Pendekatan Sistem Sistem dan Pendekatan Sistem 1. Pengertian dan Tipe Sistem

Gambar 10. Peta sebaran titik pengamatan tutupan lahan di lokasi penelitian Citra landsat Interpretasi Citra Landsat berdasarkan unsur ukuran, rona, warna tekstur dan pola Peta interpretasipeta tutupan lahan sementara Pengecekan Lapangan Perbaikan peta hasil interpretasi dan hasil pengecekan lapangan Akurasi Peta Tutupan Lahan Final Data Penunjang: 1. Peta Topografi 2. Peta tataguna tanah, dll Klasifikasi Tutupan Lahan Data Pengamatan Lapangan T id a k d it e ri ma Gambar 11. Tahapan analisis kondisi tutupan lahan eksisting Pengenalan obyek secara visual merupakan bagian dalam interpretasi citra. Untuk itu identitas dan jenis obyek pada citra sangat diperlukan dalam analisis. Karakteristik obyek pada citra dapat digunakan untuk mengenali obyek melalui unsur interpretasi. Unsur interpretasi yang dimaksud antara lain: a. Ukuran merupakan cerminan penyajian luas daerah yang ditempati oleh kelompok individu; b. rona merupakan tingkatgradasi keabuan yang teramati pada citra penginderaan jauh yang dipresentasikan secara hitam-putih; c. warna merupakan wujud yang tampak mata. Dibandingkan dengan rona, perbedaaan warna lebih mudah dikenali oleh penafsir dalam mengenali obyek secara visual; d. tekstur merupakan frekuensi perubahan rona dalam citra. Tekstur dihasilkan oleh kelompok unit kenampkan yang kecil, tekstur sering dinyatakan kasar, halus, ataupun belang-belang Contoh hutan primer bertekstur kasar, hutan tanaman bertekstur sedang, tanaman padi bertekstur halus; e. pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan beberapa obyek alamiah. Hal ini membuat pola unsur penting untuk membedakan pola alami dan hasil budidaya manusia. Klasifikasi tutupan lahan merupakan langkah selanjutanya dari proses interpretasi citra, setelah itu dibuat peta penutupan lahan sementara. Peta penutupan lahan semenatara ini kemudian dijadikan peta untuk melakukan pengecekan di lapangan. Data hasil pengecekan lapangan selanjutnya dijadikan acuan untuk perbaikan peta hasil inerpretasi awal, selanjutnya dilakukan uji akurasi terhadap klasifikasi tutupan lahan tersebut dan jika akurasi diterima maka langkah selanjutnya adalah membuat peta tutupan lahan final. Luas areal tutupan lahan yang dilakukan pada lokasi penelitian termasuk kelima DAS dan dataran perkotaan pada bagian hilir dari DAS Kota Ambon, sedangkan luasan tutupan lahan untuk analisis debit unggulan hanya sampai pada batas outlet dari masing-masing DAS

3.4.2. Karakteristik Hidrologi DAS

Analisis data mencakup rata-rata curah hujan wilayah, evapotranspirasi, infiltrasi dan aliran permukaan. Selanjutnya dilakukan analisis SWAT dengan menggunakan aplikasi MapWindow dalam menganalisis debit sungai DAS di Kota Ambon. Pada aplikasi SWAT input data yang diperlukan disesuaikan dengan metode yang akan digunakan dalam menentukan parameter output nantinya. Simulasi SWAT dilakukan pada dua tahun yaitu Tahun 2002 dan Tahun 2010 dengan melihat perubahan tutupan lahan karena data perubahan tutupan lahan yang ada hanya pada Tahun 2002 dan Tahun 2009, sedangkan untuk melakukan kalibrasi debit hanya pada Tahun 2010 karena time series data debit yang ada hanya pada Tahun 2010. Analisis data mencakup rata-rata curah hujan wilayah, evapotranspirasi, infiltrasi dan aliran permukaan. Selanjutnya dilakukan analisis SWAT dengan menggunakan aplikasi MapWindow dalam menganalisis debit DAS Kota Ambon. Analisis Kecenderungan Ketersediaan Air Data hasil pengukuran debit harian sungai Wae Tomu telah dikumpulkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Maluku untuk Tahun 2002 dan Balai Sungai Maluku untuk Tahun 2010 secara intensif menggunakan AWLR. Ketersediaan air diproyeksikan berdasarkan data historis debit sungai dengan menggunakan model populer yang dikenal sebagai model Verhulst Burghes dan Borrie, 1981. Secara umum model ini menunjukan kurva sigmoid dari waktu ke waktu dengan nilai batasan pada waktu tak terbatas. Tidak 1. Tanah 2. Iklim 3. Landuse 4. Debit Pengumpulan Data Pengelompokan Data Pemasukan Data Mulai Validasi Model HRUs Model MWSWAT Debit Model Debit Observasi Evaluasi Statistik Kalibrasi Tataguna Lahan Peta dan Karakteristik DAS Iklim Debit Simulasi Hasil Kalibrasi Selesai Ya Gambar 12. Diagram alir analisis ketersediaan air DAS Kota Ambon Analisis debit sungai menggunakan MWSWAT Perhitungan debit sungai dilakukan dengan menggunakan MWSWAT untuk melihat karakteristik DAS secara keseluruhan dengan responsnya terhadap hidrologi DAS. Hasil simulasi nantinya dikalibrasi kembali dengan hasil perhitungan debit observasi di lapangan. sebelum memulai tahapan pengolahan dengan menggunakan SWAT, perlu dilakukan persiapan terhadap data yang akan dimasukan sebagai input dalam SWAT yaitu: a. Membuat sistem koordinat pada peta DEM 30 m X 30 m, landcover, tanah. Sistem koordinat yang digunakan adalah sistem koordinat Universal Transverse Mercator UTM WGS 1984 pada zone 52S. Format peta yang digunakan dalam bentuk raster grid cells. b. Menyiapkan data iklim yang meliputi daftar stasiun Bandara Pattimura 967370.txt, data hujan harian dari tahun 1986 – 2010 9767370.pcp, data temperatur harian dari tahun 1986 – 2010 967370.tmp, data iklim tahun 1986 – 2010 di dalam file weather generator WGN_Pattimura.wgn. c. Menyiapkan data karakteristik tanah, tanamanLandcover, dan wilayah urban dengan penyesuaian terhadap data global yang telah ada. Penggambaran Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai Kota Ambon dibuat dengan metode Automatic Watershed Deliniation pada aplikasi SWAT. Peta DEM pulau Ambon dengan resolusi 30 m X 30 m dijadikan input untuk mempresentasekan beda elevasi dari setiap titik untuk melihat arah aliran air permukaan. Aliran sungai yang terbentuk akan membentuk suatu daerah aliran sungai, dan outlet dari aliran sungai tersebut disesuaikan dengan koordinat outlet sungai yang ada di Kota Ambon. Pembuatan wilayah Hidrologi Wilayah hidrologi dibentuk berdasarkan hydrological Response Unit HRUs pada aplikasi SWAT. HRUs menggambarkan pengaruh suatu wilayah terhadap faktor hidrologi yang terjadi pada wilayah tersebut, pembagian wilayah tersebut berdasarkan karakteristik tanah, tataguna lahan, dan kemiringan lereng. Input peta tanah dan landcover harus dalam koordinat sistem UTM, dan dalam format raster. Selanjutnya faktor kemiringan yang digunakan dalam menentukan