3
• Sebelah Selatan : Laut Arafura • Sebelah Utara : Laut Arafura di bagian Selatan Papua
• Sebelah Timur : Laut Arafura di bagian Selatan Papua • Sebelah Barat : Laut Arafura di bagian Timur Pulau Kei Besar
Kabupaten Kepulauan Aru telah mendapat kepercayaan Pemerintah dalam mengelolah program PEMP sejak tahun 2005, tahun 2007, dan tahun 2008.
Selama tiga tahun perjalanan program ini dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat pesisir tentunya program PEMP dapat dievaluasi adakah efek
mutiplier yang diberikan dan berdampak bagi kesejahteraan masyarakat penerima
manfaat beneficiaries program PEMP sehingga berpengaruh bagi pembangunan perekonomian wilayah pesisir.
1.2 Perumusan Masalah
Adapun permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini yaitu : 1. Apakah program ini memberikan efek multiplier bagi kesejahteraan
masyarakat penerima manfaat program PEMP. 2. Bagaimana keberlanjutan program PEMP ditinjau dari aspek
pembangunan berkelanjutan.
1.3 Tujuan Penelitian
Beberapa tujuan yang didapatkan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi dan mengukur besaran magnitude dampak dari
program PEMP terhadap kesejahteraan masyarakat penerima manfaat beneficiaries.
2. Mengevaluasi tingkat keberlanjutan program PEMP di Kabupaten Kepulauan Aru.
1.4 Kegunaan Penelitian
Secara praktis, manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi stakholder dalam hal ini pemerintah
daerah untuk dapat lebih memberbaiki pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir di Kabupaten Kepulauan Aru kedepan.
4
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembangunan Ekonomi Wilayah
Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam
jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan Arsyad 1999. Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses saling
mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi yang dapat didefinisikan dan dianalisa dengan seksama.
Keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok, yaitu: 1 berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya basic needs, 2 meningkatkan rasa harga diri self esteem masyarakat sebagai manusia, dan 3 meningkatkan kemampuan masyarakat
untuk memilih freedom from servitude yang merupakan salah satu dari hak azazi manusia Todaro 2000. Selanjutnya dijelaskan bahwa selain nilai pokok, harus
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran proses pembangunan yaitu: jumlah dan jenis sumberdaya alam, ketepatan rangkaian
kebijakan dan sasaran yang ditetapkan oleh pemerintah, tersedianya modal dan teknologi dari luar, serta kondisi-kondisi di lingkungan perdagangan internasional.
Pembangunan ekonomi di Indonesia seharusnya ditekankan pada pembangunan sektor pertanian yang didalamnya mencakup perikanan, karena
sebagian besar daerah Indonesia merupakan daerah pertanian secara luas. Tetapi pembangunan sektor lain tetap dikembangkan karena merupakan komplementer
dari sektor pertanian. Selanjutnya diketahui kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia pada masa lalu terlalu menekankan kepada strategi tradisional yang
mengutamakan kepada akumulasi dari kapital fisik physical dan man-made capital
, yang mengabaikan keterkaitannya dengan kapital-kapital lain, seperti kapital alami natural capital, kapital manusia human capital dan kapitan sosial
social capital. Oleh karenanya selama itu pertumbuhan ekonomi Indonesia dipandang tidak seimbang unbalanced growth, karena sumber-sumber
pertumbuhan ekonomi tersebut terlalu banyak berasal dari eksploitasi natural assets
seperti hutan, sumberdaya bahari ikan, udang dan sumberdaya perikanan
5
lainnya, mineral, minyak dan gas bumi. Kemudian hasil-hasil dari sumberdaya alam tersebut ditransormasikan menjadi kapital fisik jaringan jalan, komunikasi,
pabrik-pabrik, perumahan, pembangkit tenaga listrik, jaringan irigasi dan sebagainya yang terakumulasi dengan tingkat relatif tinggi 6-7 dan disebut
pertumbuhan ekonomi. Sedangkan investasi pada kapital-kapitan lain natural, human
dan social banyak diabaikan, bahkan dengan pelaksanaan program sentralistik banyak merusak terhadap jenis kapital lain tersebut Anwar 2001.
Selain itu pembangunan ekonomi biasanya melibatkan berbagai indikator seperti tingkat melek huruf, harapan hidup, dan tingkat kemiskinan. GDP tidak
mempertimbangkan aspek-aspek penting seperti hiburan, kualitas lingkungan, kebebasan, atau keadilan sosial tetapi sebuah perkembangan ekonomi negara yang
terkait dengan pembangunan manusia mencakup kesehatan dan pendidikan. Selain
itu Pertumbuhan ekonomi sering diukur dengan laju perubahan produk domestik bruto misalnya, persen dari PDB per tahun. Produk domestik bruto merupakan
nilai tambah agregat aktivitas ekonomi dalam batas-batas negara. Pengembangan ekonomi wilayah adalah suatu usaha meningkatnya
hubungan independensi dan interaksi antar sistem ekonomi economy system, sistem masyarakat social system, lingkungan hidup environment dan sumber
daya alam ecosystem. Sedangkan pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah suatu daerah dan masyarakatnya mengelola sumber
daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan aktor swasta. Menurut Fischer diacu dalam Arsyad 2003 menyatakan
bahwa perkembangan wilayah ditandai dengan kenaikan pendapatan perkapita berbagai wilayah pada berbagai waktu yang kemudian diiringi oleh adanya
relokasi sumber daya dengan penurunan proporsi angkatan kerja dalam kegiatan sekunder konstruksi dan manufaktur dan kemudian disusul dengan kenaikan
proporsi angkatan tenaga kerja dalam sektor tertier transportasi dan komunikasi. Hal itu disebut juga perkembangan wilayah dari North diacu dalam Arsyad
2003, perkembangan suatu wilayah ditentukan oleh suatu eksploitasi kemanfaatan alamiah dan pertumbuhan basis ekspor wilayah yang bersangkutan
dan selanjutnya dipengaruhi oleh tingkat permintaan ekstern dari wilayah-wilayah lain atau perkembangan wilayah dari luar. Pendapatan yang diperoleh dari ekspor
6
akan mengakibatkan berkembangnya kegiatan penduduk setempat, perpindahan modal dan tenaga kerja serta keuntungan eksternal. Jadi pertumbuhan ekonomi
adalah proses output per kapita jangka panjang dimana persentase kenaikan output haruslah lebih besar dari pertambahan penduduk Tarigan 2004
2.1.1 Multiplier Effect
Hirschman diacu dalam Arsyard 2003 menyatakan bahwa strategi pembangunan seharusnya dikonsentrasikan pada sektor-sektor yang relatif sedikit
daripada banyak sektor yang tersebar. Sektor yang dipilih atau menjadi sektor kunci adalah sektor yang mempunyai kaitan ke depan forward linkage dan
kaitan ke belakang backward linkage yang kuat. Pertumbuhan di sektor tersebut akan mendorong pertumbuhan sektor lain sehingga sektor tersebut akan menjadi
sektor leading bagi sektor lainnya. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam sektor produktif, mekanisme pendorong pembangunan inducement mechanism yang
tercipta sebagai akibat adanya hubungan berbagai industri dalam penyediaan input yang digunakan sebagai bahan mentah dalam industri lainnya dibedakan menjadi
dua macam, yaitu: keterkaitan ke belakang backward linkage effects dan keterkaitan ke depan forward linkage effects. Selain itu hubungan antara pusat
pertumbuhan dengan daerah belakangnya tergantung pada keseimbangan antara dampak positif dengan negatif bagi daerah belakang. Jika komplementaris kuat
akan terjadi proses penyebaran pembangunan ke arah belakang dan sebaliknya bila komplementaris lemah akan terjadi proses polarisasi. Dampak yang paling
penting dari penetesan ke bawah dari pusat pertumbuhan menuju daerah belakangnya adalah meningkatnya proses pembelian dan investasi di belakangnya
oleh adanya kutub pertumbuhan, juga nantinya akan meningkatkan produksi tenaga kerja dan pendapatan per kapita dengan terserapnya pengangguran
tersembunyi di daerah belakang. Dampak polarisasi adalah dampak yang menyebabkan sumber daya di daerah belakang terserap oleh daerah pusat
pertumbuhan dan hal ini akan menghambat kemajuan di daerah belakangnya. Terdapat dua kekuatan yang bekerja pada pertumbuhan ekonomi yaitu
bachwash effect dan spread effect. Kekuatan efek penyebaran spread effect
mencakup penyebaran pasar hasil industri bagi wilayah yang belum berkembang,
7
kekuatan efek balik negatif backwash effect biasanya melampaui efek penyebaran dengan ketidakseimbangan aliran modal dan tenaga kerja dari daerah
tidak berkembang ke daerah berkembang Glasson 1990. Konsep spread effect menyatakan bahwa pada waktu tertentu kualitas
industri pendorong dinamik dari kutub pertumbuhan akan memancar keluar dan memasuki ruang sekitarnya. Kondisi tersebut memungkinkan terjadinya
ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah satu dengan wilayah lainnya. Untuk itu diperlukan suatu kondisi yang dapat menyeimbangkan keadaan ekonomi wilayah
melalui penciptaan linkage atau sektor. Hirschman diacu dalam Arsyad 2003 selanjutnya mengungkapkan segi keterkaitan diantara berbagai ragam kegiatan
ekonomi. Hal ini menyangkut keterkaitan antar sektor, misalnya antar sektor pertanian dan sektor industri, maupun kerterkaitan yang berlaku didalam
lingkungan satu sektor tertentu intrasektor. Setiap proyek investasi disuatu industri tertentu selalu terkait dengan kegiatan ditahap menyusul dan atau ditahap
yang mendahuluinya. Dalam hal keterkaitan itu dengan kegiatan industri di tahap menyusul indusri hilir, maka keterkaitan tersebut bersifat forward linkage,
sebaliknya didalam hal keterkaitan menyangkut kegiatan industri ditahap yang mendahului industri hilir maka hal tersebut disebut “backward linkage”.
Selanjutnya kemajuan wilayah akan tercapai jika terdapat konsentrasi pembangunan pada sektor-sektor kunci yang ditentukan bacward dan forward
linkage . Efek penetasan yang diharapkan terjadi karena adanya pertukaran
investasi di hinterland. Teori multiplier effect menyatakan bahwa suatu kegiatan akan dapat
memacu timbulnya kegiatan lain Glasson 1990. Teori ini hampir sama dengan teori trickling down tetapi lebih mengacu pada bentuk kegiatan, sedangkan teori
tricking down effect lebih mengacu pada ruang. Berdasarkan teori ini dapat dijelaskan bahwa adanya sentra produk unggulan buah belimbing di Kabupaten
Demak akan memacu timbulnya aktivitas lain seperti perdagangan dan peningkatan kegiatan jasa akomodasi dan transportasi. Teori multiplier effect
berkaitan dengan pengembangan perekonomian suatu daerah. Makin banyak kegiatan yang timbul makin tinggi pula dinamisasi suatu wilayah yang pada
akhirnya akan meningkatkan pengembangan wilayah.
8
2.2 Pembangunan Keberlanjutan
Definisi Pembangunan berkelanjutan menurut Bond 2001 adalah pembangunan dari kesepakatan multidimensional untuk mencapai kualitas hidup
yang lebih baik untuk semua orang dimana pembangunan ekonomi, sosial dan proteksi lingkungan saling memperkuat dalam pembangunan. Bosshard 2000
mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang harus mempertimbangkan lima prinsip kriteria yaitu: 1 abiotik lingkungan, 2 biotik
lingkungan, 3 nilai-nilai budaya, 4 sosiologi, dan 5 ekonomi. Sedangkan menurut Marten 2001 mengungkapkan pembangunan berkelanjutan sebagai
pemenuhan kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kecukupan kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan tidak berarti berlanjutnya
pertumbuhan ekonomi, karena tidak mungkin ekonomi tumbuh jika ia tergantung pada keterbatasan kapasitas sumberdaya alam yang ada.
Pembangunan berkelanjutan didefinisikan oleh World Commission on Environment and Development
, adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang
untuk memenuhi kebutuhannya. Selain itu ada pula beberapa pakar yang memberikan rumusan untuk lebih menjelaskan makna dari pembangunan yang
berkelanjutan, antara lain: 1 Salim diacu dalam Abdurrahman 2003
Pembangunan berkelanjutan atau suistainable development adalah suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumberdaya alam, dan
sumberdaya manusia, dengan menyerasikan sumber alam dengan manusia dalam pembangunan Yayasan SPES 1992:3 Beberapa asumsi dasar serta ide pokok
yang mendasari konsep pembangunan berlanjut ini, antara lain adalah: a. Proses pembangunan ini mesti berlangsung secara berlanjut, terus menerus di
topang oleh sumber alam, kualitas lingkungan dan manusia yang berkembang secara berlanjut.
b. Sumber alam terutama udara, air, dan tanah memiliki ambang batas, diatas mana penggunaannya akan menciutkan kualitas dan kuantitasnya. Penciutan ini
berarti berkurangnya kemampuan sumber alam tersebut untuk menopang
9
pembangunan secara berkelanjutan, sehingga menimbulkan gangguan pada keserasian sumber alam dengan daya manusia.
c. Kualitas lingkungan berkorelasi langsung dengan kualitas hidup. Semakin baik kualitas lingkungan, semakin positif pengaruhnya pada kualitas hidup, yang
antara lain tercermin pada meningkatnya kualitas fisik, pada harapan hidup, pada turunnya tingkat kematian dan lain sebagainya.
d. Pembangunan berkelanjutan memungkinkan generasi sekarang untuk meningkatkan kesejahteraannya, tanpa mengurangi kemungkinan bagi generasi
masa depan untuk meningkatkan kesejahteraannya. 2 Kleden diacu dalam Abdurrahman 2003
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang disatu pihak mengacu pada pemanfaatan sumber-sumber alam maupun sumberdaya manusia
secara optimal, dan dilain pihak serta pada saat yang sama memelihara keseimbangan optimal di antara berbagai tuntutan yang saling bertentangan
terhadap sumberdaya tersebut Yayasan SPES 1992: XV 3 Effendi diacu dalam Abdurrahman 2003
a. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang pemanfaatan sumberdayanya, arah invesinya, orientasi pengembangan teknologinya dan
perubahan kelembagaanya dilakukan secara harmonis dan dengan amat memperhatikan potensi pada saat ini dan masa depan dalam pemenuhan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat b. Secara konseptual, pembangunan berkelanjutan sebagai transformasi progresif
terhadap struktur sosial, ekonomi dan politik untuk meningkatkan kepastian masyarakat Indonesia dalam memenuhi kepentingannya pada saat ini tanpa
mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kepentingannya.
Konsep pembangunan yang berkesinambungan memang mengimplikasikan batas, bukan batas absolut akan tetapi batas yang ditentukan
oleh tingkat teknologi dan organisasi sosial sekarang ini mengenai sumberdaya lingkungan serta oleh kemampuan biosfer menyerap pengaruh-pengaruh kegiatan
manusia, akan tetapi teknologi untuk memberi jalan bagi era baru pertumbuhan
10
ekonomi. Dalam definisi diatas dapat dipahami bahwa konsep pembangunan berkelanjutan didirikan atau didukung oleh 3 pilar, yaitu: ekonomi, sosial, dan
lingkungan. Ketiga pendekatan tersebut bukanlah pendekatan yang berdiri sendiri, tetapi saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Secara skematis,
keterkaitan antar 3 komponen dimaksud dapat dolihat pada Gambar 1.
Ecological Sustainability
Economic Community
Sustainability Sustainability
Gambar 1 Segitiga Keberlanjutan Sistem Perikanan Charles 2001 diacu dalam Adrianto 2004
Munasinghe 1994 menyatakan bahwa pendekatan ekonomi dalam pembangunan yang berkelanjutan bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan
manusia melalui pertumbuhan ekonomi dan efesiensi penggunaan kapital dalam keterbatasan dan kendala sumberdaya serta keterbatasan teknologi. Peningkatan
output pembangunan ekonomi dilakukan dengan tetap memperhatikan kelestarian ekologi dan sosial sepanjang waktu dan memberikan jaminan kepada kebutuhan
dasar manusia serta memberikan perlindungan kepada golongan. Usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai pembangunan yang
berkelanjutan adalah dengan melakukan analisis biaya manfaat atau suatu proyek pembangunan. Perencanaan pembangunan hendaknya dilakukan secara
komprehensip dengan memperhatikan tujuan-tujuan jangka panjang. Selain itu yang dapat dilakukan untuk mengurangi eksploitasi sumberdaya secara berlebihan
dan menutupi dampak yang mungkin ditimbulkan dari eksploitasi sumberdaya
Institutional Sustainability
11
tersebut adalah memberikan harga kepada sumberdaya pricing dan biaya tambahan charges. Jadi sasaran ekonomi dalam pembangunan berkelanjutan
adalah peningkatan ketersediaan dan kecukupan kebutuhan ekonomi, kelestarian aset yaitu efesiensi dalam pembangunan sumberdaya dengan pengelolaan yang
ramah lingkungan dan tetap memperhitungkan keadilan bagi masyarakat baik saat ini maupun generasi yang akan datang. Dalam hal ini pembangunan ekonomi
tidak hanya mengejar efesiensi dan pertumbuhan yang tinggi saja tanpa memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Pandangan ekologis didasarkan
kepada pertimbangan bahwa perubahan lingkungan akan terjadi di waktu yang akan datang dan dipengaruhi oleh segala aktifitas manusia.
Para ahli sosiologi memberikan pandangan yang berbeda dengan ahli ekonomi dalam mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Dikemukakan
oleh Cernea 1994 bahwa pembangunan berkelanjutan adalah menekankan kepada pemberdayaan organisasi sosial masyarakat. Penekanan pandangan para
sosiolog tersebut terletak kepada manusia sebagai kunci keberhasilan pembangunan melalui pemberdayaan organisasi sosial kemasyarakatan yang
berkembang. Pemberdayaan organisasi sosial kemasyarakatan ditujukan untuk pengelolaan sumberdaya alam dengan memberikan motivasi yang mengarah
kepada keberlanjutan. Pendekatan partisipatif masyarakat dalam pembangunan dilakukan dengan
menciptakan kesadaran masyarakat pada peningkatan kemampuan sumberdaya manusia, penghargaan terhadap bentuk kelembagaan dan organisasi sosial
masyarakat sebagai satu sistim kontrol terhadap jalannya pembangunan, pengembangan nilai-nilai masyarakat tradisional yang mengandung keutamaan
dan kearifan, meningkatkan kemandirian dan kemampuan masyarakat dengan berorganisasi. Dengan demikian faktor sosial dalam pembangunan yang
berkelanjutan merupakan salah satu faktor yang tidak kalah penting apabila dibandingkan dengan faktor ekonomi dan ekologi. Bukti-bukti menjelaskan
bahwa proyek pembangunan yang kurang memperhatikan faktor sosial kemasyarakatan akan menjadi ancaman bagi keberhasilan proyek atau program
pembangunan yang dilaksanakan karena tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitarnya. Selain itu kualitas kehidupan merupakan salah satu
12
dimensi utama dalam konsep pembangunan berkelanjutan Hall 2000. Kini, fokus riset keberlanjutan tidak lagi hanya sebatas persoalan lingkungan alami dalam
pemahaman ekologi global kualitas udara, air, keragaman hayati, tanah, mineral dan energi, tapi juga kepada lingkungan binaan manusia, seperti bangunan,
infrastruktur, ruang terbuka dan warisan bersejarah. Berbagai aspek dalam Seni Binakota seperti misalnya, bentuk dan struktur kawasan kota, vitalitas,
identitasjati diri kota, kualitas urbanitas, penghormatan terhadap tradisinilai budaya lokal termasuk warisan sejarah berupa bangunan menjadi bagian penting
dari pembangunan berkelanjutan. Menurut komisi Soerjani 2006 mendefenisikan pembangunan
berkelanjutan sustainable development adalah “pembangunan yang mencukupi kebutuhan generasi sekarang tanpa berkompromi mengurangi kemampuan
generasi yang akan dating untuk memenuhi aspirasi dan mencukupi kebutuhan mereka sendiri”. Sedangkan Syahyuti 2006 memberikan makna secara umum
tentang pembangunan yang berkelanjutan yaitu upaya menciptakan suatu kondisi, berbagai kemungkinan, dan peluang bagi tiap anggota atau kelompok masyarakat
dari tiap lapisan sosial, ekonomi dan budaya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap alam. Selanjutnya
dikatakan pembangunan berkelanjutan terdapat tiga aspek penting yang membangunnya yaitu pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, pembangunan
sosial yang berkelanjutan dan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Keberlanjutan pembangunan nasional sangat bergantung pada
pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sumber daya alam diharapkan dapat berperan sebagai modal pembangunan ekonomi dan
meningkatkan kesejahteraaan masyarakat dengan tetap memperhatikan daya dukung dan fungsi lingkungan hidupnya, tidak hanya untuk kepentingan generasi
sekarang, tetapi juga generasi mendatang. Kebijakan pembangunan dibidang kelautan dimaksudkan untuk
pendayagunaan sumber daya kelautan dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan, dan terpeliharanya daya dukung ekosistem pesisir dan
laut. Arah kebijakan pembangunan kelautan tersebut meliputi yaitu: 1 mengelola dan mendayagunakan potensi sumber daya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil
13
secara lestari berbasis masyarakat; 2 memperkuat pengendalian dan pengawasan dalam pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan; 3 meningkatkan upaya
konservasi laut, pesisir, dan pulau kecil serta merehabilitasi ekosistem yang rusak; 4 mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di wilayah
pesisir, laut, perairan tawar, dan pulau-pulau kecil; 5 mengembangkan upaya mitigasi lingkungan laut dan pesisir; dan 6 memperkuat kapasitas instrumen
pendukung pembangunan kelautan yang meliputi iptek, sumber daya manusia, kelembagaan, dan peraturan perundang-undangan.
2.2.1 Keberlanjutan ekonomi
Dimensi ekonomis dari pembangunan berkelanjutan mempresentasikan permintaan terhadap sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan dimana manfaat
dari pembangunan wilayah pesisir seharusnya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal sekitar program terutama yang termasuk ekonomi lemah. Menurut
Serageldin 1994 tujuan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan memiliki hubungan dengan tujuan lingkungan. Keberhasilan dan keberlanjutan
pembangunan tidak akan tercapai apabila tidak didukung oleh kondisi lingkungan hidup yang mendukung pembangunan ekonomi dan sosial.
Pembangunan akan terhambat apabila kondisi sosial ekonomi masyarakat penuh dengan ketidakpastian. Disamping itu pembangunan ekonomi tanpa
memperhatikan efesiensi penggunaan sumberdaya dan kelestarian alam akan menyebabkan degradasi alam yang tidak dapat pulih kembali, sehingga usaha
yang dapat dilakukan adalah dengan efesiensi penggunaan sumberdaya alam dan juga memberikan penilaian terhadap lingkungan dengan mengevaluasi dampak
lingkungan yang ditimbulkannya karena bagaimanapun proses pembangunan yang berjalan sedikit ataupun banyak akan menimbulkan eksternalitas negatif dimana
masyarakat yang akan merasakan akibat dari kerusakan tersebut. Masyarakatlah yang menanggung beban berupa biaya–biaya sosial yang harus ditanggung baik
oleh masyarakat saat ini maupun generasi yang akan datang.
14
Hal yang terpenting adalah bagaimana pemahaman mengenai pembangunan dimulai dari pendekatan kepada berhasil atau tidaknya
pembangunan itu mengurangi kemiskinan. Bagaimana pertumbuhan ekonomi berperan dan bagaimana proses pertumbuhan itu dipengaruhi oleh semakin
berkurangnya sumberdaya dan makin meningkatnya biaya lingkungan. Harus menjadi pertimbangan global adalah bagaimana menemukan cara yang efektif
sehingga pembangunan yang dilaksanakan dapat sekaligus memecahkan masalah kemiskinan tanpa membahayakan lingkungan atau menurunkan kualitas
sumberdaya alam untuk generasi yang akan datang. Menurut Fauzi 2006 sumber daya alam tidak terbatas sebagai faktor input saja karena proses produksi juga
akan menghasilkan output misalnya limbah yang kemudian menjadi faktor input bagi kelangsungan dan ketersediaan sumber daya alam. Gambar dibawah ini
menunjukkan keterkaitan antara sumber daya alam dan aktivitas ekonomi.
Gambar 2 Keterkaitan antara sumber daya alam dan aktivitas ekonomi Fauzi 2006
Sumber daya alam menghasilkan barang dan jasa untuk proses industri yang berbasis sumber daya alam maupun yang langsung dikonsumsi oleh rumah
tangga. Dari proses industri, dihasilkan barang dan jasa yang kemudian dapat
Sumber daya Alam dan Lingkungan
Produksi Konsumsi
Limbah
Residual
15
digunakan oleh rumah tangga untuk konsumsi. Dimana kegiatan produksi oleh industri dan konsumsi oleh rumah tangga menghasilkan limbah waste yang
kemudian dapat didaur ulang. Proses daur ulang ini ada yang langsung kembali ke alam dan lingkungan misalnya, proses pemurnian kembali air atau udara, juga
ada yang kembali ke industri. Dari limbah ini sebagian komponen ada yang tidak dapat didaur ulang, dan menjadi residual yang akan kembali ke lingkungan
tergantung dari kemampuan kapasitas penyerapan atau asimilasi. Sementara itu, dilema saat ini dari sistem manusia dan sistem alam pada
dasarnya adalah proses berubahnya postulat dunia kosong empty world dimana dunia dengan jumlah penduduk dan artefaknya yang sedikit namun penuh dengan
sumberdaya alam natural capital, dengan demikian fokus pembangunan adalah pada pertumbuhan dan ekspansi, kompetisi bebas cutthroat competition, dan
siklus limbah terbuka open waste cycles menuju postulat dunia penuh full world
di mana kebutuhan manusia adalah untuk perbaikan kualitas dari hubungan antara unsur pembangunan, aliansi kerjasama, dan aliran tertutup daur limbah
Constanza et al. 2000 diacu dalam Adrianto 2004. Pertumbuhan dari postulat dunia kosong ke dunia penuh menyadarkan kita
bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki keterbatasan hingga suatu titik di mana ekonomi menuju kondisi stabil steady state economy. Seoptimis apapun
teknologi yang mampu dihasilkan, sudut pandang bahwa ekonomi bukan tak terbatas merupakan pandangan yang penting dalam koridor keberlanjutan
sustainability coridors. Lingkungan dan ekonomi harus dipandang sebagai sebuah integrasi dan berinteraksi aktif satu sama lain serta tidak terpisah seperti
yang terjadi selama ini sehingga seringkali pembangunan ekonomi dan lingkungan menjadi sangat diametrik satu sama lain.
16
Gambar 3 menyajikan secara diagram postulat dunia kosong dan dunia penuh dalam paradigma lingkungan kontemporer.
Gambar 3 Postulat dunia kosong dan dunia penuh Adrianto 2004
2.2.2 Keberlanjutan Lingkungan
Keberlanjutan adalah kemampuan untuk bertahan hidup. Dalam kata ekologi menjelaskan bagaimana sistem biologis tetap beragam dan produktif dari
waktu ke waktu. Bagi manusia itu adalah potensi untuk pemeliharaan jangka panjang kemakmuran, yang pada gilirannya tergantung pada kesejahteraan dunia
alami dan yang bertanggung jawab penggunaan sumber daya alam. Banyak
persyaratan dari organisme terhadap lingkungan agar mereka dapat terus hidup. Suatu perkembangan terjadi selama masa evolusi. Adanya seleksi alam, misalnya
terhadap telur-telur ikan dan beribu-ribu itu dari ikan induknya, namun yang dapat
Subsistem pertumbuhan
ekonomi energi
sumberdaya sumberdaya
sumberdaya
Daur ulang F
u n
g si
s u
m b
e rd
a ya
F u
n g
si t
im b
u n
a n
Energi matahari
Ekosistem global terbatas
Waste heat Empty
world
17
hidup terus hingga dewasa hanya beberapa ekor saja. Sebagaimana aksi destruktif dari lingkungan itu, secara alami namun manusia telah banyak menambah
keparahan yang tak terhitung sejalan dengan kemajuan peradaban. Sebenarnya manusia itu bukanlah perusak mutlak jika mereka mengerti akan prinsip-prinsip
ekologi, dalam memanfaatkan sumber-sumber alam. Sayang sekali dalam pemanfaatan sumber daya alam mereka sering kurang bijaksana. Populasi hewan
atau ikan-ikan telah di ambil secara besar-besaran dengan menggunakan bom dan lainnya sehingga bukan ikan besar saja yang mati tapi telur-telur ikan pun turut
mati. Disamping pengrusakan-pengrusakan vegetasi dan margasatwa secara langsung, manusia juga menimbulkan gangguan-gangguan yang menimbulkan
seperti pencemaran serius terhadap danau-danau, sungai-sungai, wilayah pesisir termasuk pelabuhan-pelabuhan. Perlu diketahui bahwa hilangnya keragaman
biologis maka tidak akan kembali lagi. Persoalan lingkungan pada dasarnya terletak pada sebuah kenyataan apakah manusia dapat melalui sebuah proses
pembelajaran learning process mengubah proses evolusioner antar waktu sehingga manusia melakukan kegiatan ekonomi pada level terbaik suatu waktu
dimana manusia dapat melakukannya sesuai dengan daya dukung lingkungan. Manusia mungkin tidak mampu mencegah kerusakan lingkungan namun dengan
proses pembelajaran, manusia dapat mengurangi kerusakan dan mulai melakukan perbaikan. Boulding 1991 diacu dalam Adrianto 2004 mengungkapkan proses
pembelajaran dalam kaitannya dengan dunia nyata dengan sistem alam dan sistem manusia sebagai dua ikon yang penting tidak dapat terlepas dari sistem manusia
dan intitusi sosial yang menjadi pondasi cara berpikir manusia terhadap alam dan lingkungan.
2.2.3 Keberlanjutan Sosial
Keberlanjutan sosial merupakan salah satu aspek dari pembangunan berkelanjutan. Keberlanjutan sosial meliputi hak asasi manusia, hak-hak pekerja,
dan tata kelola perusahaan. Sama dengan keberlanjutan lingkungan, keberlanjutan sosial adalah gagasan bahwa generasi masa depan harus memiliki akses yang
sama atau lebih besar ke sumber-sumber sosial sebagai generasi sekarang. Sumber daya sosial mencakup budaya lain dan hak asasi manusia. Aspek yang berbeda
18
dari keberlanjutan sosial sering dianggap dalam investasi bertanggung jawab sosial. Kriteria keberlanjutan sosial yang sering digunakan adalah dana dan indeks
untuk menilai perusahaan publik yang diperdagangkan meliputi: masyarakat, keragaman, hubungan karyawan, hak asasi manusia, keamanan produk, pelaporan,
dan struktur pemerintahan. Sekarang sudah ada kesepakatan bahwa manajemen sumberdaya alam
tidak boleh diabaikan dan idealnya akan meningkatkan keberlanjutan sosial Briassoulis 2001; Bowen dan Riley 2003. Beragam kriteria yang digunakan
dalam literatur keberlanjutan sosial adalah: kualitas hidup, kedamaian sosial, masyarakat sipil yang kuat, partisipasi, derajat kejadian beragam bentuk
kemiskinan dan eksklusi, keadilan distribusional, keadilan dan hak asasi manusia, identitas dan keberagaman budaya, pemeliharaan modal sosial dan efektivitas
lembaga dan norma-norma sosial Goodldan 1995; Adger et al. 1997; Glaser dan Berger 1999; Kohn 1999; Adger 2000; Meadows 1998. Arti penting relatif dari
salah satu kriteria keberlanjutan sosial adalah sangat tergantung pada konteks budaya, politis, sosial dan ekonomi suatu wilayah. Jadi keberlanjutan sosial
terbatas kemungkinannya untuk diabstraksi dari konteks spesifik yaitu karakteristik keberlanjutan ekonomi dan biologi.
2.3 Sistem Pulau Kecil
Towle 1979 diacu dalam Adrianto 2009 mendefenisi pulau kecil yaitu pulau yang memiliki luas kurang dari 10.000 km
2
dan penduduk kurang dari 500.000 jiwa. Sementara itu defenisi lain diungkapkan oleh Nunn 1994 diacu
dalam Adrianto 2009 mendefenisikan pulau kecil berdasarkan konsektual setiap pulau bahwa pulau-pulau dengan ukuran maksimal 1.000 km
2
merupakan pulau yang relatif memiliki kaitan yang signifikan terhadap pentingnya pengelolaan
pulau-pulau kecil PPK. Adapun ukuran PPK di Indonesia dipertegas lagi dengan peraturan perundang-undangan terbaru yaitu Perpres No. 78 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar dan UU No. 272007 tentang pengelolaan pesisir dan PPK, dimana disebutkan bahwa ukuran pulau kurang dari 2.000 km
2
disebut PPK. Adapun PPK dikenal sebagai wilayah yang memiliki karakteristik khas seperti luas daratannya yang kecil, realtif jauh dari daratan induk mainland,
19
relative peka dalam konteks ekonomi maupun lingkungan Srinivas 1998 diacu dalam Adrianto 2009. Karakteristik lainnya adalah bahwa PPK sangat rentan
terhadap bencana alam natural disasters seperti angin topan, gempa bumi dan banjir Briguglio 1995; Adrianto dan Matsuda 2002 diacu dalam Adrianto 2009.
Sebagai turunan dari UU No. 272007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PPK, kebijakan nasional tentang tata kelola pulau-pulau kecil dituangkan
dalam Peraturan Mentri Permen Kelautan dan Perikanan No. 202008 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan Sekitarnya. Menurut Permen No.
202008 ini, pemanfaatan PPK dilakukan dengan memperhatikan aspek: 1 keterpaduan antara kegiatan pemerintah dengan pemerintah daerah, antar
pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat dalam perencanaan dan pemanfaatan ruang PPK dan peairan di sekitarnya; 2 kepekaankerentanan
ekosistem suatu kawasan yang berupa daya dukung lingkungan, dan sistem tata air suatu pulau kecil; 3 ekologis yang mencakup fungsi perlindungan dan
konservasi; 4 kondisi sosial dan ekonomi masyarakat; 5 politik yang mencakup fungsi pertahanan, keamanan, dan kedaulatan negara kesatuan Republik
Indonesia; dan 6 teknologi ramah lingkungan; dan 7 budaya dan hak masyarakat adat, masyarakat local serta masyarakat tradisional.
Adrianto 2009, mengungkapkan sebagaimanan diatur dalam Permen No. 202008 ini, pemanfaatan PPK diprioritaskan untuk 8 kegiatan utama yaitu: 1
konservasi; 2 pendidikan dan pelatihan; 3 penelitian dan pengembangan; 4 budidaya laut; 5 ekosistem pantai dan bahari; 6 usaha perikanan dan kelautan
secara lestari; 7 pertanian organik; danatau 8 peternakan. Namun demikian, dilanjutkan lagi oleh Adrianto 2009 selain kegiatan-kegiatan tersebut beberapa
kegiatan lain dapat pula dilakukan dalam kerangka pemanfaatan sumberdaya PPK yaitu usaha pertambangan, pemukiman, industri, perkebunan, transportasi, dan
pelabuhan.
2.3.1 Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pulau-Pulau Kecil
Menurut Soesilowati 1997, bahwa untuk memberdayakan masyarakat pesisir maka ada beberapa strategi yang dapat kita lakukan, yaitu :
20
1. Strategi fasilitasi Strategi fasilitasi mengharapan kelompok yang menjadi sasaran program
terhadap pilihan-pilihan dan sumberdaya yang dimiliki. Strategi ini dikenal sebagai strategi kooperatif, yaitu agen perubah bersama-sama kliennya
masyarakat mencari penyelesaian. 2. Strategi edukatiftegi ini sesuai bagi masyarakat yang tidak mempunyai
pengetahuan dan keahlian akan segmen yang akan diberdayakan. 3. Strategi persuasif
Strategi persuasif berupaya membawa perubahan melalui kebiasaan dalam berprilaku. Strategi ini lebih cocok dipergunakan bila target tidak sadar
terhadap kebutuhan perubahan atau mempunyai komitmen yang rendah terhadap perubahan.
4. Strategi kekuasaan Strategi kekuasaan yang efektif membutuhkan agen perubah yang mempunyai
sumber-sumber untuk memberi bonus atau sanksi pada target serta mempunyai kemampuan untuk monopoli akses.
Berdasarkan hasil penelitian Norimarna 1996, kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarkat pesisir yaitu memiliki mobilitas sosial yang tinggi, haus
gengsi pribadi dan kelompok, persaingan berdasarkan keahlian dan modal, ketaatan pada perekonomian tergantung untung dan rugi pribadi serta suka meniru
tapi tidak memberi penghargaan kepada orang yang punya gagasan semula. Dan Raharjo 1998 mengemukakan bahwa masyarkat pesisir terutama nelayan
umumnya memiliki sosial ekonomi yang rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa indicator, misalnya pendapatan yang relative rendah, kelembagaan sosial
budaya dan ekonomi hampir tidak ada yang mau bekerja dengan mereka, di wilayah pesisir infrastruktur lemah baik sosial, fisik dan ekonomi, tingkat
pendidikan dan kesehatan yang rendah. Menurut Fahrudin 1997 bahwa masyarakat pesisir berbeda dengan
masyarakat lainnya. Perbedaan tersebut terletak pada karakteristik aktivitas ekonomi masyarakat pesisir dan latar belakang budaya mereka. Sifat dan
karakteristik masyarakat pesisir sangat dipengaruhi oleh jenis kegiatan mereka. Sedangkan Adiwibowo 1995 mengungkapkan bahwa masyarakat pesisir
21
merupakan kumpulan satu kesatuan sistem sosial yang anggota-anggotanya tergantung pada kelimpahan suberdaya pesisir dan lautan.
2.3.2 Rumah Tangga Nelayan
Rumah tangga yang kegiatan utamanya bukan menangkap ikan, tetapi menggunakan ikan sebagai bahan proses produksi bukan dikategorikan sebagai
rumah tangga nelayan Mulyadi 2005. Dengan demikian, para pedagang ikan sekalipun hidup ditepi pantai juga tidak tergolong kepada kategori nelayan.
Ciri dari rumah tangga nelayan yaitu memanfaatkan wilayah sebagai tempat kerjanya Elfriadi 2002 dan nelayan sangat tergantung pada cuaca dan
musim, selain itu rumah tangga nelayan dalam penangkapan ikan pada umumnya malam hari dan merupakan suatu pekerjaan lelaki. Secara fisik merupakan
lapangan pekerjaan yang tinggi resikonya, wanita sulit untuk terlibat dalam penangkapan ikan karena sangat bertentangan dengan waktu pengasuhan anak-
anak. Nelayan tidak ikut dalam proses budi daya, kecuali secara natural mereka berupa menangkap ikan yang sudah terbudi daya dengan sendirinya mengikuti
ekosistem kelautan. Nelayan tradisional diartikan sebagai orang yang bergerak di sektor kelautan dengan menggunakan perahu layar tanpa motor, sedangkan
mereka yang menggunakan mesin atau perahu motor merupakan nelayan modern Mulyadi 2005. Sedangkan Mashuri 1995 menyimpulkan bahwa dalam jangka
panjang nelayan Indonesia merupakan suatu kelompok masyarakat yang turun temurun.
Di bidang produksi perikanan laut, terdapat beberapa jenis usaha, yaitu: a Usaha penangkapan ikan, b usaha pencarian kerang dan lola, dan c usaha
budidaya laut ikan, rumput laut dan kerang mutiara. Dalam konteks rumah tangga nelayan, persoalannya jauh lebih kompleks bila dibandingkan dengan
rumah tangga tani konvensional. Walaupun dalam sensus sektor perikanan merupakan subsektor dari pertanian, keberadaan rumah tangga nelayan memiliki
ciri khusus bila dibandingkan dengan rumah tangga tani. Selain itu nelayan mempunyai dinamika kehidupan yang dipengaruhi oleh lingkungan, musim dan
pasar sehingga kehidupannya pun tidak menentu. Berbeda dengan pedagang bakul misalnya. Mereka tidak terpengaruh banyak oleh alam dan lingkungan. Mereka
22
dapat berusaha untuk sektor lain jika ikan tidak ada karena mereka punya modal dan usaha lainnya Bappedal 1996.
Pada musim baik yaitu saat cuaca dan gelombang bersahabat, nelayan sangat sibuk melaut dan menangkap ikan bahkan hasil tangkapannya berlebih
Prasojo 1993. Sebaliknya pada musim paceklik kegiatan melaut berkurang bahkan berhenti sama sekali dan mereka banyak yang menganggur karena tidak
ada alternative pekerjaan yang lain. Untuk itu kehidupan sosial budaya dan ekonomi masyarakat pesisir di perairan Indonesia dibagi atas 3 musim Nontji
1987 yaitu: 1 Musim timur Juni - September 2 Musim Barat Desember - Maret dan 3 Musim Pancaroba I April - Mei dan Musim Pancaroba II
Oktober - Nopember. Permasalahan sosial ekonomi masyarakat pesisir lainnya adalah mereka sangat lemah dalam masalah manajemen pemasaran. Akibat mutu
produk rendah sehingga mereka mengalami kendala dalam manajemen pemasaran produk. Disamping itu permasalahan sosial ekonomi lainnya adalah kebiasaan
buruk mereka yaitu kebiasaan menghambur-hamburkan uang ketika hasil tangkapan melimpah dan takala musim paceklik tiba mereka berhutang sana sini
untuk membiayai kehidupan mereka.
2.3.3 Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Keluarga Nelayan
Pendapatan masyarakat pesisir terutama nelayan ditentukan oleh produktivitas alat tangkap, ketrampilan yang dimiliki, dan keuletan mereka serta
sistem bagi hasil yang disepakati Syafrin 1993. Hal ini diperkuat oleh Carner 1984 bahwa pendapatan nelayan tergantung pada kepemilikan alat tangkap,
perahu dan alat tangkap lainnya. 1 Komponen Pendapatan
Sumber pendapatan keluarga nelayan dapat dibagi menjadi 2 kelompok utama, yaitu perikanan tangkap dan non perikanan tangkap. Pendapatan perikanan
tangkap adalah pendapatan pribadi nelayan contoh dari kegiatan penangkapan ikan dengan kapal contoh. Anggota rumah tangga nelayan contoh mungkin saja
ada yang memperoleh penghasilan dari kegiatan penangkapan ikan. Dalam hal ini, pendapatan anggota keluarga tersebut tidak dimasukan sebagai pendapatan
23
perikanan tangkap, tetapi non-perikanan tangkap masuk dalam kelompok pendapatan pertanian dalam arti luas DKP 2003.
Berdasarkan data dari sumber data DKP 2001 diketahui bahwa sumber pendapatan dari non-perikanan tangkap yaitu: a pertanian dalam arti luas, b
berdagang atau warung, c industri rumah tangga, d berburuhtukangkaryawan, e usaha biasa. Untuk pertanian dalam arti luas terdiri dari usaha tani tanaman
pangan padi, jagung, ubi-ubian kacang-kacangan, horticultural buah-buahan dan sayuran, perkebunan kepala,kopi, karet dan kakao,, peternakan
sapi,kerbau, kambing, domba, babi, ayam, itik, kelinci dan madu lebah dan perikanan darat tambak,sungai dan danau. Pendapatan perikanan budidaya laut
dan pencarian hasil laut lola dan kerang termasuk kedalam kategori pertanian dalam arti luas.
Berdagangwarung mencakup berdagang ikan, berbagai jenis komoditi pertanian segar hasil-hasil sayuran, buah-buahan, perkebunan dan peternakan,
makanan jadi, minuman, rokok, gula, kopi bubuk, teh dan bumbu-bumbuan, baik dalam warung, kios maupun dengan pikulan atau dengan sepeda. Adapun
industri rumah tangga terdiri dari pembuatan ikan asin, ikan asap, kerupuk, terasi, tahu, tempe, kerajinan tangan, kain sulaman, kain tenun dan pembuatan batu
batagenteng. Selain itu juga berburutukangkaryawan mencakup kulih angkut, berburuh pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, tukang bangunan,
pembantu rumah tangga, karyawan perusahaan, PNS, pensiunan, pamong desa, dan juga usaha jasa meliputi tukang jahit, tambal ban, reparasi sepeda, sepeda
motor dan listrik, tukang becak, ojek, delman dan tukang urut . Klasifikasi tersebut berlaku untuk semua jenis nelayan juragan, nahkoda, ABK trampil dan
ABK biasa. 2 Komponen pengeluaran.
Komponen pengeluaran yaitu pengeluaran untuk usaha perikanan tangkap dan pengeluaran untuk konsumsi keluarga nelayan yang bersangkutan. Yang
dimaksudkan dengan pengeluaran konsumsi adalah pengeluaran yang digunakan untuk membelimembayar kebutuhan hidup rumah tangga nelayan contoh. Oleh
karena NTN mengukur nilai tukar subsisten subsistence term of trade, maka kebutuhan hidup dibatasi hanya pada kebutuhan subsisten atau kebutuhan primer
24
rumah tangga nelayan. Dalam hal ini, konsumsi oleh pribadi nelayan contoh selama penangkapan ikan di laut tidak termasuk kedalam katergori konsumsi ini.
Pengeluaran harian makanan dan minuman terdiri dari makanan pokok beras, jagung dan ubi-ubian, mie instan, gula, kopi, teh, susu, makanan jadi,
buah-buahan, sayuran, daging, telur, ikan dan minyak goring. Ikan lawuhan yang dikonsumsi sendiri juga dinilai sebagai pengeluaran konsumsi. Sedangkan
pengeluaran harian non makanan dan minuman mencakup tembakau, rokok, bahan bakar minyak tanah, gas dan kayu, pakaian pakaian selain seragam
sekolah termasuk sepatu sandal, sabun, odol, sikat gigi dan shampo. Klasifikasi pengeluaran subsisten rumah tangga nelayan sumber DKP
2001: a Konsumsi harian makanan dan minuman, b Konsumsi harian non makanan dan minuman, c Pendidikan, d Kesehatan, e Perumahan, f
Pakaian, g Rekreasi. Pengeluaran pendidikan ada yang bersifat bulanan antara lain SPPBP3, iuran lainnya, alat tulis dan kos anak; ada yang bersifat harian
seperti transport dan jalan anak; dan ada yang jangka panjang seperti buku bacaan sekolah, seragam pakaian, sepatu dan tas sekolah anak. Sedangkan pengeluaran
kesehatan bersifat insidental yang mencakup pembelian obat jadi yang dijual bebas, dan biaya puskesmas dokter dan obat. Selain itu pengeluaran perumahan
meliputi listrik, air bersih dan perawatan rutin rumah. Rehabitasi dan pembangunan rumah, pembelian kendaraan, pembelian barang perabotan rumah
tangga dan barang elektronik, yang membutuhkan biaya relatif besar tidak termasuk ke dalam kategori pengeluaran subsisten.
2.4 Teori Ketergantungan
Teori ketergantungan dependency theory pada umumnya memberikan gambaran melalui analisis dialektis yaitu suatu analisis yang menganggap bahwa
gejala-gejala sosial yang dapat diamati sehari-hari pasti mempunyai penyebab tertentu, bahwa pada dasarnya ketergantungan yang terjadi antara suatu subsistem
lain yang lebih dominan merupakan salah satu penentu dalam perkembangan atau perubahan sosial yang terjadi dalam suatu masyarakat Sajogyo 1985 diacu dalam
Suharto 1997.
25
Menurut Cardoso 1970 keinginan politis political will yang positif dari negara-negara pemilik modal untuk memberikan hibah dan bantuan keuangan dan
teknologi pada negara-negara yang belum atau sedang berkembang seringkali hanya diutamakan pada sektor-sektor tertentu yang dianggap strategis oleh
negara-negara donor tersebut. Oleh karena itu, negara penerima bantuan pada akhirnya menjadi lebih tergantung lagi kepada negara-negara pemberi donor
Paradigma ketergantungan sebagai perangkat analisis mencoba menjawab mengapa bantuan yang sudah begitu besar yang diberikan oleh negara-negara
dunia pertama tidak memberikan hasil yang bermakna significant pada proses pembangunan dunia ketiga dan mengapa masih banyak negara yang belum
ataupun sedang berkembang, terutama di Amerika Selatan, yang belum mampu mengelola pembangunan negara mereka tanpa memberikan dukungan oleh
negara-negara donor. Paradigma ini menunjukkan bahwa munculnya sifat ketergantungan merupakan penyebab terjadinya keterbelakangan masyarakat
negara berkembang, oleh karena itu untuk membebaskan diri dari keterbelakangan diperlukan adanya upaya pembebasan liberation masyarakat dari rantai yang
membelenggu mereka. Paradigma ini juga menggambarkan bahwa struktur kerjasama yang bersifat eksploitatif dapat menyebabkan terjadinya stagnasi
pembangunan pada negara-negara dunia ketiga.
2.4.1 Teori Pemberdayaan Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan empowerment,
berasal dari kata power kekuasaan atau keberdayaan. Kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal: 1 bahwa kekuasaan dapat
berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun. 2 bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini
menekankan pada pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis. Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok
rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam : a memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan
freedom, dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan;
26
b menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa
yang mereka perlukan; dan c berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang
mempengaruhi mereka. Beberapa ahli dibawah ini mengemukakan defenisi pemberdayaan dilihat
dari tujuan, proses, dan cara-cara pemberdayaan Suharto 1997:210-224 yaitu : a Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang
lemah atau tidak beruntung Ife 1995. b Pemberdayaan adalah sebuah proses dengn mana orang menjadi cukup kuat
untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi
kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi
kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya Parsons 1994.
c Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial Swift dan Levin 1987.
d Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu mengusai atau berkuasa atas
kehidupannya Rappaport 1984. Payne 1997:h.266 mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan
empowerment, pada intinya, ditujukan guna : to help clients gain power of decision and action over their own lives by reducing the effect of social or
personal blocks to excercising exiting power, by increasing capacity and self confidence to use power and by transferring power from the environment to
dients. membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan
menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan
tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari
lingkungannya.
27
Shardlow 1998:h 32 melihat bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai Pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok
atau komunitas berusaha mengkontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.
Dilanjutkan oleh Ife 1995:61-64 dimana dikatakan bahwa pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan
disini diartikan bukan hanya menyangkut kekuasaan politik dalam arti sempit, melainkan kekuasaan atau penguasaan klien atas:
a Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup: kemampuan dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal,
pekerjaan. b Pendefinisian kebutuhan: kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan
aspirasi dan keinginannya. c Idea atau gagasan: kemampuan mengekspresikan dan menyumbangkan
gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan. d Lembaga-lembaga: kemampuan menjangkau, menggunakan dan
mempengaruhi pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan.
e Sumber-sumber: kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal dan kemasyarakatan.
f Aktivitas ekonomi: kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi, dan pertukaran barang serta jasa.
g Reproduksi: kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran, perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi.
Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat
atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan
menunjukkan pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai
pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang
28
bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam
kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan
pemberdayaan sebagai sebuah proses. Rappaport 1987 p.122 diacu dalam Suharto 1997 mengatakan pemberdayaan dapat didefinisikan sebagai sebuah
prosesmekanisme di mana sekelompok orang, organisasi atau masyarakat memiliki penguasaan atas masalah yang dialami.
Menurut Kieffer 1981 pemberdayaan mencakup tiga dimensi yang meliputi kompetensi kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi
partisipatif. Sementara itu Suharto 1997:215, Persons 1994:1006 juga mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk pada :
• Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan sosial yang
lebih besar. • Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna
dan mampu mengendalikan diri dan orang lain. • Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial, yang dimulai
dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk
memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih menekan Persons et.al.1994:106.
Menurut pendapat Suharto 2004, keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberadaan mereka yang menyangkut kemampuan
ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan cultural dan politis. Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan
melalui tiga aras atau matra pemberdayaan empowerment setting: mikro, meso, dan makro. Ketiga asas tersebut diuaraikan sebagai berikut:
• Asas Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu
melalui bimbingan, konseling, stress managemen, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam
29
menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas task centered approach.
• Asas Meso. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien.
Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok,
biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki
kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
• Asas Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar
large-system strategy , karena sasaran perubahan diarahkan pada
sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat,
manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi Sistem Besar memandang klien sebagai orang yang memiliki
kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.
Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan di atas dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P,
yaitu: Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan, Penyokongan dan Pemeliharaan Suharto 1997:218-219:
• Pemungkinan: menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus
mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat cultural dan struktural yang menghambat.
• Penguatan: memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya. Pemberdayan harus mampu menumbuh-kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang
kemandirian mereka. • Perlindungan: melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok
lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya
30
persaingan yang tidak seimbang apalagi tidak sehat antara yang kuat dan lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat
terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak
menguntungkan rakyat kecil. • Penyokong: memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat
mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke
dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan. • Pemeliharaan: memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi
keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan
keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.
Menurut beberapa penulis, seperti Solomon 1976; Rappaport 1981, 1984; Pinderhughes 1983; Swit 1984; Swift dan Levin 1987; Weick, Rapp,
Sulivan dan Kisthardt 1989, terdapat beberapa prinsip pemberdayaan menurut perspektif pekerjaan sosial Suharto 1997:216-217, yaitu:
• Pemberdayaan adalah proses kolaboratif. Karenanya pekerja sosial dan masyarakat harus bekerjasama sebagai partner.
• Proses pemberdayaan menempatkan masyarakat sebagai actor atau subjek yang kompeten dan mampu menjangkau sumber-sumber dan
kesempatan-kesempatan. • Masyarakat harus melihat diri mereka sendiri sebagai agen penting
yang dapat mempengaruhi perubahan. • Kompetensi diperoleh atau dipertajam melalui pengalaman hidup,
khususnya pengalaman yang memberikan perasaan mampu pada masyarakat.
• Solusi-solusi, yang berasal dari situasi khusus, harus beragam dan menghargai keberagaman yang berasal dari factor-faktor yang berada
pada situasi masalah tersebut.
31
• Jaringan-jaringan sosial informal merupakan sumber dukungan yang penting bagi penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta
kemampuan mengendalikan seseorang. • Masyarakat harus berpartisipasi dalam pemberdayaan mereka sendiri:
tujuan, cara dan hasil harus dirumuskan oleh mereka sendiri. • Tingkat kesadaran merupakan kunci dalam pemberdayaan, karena
pengetahuan dapat memobilisasi tindakan bagi perubahan. • Pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan
kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secara efektif.
• Proses pemberdayaan bersifat dinamis, sinergis, berubah terus, evolutif; permasalahan selalu memiliki beragam solusi.
• Pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal dan pembangunan ekonomi secara paralel.
Syarat berlangsungnya proses pemberdayaan: 1 anggota masyarakat memiliki rasa kemasyarakatan sense of communityguyubkebersamaan dan
mereka aktif berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan. 2 Partisipasi warga, yaitu suatu proses dimana tiap individu ikut ambil bagian dalam proses
pengambilan keputusan dalam lembaga, program dan lingkungan dimana mereka berada.
Asumsi teori pemberdayaan: 1 pemberdayaan memiliki bentuk yang berbeda untuk sekelompok orang yang berbeda. 2 pemberdayaan memiliki
bentuk yang berbeda dalam situasi berbeda. 3 pemberdayaan berfluktuasi atau berubah sesuai dengan perubahan waktu. Kata pemberdayaan empowerment
mengandung arti adanya sikap mental yang tangguh atau kuat, sehingga kegiatan yang berbasis pemberdayaan adalah pertolongan yang diungkapkan dalam bentuk
simbol-simbol. Simbol-simbol tersebut kemudian mengkomunikasikan kekuatan untuk mengubah hal-hal yang ada dalam diri kita inner space, orang lain
dianggap penting dan masyarakat sekitar. Pada dasarnya pemberdayaan diletakan pada kekuatan tingkat individu dan
sosial. Pemberdayaan diartikan sebagai pemahaman secara psikologis control
32
individu terhadap keadaan social, kekuatan politik dan hak-haknya menurut undang-undang. Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat
selalu dihubungkan dengan kemandirian, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan. Dengan demikian dapat dikatakan pemberdayaan adalah memberikan masyarakat
sumberdaya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kapasitas atau kemampuan untuk berpartisipasi dalam mempengaruhi komunitas.
Sutomo 2003 mengatakan bahwa pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangka peningkatan ekonomi,
sosial dan transformasi budaya. Proses ini pada akhirnya akan menciptakan pembangunan yang lebih berpusat pada rakyat. Selanjutnya Sutomo 2003
berpendapat bahwa proses pemberdayaan dapat dilakukan secara individual maupun kolektif kelompok, karena proses ini merupakan wujud perubahan
sosial yang menyangkut relasi atau hubungan antara lapisan sosial atau status hiraki lain yang dicirikan dengan adanya polarisasi ekonomi, kemampuan
individu senasib untuk saling berkumpul dalam suatu kelompok dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang paling efektif.
Konsep pemberdayaan empowerment dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja
dan keadilan. Pada dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial. Pemberdayaan mengesankan arti adanya sikap mental yang
tangguh dan kuat Ditjen P3K 2003. Selanjutnya DKP 2003 mendefenisikan pemberdayaan adalah sebuah pernyataan tentang kesanggupan pemenuhan
kebutuhan diri sendiri. Pemberdayaan sebagi proses pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen melaksanakan keputusan tersebut. Orang-
orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya bahkan merupakan suatu keharusan untuk lebih diberdayakan melalui usaha
mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan serta sumber lain dalam rangka mencapai tujuan mereka. Dari konsep pemberdayaan tersebut, dapat
dikatakan bahwa pemberdayaan masyarakat pesisir merupakan pemberdayaan masyarakat pesisir untuk memanfaatkan dan mengelolah sumberdaya perikanan
dan kelautan secara optimal dan lestari sebgai upaya meningkatkan kesejahteraan mereka.
33
Menurut Usman 2004 pemberdayaan masyarakat adalah sebuah proses dalam bingkai usaha memperkuat apa yang lazim disebut community self reliance
atau kemandirian. Dalam proses ini masyarakat didampingi untuk membuat analisis masalah yang dihadapi, dibantu untuk menemukan alternatif solusi
masalah tersebut, serta diperlihatkan strategi memanfaatkan berbagai resources yang dimiliki dan dikuasai. Sedangkan, Suharto 2005 menyatakan, bahwa tujuan
utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat adalah memperkuat kekuasaan masyarakat, khususnya kelompok masyarakat yang
memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi eksternal misalnya persepsi mereka sendiri, maupun karena kondisi eksternal misalnya ditindas oleh struktur
sosial yang tidak adil. Adapun ciri-ciri masyarakat yang berdaya menurut Sumardjo 2006 adalah:
1. Mampu memahami diri dan potensinya 2. Mampu merencanakan mengantisipasi kondisi perubahan ke depan, dan
mengarahkan dirinya sendiri. 3. Memiliki kekuatan untuk berunding, bekerjasama secara saling
menguntungkan dengan bargaining power yang memadai. 4. Bertanggung jawab atas tindakannya sendiri.
Sedangkan ciri lain dari masyarakat yang berdaya juga disampaikan oleh Suhendra 2006 yaitu:
1. Mempunyai kemampuan menyiapkan dan menggunkaan pranata dan sumber-sumber yang ada dimasyarakat.
2. Dapat berjalannya bottom up planning. 3. Kemampuan dan aktivitas ekonomi.
4. Kemampuan menyiapkan hari depan keluarga. 5. Kemampuan menyampaikan pendapat dan aspirasi tanpa adanya tekanan.
2.4.2 Teori Disparitas
Disparitas pembangunan terjadi karena tiga faktor yaitu faktor alami, kondisi sosial budaya dan keputusan-keputusan kebijakan. Faktor alami meliputi
kondisi agroklimat, sumberdaya alam, lokasi geografis, jarak pelabuhan dengan
34
pusat aktivitas ekonomi, wilayah potensial untuk pembangunan ekonomi. Sementara faktor sosial budaya meliput i nilai dan tradisi, mobilitas ekonomi,
inovasi, kewirausahaan. Sedangkan faktor keputusan kebijaksanaan adalah sejumlah kebijakan yang mendukung secara langsung atau tidak langsung
terjadinya disparitas United Nations 2001. Selanjutnya diketahui beberapa kasus kesenjangan struktural dalam pembangunan antara lain dalam hal kesempatan
kerja; kesempatan pendidikan; pelayanan kesehatan; jam kerja; disparitas kota- desa, sektor formal-informal; disparitas daerah; disparitas antar kelompok
penduduk; disparitas sektoral; disparitas kekayaan; disparitas kebijakan; diskriminasi dan nepotisme dan disparitas kemampuan. Sedangkan menurut Selo
Soemarjan 1961 kesalahan-kesalahan kebijakan pembangunan mengakibatkan pembangunan yang timpang dan tidak seimbang, dimana satu sektor berkembang
jauh lebih cepat dari sektor-sektor lainnya. Dalam hal dimana sektor ekonomi mendapatkan prioritas tertinggi dalam program pembangunan, para perencana
kebijakan cenderung untuk demikian memusatkan perhatian pada factor-faktor ekonomi sehingga mereka lupa memberikan perhatian secukupnya pada segi-segi
non ekonomi yang menunjang. Penekanan yang berlebih-lebihan pada pembangunan ekonomi seraya mengabaikan perkembangan-perkembangan sosial
atau dengan kata lain terlalu mengutamakan salah satu sektor ekonomi akan menciptakan ancaman bom waktu psikologis dan politis yang dapat
menghancurkan hasil-hasil pembangunan. Sebab jurang perbedaan dalam pembangunan sektor-sektor dapat menimbulkan ketegangan-ketegangan dan rasa
tidak puas yang selanjutnya akan mengundang reaksi-reaksi politis atau psikologis yang merugikan pembangunan ekonomi.
Ketimpangan distribusi pendapatan menurut indeks ketimpangan berdasarkan formula Bourguignon atau disebut L-Indeks menunjukkan bahwa
ketimpangan distribusi pendapatan banyak diakibatkan oleh ketimpangan didalam masing-masing sektor-ekonomi bukan ketimpangan antar sektor. Ini mengandung
implikasi kebijaksanaan bahwa upaya perbaikan distribusi pendapatan haruslah dititikberatkan didalam masing-masing sektor ekonomi Sritua 1993. Lebih
lanjut pula diketahui isu utama masalh pembangunan regional dewasa ini selain keberlanjutan sustainabilty adalah disparitas atau kesenjangan yang meliputi: 1
35
disparitas antar wilayah, 2 disparitas anatar sektor ekonomi dan 3 disparitas antar golongan masyarakatindividu. Sedangkan disparitas regional oleh Murty
2000 diartikan sebagai ketidakseimbangan pertumbuhan antara sektor primer, sekunden, tertier, dan atau sektor sosial disuatu negara, distrik, atau tempat
dimana peristiwa itu terjadi. Setiap negara, apakah negara maju atau negara berkembangan, negara pertanian atau industri, negara besar atau kecil mempunyai
wilayah yang maju dan tertinggal secara ekonomi. Adalah penting untuk menghubungkan pola pembangunan ekonomi regional dengan beragam variabel
fisik dan sosial ekonomi untuk mengidentifitasi variabel mana yang mempunyai pengaruh terbanyak terhadap pola pertumbuhan. Dikatakan oleh Williamson
1975 ketidakmerataan antar regional berhubungan dengan proses pembangunan nasional berdasarkan hasil penelitian empirisnya terhadap sifat-sifat
ketidakmerataan secara spasial didalam suatu batas wilayah nasional. Tidak heran jika ada perbedaan yang absolut antara daerah kaya dan daerah miskin tetap
muncul bahkan bertambah. Walaupun kedua w\ilayah tumbuh pada tingkat presentase yang sama. Tampaknya keterkaitan ekonomi diantara unit-unit regional
dengan negara makin kuat dibanding antara daerah-daerah itu sendiri. Mempertahankan asumsi klasik faktor mobilitas internal cenderung
menghilangkan perbedaan pendapatan per kapita antara region, dualisme geografis, dan polaritas spasial. Dalam kondisi fator-faktor mobilitas yang bebas,
dan ekstraksi dari biaya trasnportasi, ketidakmerataan secara spasial dapat terjadi melalui ketiadaan penyesuaian secara dinamis. Ketidakmeratan secara spasial,
daerah yang tertekan, dan daerah tertinggal tampaknya tetap ada berkaitan dengan tidak adanya aliran faktor internal dengan kecepatan yang cukup untuk
menyeimbangkan kondisi dinamis yang asli yang menyebabkan pertambahan sumberdaya lebih cepat dan perubahan tehknologi dalam daerah yang kaya
cenderung meningkatkan ketidakmerataan. Menurut Murty 2000 proses penyebab disparitas yang pertama tersebut
adalah faktor ekonomis yakni perbedaan faktor produksi secara kulaitatif dan kuantitatif seperti tanah, tenaga kerja, modal, organisasai dan perusahaan.
Penyebab kedua adalah proses kumulatif dari berbagai faktor yang menyebabkan ekonomi yang sudah maju terus berkembang dan ekonomi yang tidak berkembang
36
terus memburuk kecuali jika pemerintah turut campur dalam menciptakan skema pemerataan antar regional. Proses kumulatif yang pertama dimulai oleh siklus
kemiskinan yang ganas. Ada dua jenis siklus dalam perekonomian yang tertinggal, antara lain: a Siklus yang dibentuk oleh sumberdaya yang belum dikembangkan
dan keterbelakangan penduduk yang berpengaruh satu dengan yang lain. b Siklus kedua yaitu meliputi ketertinggalan penduduk, standart hidup yang rendah,
efisiensi rendah, produktifitas rendah, pendapatan rendah, konsumsi rendah, tabungan rendah, investasi rendah, tingkat pekerjaan rendah, dan ketertinggalan
penduduk. Faktor-faktor ini terjadi dan saling bereaksi satu terhadap yang lain sedemikian rupa sehinga menetap dalam suatu daerah dan menjadi proses
penurunan kumulatif. Di lain pihak lain, terjadi siklus kemakmuran di wilayah yang berkembang. Penduduk yang maju, strandar hidup yang tinggi, efisiensi
yang lebih baik, produktifitas yang tinggi, produksi yang lebih banyak, pendapatan lebih, konsumsi lebih banyak, investasi yang lebih tinggi, penggunaan
tenaga kerja lebih banyak, dan lebih lagi penduduk yang progresif memulai proses kemajuan secara kumulatif, dan akhirnya kesenjangan anatar dua daerah makin
meningkat. Menurut Suhyanto 2005, disparitas wilayah berarti perbedaan tingkat
pertumbuhan antar wilayah ini dapat terletak pada perkembangan sektor-sektor pertanian, industri, perdagangan, perbankan, asuransi, transportasi, komunikasi,
perkembangan infrastruktur, pendidikan, pelayanan kesehatan, fasilitas perumahan dan sebagainya. Sedangkan menurut Anwar 2005 dikatakan
beberapa hal terjadinya disparitas anatar wilayah adalah 1 perbedaaan karakteristik limpahan sumberdaya alam resource endowment; 2 perbedaan
demografi; 3 perbedaan kemampuan sumberdaya manusia human capital; 4 perbedaan potensi lokasi; 5 perbedaan dari aspek aksesibilitas dan kekuasaan
dalam pengambilan keputusan; dan 6 perbedaan dari aspek potensi pasar. Faktor-faktor menyebabkan perbedaan karakteristik wilayah ditinjau dari aspek
kemajuannya yaitu: a wilayah maju; b wilayah sedang berkembang; 3 wilayah belum berkembang dan 4 wilayah tidak berkembang.
Terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah atau daerah menurut Rustiadi et al. 2003, secara umum disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
37
1 Geografi Suatu wilayah atau daerah yang sangat luas akan terjadi variasi pada kedalam
fisik alam berupa topografi, iklim, curah hujan, sumber daya mineral dan variasi spasial lainnya. Apabila factor-faktor lainnya baik, dan ditunjang
dengan kondisi geografi yang baik, maka wilayah tersebut akan berkembang dengan baik.
2 Sejarah Perkembangan masyarakat dalam suatu wilayah tergantung dari kegiatan atau
budaya hidup yang telah dilakukan di masa lalu. Bentuk kelembagaan atau budaya dan kehidupan perekonomian pada masa lalu merupakan penyebab
yang cukup penting, terutama yang terkait dengan sistem intensif terhadap kapasitas kerja.
3 Politik Tidak stabilnya suhu politik sangat mempengaruhi perkembangan dan
pembangunan disuatu wilayah. Instabilitas politik akan menyebabkan ketidak- pastian di berbagai bidang terutama ekonomi. Ketidakpastian akan
menyebabkan orang ragu untuk berusaha atau melakukan investasi sehingga kegiatan ekonomi di suatu wilayah tidak akan berkembang. Bahkan terjadi
pelarian modal keluar wilayah, untuk diinvestasikan ke wilayah yang stabil. 4 Kebijaksanaan Pemerintah
Terjadinya disparitas antar wilayah bisa diakibatkan oleh kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang sentralistik hamper disemua sektor,
dan lebih menekan pertumbuhan dan membangun pusat-pusat pembangunan di wilayah tertentu menyebabkan kesenjangan yang luar biasa antar daerah.
5 Administrasi Disparitas wilayah dapat terjadi karena kemampuan pengelola administrasi.
Wilayah yang dikelola dengan administrasi yang baik cenderung lebih maju. Wilayah yang ingin maju harus mempunyai administrator yang jujur,
terpelajar, terlatih, dengan sistem administrassi yang efisien.
38
6 Sosial Budaya Masyarakat dengan kepercayaan-kepercayaan primitif, kepercayaan
tradisional dan nilai-nilai sosial cenderung konservatif dan menghambat perkembangan ekonomi. Sebaliknya masyarakat yang relative maju umumnya
memilik institusi dan perilaku yang kondusif untuk berkembangan. Perbedaan ini merupakan salah satu penyebab disparitas wilayah.
7 Ekonomi Faktor ekonomi yang menyebabkan terjadinya disparitas antar wilayah yaitu:
a. Perbedaan kuantitas dan kualitas dari faktor produksi yang dimiliki seperti; lahan, infrastruktur, tenaga kerja, modal, organisasi dan perusahaan. b. Terkait
dengan akumulasi dari berbagai faktor. Salah satunya lingkaran kemiskinan \, kemudian kondisi masyarakat yang tertinggal, standar hidup rendah, efisiensi
rendah, konsumsi rendah, tabungan rendah, investasi rendah, penangguran meningkat. Sebaliknya wilayah yang maju; masyarakatnya naju, standar hidup
tinggi efisiensi lebih baik, produktifitas tinggi, pendapatan tinggi, konsumsi semakin tinggi, pendapatan semakin tinggi, tabungan semakin banyak yang
pada akhirnya masyarakat semakin maju. c. Kekuatan pasar bebas telah mengakibatkan faktor-faktor ekonomi seperti; tenaga kerja, modal, perusahaan
dan aktifitas ekonomi, seperti; industri, perdagangan, perbankan, dan asuransi yang dalam ekonomi maju memberikan hasil yang lebih besar, cenderung
terkonsentrasi di wilayah yang lebih maju. d. Terkait dengan distorsi pasar, kebijakan harga, keterbatasan spesialisasi, keterbatasan keterampilan tenaga
kerja dan sebagainya.
2.5 Konsep Tingkat Kesejahteraan
Pareto optimal adalah tingkatan kesejahteraan ekuilibrium positif. Artinya tingkat kesejahteraan tidak bisa ditingkatkan lagi untuk seluruh anggota
masyarakat tanpa mengorbankan kesejateraan sekaligus masyarakat lainnya. Disebut ekuilibrium positif karena tidak mempersoalkan kesejahteraan rendah
dengan kesejahteraan dengan kesejahteraan tinggi sebagai pilihan baik atau tidak, sedangkan kriteria Kaldor-Hicks menyatakan bahwa kesejahteraan yang tinggi
pada pareto optimal dapat dikorbankan untuk meningkatkan kesejahteraan yang
39
rendah apabila jumlah penduduk dengan kesejahteraan rendah lebih banyak komunikasi personal Sahat Simanjuntak 2010.
Kesejahteraan adalah suatu yang bersifat subjektif dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang berbeda-beda pula terhadap
faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan. Konsep tentang kesejahteraan juga berkaitan dengan konsep tentang kemiskinan. Sedangkan
menurut Sukirno 1985 kesejahteraan adalah sesuatu yang bersifat subjektif dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang berbeda-
beda sehingga memberikan nilai-nilai yang berbeda pula terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan. Biro Pusat Statistik 1991 juga
menyatakan bahwa kesejahteraan bersifat subjektif, sehingga ukuran kesejahteraan bagi setiap individu atau keluarga berbeda satu sama lain, namun
pada prinsipnya kesejahteraan berkaitan erat dengan kebutuhan dasar. Jika kebutuhan dasar bagi individu atau keluarga sudah dipenuhi, maka dapat
dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan individu atau keluarga tersebut sudah tercapai.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1994 tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial menyatakan bahwa, kesejahteraan sosial adalah suatu
kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual, yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan
setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Menurut BKKBN 1996 diacu dalam Supriatna 2000 yang disebut keluarga sejahtera adalah a keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan
anggotanya, baik kebutuhan sandang, pangan, perumahan, sosial maupun agama; b keluarga yang mempunyai keseimbangan antara penghasilan keluarga dengan
jumlah anggota keluarganya, dan c keluaarga yang dapat memenuhi kebutuhan kesehatan anggota keluarga, berkehidupan bersama dengan masyarakat sekitar,
beribadah khusuk, di samping terpenuhi kebutuhan pokoknya.
40
2.5.1 Klasifikasi dalam tingkat Kesejahteraan.
Menurut Sayogvo 1977 klasifikasi tingkat kesejahteraan kemiskinan didasarkan pada nilai pengeluaran perkapita pertahun yang diukur dengan nilai
beras setempat yaitu: a. Miskin, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dan setara 320
kg beras untuk pedesaan dan 480 kg untuk daerah kota. b. Miskin sekali, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dan setara
240 kg beras untuk pedesaan dan 360 kg untuk daerah kota. c. Paling miskin, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dan
setara 180 kg beras untuk pedesaan dan 270 kg beras untuk daerah kota. Tingkat kesejahteraan keluarga menurut BKKBN 1996 diacu dalam
Primayudha 2002 adalah sebagai berikut: a. Keluarga Pra Sejahtera PS, yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi
kebutuhan pokoknya secara minimal serta kebutuhan pangan, sandang, papan dan kesehatan.
b. Keluarga Sejahtera tahap I S-I adalah keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, akan tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial
psikologisnya seperti pendidikan, Keluarga Berencana KB. c. Keluarga Sejahtera tahap II S2 adalah keluarga di samping telah memenuhi
kebutuhan dasar juga telah dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan pengembangannya
seperti menabung dan memperoleh informasi. d. Keluarga Sejahtera Tahap III S-3 adalah keluarga yang dapat memenuhi
kebutuhan dasar, psikologis dan pengembangannya akan tetapi belum dapat memberikan sumbangan untuk masyarakat, berperan secara aktif dimasyarakat
dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olah raga dan pendidikan.
e. Keluarga Sejahtera tahap III plus S-3+ yaitu keluarga yang dapat memenuhi seluruh kebutuhannya baik yang bersifat dasar, sosial psikologis, maupun yang
bersifat pengembangan serta telah memberikan sumbangan yang berkelanjutan bagi masyarakat.
41
Tingkat kesejahteraan keluarga menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana nasional 1996 diacu dalarn Primayudha 2002 adalah sebagai
berikut: a. Keluarga Pra sejahtera PS, yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi
kebutuhan pokoknya secara minimal serta kebutuhan pangan, sandang, papan dan kesehatan.
b. Keluarga Sejahtera tahap I S-I adalah keluarga yang telah memenuhi kebutuhan dasarnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan
kebutuhan sosial psikologisnya seperti pendidikan, Keiuarga Berencana KB. c. Keluarga Sejahtera tahap II S2 adalah keluarga disamping telah memenuhi
kebutuhan dasar juga telah dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan pengembangannya
seperti menabung dan memperoleh informasi. d. Keluarga Sejahtera Tahap III S-3 adalah keluarga yang telah dapat memenuhi
kebutuhan dasar, psikologis dan pengembangannya akan tetapi belum dapat memberikan sumbangan untuk masyarakat, berperan secara aktif dimasyarakat
dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olah raga, pendidikan dan sebagainya.
e. Keluarga Sejahtera tahap III plus S-3+ yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kehutuhannva balk yang bersifat dasar, sosial psikologis,
maupun yang bersifat pengembangan serta telah pula member ikan sumbangan yang berkelanjutan bagi masyarakat.
2.5.2 Indikator Tingkat Kesejahteraan
Menurut BPS 1993 ada beberapa hal yang merupakan komponen utama yang digunakan dalam mengambarkan tingkat kesejahteraan atau taraf hidup
masyarakat antara lain: a. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan sering dijadikan sebagai indikator kemajuan suatu bangsa dan indikator dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Pendidikan dalam kehidupan dewasa ini sudah dianggap sebagai kebutuhan
42
dasar yang tidak dapat ditunda pemenuhannya. Variabel yang menjadi ukuran dalam pendidikan adalah tingkat butamelek huruf, jumlah anak yang putus
sekolah dan jumlah anak usia sekolah yang tidak bersekolah BPS 2007. b. Tingkat Kesehatan
Tingkat kesehatan juga dapat dipakai sebagai ukuran kesejahteraan seseorang. Faktor yang mempengaruhi kesehatan masyarakat antara lain konsumsi makan
yang bergizi, karena hal ini berhubungan dengan tingkat harapan hidup masyarakat. Jumlah kematian bayi dan ibu hamil adalah bagian dari variabel
tingkat kesehatan BPS 2007. c. Kondisi Fasilitas tempat tinggal yang dimiliki.
Perumahan adalah salah satu dasar yang penting selain makanan dan pakaian untuk mencapai kehidupan yang layak. Rumah pada saat ini bukan hanya
berfungsi sebagai tempat berteduh, tetapi sudah mencerminkan kehidupan rumah tangga masyarakat. Oleh karena itu, harus ditangani secara serius baik
instansi swasta berkepentingan maupun pemerintah karena masih banyak masyarakat ekonomi lemah yang belum memiliki rumah memadai. Program
yang dilaksanakan tertuang dalam program penyehatan lingkungan yang bertujuan menjaga, menciptakan serta melestarikan keadaan lingkungan sehat,
bersih dan aman BPS 1993. d. Tingkat Daya beli
Indikator yang digunakan untuk melihat Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat berdasarkan tingkat daya beli masyarakat adalah tingkat
pendapatan masyarakat dan tingkat konsumsi. Menurut BPS 1998 pendapatan dan penerimaan keluarga adalah seluruh pendapatan dan
penerimaan yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga ekonomi. Pendapatan itu sendiri terdiri dan atas: 1 Pendapatan dan upah gaji yang
mencakup upah gaji yang diterima seluruh anggota rumah tangga ekonomi yang bekerja sebagai buruh dan merupakan imbalan bagi pekerjaan yang
dilakukan untuk suatu perusahaan berupa uang maupun barang dan jasa., 2 Pendapatan dan hasil usaha seluruh anggota rumah tangga yang berupa
pendapatan kotor yaitu selisih jual barang dan jasa yang diproduksi dengan biaya produksinya. 3 Pendapatan lainnya yaitu pendapatan diluar gajiupah
43
yang menyangkut: i perkiraan sewa rumah milik sendiri, ii bunga, deviden, royalti, paten, sewa, kontrak, lahan, rumah, gedung, bangunan, peralatan, iii
buah hasil usaha hasil sampingan yang dijual, vi pensiunan dan klaim asuransi jiwa, v kiriman familipihak lain secara rutin, ikatan dinas dan
beasiswa. Konsumsi terhadap makanan, minuman dan tembakau, kelompok padi-
padian, ikan daging. telur, susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah- buahan, dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbuan, konsumsi lainnya serta
makanan dan minuman jadi. Selain itu Konsumsi untuk barang-barang bukan makanan terdiri dan perumahan, bahan bakar, penerangan, air, barang, jasa,
pakaian, alas kaki, serta barang tahan lama.
2.6 Analisis Keberlanjutan
Berdasarkan UU no 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dikatakan bahwa asas keberlanjutan diterapkan agar: 1
pemanfaatan sumber daya tidak melebihi kemampuan regenerasi sumber daya hayati atau laju inovasi substitusi sumber daya nonhayati pesisir; 2 pemanfaatan
sumber daya pesisir saat ini tidak boleh mengorbankan kualitas dan kuantitas kebutuhan generasi yang akan datang atas sumber daya pesisir; dan 3
pemanfaatan sumber daya yang belum diketahui dampaknya harus dilakukan secara hati-hati dan didukung oleh penelitian ilmiah yang memadai. Masih banyak
perdebatan mengenai bagaimana mendefenisikan keberlanjutan, dan konsep terkait lainnya Pezzey 1989; World Commission on Environment dan
Development 1987; Costantza 1991; Pearce dan Atkinson 1993.
Banyak pembahasan yang salah dalam mendefenisikan konsep keberlanjutan karena: 1 tidak memperhitungkan kisaran waktu dan skala ruang
dimana konsep tersebut harus diaplikasikan; dan 2 gagal menyadari masalah riil yang terkait dengan prediksinya dibandingkan defenisinya. Sedangkan Costanza
dan Patten 1995 mengemukakan defenisi yang relative kuat mengenai keberlanjutan: “Suatu sistem keberlanjutan adalah suatu sistem terbarukan
renewable system yang bertahan selama beberapa waktu tertentu bukan selamanya. Secara biologis, ini berarti sumberdaya dihindari dari kepunahan.
44
Secara ekonomi, ini berarti pengguna sumberdaya manusia menghindari gangguan dan kehancuran dan dapat bertahan terhadap ketidakstabilan dan diskontinuitas.
Keberlanjutan, pada intinya selalu masalah waktu, dan pada khususnya lama hidup ketahanannya ada.
Dawkins 1982 mengungkapkan bahwa penetapan keberhasilan keberlanjutan relative terkadang hanya dapat dilakukan setelah faktanya terjadi.
Penilaian keberlanjutan relative juga harus menunggu sampai masa mendatang, tetapi kita telah membiaskan outcome ini. Disamping banyaknya kesulitan dalam
mendesain sistem sumberdaya berkelanjutan, terdapat banyak contoh, mengenai sumber daya alami yang terbukti efektif dan berkelanjutan terhadap waktu
Gibson et al. 2000; Ostrom 1990; Bromley et al. 1992; Lam 1998. Beberapa dari contoh ini membutuhkan periode waktu yang lama dimana pelaku manusia telah
lebih banyak belajar mengenai bagaimana ekosistem local bereaksi terhadap beragam strategi permanen dan investasi. Sistem regulasinya seringkali Nampak
kompleks dan tidak sensitive terhadap pengamat ekserternal. Upaya dalam membangun kebijakan regulasi sederhana untuk area yang luas seringkali
mengancam keberlanjutan sumberdaya alam dan sistem pengaturan yang sebelumnya efektive Atran 1993; McCay dan Acheson 1987; Wilson 1990 yang
lebih penting, ketika sistem lokal digantikan oleh praktek manajemen nasional atau internasional, ekosistem lokal seringkali akan menderita Finlayson dan
McCay 1998; Arnold 1998. Penyelesaiannya adalah menyesuaikan ekosistem dan sistem pengaturannya untuk memaksimalkan kompabilitas antara dua tipe sistem
ini.
2.7 Evaluasi