DAS Kota Ambon hulu merupakan bagian dari DAS yang termasuk dalam kategori kritis dan memerlukan prioritas penanganan yang lebih baik DAS Batu
Merah. Perilaku DAS hulu Kota Ambon telah mengakibatkan banjir di wilayah hilir pada musim hujan. Akibat banjir menimbulkan kerugian baik moril maupun
materiil yang terus berlangsung belakangan ini secara periodik pada musim hujan, penurunan kualitas air sungai, longsor pada beberapa titik maupun kejadian
kekeringan pada musim kemarau. Secara teknis hidrologi, kondisi demikian dapat terjadi akibat tingginya limpasan air permukaan dan berlangsungnya erosi.
Kondisi hidrologi DAS Kota Ambon ditunjukkan oleh ketidakstabilan debit air maksimum dan minimum di kelima sungai. Koefisien rejim sungai kelima DAS
menunjukkan nilai di atas 120 yang berarti kondisi DAS Kota Ambon yang semakin buruk.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status keberlanjutan DAS Kota Ambon dari dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial. Status
keberlanjutan DAS dilakukan melalui penilaian keberlanjutan masing-masing dimensi dengan analisis terhadap atribut-atribut penyusunannya dengan metoda
multidimensional scaling menggunakan Rap_Insus DAS Kota Ambon yang merupakan modifikasi dari Rapfish A Rapid Appraisal Technique for Fisheries
yang biasa digunakan untuk menduga tingkat keberlanjutan pada perikanan tangkap dari berbagai dimensi.
5.4.2. Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi
Hasil analisis Rap-DAS Kota Ambon terhadap 9 atribut diperoleh bahwa
nilai indeks tingkat keberlanjutan pada dimensi ekologi sebesar 38,55 terletak
antara 25,00
–44,99 berarti kurang berkelanjutan. Nilai indeks berkelanjutan
kurang dari 50 ini menunjukan semakin memburuknya kondisi ekologi wilayah DAS Kota Ambon. Kemampuan ekologi wilayah untuk mendukung aktivitas di
wilayah tersebut semakin berkurang. Bila daya dukung ekologis ini dibiarkan maka berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi yang lain sehingga pengelolaan
DAS Kota Ambon semakin tidak berkelanjutan. Hasil analisis keberlanjutan dimensi ekologi disajikan pada Gambar 52.
Berdasarkan analisis leverage terhadap atribut ekologi diperoleh 5 atribut yang sensitif terhadap tingkat keberlanjutan dari dimensi ekologi yaitu 1 Debit
Aliran Sungai RMS = 5,00; 2 Indeks Penggunaan AirIPA RMS = 4,29; 3 Indeks bervegetasi IPL = Lahan BervegetasiLuas DAS RMS = 3,33; 4 Pola
Pertanian Konservatif RMS = 3,21; dan 5 Kecukupan Luasan Tutupan hutan RMS = 2,95. Perubahan terhadap ke-5 leverage factor ini akan mudah
berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi. Hasil analisis leverage disajikan pada Gambar 48.
Gambar 48. Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi DAS Kota Ambon
Debit aliran sungai
berdasarkan perhitungan koefisien resim sungai ternyata mendapatkan nilai yang lebih dari 120 artinya bahwa debit sungai pada
saat debit minimum untuk puncak kemarau adalah 0,2 m
3
detik debit aliran bisa terjadi kering atau debit menjadi nol 0 dan pada saat puncak musim hujan
menjadi 0,9 m3detik Balai Sungai Maluku Tahun 2011 artinya secara fisik maka aliran sungai sudah berada pada nilai KRS 450.
RAP Insus DAS Ordination
Dimensi Ekologi
Gambar 49. Hasil analisis leverage atribut pada dimensi ekologi
Indeks penggunaan air IPA yang dihitung berdasarkan SNI 19-6728.1-
2002 menunjukan bahwa kebutuhan air untuk konsumsi wilayah Kota Ambon telah melebih produksi air yang disediakan oleh PDAM Kota Ambon dan PT.
DSA. Kondisi seperti ini perlu menjadi pertimbangan oleh pihak PDAM Kota Ambon untuk pengelolan yang baik seperti kontrol atau minimalkan kebocoran
pada jaringan perpipaan. Pemanfaatan sumber air tanah sebagai persediaan kebutuhan konsumsi masyarakat serta pemanfaatan sumber air yang baru.
Pertanian konservatif pengelolaan lahan pertanian garapan. Berdasarkan
pengamatan di lapangan, pada Desa Soya, Desa Urimesing dan Gunung Nona, serta lahan garapan milik masyarakat sebelum diubah menjadi lahan terbangun,
umumnya dikerjakan dengan pola konvensional dan konservatif yaitu untuk konvensional dengan menanam tanaman semusim, memakai pestisida, menanam
tanaman semusim pada daerah berlereng terjal, tanpa ada terasering dan tidak ada sumur resapan; sedangkan pola pertanian konservatif berupa jenis tanaman yang
di tanam adalah jenis tanaman campuran dan yang berumur panjang, memakai
pupuk organik, tanpa pestisida. Penutupan lahan bervegetasi
. Penutupan lahan bervegetasi menunjukkan kemampuan Daerah Aliran Sungai DAS dengan nilai indeks penutupan lahan
IPL yaitu perbandingan antara lahan berpenutupan vegetasi dengan luas DAS.
Penutupan lahan bervegetasi DAS Kota Ambon sebesar 2.330,11 ha 59.24 yang terdiri dari hutan sekunder 1.612,00 ha; pertanian lahan kering 145,82 ha;
dan pertanian lahan kering campur 572,29 ha. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan DAS Hulu sebagai perlindungan Daerah Aliran Sungai masih cukup
baik IPL: 30-75 untuk wilayah DAS Kota Ambon setempat. Wilayah berpenutupan vegetasi ini perlu dijaga keberadaannya dan jika memungkinkan
maka dapat ditingkatkan luasannya baik berupa penutupan hutan dan pertanian lahan kering.
Kecukupan luas tutupan hutan . Kecukupan luas tutupan hutan sebagai
wilayah DAS merupakan kawasan yang murni berhutan hutan sekunder. Untuk wilayah DAS Kota Ambon tutupan hutan adalah seluas 1.612,00 ha atau 40,98
dari luas DAS Kota Ambon secara keseluruhan. Presentase ini masih berada pada kategori cukup baik pada nilai interval antara 30
–75, namun perlu untuk ditingkatkan lagi luas kawasan bervegetasi hutan hutan sekunder supaya fungsi
tutupan hutan dalam respons hidrologi akan semakin meningkat dalam hal penyediaan air.
5.4.3. Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi
Atribut yang dianalisis pada dimensi ekonomi dalam pengelolaan DAS Kota Ambon sebanyak 7 atribut. Berdasarkan hasil analisis Rap-Insus DAS Kota
Ambon diperoleh nilai indeks keberlanjutan dari dimensi ekonomi sebesar
56,28 berarti dengan status cukup berkelanjutan terletak antara 50,00-
74,99. Hal ini berarti bahwa secara ekonomi, DAS Kota Ambon masih memberikan dukungan terhadap pengelolaan secara berkelanjutan. Hasil analisis
keberlanjutan dimensi ekonomi disajikan pada Gambar 50. Berdasarkan hasil analisis leverage yang disajikan pada Gambar 51.
diperoleh 4 dua atribut yang perubahannya berpengaruh sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan ekonomi yaitu 1 Penyerapan Tenaga Kerja Agroforestri
RMS=5,09; dan 2 Tingkat Ketergantungan Konsumen Terhadap Produk Agroforestri RMS = 2,88; 3 Potensi Objek Wisata RMS = 2,88; dan 4
Pendapatan Petani dari Agroforestri RMS = 2,82. Hasil analisis leverage dapat dilihat pada Gambar 50.
Gambar 50. Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi DAS Kota Ambon
Penyerapan Tenaga Kerja Agroforestri , dalam hal ini adalah kegiatan
ekonomi yang berbasis pada sistem agroforestri yaitu pemanaman tanaman berumur panjang dan dipadukan dengan tanaman perkebunan, dan tanaman
semusim yang bernilai ekonomis. Semakin banyak kebutuhan akan tenaga kerja untuk mengelola hasil produksi agroforestri maka secara ekonomi akan menjadi
baik karena melibatkan banyak orang. Data Desa Soya dan Desa Urimesing menunjukan bahwa 47,5 masyarakat yang bermukim pada DAS Hulu Kota
Ambon adalah bermata pencaharian adalah petani.
Ketergantungan terhadap produk agroforestri. Ketergantungan
konsumen terhadap produk agroforestri yang berasal dari DAS Kota Ambon sangatlah tinggi. Hal ini diperoleh dari pengamatan di lapangan yang mana
antusias masyarakat yang konsumtif terhadap buah-buahan salak, durian, langsat, duku, dan lain sebagainya yang merupakan produk dari agroforestri DAS bagian
hulu Kota Ambon, apabila produk agroforestri lokal sudah tidak ada di pasar maka untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam hal pemenuhi akan kebutuhan
produk agroforestri dapat di pasok dari luar Pulau Ambon.
RAP Insus DAS Ordination
Dimensi Ekonomi