Tingkat pendidikan Status kepemilikan lahan
pertanian kini sudah mulai pudar dan diganti dengan istilah bisnis atau kegiatan yang lebih menguntungkan. Sehingga dikalangan masyarakat terutama bagi
pemuda muncul anggapan bahwa pertanian itu adalah tidak menguntungkan. Selain itu dengan adanya sistem waris atau pembagian hak kepemilikan lahan
sawah yang memberikan kuasa terhadap beberapa ahli waris sehingga setiap individu memiliki lahan yang semakin sempit dan cendrung untuk menjual lahan
sawah tersebut. Beberapa hal tersebut mendorong terjadinya konversi lahan sawah di daerah pedesaan, walaupun terjadi dalam skala kecil namun tidak boleh
diabaikan dan menjadi perhatian bersama. Kecamatan Bogor Selatan seperti halnya daerah yang lain di pulau Jawa
juga mengalami konversi lahan sawah. Konversi yang terjadi berbagai macam bentuk seperti konversi lahan sawah menjadi lahan pertanian lainnya, maupun
konversi lahan menjadi lahan di luar kegiatan pertanian, contohnya untuk pemukiman, infrastruktur dan lainnya. Alih fungsi lahan pertanian menjadi non
pertanian terjadi hampir setiap tahun. Penurunan luas lahan pertanian di Kecamatan Bogor Selatan dapat dilihat pada Gambar 7 berikut ini.
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013
Gambar 7 Luas Lahan Pertanian Kecamatan Bogor Selatan Tahun 2009-2013 Gambar 7 menunjukkan luas lahan pertanian di Kecamatan Bogor Selatan
Tahun 2009 sampai 2013. Berdasarkan data tersebut luas lahan sawah mengalami penurunan, sedangkan lahan bukan sawah hampir setiap tahun mengalami
peningkatan. Pada tahun 2012 sampai 2013 lahan sawah tetap, tidak terjadi perubahan atau alih fungsi. Penurunan areal persawahan berpengaruh terhadap
penurunan produksi padi, karena tidak semua petani menerapkan inovasi
100 200
300 400
500 600
700
2009 2010
2011 2012
2013 Lahan Sawah ha
Lahan Bukan Sawah ha
teknologi SRI System of Rice Intensification, pengelolaan lahan dan air, peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan produksi, dan produktivitas dan
pemberian benih. Petani yang menerapkan teknologi SRI adalah petani yang bergabung dengan gapoktan gabungan kelompok tani. Tidak semua kelurahan
yang memiliki gapoktan, sehingga tidak ada penyuluhan dari Dinas Pertanian mengenai penerapan teknologi SRI. Kelurahan yang menerapkan SRI mampu
meningkatkan produktivitas padi. Alih fungsi lahan terjadi jumlah penduduk Kota Bogor maupun di Kecamatan Bogor Selatan semakin bertambah, baik yang
berasal dari pendatang maupun penduduk asli. Kondisi demikian menyebabkan persaingan penggunaan lahan menjadi semakin tinggi.
Menurut Sumaryo, et al 2005, ada dua pola alih fungsi lahan pertanian. Pertama, alih fungsi lahan yang dilakukan secara langsung oleh pemilik lahan
yang bersangkutan atau petani, seperti membuat rumah untuk keluarganya atau gudang untuk penyimpanan. Kedua, alih fungsi lahan pertanian yang diawali
dengan alih penguasaan lahan. Pemilik lahan pertanian menjual lahan mereka kepada pihak lain yang akan memanfaatkannya untuk usaha non pertanian.
Pemilik lahan secara tidak langsung dianggap mengalihfungsikan lahan pertanian tersebut.
Studi kasus di Kecamatan Bogor Selatan alih fungsi dilakukan tidak secara langsung tetapi sedikit demi sedikit dilakukan pembangunan. Petani menjual
lahan pertanian atau sawah yang mereka miliki kepada pemborong, setelah itu pemborong menjual lahan tersebut kepada pihak pengembang pemukiman atau
industri. Lahan pertanian yang sudah dibeli oleh pemborong tidak langsung dialihfungsikan menjadi bentuk lain, karena menunggu adanya pihak investor atau
pengembang yang akan membeli lahan tersebut. Saat lahan tersebut kosong petani masih dapat menggarap lahan sampai ada pengembang yang membeli dan
membuat industri atau pemukiman di lahan tersebut. Sebagian besar petani di Kecamatan Bogor Selatan adalah petani penggarap.
Petani penggarap sangat lemah dibandingkan petani yang memiliki lahan, berpengaruh terhadap proses bagi hasil kepada pemilik lahan. Hasil panen 13
untuk pemilik lahan, sehingga petani penggarap tidak menerima utuh dari hasil panen. Lahan yang dimiliki oleh petani penggarap adalah lahan milik pembeli