Status Keberlanjutan Dimensi Sosial
Pendugaan nilai ekonomi lahan pada PLK pertanian lahan kering dengan mengasumsikan di lahan tersebut dilakukan penanaman sayuran. Modal awal
penanaman sayuran adalah Rp. 3,9 jutaha. Keuntungan dari penanaman sayur dihitung dengan rumus keuntungan-modalluas lahan PLK.
Pendugaan nilai ekonomi PLKC pertanian lahan kering campuran dihitung dengan asumsi bahwa pada lahan tersebut dilakukan penanaman dengan
pola agroforestri yakni mengkombinasikan jenis tanaman penghasil kayu mpts multi purpose tree sistem seperti tanaman buah dan sayuran. Penanaman sayuran
sangat bergantung pada tutupan tajuk tanaman penghasil kayu dan mpts. Untuk itu, asumsi yang digunakan dalam model ini adalah persentasi penanaman sayuran
terus menurun mengikuti laju pertumbuhan tajuk tegakan. Adapun asumsi tersebut adalah pada awal penanaman dilakukan penanaman sebanyak 30 dari luas lahan
PLKC. Empat tahun setelah penanaman, luas lahan yang dapat ditanam untuk sayuran adalah 20 dari luas lahan PLKC. Kemudian tujuh tahun setelah
penanaman, luas lahan yang dapat ditanam untuk sayuran adalah 10 dari luas lahan PLKC. Pada Sembilan tahun setelah penanaman, luas lahan yang dapat
ditanam untuk sayuran adalah 5 dari luas lahan PLKC dan selebihnya sudah tidak dapat dilakukan penanaman sayuran karena luas bidang dasar telah tertutupi
tajuk tegakan. Penanaman tanaman penghasil kayu dengan jarak tanam 10 x 10 m atau
terdapat 183 pohonha, dengan daur tebang 30 tahun. Sedangkan penanaman mpts alpukat dan cengkeh dengan jarak tanam 2 x 3 m atau masing-masing jenis
terdapat 5.739 pohon ha. Cengkeh dan alpukat akan berbuah pada umur tujuh tahun setelah penanaman, dengan produktivitas cengkeh 100 kghatahun dan
alpukat 750 kghatahun. Harga jual cengkeh adalah Rp. 50.000kg dan harga jual alpukat Rp. 5000kg. Harga kayu mahoni adalah Rp. 2.000.000m
3
. Pemanenan mahoni akan dilakukan setelah daur tebang yakni 30 tahun.
Pendugaan kondisi eksisting ekonomi lahan masih menggunakan pola penanaman PLK sebagai nilai lahan. Adapun nilai ekonomi PLKC merupakan
simulasi skenario pengembangan ekstensifikasi lahan pertanian dengan pola agroforestri. Bentuk pengelolaan pun dalam bentuk pertanian lahan kering PLK.
Adapun bentuk sub-model disajikan pada Gambar 57 berikut.
Gambar 57. Sub-model ekonomi PLK Gambar 57 menunjukkan pendapatan masyarakat sangat bergantung pada
luas lahan yang tersedia. Namun, laju konversi lahan menjadi permukiman dan pola pengelolaan yang tidak kontinyu mengakibatkan lahan berubah menjadi
semak. Hal ini mengakibatkan laju pendapatan masyarakat dari PLK menurun. Bila luas lahan PLK menurun maka nilai pendapatan yang diperoleh per
tahun akan menurun, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 58 berikut.
Gambar 58. Pendapatan masyarakat dari pengelolaan PLK
200 400
600 800
1,000
2005 2006
2007 2008
2009 2010
2011 2012
N il
a i
Ek o
n o
m i
La h
a n
R p
M il
li o
n s
Tahun
Eksisting
Gambar 58 menjelaskan bahwa pendapatan masyarakat dari pengolahan lahan untuk pertanian terus menurun. Hal ini disebabkan oleh menurunnya luas
lahan. Penurunan pendapatan mengakibatkan angka pengangguran yang sangat tinggi dan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Masyarakat beralih dari
petani menjadi penyedia jasa seperti tukang becak, tukang ojeg dan lainnya. Perekonomian berjalan lambat, karena sebagian besar aliran transaksi jual beli
terjadi di luar kota Ambon dan bahkan di luar Provinsi Maluku.
3 Submodel Ekologi