Analisis Potensi Ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia ke Empat Negara Mitra Dagang Utama dengan Pendekatan Gravity Model

(1)

1

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perekonomian dunia saat ini mendorong setiap penganut perekonomian terbuka didalamnya untuk merasakan dampak dari adanya dinamika ekonomi internasional yang dipandang sebagai suatu upaya untuk menjaga eksistensi dan meningkatkan daya saing ekonomi. Perekonomian dunia sedang memasuki era sejarah baru, dimana ekonomi dan budaya nasional serta batas-batas geografis kenegaraan sudah kehilangan makna oleh sebuah proses globalisasi yang berjalan cepat. Hal ini diindikasikan oleh timbulnya liberalisasi perdagangan. Konsekuensianya, pasar domestik di setiap negara tidak akan terlepas dari gejolak pasar dunia yang semakin liberal karena kebijakan unilateral dan ratifikasi kerjasama yang harus mereka lakukan. Manifestasi dari liberalisasi perdagangan tersebut adalah terjadinya perdagangan internasional yang lebih kompetitif dan transparan.

Perdagangan internasional berdampak positif terhadap kepentingan tatanan ekonomi, sosial dan politik dengan mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional sejak beberapa abad lalu. Dengan demikian, semua teori perdagangan menyatakan bahwa perdagangan internasional memberikan manfaat bagi dunia. Manfaat perdagangan internasional antara lain memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri, memperoleh keuntungan dari spesialisasi, memperluas pasar dan menambah keuntungan serta transfer teknologi modern1.

Umumnya perdagangan internasional diregulasikan melalui perjanjian bilateral antara dua negara dan regulasi tersebut diselesaikan melalui World trade Organization (WTO) pada level global, juga melalui beberapa kesepakatan regional seperti MerCOSUR di Amerika Selatan, NAFTA antara Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko, dan Uni Eropa antara 27 negara mandiri. Adapun kesepakatan regional lainnya dapat dilihat pada Tabel 1.

1

Sadono S. 1994. Pengantar Teori Mikroekonomi. Ed ke-2. Jakarta: PT Raja Grafindo


(2)

2

Tabel 1. Kesepakatan Regional (Partner Region) Negara-negara yang Melakukan Perdagangan Internasional

EFTA

Iceland, Liechtenstein, Norway, Switzerland; Candidates: Croatia, FYR of Macedonia, Turkey; Andean Community: Bolivia, Colombia, Ecuador, Peru

CIS

Armenia, Azerbaijan, Belarus, Georgia, Kyrgyzstan, Kazakhstan, Moldova Republic of, Russian Federation, Tajikistan,

Turkmenistan, Ukraine, Uzbekistan;

CACM

Honduras, El Salvador, Nicaragua, Costa Rica, Guatemala, Panama; Mercosur: Argentina, Brazil, Paraguay, Uruguay; NAFTA: Canada, Mexico, United States;

Latin America Countries

CACM, Mercosur, ANCOM, Chile, Cuba, Dominican Republic, Haiti, Mexico, Panama, Venezuela; BRIC: Brazil, Russia, India, China;

ASEAN

Brunei Darussalam, Indonesia, Cambodia, Lao People's Democratic Republic, Myanmar, Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand, Vietnam;

CAFTA ASEAN, China

ACP:79 countries; MEDA (excl EU & Turkey)

Algeria, Egypt, Israel, Jordan, Lebanon, Morocco, Occupied Palestinian Territory, Syrian Arab Republic, Tunisia.

Sumber : IMF, 2009 (diolah)

Sebagai salah satu sektor yang ambil bagian dalam kesepakatan regional, sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia tengah berada pada posisi yang strategis. Sejak disahkannya Persetujuan Bidang Pertanian (Agreement on Agriculture) oleh WTO dengan instrumen kebijakan antara lain mengurangi, subsidi domestik, subsidi ekspor, dan memperluas akses pasar, juga instrumen yang meliputi isu-isu lainnya seperti ketahanan pangan, perlindungan lingkungan, perlakuan khusus dan berbeda (special and differential treatment) bagi negara-negara berkembang, sektor pertanian menjadi salah satu sektor riil yang menunjukkan kinerja positif. Adapun penilaian kinerja perdagangan komoditas


(3)

3 pertanian dapat dilihat dari neraca perdagangan luar negeri periode tahun 2004-2008 pada Gambar 1.

Gambar 1. Perkembangan Volume Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Tahun 2004-2008

Sumber : Pusat Data dan Informasi Pertanian, 2009 (diolah)

Berdasarkan Gambar 1, trend volume neraca perdagangan sektor pertanian mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan volume neraca perdagangan tertinggi pada tahun 2008 sebesar 9.921.738 ton. Sementara dilihat dari persentase pertumbuhan volume dari tahun 2004-2008, volume ekspor tumbuh sebesar 3,58 persen sedangkan volume impor turun sebesar 4,99 persen (Tabel 2). Peningkatan volume neraca perdagangan sektor pertanian tersebut secara signifikan dipengaruhi oleh performa surplus yang ditunjukkan oleh sub sektor perkebunan yang dapat menutupi defisit sub sektor lainnya dengan persentase pertumbuhan volume ekspor sebesar 3,74 persen dan penurunan volume impor sebesar 7,5 persen (Tabel 2). Hal tersebut menunjukkan bahwa sub sektor perkebunan menjadi satu-satunya andalan sektor pertanian dalam peningkatan perekonomian yang secara rinci ditunjukkan pada Tabel 2.

2004 2005 2006 2007 2008

Tanaman Pangan -8,500,357 -7,813,005 -10,595,290 -8,399,060 -6,601,965

Hortikultura -501,843 -472,077 -466,977 -899,548 -898,069

Perkebunan 14,203,288 16,488,155 19,602,015 17,821,046 17,851,703

Peternakan -651,955 -664,443 -682,023 -491,618 -429,931

Pertanian 4,549,133 7,538,630 7,857,725 8,030,820 9,921,738

-15,000,000 -10,000,000 -5,000,000 0 5,000,000 10,000,000 15,000,000 20,000,000 25,000,000

V

o

lu

m

e

(T

o

n


(4)

4

Tabel 2. Perkembangan Neraca Perdagangan Sektor Pertanian dan Perkembangan Persentase Neraca Perdagangan Sub Sektor Pertanian terhadap Sektor Pertanian di Indonesia Tahun 2004 - 2008

Uraian Tahun (Ribu Ton) Pertumbuhan

(%)

2004 2005 2006 2007 2008

Volume Ekspor

a. T. Pangan 1.170,25 1.123,43 861,22 999,46 812,33 -4,79

b. Hortikultura 296,48 384,32 456,89 393,86 523,46 8,57

c. Perkebunan 15.556,89 18.579,81 21.378,19 22.089,29 20.533,16 3,74

d. Peternakan 221,66 246,49 198,41 458,90 635,30 10,84

Pertanian 17.245,28 20.334,04 22.894,71 23.941,51 22.504,25 3,58

Volume Impor

a. T. Pangan 9.670,60 8.936,44 11.456,51 9.398,52 7.414,30 -5,25

b. Hortikultura 798,32 856,39 923,87 1.293,41 1.421,52 3,03

c. Perkebunan 1.353,60 2.091,65 1.776,17 4.268,24 2.681,46 -7,5

d. Peternakan 873,62 910.93 880,43 950,52 1.065,24 3,11

Pertanian 12.696,15 12.795,41 15.036,98 15.910,69 12.582,51 -4,99

Volume Ekspor (%) terhadap Pertanian Rata-rata

a. T. Pangan 6,79 5,52 3,76 4,17 3,61 4,77

b. Hortikultura 1,72 1,89 2,00 1,65 2,33 1,92

c. Perkebunan 90,21 91,37 93,38 92,26 91,24 91,69

d. Peternakan 1,29 1,21 0,87 1,92 2,82 1,62

Volume Impor

a. T. Pangan 76,17 69,84 76,19 59,07 58,93 68,04

b. Hortikultura 6,29 6,69 6,14 8,13 11,30 7,71

c. Perkebunan 10,66 16,35 11,81 26,83 21,31 17,39

d. Peternakan 6,88 7,12 5,86 5,97 8,47 6,86

Sumber : Pusat Data dan Informasi Pertanian, 2009 (diolah)

Berdasarkan informasi pada Tabel 2, sub sektor perkebunan merupakan sub sektor yang berkontribusi cukup besar terhadap total volume ekspor pertanian dengan rata-rata yaitu 91,69 persen volume ekspor komoditas pertanian berasal dari komoditas perkebunan dan rata-rata volume impor hanya sebesar 17,39 persen dalam total volume impor komoditas pertanian. Sementara untuk sub sektor lainnya, persentase impor lebih tinggi dibandingkan ekspornya dengan rata-rata persentase volume impor yang terbesar terjadi pada sub sektor tanaman pangan sebesar 68,04 persen.

Sebagai salah satu komoditas perkebunan, CPO (Crude Palm Oil) dijadikan sebagai komoditas unggulan ekspor bagi perdagangan komoditas


(5)

5 perkebunan di Indonesia karena kontribusi CPO dalam kinerja perdagangan komoditas perkebunan sangat tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada komparasi enam komoditas ekspor perkebunan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 berikut ini.

Gambar 2. Perbandingan Volume Ekspor Komoditas Perkebunan Indonesia Tahun 2004-2009

Sumber : Direktorat Jendral perkebunan, 2010 (Diolah)

Gambar 2 menunjukkan komparasi keenam komoditas subsektor perkebunan dilihat dari volume ekspor antara tahun 2004-2009. Secara signifikan volume ekspor komoditas CPO memiliki trend positif dan jauh di atas komoditas-komoditas sub sektor perkebunan lainnya dengan volume ekspor tertinggi pada tahun 2009 sebesar 21.151.127 ton. Hal ikhwal tersebut membawa pemahaman akan begitu besarnya kontribusi CPO bagi perekonomian Indonesia sebagai komoditas andalan dalam perdagangan internasional.

1.2. Perumusan Masalah

Tingginya kontribusi CPO (Crude Palm Oil) terhadap kinerja sektor pertanian secara umum maupun terhadap kinerja sub sektor perkebunan secara

2004 2005 2006 2007 2008 2009

CPO 9,565,974 11,418,987 11,745,954 13,210,742 18,141,006 21,151,127 Kopi 344,077 445,829 413,500 321,404 468,749 510,898 Karet 1,874,261 2,024,593 2,286,897 2,407,972 2,283,154 1,991,533 Teh 98,572 102,389 95,338 83,658 96,209 92,305 Kakao 366,855 463,632 609,035 503,522 515,523 535,236 Kelapa 1,874,261 2,024,593 2,286,897 2,407,972 1,080,068 992,766

0 5,000,000 10,000,000 15,000,000 20,000,000 25,000,000

V

o

lu

m

e

(T

o

n


(6)

6 khusus dalam perdagangan internasional dipengaruhi oleh tingginya kebutuhan minyak sawit atau Palm Oil (PO) dunia sebagai produk utama dari CPO. PO adalah komoditas yang paling besar diperdagangkan di pasar komoditi dunia yang meliputi 40 persen dari global trade diikuti Soybeans sebesar 22 persen2. Adapun nilai ekspor Palm Oil sebagai representasi tingkat konsumsi Palm Oil dunia dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Ekspor Berbagai Komoditas Andalan Ekspor dari Negara-negara Eksportir Utama Tahun 2008

Ranking Negara Komoditas Nilai (Ribu US $) 1 United States of America Soybeans 15,537,200 2 United States of America Maize 13,884,500 3 Malaysia Palm oil 12,768,600 4 Indonesia Palm oil 12,375,600 5 United States of America Wheat 11,306,300 6 Brazil Soybeans 10,952,200 7 Netherlands Crude Materials 10,370,900 8 France Wine 10,000,600 9 Argentina Cake of Soybeans 7,127,460 10 United Kingdom Bever. Dist.Alc 6,752,110 11 Canada Wheat 6,727,650 12 Indonesia Rubber Nat Dry 6,041,880 13 Brazil Chicken meat 5,821,980 14 France Wheat 5,598,810 15 Thailand Rice Milled 5,359,540 16 Thailand Rubber Nat Dry 5,334,490 17 Italy Wine 5,277,540 18 Argentina Soybean oil 4,895,930 19 United States of America Cotton lint 4,832,010

Sumber : FAOSTAT 2010

Berdasarkan Tabel 3, nilai ekspor Palm Oil adalah nilai ekspor tertinggi kedua setelah Soybeans pada tahun 2008 dengan nilai ekspor sebesar 25,144,200,000 US $. Nilai tersebut merupakan gabungan nilai ekspor Palm Oil

Indonesia dan Malaysia sebagai dua negara eksportir terbesar Palm Oil.

Penyerapan CPO dunia pada perdagangan internasional umumnya didominasi oleh empat negara importir diantaranya India, Belanda, Malaysia dan

2


(7)

Singapura. Daya serap persentase market sha

tahun terakhir impor C 2008 dapat dilihat pada

Gambar 3. Persentase

Importers Sumber : U Gambar 3 m keseluruhan impor CP 3.871.466.693 kg diiku 12,25 persen (968.261 (504.286.597 kg). Pad angka 50 persen, dan m angka 15 persen dari to CPO masing-masing ne

7.27% 6.38% 4.19% 3.84% 3.87% 2.85% 2.31% 1.82% 1.30%

Sum Total of Q

serap keempat negara importir CPO diatas dap

hare komoditas CPO tahun 2008-2010 yang m por CPO dunia. Adapun persentase market sha

pada Gambar 3.

sentase Jumlah Impor CPO (Kg) dari Negar

ters Tahun 2008

er : UN Comtrade, 2011 (diolah)

memberikan informasi bahwa 48,98 pers or CPO dunia tahun 2008 dilakukan oleh India diikuti oleh Belanda, Malaysia dan Singapura m 8.261.882 kg), 7,27 persen (574.633.786 kg), da

Pada data diatas, total volume impor CPO In dan masing-masing negara lainnya hanya mengim dari total impor CPO dunia. Persentase Market Sh

sing negara pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gam 48.98%

12.25% 1.65%

1.20% 2.10%

otal of Quantity (kg) : 7.904.178.630

Indi Net Mal Sing Italy Ger Chi Pak Ukr Egy Ban Spa Vie Oth 7 as dapat dilihat dari ang merupakan tiga

share CPO tahun

Negara-negara Top

persen dari total India yaitu sebesar pura masing-masing dan 6,38 persen PO India mendekati engimpor di bawah

t Share komoditas da Gambar 4.

India Netherlands Malaysia Singapore Italy Germany China Pakistan Ukraine Egypt Bangladesh Spain Viet Nam Other


(8)

Gambar 4. Persentase

Importers Sumber : U Gambar 4 men tahun 2009 yaitu Indi 11,05 persen (1.057.12 kg) dan Italia sebesar sebesar 9.566.746.050 k

Pada tahun 200 pada empat besar nega sebesar 48,98 persen p turun 2,98 persen, pen tahun 2008 menjadi kenaikan impor CPO 11,01 persen pada tah

market share dengan Adapun market share

Gambar 5. 11% 7% 6% 4% 4%3% 2% 1% 1%

Sum Total of Q

sentase Jumlah Impor CPO (Kg) dari Negar

ters Tahun 2009

er : UN Comtrade, 2011 (diolah)

menunjukkan jumlah impor CPO masing-masin u India sebesar 46 persen (4.400.703.183 kg), B .057.125.438 kg), Malaysia sebesar 11,01 persen

ebesar 7 persen (669.672.233 kg) dari total imp 6.050 kg.

un 2009 terjadi perubahan persentase jumlah imp r negara importir CPO yaitu terjadi penurunan im

rsen pada tahun 2008 menjadi 46 persen pada ta n, penurunan impor CPO Belanda sebesar 12,2 njadi 11,05 persen pada tahun 2009 ataun turu

CPO Malaysia sebesar 7,27 persen pada tahun da tahun 2009 atau naik 3,74 persen, dan peruba ngan masuknya Italia pada empat besar negara

are negara-negara importir CPO tahun 2010 dap 46%

11% 1%

1% 1%

2%

l of Quantity (kg) : 9.566.746.050

India Netherlan Malaysia Italy Singapore Germany China Spain Viet Nam Ukraine Egypt United Re Banglades Other 8 Negara-negara Top

masing negara pada g), Belanda sebesar rsen (1.053.298.740 l impor CPO dunia

h impor CPO dunia an impor CPO India ada tahun 2009 atau r 12,25 persen pada n turun 2,1 persen, tahun 2008 menjadi erubahan komposisi egara importir CPO. dapat dilihat pada herlands

laysia gapore

many

t Nam

ted Rep. of Tanzania gladesh


(9)

Gambar 5. Persentase

Importers Sumber : U Berdasarkan in dikuasai oleh India, Be

share masing-masing keseluruhan impor CP demikian kedudukan penyerapan CPO duni negara eksportir CPO s Indonesia sebag sebagai negara importi dibawah naungan WTO dilakukan analisis t perdagangan komodita WTO tersebut, faktor GDP negara Indonesia Indonesia dengan ke keduanya dan harga C dibahas melalui pend gravitasi. Upaya-upay

10% 6%

6% 4%

3% 2% 2%

1%

Sum Total of Q

sentase Jumlah Impor CPO (Ton) dari Negar

ters Tahun 2010

er : UN Comtrade, 2011 (diolah)

an informasi pada Gambar 5, dominasi impo ia, Belanda, Malaysia, dan Singapura dengan per asing 47 persen, 14 persen, 10 persen, dan 6,61 pe

or CPO sebesar 9.444.170.400 kg pada tahun ukan keempat negara mitra dagang utama dunia dapat dijadikan sebagai kepastian pasar CPO seperti Indonesia.

sebagai negara eksportir dan empat negara mitra portir telah melakukan kerja sama perdagangan k n WTO. Sehingga berdasarkan hal tersebut, sel isis terhadap pengaruh kebijakan WTO ter moditas CPO melalui pendekatan deskriptif. Se aktor-faktor lain penarik aliran perdagangan CPO

nesia dan GDP keempat negara mitra dagang utam n keempat negara mitra dagang utama, nilai arga CPO Indonesia ke empat negara mitra dagan pendekatan statistik berdasarkan Gravity Mode

upaya tersebut dilakukan dalam mempertahan 47%

14% 1%

1%1% 0%

2%

al of Quantity (kg) : 9.444.170.400

India Malaysia Netherlan Italy Singapore Germany Spain Viet Nam Ukraine China Banglades United Re Côte d'Ivo Egypt Other 9 Negara-negara Top

impor CPO tetap an persentase market

,61 persen dari total ahun 2010. Dengan tama tersebut bagi pasar bagi

mitra dagang utama gan komoditas CPO ut, selanjutnya akan TO terhadap aliran . Selain pengaruh CPO lainnya adalah g utama, jarak antara nilai tukar diantara dagang utama yang

odel atau model rtahankan eksistensi

laysia herlands gapore many t Nam gladesh

ited Rep. of Tanzania e d'Ivoire


(10)

10 ekspor CPO untuk tetap menjaga kepastian pasar atau kembali mencari pasar potensial jika pasar yang telah ada sudah tidak berpotensi.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang menjadi fokus penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh kebijakan WTO terhadap aliran perdagangan CPO antara Indonesia dengan empat mitra dagang utama?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume ekspor Crude palm Oil

(CPO) ke empat negara mitra dagang utama berdasarkan Gravity Model

(model gravitasi)?

3. Bagaimanakah potensi ekspor Crude palm Oil (CPO) Indonesia ke empat negara mitra dagang utama?

1.3. Tujuan penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis pengaruh kebijakan WTO terhadap aliran perdagangan CPO antara Indonesia dengan empat mitra dagang utama.

2. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume ekspor

Crude palm Oil (CPO) ke empat negara mitra dagang utama berdasarkan

Gravity Model (model gravitasi).

3. Menganalisis potensi ekspor Crude palm Oil (CPO) Indonesia ke empat negara mitra dagang utama.

1.4. Manfaat Penelitiaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memberikan informasi serta sebagai referensi bagi pihak-pihak berkepentingan sebagai berikut :

1. Pengambil kebijakan strategis baik di tingkat makro seperti Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian dan di tingkat mikro seperti para

forcester bisnis sebagai bahan dalam pengambilan kebijakan baik bersifat ekspansif ataupun preventif.

2. Lembaga Riset Komoditi Ekspor dan para pembaca umumnya yang membutuhkan informasi mengenai potensi ekspor komoditi perkebunan


(11)

11 khususnya CPO dan data time series ekspor CPO sebagai bahan dalam kajian-kajian berikutnya.

1.5. Keterbatasan Penelitiaan

Keterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Determinan dalam Gravity Model sebagai kerangka kerja dalam menganalisis potensi ekspor komoditi CPO terdiri dari volume ekpsor Indonesia ke empat negara mitra dagang sebagai variabel dependen, GDP negara Indonesia dan GDP negara keempat mitra dagang utama, jarak antara Indonesia dengan keempat negara mitra dagang utama, nilai tukar (excange rate) dan harga CPO dunia sebagai variabel independen.

2. Variabel jarak pada Gravity Model dimodifikasi dengan menambahkan pengaruh harga minyak dunia pada panel data karena keterbatasan dalam pengolahan data pada program Eviews 6.0.

3. Panel data yang digunakan dalam menganalisis potensi ekspor CPO Indonesia terdiri dari data time series tahun 2000-2010 dan data cross section empat negara utama pengimpor CPO.


(12)

12

II TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Perkembangan Produksi dan Ekspor CPO ( ) Indonesia

Indonesia sebagai salah satu negara eksportir CPO terbesar di dunia telah mengekspor CPO sejak pelita I sampai pelita II (1969-1978) dengan peningkatan produksi maupun volume ekspor mencapai 72-99 persen dari total produksi yang dihasilkan3. Peningkatan volume ekspor tersebut secara langsung dipengaruhi oleh tingginya konsumsi CPO dunia sebagai salah satu minyak nabati dengan pertumbuhan sebesar 14,21 persen per tahun melampaui volume perdagangan jenis minyak nabati lainnya4. Adapun perkembangan konsumsi CPO dunia dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perkembangan Konsumsi CPO (crude Palm Oil) Dunia Tahun 2000-2010

Tahun Volume Impor (kg) Pertumbuhan (%/thn)

2000 2,658,906,814 -

2001 3,692,292,957 27.99

2002 4,385,857,289 15.81

2003 4,721,227,888 7.10

2004 5,789,846,856 18.46

2005 6,923,447,160 16.37

2006 8,392,092,987 17.50

2007 8,862,800,135 5.31

2008 11,538,504,748 23.19

2009 13,110,899,342 11.99

2010 12,901,496,146 -1.62

Rata-rata pert/thn 14,21 % 14.21%

Sumber : UN Comtrade, 2011 (diolah)

Berdasarkan Tebel 4, dapat disimpulkan bahwa konsumsi CPO dunia mengalami peningkatan volume ekspor dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 14,21 persen per tahun pada tahun 2000-2011. Menurut Sitorus (2009), dalam perkembangannya konsumsi CPO dunia secara umum digunakan sebagai bahan

3

Abidin Z. 2008. Analisis Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia. Jurnal Aplikasi

Manajemen 6: 139-144 4


(13)

13 pangan dan non pangan serta sebagai sumber energi alternatif (bio fuel). Tingginya konsumsi CPO dunia dalam memenuhi kebutuhan nabati dan energi tersebut memberikan andil dalam peningkatan ekspor CPO Indonesia. Hal ini digambarkan secara jelas dalam peningkatan volume dan nilai ekspor CPO Indonesia tahun 2000-2010 seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor CPO (Crude Palm Oil) Indonesia Tahun 2001-2010

Tahun Nilai Ekspor (US $) Volume Ekspor (Kg)

2000 476,438,245 1,817,664,367

2001 406,409,025 1,849,142,144

2002 891,998,644 2,804,792,251

2003 1,062,214,890 2,892,130,288

2004 1,444,421,828 3,819,926,626

2005 1,593,295,437 4,565,624,657

2006 1,993,666,661 5,199,286,871

2007 3,738,651,552 5,701,286,129

2008 6,561,330,490 7,904,178,630

2009 5,702,126,189 9,566,746,050

2010 7,649,965,932 9,444,170,400

Pert/thn 14.44% 20.92%

Sumber : UN Comtrade, 2011 (diolah)

Berdasarkan Tabel 5, dapat disimpulkan bahwa terjadi pertumbuhan ekspor CPO Indonesia periode tahun 2000-2010 baik dilihat dari nilai ekspor maupun volume ekspor dengan pertumbuhan volume ekspor sebesar 20,92 persen dan nilai ekspor sebesar 14,44 persen. Tabel 5 juga menyajikan informasi mengenai perbandingan perkembangan volume ekspor dan nilai ekspor CPO yang digunakan untuk melihat pengaruh harga CPO dalam perkembangan ekspor CPO Indonesia.

Pada periode tahun 2008-2009 terjadi peningkatan volume ekspor CPO sebesar 7.904.178.630 kg pada tahun 2008 menjadi9.566.746.050 kg pada tahun 2009. Pada periode yang sama, terjadi penurunan dalam nilai ekspor CPO sebesar 6.561.330.490 US $ pada tahun 2008 menjadi 5.702.126.189 US $ pada tahun 2009. Begitupula ditunjukkan oleh perkembangan ekspor CPO pada periode 2009-2010. Hal tersebut membawa pemahaman bahwa peningkatan volume


(14)

14 ekspor tidak selalu berbanding positif dengan peningkatan nilai ekspor akibat terjadinya fluktuasi harga CPO. Perkembangan harga CPO di tingkat BKDI dan di tingkat dunia tahun 2000-2010 dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Perkembangan harga CPO di Tingkat BKDI dan Dunia Tahun 2000-2010

Sumber : UN Comtrade, 2011 (diolah)

Berdasarkan informasi dari Gambar 6, perkembangan harga CPO baik di tingkat BKDI (Bursa Komoditi Derivatif Indonesia) maupun di tingkat dunia menunjukkan trend yang meningkat selama 10 tahun terakhir. Pada gambar 6 dapat diketahui pula bahwa harga CPO di tingkat BKDI cenderung mengikuti pola sebaran harga di tingkat dunia dengan gap tertinggi pada tahun 2000 sebesar 0,06 US $/kg. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tingkat harga CPO di BKDI merupakan salah satu acuan dalam penetapan harga CPO dunia.

Peningkatan harga CPO di tingkat dunia berdampak langsung terhadap peningkatan produksi CPO Indonesia. Menurut Sitorus (2009), sejalan dengan konsep penawaran, maka produksi CPO Indonesia akan meningkat seiiring dengan peningkatan harga CPO dunia. Adapun perkembangan produksi CPO Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6.

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

BKDI 0.26 0.22 0.32 0.37 0.38 0.35 0.38 0.66 0.83 0.6 0.81

Dunia 0.32 0.26 0.35 0.41 0.42 0.36 0.4 0.65 0.84 0.61 0.81

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

U

S

$ /

K


(15)

15

Tabel 6. Perkembangan Produksi CPO (Crude Palm Oil) Indonesia Tahun 2000-2000

Tahun Bentuk Usaha (Ton)

PR PBN PBS Total

2000 1,905,653 1,460,954 3,633,901 7,000,508

2001 2,798,032 1,519,289 4,079,151 8,396,472

2002 3,426,740 1,607,734 4,587,871 9,622,345

2003 3,517,324 1,750,651 5,172,859 10,440,834

2004 3,847,157 1,617,706 5,365,526 10,830,389

2005 4,500,769 1,449,254 5,911,592 11,861,615

2006 5,783,088 2,313,729 9,254,031 17,350,848

2007 6,358,389 2,117,035 9,189,301 17,664,725

2008 6,923,042 1,938,134 8,678,612 17,539,788

2009 7,247,979 1,961,813 9,431,089 18,640,881

2010* 7,774,036 2,089,908 9,980,957 19,844,901

Pert/thn 12.65% 2.38% 8.92% 9.42%

Keterangan : *) angka sementara

Sumber : Direktoran Jenderal Perkebunan, 2011

Perkembangan produksi CPO Indonesia tahun 2000-2010 pada Tabel 6 dihitung berdasarkan bentuk pengusahaan yang terdiri dari Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Nasional (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) dengan persentase pertumbuhan produksi sebesar 12,65 persen (PR), 2,38 persen (PBN) dan 8,92 persen (PBS). PR merupakan bentuk pengusahaan CPO yang mengalami pertumbuhan produksi tertinggi yaitu sebesar 12,65 persen per tahun meskipun jumlah produksi totalnya masih di bawah PBS. Adapun jumlah produksi masing-masing pengusahaan adalah 36,25 persen, 13,29 persen dan 50,46 persen terhadap total produksi tahun 2000-2010.5 Hal tersebut disebabkan oleh tingginya produktivitas CPO pada pengusahaan CPO di Indonesia6. Saat ini Indonesia adalah penghasil CPO terbesar di dunia mengungguli Malaysia sejak tahun 20067

5

Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011 (diolah) 6

Abidin Z. 2008. Op.cit. Hlm 12

7


(16)

16

2.3. Tinjauan Umum ! " (WTO)

World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya (Sitorus 2009). Walaupun ditandatangani oleh pemerintah, tujuan utamanya adalah untuk membantu para produsen barang dan jasa, eksportir dan importir dalam kegiatan perdagangan.

WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995, tetapi sistem perdagangan itu sendiri telah ada setengah abad yang lalu. Sejak tahun 1948,

General Agreement on Tarifs and Trade (GATT) atau Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan telah membuat aturan-aturan untuk sistem ini. Sejak tahun 1948-1994 sistem GATT memuat peraturan-peraturan mengenai perdagangan dunia dan menghasilkan pertumbuhan perdagangan internasional tertinggi.

Pada awalnya GATT ditujukan untuk membentuk International Trade Organization (ITO), suatu badan khusus PBB yang merupakan bagian dari sistem Bretton Woods (IMF dan bank Dunia). Meskipun Piagam ITO akhirnya disetujui dalam UN Conference on Trade and Development di Havana pada bulan Maret 1948, proses ratifikasi oleh lembaga-lembaga legislatif negara tidak berjalan lancar. Tantangan paling serius berasal dari kongres Amerika Serikat, yang walaupun sebagai pencetus, AS tidak meratifikasi Piagam Havana sehingga ITO secara efektif tidak dapat dilaksanakan. Meskipun demikian, GATT tetap merupakan instrument multilateral yang mengatur perdagangan internasional. Hampir setengah abad teks legal GATT masih tetap sama sebagaimana pada tahun 1948 dengan beberapa penambahan diantaranya bentuk persetujuan plurilateral (disepakati oleh beberapa negara saja) dan upaya-upaya pengurangan tarif (Sitorus 2009).


(17)

17 Masalah-masalah perdagangan diselesaikan melalui serangkaian perundingan multilateral yang dikenal dengan nama Putaran Perdagangan (trade round), sebagai upaya untuk mendorong liberalisasi perdagangan internasional. Adapun beberapa putaran perdagangan sebagai cikal bakal terbentuknya WTO dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Putaran Perdagangan (Trade Round) Menuju Terbentuknya WTO

Tahun Tempat

(Nama) Pokok Cakupan

Jml. Negara

1947 Geneva Tariffs 23

1949 Annecy Tariffs 13

1951 Torquay Tariffs 38

1956 Geneva Tariffs 26

1960-1961 Geneva

# $ Tariffs 26

1964-1967 Geneva

#% $

Tariffs and anti-dumping

measures 62

1973-1979 Geneva

# & $

Tariffs, non-tariff measures,

“framework” agreements 102

1986-1994

Geneva

# $

Tariffs, non-tariff measures, rules, services, intellectual

property, dispute settlement, textiles, agriculture, creation of WTO, etc

123

Sumber : World Trade Organization (2006) diacu dalam Widayanto (2007)

Persetujuan-persetujuan WTO mencakup bidang pertanian, tekstil dan pakaian, jasa keuangan, telekomunikasi, standardisasi industri, peraturan Sanitary and Phytosanitary, hak atas kekayaan intelektual dan lain-lain. Walaupun terdapat banyak persetujuan dalam WTO, beberapa prinsip dasar di bawah ini terkandung dalam persetujuan-persetujuan tersebut (Widayanto 2007).

a. Perlakuan sama terhadap semua mitra dagang (Most Favored Nation-MFN)

Dengan berdasarkan prinsip MFN, negara-negara anggota tidak dapat begitu saja mendiskriminasi mitra-mitra dagangnya. Keringanan tarif impor yang diberikan pada produk suatu negara harus diberikan pula kepada produk impor dari mitra dagang negara anggota lainnya. Meskipun demikian terdapat pengecualian yang diperbolehkan. Salah satu contohnya adalah negara-negara


(18)

18 anggota yang membentuk persetujuan perdagangan bebas diperbolehkan untuk tidak memberikan preferensi yang sama untuk negara di luar kelompok ini atas komitmen penurunan tarif barang. Pada bidang jasa, sebuah negara diperbolehkan melakukan diskriminasi dalam batas dan kondisi tertentu. b. Perlakuan Nasional (National Treatment)

Negara anggota diwajibkan untuk memberikan perlakuan sama atas barang impor dan lokal, paling tidak setelah barang impor memasuki pasar domestik. Perlakuan nasional yang meliputi bidang barang, jasa dan hak atas kekayaan intelektual tersebut diterapkan pada saat suatu produk memasuki pasar domestik. Prinsip National Treatment tercantum dalam tiga persetujuan utama WTO (pasal 3 GATT, pasal 17 GATS dan pasal 3 TRIPs). Masing-masing persetujuan tersebut mempunyai perbedaan dalam implementasi prinsip dimaksud. Namun demikian, pengenaan bea masuk terhadap barang impor bukan merupakan pelanggaran terhadap perlakuan nasional, bahkan jika produk-produk lokal tidak dikenakan pajak yang setara.

c. Transparansi (Transparency)

Negara anggota wajib bersikap terbuka/transparan mengenai berbagai kebijakan perdagangannya sehingga memudahkan para pelaku usaha untuk melakukan kegiatan perdagangan. Untuk mendukung prinsip ini, negara anggota wajib menotifikasi segala kebijakannya yang terkait dengan perdagangan dan dilengkapi dengan mekanisme tinjauan kebijakan perdagangan dari masing-masing anggota WTO secara periodik.

Persetujuan Bidang Pertanian (Agreement on Agriculture) atau AoA sebagai salah satu persutujuan hasil putaran Uruguay yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1995 bertujuan untuk melakukan reformasi kebijakan perdagangan di bidang pertanian dalam rangka menciptakan suatu sistem perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar. Program reformasi tersebut berisi komitmen-komitmen spesifik untuk mengurangi subsidi domestik, subsidi ekspor dan meningkatkan akses pasar melalui penciptaan peraturan dan disiplin GATT yang kuat dan efektif. Persetujuan tersebut juga meliputi isu-isu di luar perdagangan seperti ketahanan pangan, perlindungan lingkungan, perlakuan khusus dan


(19)

19 berbeda (special and differential treatment) bagi negara-negara berkembang, termasuk juga perbaikan kesempatan dan persyaratan akses untuk produk-produk pertanian bagi negara-negara tersebut.

Persetujuan Bidang Pertanian menetapkan sejumlah peraturan pelaksanaan tindakan-tindakan perdagangan di bidang pertanian, terutama yang menyangkut akses pasar, subsidi domestik dan subsidi ekspor.

a. Akses Pasar

Dilihat dari sisi akses pasar, Putaran Uruguay telah menghasilkan perubahan sistemik yang sangat signifikan. Perubahan dari situasi dimana sebelumnya ketentuan-ketentuan non-tarif yang menghambat arus perdagangan produk pertanian menjadi suatu rezim proteksi pasar berdasarkan pengikatan tarif beserta komitmen-komitmen pengurangan subsidinya. Aspek utama dari perubahan yang fundamental ini adalah stimulasi terhadap investasi, produksi dan perdagangan produk pertanian melalui : (i) akses pasar produk pertanian yang transparan, prediktabel dan kompetitif, (ii) peningkatan hubungan antara pasar produk pertanian nasional dengan pasar internasional, dan (iii) penekanan pada mekanisme pasar yang mengarahkan penggunaan yang paling produktif terhadap sumber daya yang terbatas, baik di sektor pertanian maupun perekonomian secara luas.

Umumnya tarif merupakan satu-satunya bentuk proteksi produk pertanian sebelum Putaran Uruguay. Pada Putaran Uruguay, yang disepakati adalah diikatnya tarif pada tingkat maksimum. Namun bagi sejumlah produk tertentu, pembatasan akses pasar juga melibatkan hambatan-hambatan non-tarif. Putaran Uruguay bertujuan untuk menghapuskan hambatan-hambatan tersebut. Untuk itu disepakati suatu paket tarifikasi yang diantaranya mengganti kebijakan-kebijakan non-tarif produk pertanian menjadi kebijakan tarif yang memberikan tingkat proteksi yang sama.

Negara anggota dari kelompok negara maju sepakat untuk mengurangi tarif mereka sebesar rata-rata 36% pada seluruh produk pertanian, dengan pengurangan minimum 15% untuk setiap produk, dalam periode enam tahun sejak tahun 1995. Bagi negara berkembang, pengurangannya adalah 24% dan minimum


(20)

20 10% untuk setiap produk. Negara terbelakang diminta untuk mengikat seluruh tarif pertaniannya namun tidak diharuskan untuk melakukan pengurangan tarif.

b. Subsidi Domestik

Subsidi domestik dibagi ke dalam dua kategori. Kategori pertama adalah subsidi domestik yang tidak terpengaruh atau kalaupun ada sangat kecil pengaruhnya terhadap distorsi perdagangan (green box) sehingga tidak perlu dikurangi. Kategori kedua adalah subsidi domestik yang mendistorsi perdagangan (amber box) sehingga harus dikurangi sesuai komitmen.

Berkaitan dengan kebijakan yang diatur dalam green box terdapat tiga jenis subsidi lainnya yang dikecualikan dari komitmen penurunan subsidi yaitu kebijakan pembangunan tertentu di negara berkembang, pembayaran langsung pada program pembatasan produksi (blue box), dan tingkat subsidi yang disebut

de minimis.

c. Subsidi Ekspor

Hak untuk memberlakukan subsidi ekspor pada saat ini dibatasi pada: (i) subsidi untuk produk-produk tertentu yang masuk dalam komitmen untuk dikurangi dan masih dalam batas yang ditentukan oleh skedul komitmen tersebut; (ii) kelebihan pengeluaran anggaran untuk subsidi ekspor ataupun volume ekspor yang telah disubsidi yang melebihi batas yang ditentukan oleh skedul komitmen tetapi diatur oleh ketentuan fleksibilitas hilir (downstream flexibility); (iii) subsidi ekspor yang sesuai dengan ketentuan S&D bagi negara-negara berkembang; dan (iv) Subsidi ekspor di luar skedul komitmen tetapi masih sesuai dengan ketentuan

anti-circumvention. Segala jenis subsidi ekspor di luar hal-hal di atas adalah dilarang.

2.4. Penelitian Terdahulu

Yuniarti (2007) meneliti tentang determinan perdagangan bilateral Indonesia dengan pendekatan Gravity Model. Penelitian tersebut bertujuan untuk melakukan estimasi terhadap determinan perdagangan Billateral Indonesia. Adapun determinan yang dimasukan kedalam model meliputi pendapatan nasional


(21)

21 (GDP), jarak, populasi, kesamaan ukuran perekonomian, perbedaan relatif faktor

endowment, dan keanggotaan dalam area perdagangan bebas.

Berdasarkan hasil estimasi penelitian tersebut diperoleh uji signifikansi model yang menyatakan bahwa konstanta tidak sama untuk semua unit tetapi slopenya sama. Hal tersebut dibuktikan melalui F-Test dengan hasil perhitungan F hitung sebesar 12,03325 lebih besar dari F-tabel (19.119) dengan α = 5% sebesar 1,69 yang berarti model metode Fixed Effect Model (FEM) lebih tepat dibandingkan metode common effect model (CEM) dan lebih tepat dari metode

Random Effect Model (REM) karena jumlah data croos section (10) lebih besar dari data time series (7) dengan pengambilan sampel yang tidak acak.

Berkaitan dengan tanda koefisien, semua hasil estimasi konsisten dengan teori mengaenai Gravity Model. GDP dari negara eksportir (Yi) dan importir (Yj) mempunyai hubungan positif dengan perdagangan bilateral, variabel jarak sebagai proksi bagi biaya produksi berpengaruh negatif terhadap perdagangan bilateral, variabel kesamaan ukuran perekonomian berpengaruh positif didukung oleh fakta bahwa sebagian besar perdagangan dunia terutama negara-negara industri merupakan pertukaran produk yang meliputi perdagangan intraindustri, variabel kesamaan ukuran ekonomi (endowment) tidak berpengaruh terhadap perdagangan bilateral dengan keinkonsistenan teori H-O dengan fenomena perdagangan intra industri, variabel populasi mitra dagang mempunyai koefisien positif terhadap perdagangan bilateral dan keanggotaan dalam area perdagangan bebas tidak berpengaruh terhadap perdagangan bilateral.

Yuniarti (2008) dalam penelitiannya mengenai potensi perdagangan global Indonesia dengan pendekataan Gravity Model mengemukakan bahwa hasil estimasi Gravity Model dapat digunakan untuk memprediksi potensi perdagangan bilateral yang selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan ekspansi negara-negara tujuan ekspor. Pengukuran potensi perdagangan bilateral dilakukan dengan membagi nilai prediksi perdagangan dari estimasi Gravity Model dengan nilai aktual perdagangan dari estimasi Gravity Model. Pada hasil estimasi, secara bersama-sama variabel inpenden menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap variabel pada derajat keyakinan 99 persen yang ditunjukkan oleh nilai F hitung (21,424) lebih besar dari F tabel (6,103) pada α 5% = 2,18.


(22)

22 Adapaun pada signifikansi variabel independen, penelitian ini menyatakan bahwa variabel yang berpengaruh positif terhadap perdagangan bilateral antara lain, pendapatan, variabel kesamaan ukuran perekonomian, kesamaan keanggotaan dalam APEC, dan koloni wilayah jajahan berpengaruh positif dan signifikan. Sedangkan variabel yang berpengaruh negatif terhadap perdagangan bilateral antara lain, variabel total populasi, kesamaan keanggotaan dalam AFTA dan variabel batas wilayah. Dalam pengukuran potensi perdagangan berdasarkan rasio dari hasil estimasi Gravity Model terdapat temuan pada 10 negara mitra dagang utama Indonesia yang menunjukkan kondisi over trade (melebihi potensi) dan under trade (berpotensi). Kondisi over trade dicapai pada hubungan dagang Indonesia dengan negara-negara antara lain, Australia, Amerika, Korea, Malaysia, Singapura, Jerman, Belanda dan India. Sedangkan kondisi under trade dicapai pada negara Jepang dan China.

Penelitian oleh Sitorus (2010) dengan topik Peningkatan Ekspor CPO dan Kakao Dibawah Pengaruh Liberalisasi Perdagangan (Suatu Pendekatan Model Gravitasi) menyimpulkan bahwa model panel data yang digunakan dalam estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kakao dan CPO adalah model pooled Least Square atau PLS tanpa uji Chow. Hal tersebut disebabkan oleh ketidaksesuaian Fixed Effect Model dengan data yang digunakan sehingga terjadi

near singular matrix.

Adapun variabel yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor kakao dari negara importir ke negara tujuan ekspor adalah variabel populasi negara pengimpor (POPi), populasi negara pengekspor (POPj) sedangkan variabel GDP negara pengimpor (GDPi) memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan, dan GDP negara pengekspor (GDPj), nilai tukar (ER) juga jarak memiliki pengaruh negatif dan signifikan. Sedangkan variabel yang signifikan pada ekspor CPO adalah variabel GDP negara pengekspor dan pengimpor, populasi negara pengekspor dan pengimpor serta jarak. Sedangkan variabel nilai tukar tidak berpengaruh nyata.

Hadi (2010) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan pisang dan mangga Indonesia ke negara tujuan dengan metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif menjelaskan potensi ekonomi negara


(23)

23 tujuan pada masa yang akan datang dari perdagangan pisang dan mangga sedangkan metode kuantitatif menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan kedua komoditas tersebut menggunakan Gravity Model

dengan variabel-variabel penariknya antara lain pendapatan per kapita negara tujuan, populasi, jarak antar negara, nilai tukar, harga ekspor komoditi di negara tujuan ekspor, dan ekspor komoditi ke negara tujuan satu tahun sebelumnya.

Berdasarkan hasil perhitungan Chow Test, maka metode yang sesuai dalam Gravity Model aliran perdagangan pisang Indonesia ke negara tujuan ini adalah Metode Pooled Least Square. Secara keseluruhan metode tersebut telah memenuhi pengujian asumsi model, yaitu multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Berdasarkan hasil analisis aliran perdagangan pisang Indonesia, diperoleh R2 sebesar 93,73 persen. Berdasarkan uji t, diperoleh variabel yang nyata pada taraf lima persen, yaitu harga pisang Indonesia di negara tujuan (Pj) dan volume ekspor pisang dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya (Xij-1). Variabel yang nyata pada taraf sepuluh persen yaitu pendapatan per kapita negara tujuan (Yj). Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh nyata yaitu populasi negara tujuan (Nj), jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan (Dij) dan nilai tukar mata negara tujuan terhadap Dollar Amerika (ERj).

Berdasarkan sintesis dari penelitian-penelitian terdahulu diatas, dapat disimpulkan bahwa metode Pooled Least Square dan Fixed Effect Model adalah metode yang paling sering digunakan baik berdasarkan kriteria uji maupun dari penarikan kesimpulan berbasiskan jenis data. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata dari penelitian-penelitian tersebut meliputi GDP, kesamaan ukuran perekonomian, nilai tukar, populasi, harga dan pendapatan per kapita juga variabel non ekonomi seperti keanggotaan dalam AFTA dan jarak. Sehingga dalam penelitian ini akan dititik beratkan pada analisis variabel-variabel yang berpengaruh nyata diatas. Adapun ringkasan secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 8.


(24)

24

Tabel 8. Ringkasan Penelitian Terdahulu

Judul (Penulis, Tahun)

'( ) &

# * +,,-$

Ringkasan :

a. Model yang digunakan adalah Fixed Effect model.

b. Tanda koefisien dan signifikansinya :

- GDP dari negara eksportir (Yi) dan importir (Yj) mempunyai hubungan positif.

- variabel jarak berpengaruh negatif terhadap perdagangan bilateral.

- variabel kesamaan ukuran perekonomian berpengaruh positif.

- variabel populasi mitra dagang mempunyai koefisien positif.

- keanggotaan dalam area perdagangan bebas tidak berpengaruh.

+( ) &

# * +,,.$

Ringkasan :

a. Model yang digunakan adalah Fixed Effect model.

b. Tanda koefisien dan signifikansinya :

- Pendapatan, Kesamaan ukuran perekonomian, Kesamaan keanggotaan APEC,

dan koloni wilayah jajahan berpengaruh positif dan signifikan.

- variabel total populasi, kesamaan keanggotaan dalam AFTA dan variabel batas

wilayah berpengaruh negatif dan signifikan.

c. Kondisi over trade antara lain, Australia, Amerika, Korea, Malaysia, Singapura,

Jerman, belanda dan India.

d. Kondisi under trade dicapai pada negara Jepang dan China.

/( & & % & ) 0 1 1 )

#2 & $( #2 * +,,3$

Ringkasan :

a. Model yang digunakan adalah Pooled Least Square.

b. Tanda koefisien dan signifikansinya :

- ekspor kakao : populasi negara pengimpor (POPi), populasi negara pengekspor (POPj) berkorelasi positif dan signifikan.

- ekspor kakao : GDP negara pengekspor (GDPj), nilai tukar (ER) juga jarak memiliki pengaruh negatif dan signifikan.

- ekspor CPO : variabel GDP negara pengekspor dan pengimpor, populasi negara

pengekspor dan pengimpor serta jarak berpengaruh signifikan.

4( 5 & 67 & 1

& 8 9 #: * +,,3$

a. Model yang digunakan adalah Pooled Least Square.

b. Tanda koefisien dan signifikansinya :

- harga pisang Indonesia di negara tujuan (Pj) dan volume ekspor pisang dari

Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya (Xij-1) berpengaruh signifikan (5%) dan pendapatan per kapita negara tujuan (Yj) (10%).


(25)

25

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Arti Perdagangan Internasinal

Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Menurut Tambunan (2005), perdagangan internasional adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan transaksi jual beli barang dan jasa antara satu negara dengan negara yang lainnya dengan tujuan mendapatkan keuntungan.

Adapun penyebab timbulnya perdagangan internasional antara lain perbedaan barang yang diproduksi, perbedaan kepemilikan faktor produksi, kelebihan dan kekurangan hasil produksi, perbedaan harga hasil produksi, dan perbedaan selera. Perdagangan internasional berbeda dengan perdagangan dalam negeri karena :

1. Perdagangan internasional membutuhkan jenis mata uang yang berbeda-beda. 2. Tata cara transaksi jual beli dalam perdagangan internasional memakan waktu

lama.

3. Cara pembayaran dalam perdagangan internasional relatif rumit dan berisiko tinggi.

4. Perbedaan kebijakan yang diterapkan dalam pelaksanaan perdagangan internasional.

3.1.2. Teori Keunggulan Absolut

Teori keunggulan absolut yang diperkenalkan pertama kali oleh Adam Smith sering disebut juga sebagai teori murni perdagangan internasional. Dasar pemikiran dari teori ini adalah bahwa suatu negara akan melakukan spesialisasi terhadap ekspor suatu jenis barang tertentu dimana negara tersebut memiliki keunggulan absolut (absolute advantage) dan tidak memproduksi atau melakukan impor jenis barang lain dimana negara tersebut tidak mempunyai keunggulan


(26)

26 absolut (absolute disadventage) terhadap negara lain yang memproduksi barang sejenis. Teori ini menyatakan bahwa tingkat keunggulan diukur berdasarkan nilai tenaga kerja yang sifatnya homogen (Tambunan 2005).

3.1.3. Teori Keunggulan Komparatif

Kemunculan teori keunggulan komparatif dari J.S Mill dan David Ricardo dianggap sebagai kritik dan penyempurna teori keunggulan absolut dari Adam Smith yang menyatakan bahwa perdagangan internasional antar dua negara akan terjadi jika kedua negara itu memperoleh gains from trade dari masing-masing keunggulan absolut yang mereka miliki. Menurut Tambunan (2005), J.S Mill beranggapan bahwa suatu negara akan mengkhususkan diri pada ekspor barang tertentu bila negara tersebut memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) terbesar dan mengkhususkan diri pada impor barang bila negara tersebut memiliki kerugian komparatif (comparative disadvantage). Sedangkan David Ricardo mengemukakan bahwa perdagangan antar dua negara akan terjadi bila masing-masing negara memiliki biaya relatif yang terkecil untuk jenis barang yang berbeda. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa dasar pemikiran kedua tokoh ini pada prinsipnya tidak berbeda satu sama lain.

3.1.4. 7 (ToT)

ToT adalah harga relatif ekspor terhadap harga impor, atau rasio antara indeks harga X terhadap indeks harga M. Adapun secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

……… (3.1)

dimana :

harga relatif ekspor harga impor

ToT terbentuk pada saat terjadi keseimbangan didalam perdagangan antara kedua negara, atau pasar internasional dalam kondisi ekuilibrium. Adapun ilustrasi ToT dapat dilihat pada Gambar 7.


(27)

27 Keterangan : 1 (Pasar Y di Indonesia), 2 (Pasar Y di AS), 3 (Pasar Y dunia)

Gambar 7. Harga Relatif Ekulibrium Y di Pasar Internasional (Analisis Ekuilibrium Parsial)

Sumber : Salvatore (1997)

Berdasarkan ilustrasi pada Gambar 7, misalnya untuk barang Y, pada saat pasar domestik di Indonesia seimbang (internal equilibrium), yaitu pada titik Ey,RI dimana kurva permintaan(D) berpotongan dengan kurva penawaran (S) sebelum ada impor Y. Pada saat harga Y di pasar dunia lebih rendah dibandingkan harga Y di pasar Indonesia, (Py)Indonesia < (Py)dunia, permintaan Y dipasar domestik meningkat, sedangkan suplainya berkurang. Garis lurus A adalah excess demand

di pasar Indonesia = jumlah impor Indonesia = excess supply di pasar AS = jumlah ekspor AS.

3.1.5. Teori H-O

Teori (H-O) yang dikembangkan oleh Heckser dan Ohlin (1997) disebut juga teori proporsi faktor (faktor proportion) atau teori ketersediaan faktor (faktor endowment). Dasar pemikiran dari munculnya teori ini adalah bahwa perdagangan internasional terjadi karena opportunity costs yang berbeda diantara kedua negara. Menurut teori H-O, suatu negara akan mengkhususkan dalam produksi dan ekspor barang-barang yang input utamanya relatif sangat banyak di negara tersebut, dan impor barang yang input utamanya tidak dimiliki oleh negara tersebut. Dalam kasus perdagangan Indonesia, artinya negara tersebut akan melakukan ekspor produk-produk yang padat karya atau padat bahan-bahan baku yang berlimpah didalam negeri, seperti minyak, batu bara, dan komoditas-komoditas pertanian (Tambunan 2005).

Ey dunia (Py)A

(Py)duni (Py)IN

Ey AS Ey RI

impor Indonesia ekspor AS S

D P To

P

A

A


(28)

28

3.1.6. Perekonomian Terbuka

Sebagian besar perekonomian dunia adalah perekonomian terbuka yaitu mengekspor barang dan jasa ke luar negeri, mengimpor barang dan jasa dari luar negeri, serta meminjam dan member pinjaman pada pasar modal dunia. Pemahaman akan sistem perekonomian terbuka dimulai dengan memahami variabel-variabel penting makroekonomi yang mengukur interaksi antar negara serta membahas harga dimana sebuah negara melakukan pertukaran di pasar dunia.

a. Arus Barang Internasional (Peran Ekspor Neto)

Perbedaan makroekonomi yang terpenting antara perekonomian terbuka dan perekonomian tertutup adalah bahwa dalam perekonomian terbuka, pengeluaran suatu negara selama satu tahun tertentu tidak perlu sama dengan yang mereka hasilkan dari memproduksi barang dan jasa. Suatu negara dapat melakukan pengeluaran lebih banyak daripada produksinya dengan meminjam dari luar negeri, atau dapat melakukan pengeluaran lebih kecil daripada produksinya dan memberi pinjaman pada negara lain. Perhitungan pendapatan nasional untuk memudahkan memahani pernyataan tersebut adalah sebagai berikut :

Menurut Mankiw (2000), dalam perekonomian terbuka, sebagian output dijual untuk domestik dan sebagian diekspor ke luar negeri sehingga dapat dipilah pengeluaran atas output pada perekonomian terbuka (Y) seperti yang ditunjukkan dalam identitas berikut ini :

……… (3.2) dimana :

= konsumsi barang dan jasa domestik, = investasi dalam barang dan jasa domestik,

= pembelian pemerintah atas barang dan jasa domestik, = ekspor barang dan jasa domestik.

Jumlah dari tiga komponen pertama, Cd + Id + Gd, adalah pengeluaran domestik atas barang dan jasa domestik. Komponen keempat, EX, adalah pengeluaran luar negeri atas barang dan jasa domestik.


(29)

29 Pengeluaran domestik atas seluruh barang dan jasa adalah jumlah pengeluaran domestik untuk barang dan jasa domestik serta barang dan jasa mancanegara. Sehingga konsumsi total C sama dengan konsumsi barang dan jasa domestik Cd ditambah konsumsi barang dan jasa mancanegara Cf, investasi total I sama dengan investasi investasi dalam barang dan jasa domestik Id ditambah investasi dalam barang dan jasa mancanegara If, dan belanja pemerintah total G sama dengan belanja pemerintah atas barang dan jasa domestik Gd ditambah belanja pemerintah atas barang dan jasa mancanegara Gf. Dengan demikian diperoleh :

………... (3.3) ……….. (3.4) ……….. (3.5) Substitusi tiga persamaan tersebut kedalam identitas pengeluaran total diatas adalah sebagai berikut :

……….. (3.6)

Jumlah pengeluaran domestik atas barang dan jasa mancanegara (Cf + If + Gf) adalah pengeluaran untuk impor (IM). Sehingga dapat dituliskan identitas perhitungan pendapatan nasional diatas menjadi :

……….. (3.7) Persamaan tersebut menyatakan bahwa pengeluaran atas output domestik adalah jumlah dari konsumsi, investasi, belanja pemerintah, dan ekspor neto. Identitas perhitungan pendapatan nasional menunjukkan hubungan antara output domestik, pengeluaran domestik, dan ekspor neto.

b. Kurs

Pengkajian dengan mempertimbangkan harga-harga yang berlaku dalam transaksi internasional merupakan hal penting lainnya dalam pembahasan


(30)

30 perekonomian terbuka. Kurs (exchange rate) antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Para ekonom membedakan kurs menjadi yaitu kurs nominal dan kurs riil.

Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sedangkan kurs riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat dimana kita dapat memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain sehingga sering disebut terms of trade. Adapun secara umum perhitungan kurs riil dapat dilihat dibawah ini (Mankiw 2000) :

! ………... (3.8)

dimana : = kurs riil,

= kurs nominal,

= tingkat harga di negara A,

! = tingkat harga di negara B.

Pengaruh kurs riil terhadap kondisi makroekonomi diidentifikasi dari persamaan antara kurs riil dengan harga relatif barang domestik dan barang luar negeri yang akan mempengaruhi permintaan terhadap barang tersebut. Jika kurs riil rendah dalam hal ini karena barang-barang domestik relatif lebih murah, maka penduduk domestik hanya akan membeli sedikit barang impor. Sehingga untuk alasan yang sama, orang-orang asing akan membeli beraneka macam produk domestik. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan ekspor netto. Sebaliknya jika terjadi kurs riil tinggi karena barang-barang domestik relatif lebih mahal terhadap barang-barang luar negeri, maka penduduk domestik berkeinginan membeli banyak barang impor, dan orang-orang asing akan membeli sedikit barang domestik. Dengan demikian jumlah ekspor netto menjadi rendah.

3.1.7. Model Gravitasi ( )

Menurut Lineman (Lapipi 2005) dalam Yanuari (2007), Gravity Model


(31)

31 terhadap perdagangan dan merupakan satu alat analisis yang dapat digunakan untuk mengestimasi berapa besarnya nilai barang yang keluar dan masuk di suatu wilayah. Penamaan Gravity Model didasarkan pada penggunaan suatu perumusan yang sama dengan model gravitasi Newton, dimana interaksi antara dua objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing-masing. Dalam konteks perdagangan model ini menyatakan bahwa intensitas perdagangan antara negara-negara akan berhubungan secara positif dengan pendapatan nasional masing-masing negara dan berhubungan terbalik dengan jarak diantara keduanya. Sehingga dengan kata lain Gravity Model dapat menjelaskan aliran perdagangan internasional dengan baik yang mana aliran perdagangan bilateral merupakan fungsi loglinear dari pendapatan dan jarak8.

Gravity Model banyak digunakan untuk menganalisis isu-isu dalam ekonomi regional dan lokasi dengan kesuksesan secara empiris karena menyajikan sebuah analisa yang lebih empiris dari pola perdagangan dibandingkan model-model yang lebih teoritis yang hanya memprediksi secara penuh spesialisasi suatu negara dalam memproduksi suatu komoditas-komoditas dan secara langsung tidak memasukan faktor-faktor pendukungnya seperti jumlah relatif dari buruh dan modal dalam negara. Secara ekonometri Gravity Model

terbukti menjadi kuat secara empiris dengan memasukan faktor lain seperti tingkat pendapatan, hubungan diplomatik, dan kebijakan perdagangan dalam versi lebih besar dari model ini.

Gravity Model pertama kali digunakan untuk aliran perdagangan internasional oleh Tinbergen (1962) yang selanjutnya diikuti oleh banyak peneliti. Model ini kemudian diestimasi untuk banyak negara, periode waktu dan tingkat disagregasi. Leamer dan levinson (1995) dalam Yuniarti (2007) menemukan beberapa penemuan empiris yang jelas dan kuat dalam ilmu ekonomi. Sebaliknya ada pula yang menyatakan bahwa kesuksesan secara empiris pada Gravity Model

tidak membuatnya populer dan diterima secara umum karena model tersebut dinyatakan sama sekali ad hoc atau tidak ada teori yang melandasinya. Namun beberapa tahun terakhir telah dilakukan pembaharuan yang menarik kedalam teori dari Gravity Model.

8

Feenstra, R.C., J.A. Markusen, A.K Rose. 1998. Understanding The Home Market Effect and


(32)

32 Pada Gravity Model, aliran perdagangan bilateral ditentukan oleh tiga kelompok variabel yaitu (Tarigan, 2005) :

1. Variabel-variabel yang mewakili total permintaan potensial negara pengimpor. 2. Variebel-variabel indikator total penawaran potensial negara pengekspor. 3. Variabel-variabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antar

negara pengekspor dan negara pengimpor.

Konsep gravitasi dalam bentuk persamaan yang paling umum dapat dirumuskan sebagai berikut :

"# $%&

'% ()

&(* ……….. (3.9)

dimana :

Iij = taksiran tingkat interaksi antara wilayah I dengan j Ai, Aj = besarnya daya tarik wilayah i dan j

dij = ukuran jarak antar wilayah i dan j k = konstanta

a, b, c = parameter dugaan

Interaksi antara i dan j (Iij) menginterpretasikan nilai dari aliran perdagangan suatu komoditas dari wilayah i ke wilayah j yang meliputi arus perdagangan keseluruhan wilayah dalam satu negara tersebut juga penerapannya pada perdagangan antar negara seperti dalam WTO, ASEAN, APEC, EU. Pada umumnya variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur daya tarik wilayah (A) meliputi, jumlah penduduk, Produk Domestik Bruto, nilai tukar, harga komoditas yang diperdagangkan dan variabel jarak (dij) yang diukur melalui pendekatan biaya transportasi.

1. GDP ( & ; )

Gross Domestik Product (GDP) adalah ukuran kapasitas untuk memproduksi komoditi ekspor negara tersebut. GDP merupakan pendapatan total nasional pada output barang dan jasa. Lipsey (1995) menyatakan bahwa GDP merupakan nilai dari total produksi barang dan jasa suatu negra yang dinyatakan sebagai produksi nasioanal dan nilai total produksi tersebut juga menjadi pendapatan total negara yang bersangkutan atau dengan kata lain produk nasional


(33)

33 sama dengan pendapatan nasional. Produk atau pendapatan nasional ini juga dapat diukur dalam bentuk pendapatan nasional bruto PNB atau PDB. GDP sering dianggap sebagai cerminan kinerja ekonomi dan sebagai perekonomian total dari setiap orang di dalam perekonomian (Mankiw, 2000).

GDP menunjukkan besarnya kemampuan perekonomian suatu negara, dimana semakin besar GDP yang dihasilkan oleh suatu negara semakin besar pula kemampuan negara tersebut untuk melakukan perdagangan. Bagi negara importir, semakin besar GDP maka akan meningkatkan impor komoditi negara tersebut atau sering disebut absortive capacity. Sedangkan bagi negara eksportir, GDP akan menentukan jumlah produksi komoditi ekspor (product capacity).

2. Populasi

Pertambahan populasi dapat mempengaruhi ekspor melalui dua sisi yaitu, penawaran dan permintaan. Pada sisi penawaran, pertambahan populasi dapat diartikan penambahan tenaga kerja untuk melakukan produksi komoditi ekpor. Pertumbuhan dari sisi permintaan, akan menyebabkan bertambah besarnya permintaan domestik (Salvatore, 1997).

3. Jarak

Variabel jarak adalah indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu negara dalam melakukan ekspor (Salvatore, 1997). Jarak tersebut mengurangi aliran perdagangan yang diwakilkan oleh biaya transportasi. Semakin jauh jarak, semakin besar biaya transportasi, dan semakin rendah aliran perdagangan dari suatu produk tertentu.

4. Kurs ( <=1 )

Kurs diantara dua negara adalah harga dimana penduduk kedua negara saling melakukan perdagangan. Kurs terbagi menjadi dua yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang kedua negara. Jika mengacu pada kurs di antara dua negara, maka biasanya menggunakan kurs nominal (Mankiw 2000).

Menurut Mankiw (2000), jika kurs riil rendah atau terjadi depresiasi mata uang domestik terhadap mata uang asing yang mengakibatkan barang-barang


(34)

34 domestik relatif lebih murah, maka penduduk domestik akan membeli sedikit barang impor. Dengan demikian, orang-orang asing akan membeli beraneka macam produk domestik. Sehingga jumlah ekspor neto akan meningkat. Hal sebaliknya jika terjadi depresiasi mata uang domestik terhadap mata uang asing (kurs riil tinggi).

5. Harga

Suatu hipotesis ekonomi yang mendasar adalah bahwa untuk kebanyakan komoditi, harga komoditi dan kuantitas atau jumlah yang akan ditawarkan akan berhubungan secara positif dengan semua faktor yang lain tetap sama (cateris paribus). Dengan kata lain, makin tinggi harga suatu komoditi yang akan ditawarkan, semakin besar jumlah komoditi yang akan ditawarkan (Lipsey et al. 1995).

3.1.8. Model Regresi Panel Data

Panel data adalah gabungan dari data time series (antar waktu) dan data

cross section (antar individu). Terkadang ditemukan data dalam bentuk series

yang pendek dan dalam bentuk cross section yang terbatas sehingga diperlukan suatu model dalam teori ekonometrika yang dapat mengatasi keterbatasan tersebut sehingga diperoleh hasil estimasi yang lebih baik (efisien) (Sitorus, 2009). Keuntungan penggunaan panel data dalam penelitian ekonomi dibandingkan dengan data jenis time series dan cross section adalah sebagai berikut :

1. Memberikan peneliti jumlah pengamatan yang besar, meningkatkan degree of freedom (derajat kebebasan), data memiliki variabilitas yang besar dan mengurangi kolinieritas antara variabel penjelas, di mana dapat menghasilkan estimasi ekonometri yang efisien.

2. Memberikan informasi lebih banyak yang tidak dapat diberikan hanya oleh data cross section atau time series saja.

3. Memberikan penyelesaian yang lebih baik dalam inferensi perubahan dinamis dibandingkan data cross section.


(35)

35 Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam analisis panel data meliputi pendekatan kuadrat terkecil (pooled least square), pendekatan efek tetap (fixed effect model), dan pendekatan efek acak (random effect model).

1. Model 2> (PLS)

Penggunaan model kuadrat terkecil (pooled least square) pada panel data yaitu dengan mengumpulkan semua data cross section dan time series dan melakukan pendugaan (pooling). Pada setiap observasi (setiap periode) terdapat regresi sehingga data dalam model ini berdimensi tunggal. Dari data panel akan diketahui N (jumlah unit cross section) dan T (jumlah periode waktu). Pendugaan (pooling) pada seluruh observasi sebanyak N.T dapat ditulis kedalam fungsi dari model kuadrat terkecil, yaitu :

"+ , "+-# ."+ ………... (3.10)

untuk i,j = 1,2,……,N dan t = 1,2,……,T dimana :

Yit = variabel endogen, Xit = variabel eksogen, α = intersep,

β = slope,

i = individu ke-i, t = periode tahun ke-t, ε = error/simpangan,

N = jumlah unit cross section,

T = jumlah periode waktunya.

Pada model ini diasumsikan bahwa nilai intersep masing-masing variabel adalah sama. Model ini juga mengasumsikan bahwa slope koefisien dari dua variabel adalah identik untuk semua unit cross section. Sehingga walaupun model ini menawarkan kemudahan, tetapi mungkin dalam penggunaannya akan mendistorsi gambaran yang sebenarnya dari hubungan antara Y dan X antar unit

cross section.

2. Model Efek Tetap #5 < 77 = $

Model efek tetap atau (fixed effect model) adalah model yang didapatkan dengan mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat


(36)

36 mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series.

Peubah dummy dapat pula ditambahkan dalam model ini untuk memungkinkan perubahan-perubahan intersep yang selanjutnya diduga dengan Ordinary Least Square (OLS), yaitu :

"+ ,"/" - "+ ."+ ………... (3.11)

dimana :

Yit = variabel endogen, Xit = variabel eksogen, α = intersep,

D = variabel dummy,

β = slope,

i = individu ke-i, t = periode tahun ke-t, ε = error/simpangan,

3. Model Efek Acak # 77 = $

Model efek acak digunakan untuk mengatasi timbulnya konsekuensi yaitu mengurangi banyaknya degree of freedom yang akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi akibat penambahan variabel dummy dalam metode efek tetap. Dalam model ini, parameter yang berbeda antar individu maupun antar waktu dimasukan kedalam error. Bentuk model efek acak dapat dilihat sebagai berikut :

012 3 41256 712 ……….. (3.12)

712 812 912 :12

dimana :

uit ~ N(0,δu2) = komponen cross section error, vit ~ N(0,δv2) = komponen time series error, wit ~ N(0,δw2) = komponen combination error.

Penggunaan model efek acak dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan pada model efek tetap sehingga parameter hasil estimasi dapat lebih efisien.

Dalam pengolahan data panel, terdapat pilihan untuk menggunakan criteria pembobotan yang berberda-beda, yaitu :


(37)

37 1. No Weighting : semua observasi diberi bobot yang sama.

2. Cross Section weight : Generalized Least Square (GLS) dengan menggunakan estimasi varians residual cross section. Pembobotan ini digunakan apabila ada asumsi bahwa terdapat cross section heteroskedasticity.

3. SUR : GLS menggunakan estimasi residual covariance matrix cross section.

Metode ini mengoreksi baik heteroskedastisitas maupun autokorelasi antar unit cross section.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Perdagangan global yang semakin terbuka lebar memberi pemahaman akan pentingnya peran komoditas ekspor bagi peningkatan ekspor yang berkelanjutan. Salah satu komoditas ekspor yang cukup berperan dalam perdagangan internasional Indonesia adalah Crude Palm Oil (CPO). CPO sebagai salah satu komoditas ekspor perkebunan Indonesia mampu menyumbang nilai ekspor yang tinggi untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Tumbuhnya lalu lintas perdagangan CPO dunia sebagai salah satu komoditas sektor pertanian secara langsung dipengaruhi oleh peningkatan tingkat konsumsi CPO. Adapun negara-negara utama penyerap CPO dunia berdasarkan volume impornya antara lain India, Belanda, Malaysia dan Singapura. Keberadaan WTO sebagai suatu badan yang menaungi perdagagan internasional membawa pemahaman akan seberapa jauh perannya terhadap perdagangan CPO dunia terutama Indonesia sebagai negara pengekspor utama dan empat negara diatas sebagai negara-negara mitra dagang utama. Sehingga perlu dilakukan pengkajian mengenai sejauhmana peran kebijakan WTO terhadap perdagangan CPO antara Indonesia dengan empat negara mitra dagang utama CPO. Selain itu, beberapa faktor penarik aliran perdagangan CPO internasional berdasarkang gravity model

seperti GDP negara Indonesia, GDP empat negara mitra dagang utama, jarak antara Indonesia dan empat negara mitra dagang utama, nilai tukar (exchange rate) diantara keduanya serta harga CPO dunia.

Hipotesis dari penelitian ini mencakup GDP dari negara eksportir yang mengukur kapasitas produksi negara tersebut, dan GDP negara importir yang mengukur kapasitas absorsi. Kedua variabel tersebut diperkirakan mempunyai


(38)

38 hubungan positif dengan aliran perdagangan CPO internasional. (Kalbasi, 2001 diacu dalam Yanuarti, 2008). Jarak merupakan proksi bagi biaya transportasi. Hal ini dikarenakan jarak akan meningkatkan biaya transportasi, meskipun jarak bukanlah satu-satunya biaya yang harus ditanggung karena pengapalan dan waktu adalah proksi lainnya dari biaya transportasi yang harus ditanggung. Sehingga jarak diperkirakan memiliki hubungan yang negatif dengan aliran perdagangan CPO internasional.

Pada kondisi nilai tukar, jika kurs riil rendah atau terjadi depresiasi mata uang domestik terhadap mata uang asing maka penduduk domestik akan membeli sedikit barang impor. Dengan demikian, orang-orang asing akan membeli beraneka macam produk domestik. Sehingga jumlah ekspor neto akan meningkat, dan begitupun sebaliknya (Mankiw 2000). Oleh karenanya variabel nilai tukar diperkirakan berkorelasi dua arah dengan aliran perdagangan CPO internasional. Sedangkan harga CPO memiliki hubungan dua arah dengan aliran perdagangan CPO internasional sesuai dengan teori penawaran (Lipsey et al. 1995)

Metode yang digunakan untuk menjelaskan peran WTO terhadap perdagangan CPO antara Indonesia dengan empat negara pengimpor adalah metode deskriptif. Sedangkan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan CPO dilakukan secara statistik dengan analisis panel data berdasarkan gravity model menggunakan software Eviews 6.0 yang selanjutnya dilakukan analisis terhadap potensi ekspor CPO melalui rasio antara potensi nilai prediksi perdagangan dari estimasi Gravity Model dengan nilai aktual perdagangan dari estimasi Gravity Model.


(39)

39

Gambar 8. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian

Kinerja subsektor pekebunan mempengaruhi performa surplus sektor pertanian Indonesia

Crude Palm Oil (CPO) sebagai komoditas perkebunan dengan kontribusi tertinggi

pada perdagangan Internasional

Pengaruh terbentuknya WTO dalam perdagangan CPO Indonesia-empat negara importir Indonesia sebagai

produsen CPO terbesar di dunia

Nilai Aktual dan Nilai Prediksi

Potensi ekspor komoditi Crude Palm Oil

(CPO) pada perdagangan internasional

(Variabel GDPi, GDPj, jarak (Dij), nilai tukar (ER) dan harga CPO dunia

Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor CPO dari Indonesia ke empat negara tujuan utama ekspor

Hipotesis Penelitian

1. GDPi berpengaruh (+)

2. GDPj berpengaruh (+)

3. (Dij) berpengaruh ( -)

4. ER berpengaruh (-/+) 5. Harga berpengaruh (-/+)

Negara-negara mitra dagang utama CPO :

1. India 2. Belanda 3. Malaysia 4. Singapura


(1)

85

Lampiran 7. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas dengan Uji Park

Dependent Variable: LOG(RES2) Method: Panel Least Squares Date: 09/21/11 Time: 15:11 Sample: 2000 2010

Cross-sections included: 4

Total panel (balanced) observations: 44

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -6.722288 41.90995 -0.160398 0.8734(TS) GDPI 1.136502 2.957362 0.384296 0.7029(TS) GDPJ -1.354422 1.117255 -1.212277 0.2329(TS)

DIJ 0.333003 0.914621 0.364089 0.7178(TS)

ER 0.033864 0.370145 0.091487 0.9276(TS)

P -1.781867 3.328472 -0.535341 0.5955(TS) R-squared 0.148175 Mean dependent var -4.232369 Adjusted R-squared 0.036093 S.D. dependent var 2.999113 S.E. of regression 2.944491 Akaike info criterion 5.123873 Sum squared resid 329.4611 Schwarz criterion 5.367172

Log likelihood -106.7252 F-statistic 1.322025

Durbin-Watson stat 2.017858 Prob(F-statistic) 0.275595 Catatan : TS = tidak signifikan


(2)

86

Lampiran 8. Hasil Perhitungan Potensi Ekspor CPO Indonesia ke Empat Negara

Mitra Dagang Utama

Tahun RE Y Ŷ(Y-RE) PP(Ŷ/Y) Rata-rata Keterangan

2000 -0.4376 20.6313 21.0689 1.0212 1.0005 2001 -1.6378 20.3855 22.0233 1.0803

2002 -0.3143 20.7685 21.0828 1.0151 2003 0.1765 21.0617 20.8852 0.9916 2004 0.7000 21.2804 20.5804 0.9671 2005 -0.0147 21.3090 21.3237 1.0007 2006 -1.1604 21.3619 22.5223 1.0543 2007 0.1243 21.7322 21.6079 0.9943 2008 1.2441 22.0769 20.8328 0.9436 2009 1.4718 22.2054 20.7336 0.9337 2010 -0.0694 22.2161 22.2855 1.0031 ;

2000 0.5444 19.8420 19.2976 0.9726 0.9992 2001 0.9551 19.9603 19.0053 0.9522

2002 1.9262 20.3796 18.4534 0.9055 2003 -0.9981 19.7489 20.7470 1.0505 2004 -0.4420 19.9842 20.4262 1.0221 2005 0.2748 20.3389 20.0641 0.9865 2006 0.2529 20.5421 20.2892 0.9877 2007 -1.4117 20.1609 21.5726 1.0700 2008 0.0026 20.6910 20.6884 0.9999 2009 0.0898 20.7789 20.6891 0.9957 2010 -1.0108 20.6704 21.6811 1.0489 2

2000 -0.4475 19.0270 19.4745 1.0235 0.9959 2001 0.6866 19.2486 18.5619 0.9643

2002 0.5771 19.3445 18.7674 0.9702 2003 0.0737 19.3912 19.3175 0.9962 2004 0.5757 19.6466 19.0709 0.9707 2005 0.8775 19.8700 18.9925 0.9558 2006 0.3447 20.0086 19.6639 0.9828 2007 -0.3074 20.0113 20.3187 1.0154 2008 -0.5036 20.0391 20.5427 1.0251 2009 0.5340 20.2236 19.6896 0.9736 2010 -1.5681 20.1667 21.7347 1.0778


(3)

87 2000 -2.6653 17.4087 20.0740 1.1531 1.0195

2001 -2.0735 17.7871 19.8606 1.1166 2002 0.3791 19.7152 19.3360 0.9808 2003 -0.0287 19.5855 19.6142 1.0015 2004 0.3778 20.0156 19.6378 0.9811 2005 0.1107 19.9841 19.8733 0.9945 2006 1.0695 19.9663 18.8969 0.9464 2007 -1.2267 19.3959 20.6226 1.0632 2008 -0.3573 20.1691 20.5263 1.0177 2009 0.4535 20.7754 20.3219 0.9782 2010 0.3817 20.9997 20.6179 0.9818


(4)

88

Lampiran 9. Pohon Industri Kelapa Sawit

Sumber : TAMSI-DMSI (2010)

CAROTENE TOCOPERHOL OLEIN STEARIN FREE FATTY ACID (FFA)

SOAP STOCK

MINYAK INTI SAWIT (PKO)

BUNGKIL BAHAN

SELULOSA BAHAN BAKAR ARANG TEPUNG TEMPURUNG TANDAN BUAH SEGAR

(TBS) KELAPA SAWIT

; : % 2 !

DAGING KELAPA SAWIT BIJI KELAPA SAWIT

MINYAK KELAPA SAWIT INTI KELAPA SAWIT

TEMPURUNG SERAT

8 8

% 2 8

2 Cocoa Butter Substitute Minyak Goreng Minyak Salad

Margarine Shortening Vegetables Ghee

Minyak Padat

Gyserine Sabun Komponen M.Ternak Fatty Acid Lauric Acid Myristic Acid Briket Arang Karbon Aktif Kertas Asam Organik

Fatty Alcohol (Ester)

Palmitic/Butanol Octanol Palmitic/Propanol Stearic/Glycol Stearic/Butanol Octanol Stearic/Glycol Propylene Glycol Oleic/Metanol Butanol Oleic/Oleoalcohol

Fatty Alcohol (Ester)

Palmitic/Butanol Octanol Palmitic/Propanol Stearic/Glycol Stearic/Butanol Octanol Stearic/Glycol Propylene Glycol Oleic/Metanol Butanol Oleic/Oleoalcohol Metallic Salt Stearic/Ca.Mg. Palmitic Stearic/Ca.Zn Stearic/Aj.Li Stearic/Butanol Octanol Oleic/Zn,Pb. Oleic/Ba. Polyethoxylated Derivates Stearic/Ethylene Prophylene Oxyde Palmitic/Ethylene Prophylene Oxyde

Oleid Acid Dimer/Ethylene Prophylene Oxyde

Fatty Amines

C16 & C18/Ethoxylated Primary C16 & C18 Hydrochlorides Acetates

Secondary C16 & C18/Ethoxylated C16 & C18/Guanidine

Ethoxylated

Quaternary C16 & C18

Ester of Dibasic Acid

Azelaiz/Glycolas Esters Azelaiz/Butanol Octanol as Ester

Oleic Acid Dimer/ Butanol & Octanol

Esters

Fatty Acids Amides

Oleamide Stearamide

Alcanolamides Sulpathed Alcanolamide of Palmatic, Stearic &

Oleid Acid

Oxyginated Fatty Acids/Esters

Epithio Stearin Mono & Polyhydric Alcohol Esters Epoxy Stearic/Octanol Esters


(5)

ii

RINGKASAN

FRAULEIN LUDYVICA MARTHA. Analisis Potensi Ekspor

(CPO) Indonesia ke Empat Negara Mitra Dagang Utama dengan Pendekatan

. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan HARMINI).

Sebagai salah satu sektor yang ambil bagian dalam perdagangan internasional, sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia tengah berada pada posisi yang strategis dengan trend volume neraca perdagangan yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Adapun volume neraca perdagangan tertinggi pada tahun 2008 sebesar 9.921.738 ton. Peningkatan volume neraca perdagangan sektor pertanian tersebut secara signifikan dipengaruhi oleh performa surplus yang ditunjukkan oleh sub sektor perkebunan. Sebagai salah satu komoditas perkebunan, CPO (Crude Palm Oil) dijadikan sebagai komoditas unggulan ekspor bagi perdagangan komoditas perkebunan di Indonesia karena kontribusi CPO dalam kinerja perdagangan komoditas perkebunan sangat tinggi dibandingkan komoditas sub sektor perkebunan lainnya.

Perdagangan CPO (Crude Palm Oil) memiliki prospek yang sangat tinggi yang tumbuh sejalan dengan peningkatan kosumsi produk-produk berbahan baku CPO diberbagai negara. Penyerapan CPO dunia pada perdagangan internasional umumnya didominasi oleh empat negara importir diantaranya India, Belanda, Malaysia, dan Singapura dengan daya serap masing-masing 47 persen, 14 persen, 10 persen, dan 6,61 persen dari keseluruhan total konsumsi CPO dunia sebesar 9.444.170.400 kg pada tahun 2010.

Sebagai anggota-anggota dari WTO, Indonesia dalam hal ini sebagai negara pengekspor dan empat negara mitra dagang sebagai negara pengimpor telah melakukan kerja sama perdagangan komoditas CPO dibawah naungan WTO, sehingga akan dilakukan analisis bagaimana pengaruh kebijakan WTO terhadap aliran perdagangan komoditas CPO dan faktor-faktor lain penarik aliran perdagangan CPO lainnya antara lain GDP negara Indonesia (GDPi), dan GDP ke empat negara mitra dagang utama (GDPj), jarak antara Indonesia dengan ke empat negara mitra dagang utama (Dij), nilai tukar diantara keduanya (ER), dan harga CPO (P) Indonesia ke empat negara pengimpor berdasarkan Gravity Model. Upaya-upaya tersebut dilakukan dalam mempertahankan eksistensi ekspor CPO untuk tetap menjaga kepastian pasar atau kembali mencari pasar potensial jika pasar yang telah ada sudah tidak berpotensi.

Tujuan penelitian berdasarkan permasalahan tersebut adalah (1) menganalisis pengaruh kebijakan WTO terhadap aliran perdagangan CPO antara Indonesia dengan empat mitra dagang, (2) menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume ekspor Crude palm Oil (CPO) ke empat negara mitra dagang utama berdasarkan Gravity Model (model gravitasi), dan (3) menganalisis potensi ekspor Crude palm Oil (CPO) Indonesia ke empat negara mitra dagang utama.

Data yang digunakan dalam penelitian berupa data sekunder. Data penelitian ini terdiri dari data time series dan cross section (panel data) dari tahun 2000-2010 untuk empat negara mitra dagang utama yaitu India, Belanda,


(6)

iii Malaysia dan Singapura. Data diperoleh dari berbagai sumber dan instansi seperti UN Comtrade, FAOSTAT, IMF, World Bank dan sumber lainnya. Metode pengolahan data yang digunakan adalah metode deskriptif untuk menjelaskan pengaruh kebijakan WTO terhadap perdagangan CPO antara Indonesia dengan empat negara mitra dagang utama, dan metode kuantitatif dengan analisis panel data berdasarkan Gravity Model untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang utama melalui program Eviews 6.0 dan dilanjutkan dengan metode rasio potensi perdagangan berdasarkan rumus potensi perdagangan menurut (Kalbasi, 2001 diacu dalam Yuniarti, 2008).

Pemilihan model panel data dilakukan untuk memilih model Fixed Effect Model dan Pooled Least Square sebagai model terbaik. Berdasarkan uji chow (uji F) model yang dipilih adalah Pooled Least Square. Adapun Random Effect Model tidak dipilih karena jumlah data cross section dalam penelitian ini lebih sedikit daripada jumlah variabel independen.

Terbentuknya WTO dalam mengatur perdagangan internasional termasuk perdagangan CPO dengan pengurangan tarif impor sebagai salah satu instrumen kebijakannya mempunyai andil penting terutama dalam memberikan peningkatan kesejahteraan bagi negara Indonesia sebagai negara eksportir yang selama ini mengalami penurunan kesejahteraan akibat adanya penetapan tarif impor oleh keempat negara importir CPO.

Berdasarkan hasil estimasi, diperoleh nilai R2 sebesar 0,9385 atau 93,85 persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sebesar 93,85 persen keragaman nilai ekspor Indonesia ke empat negara mitra dagang utama CPO dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya, sedangkan sisanya sebesar 6,15 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Nilai Probabilitas Fstat diperoleh sebesar

0,00 lebih kecil dari taraf nyata lima persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama variabel-variabel independen dalam model berpengaruh terhadap variabel tak bebas. Adapun berkaitan dengan parameter dugaan, berdasarkan uji T, diperoleh hasil bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen terhadap aliran volume ekspor CPO Indonesia, adalah GDP negara Indonesia (GDPi), dan GDP keempat negara mitra dagang utama (GDPj). Sedangkan variabel yang berpengaruh nyata pada taraf nyata satu persen adalah nilai tukar Indonesia dan empat negara mitra dagnag utama (ER). Variabel-variabel yang tidak berpengaruh nyata adalah jarak antara Indonesia dan keempat negara mitra dagang utama (Dij), dan harga CPO dunia (P).

Hasil pengukuran potensi perdagangan berdasarkan rasio perdagangan P/A menyimpulkan bahwa negara India dan Malaysia adalah negara-negara dari keempat mitra dagang utama mempunyai potensi tinggi terhadap penyerapan CPO Indonesia dibandingkan negara Belanda dan Singapura.

Kesimpulan dari penelitian ini menyebutkan bahwa potensi ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda lebih besar daripada potensi ekspor ke Belanda dan Singapura berdasarkan Gravity Model sehingga disarankan untuk dilakukannya tinjauan ulang potensi pasar CPO berdasarkan variabel-variabel lain di luar Gravity Model.