EX
S D
P
Q D
T IM
S
T IM
P
FT
P
T EX
P
T IM
H G
F E
D C
B A
A B
57 utama sebagai negara importir CPO kemungkinan besar akan mengalami
kenaikan kesejahteraan dari penetapan tarif impor CPO. Indonesia sebagai negara eksportir CPO secara umum dirugikan dengan
penatapan tarif impor CPO oleh pemerintah dari keempat negara mitra dagang utama. Produsen CPO Indonesia paling menderita. Penurunan harga CPO di pasar
domestik keempat negara mitra dagang utama mengakibatkan penurunan producer surplus. Harga yang turun juga mendorong kelesuan produksi dan
menambah pengangguran. Secara keseluruhan producer surplus menurun sebesar – e+f+g+h. Hanya konsumen CPO di Indonesia yang menikmati keuntungan
dari pengenaan tarif impor CPO di empat negara mitra dagang utama. Consumer surplus meningkat sebesar +e sebagai akibat penurunan harga CPO. Secara
agregat kesejahteraan nasional Indonesia menurun sebesar – f+g+h. Penurunan tersebut berasal dari kerugian terms of trade –g serta distorsi negatif dari
konsumsi – f dan produksi – h. Ringkasan dari dampak penetapan tarif impor CPO dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Ringkasan Dampak Tarif Impor CPO Empat Negara Miitra Dagang
Utama – Indonesia
Dampak Kesejahteraan Negara Importir
empat negara mitra dagang utama
Negara Eksportir Indonesia
Consumer Surplus CS – A + B + C + D
+ e Producer Surplus PS
+ A – e + f + g + h
Penerimaan Pemerintah + C + G
Kesejahteraan Nasional + G – B + D
– f + g + h
Sumber : Arifin et al. 2007 diolah
Berdasarkan Tabel 11, dapat diidentifikasi secara umum pengenaan tarif impor CPO oleh keempat negara mitra dagang utama memberikan pengaruh
negatif bagi Indonesia sebagai negara eksportir CPO karena mengurangi kesejahteraan nasional. Adanya penurunan tarif impor CPO sebagai salah satu
kebijakan WTO dalam mengurangi hambatan perdagangan CPO akan memperkecil pengurangan kesejahteraan nasional Indonesia atau dengan kata lain
akan meningkatkan kesejahteraan nasional dibandingkan sebelum dilakukannya penurunan tarif impor CPO. Berkaitan dengan nilai penurunan tarif, negara
58 Malysia dan Singapura negara-negara dari keempat negara mitra dagang yang
menurunkan tarif impor CPO hingga 0 atau tanpa ada penetapan tarif. Hal tersebut akan memberikan pengaruh positif bagi negara Indonesia sebagai negara
eksportir CPO karena perdagangan CPO kembali mengikuti mekanisme pasar dengan tingkat harga dan barang yang diperjual belikan sebesar P
FT
dan Q
FT
. Sedangkan negara India merupakan negara dari keempat negara mitra dagang
dengan tarif paling tinggi setelah penurunan tarif. Tarif impor CPO yang ditetapkan negara India setelah kebijakan pengurangan tarif oleh
AIFTA adalah sebesar 37,5 persen sehingga dapat dipastikan mengakibatkan pengurangan
kesejahteraan nasional negara Indonesia yang lebih besar.
5.2. Analisis Aliran Perdagangan CPO Indonesia ke Empat