Konsep Land Rent Tinjauan Teori

S2 P2 S1 D2 P1 D1 Q Sumber: Barlowe, Raleigh 1986 Gambar 5 Kurva Permintaan dan Penawaran Lahan Harga keseimbangan bersifat fleksibel, selalu berubah-ubah dan cendrung meningkat karena penawaran lahan yang semakin terbatas disertai permintaan lahan yang semakin bertambah. Kurva penawaran lahan hampir bersifat tidak elastis dan kurva permintaan bersifat sangat elastis serta berubah sesuai dengan perkembangan ekonomi, sehingga terjadi pergeseran kurva permintaan lahan dari D1 meningkat ke D2. Pergeseran permintaan lahan tersebut mendorong peningkatan harga dari P1 meningkat ke P2 dengan penurunan tingkat penawaran lahan, dapat ditunjukkan dengan Gambar 5 Barlowe dalam Silalahi, 2008.

2.2 Alih Fungsi Lahan Pertanian

Bagi petani lahan sangat penting, dari lahan mereka dapat mempertahankan hidup dan keluarga, melalui kegiatan bercocok tanam dan berternak. Karena lahan merupakan faktor-faktor produksi dalam berusaha tani, maka status penguasaan lahan menjadi penting. Berkaitan dengan jenis komoditas apa yang diusahakan dan berkaitan besar kecilnya bagian yang diperoleh dari usahatani yang diusahakan. Sebelum masuknya perusahaan industri di suatu desa, lahan-lahan dikuasai oleh petani. Berkaitan dengan hak atas lahan maka di desa terdapat dua golongan yaitu petani pemilik dan petani bukan pemilik lahan, petani pemilik dapat menggarap lahan sendiri, selain itu dapat menggarapkan lahannya kepada orang lain melalui sistem sewa atau dengan sistem gadai. Sedangkan petani yang tidak memiliki lahan dapat menggarap lahan orang lain melalui sistem bagi hasil disebut petani penyakap, dapat melakukan penggarapan tanah dengan sistem sewa atau sistem gadai. Setelah masuk perusahaan industri di suatu desa, maka penggunaan lahan terpecah menjadi dua, yaitu sebagian dari luas lahan digunakan untuk perusahaan industri maka digunakan untuk luar pertanian, sedangkan sebagian lainnya masih tetap dimiliki petani. Artinya total lahan sawah yang dikuasai petani dan digunakan untuk kegiatan pertanian menjadi lebih sempit. Hubungan dengan penguasaan lahan, maka ada petani pemilik lahan yang berubah status menjadi petani tidak memiliki lahan, dikarenakan lahan dijual. Ada juga petani yang memiliki lahan tetapi luas lahannya berkurang atau menjadi sempit. Bisa dilihat dari hasil pertanian tahun 1993 di pulau Jawa lahan sawah berubah menjadi perumahan 28 603.50 ha, untuk industri 14 481.70 ha dan untuk perkantoran 3 178 ha. Menurut Iqbal dan Sumaryanto 2007, lahan pertanian yang rentan terhadap alih fungsi adalah sawah. Hal tersebut disebabkan oleh : 1 kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem dominan sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih tinggi; 2 daerah persawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah perkotaan; 3 akibat pola pembangunan di masa sebelumnya, infrastruktur wilayah persawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering; dan 4 pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan sebagainya berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar, dimana pada wilayah dengan topografi seperti itu terutama di Pulau Jawa ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah menurut Nasoetion dan Winoto 1996, proses alih fungsi lahan sawah secara langsung dan tidak langsung ditentukan oleh dua faktor, yaitu sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah, dan sistem non kelembagaan yang berkembang secara alamiah dalam masyarakat. Sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah antara lain direpresentasikan dalam bentuk peraturan mengenai konversi lahan. Alih fungsi lahan sawah 59.08 ditentukan oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan sistem pertanian yang ada seperti perubahan di dalam sistem kedudukan dan perubahan dalam sistem ekonomi pertanian. Faktor luar sistem pertanian seperti industrialisasi dan faktor-faktor perkotaan menjelaskan 32.17 , dan faktor demografis menjelaskan 8.75 . Menurut Witjaksono 1996, ada lima faktor sosial yang mempengaruhi alih fungsi lahan, yaitu: perubahan perilaku, hubungan pemilik dengan lahan, pemecahan lahan, pengambilan keputusan, dan apresiasi pemerintah terhadap aspirasi masyarakat. Dua faktor terakhir berhubungan dengan sistem pemerintahan. Dampak yang terjadi pada konversi lahan dapat dipandang dari dua sisi. Pertama, dari fungsinya, lahan sawah diperuntukkan untuk memproduksi padi. Adanya konversi lahan sawah ke fungsi lain akan menurunkan produksi padi nasional. Kedua, dari bentuk perubahan lahan sawah ke pemukiman, perkantoran, prasarana jalan dan lainnya berpengaruh terhadap besarnya kerugian sudah diinvestasikan dana untuk mencetak sawah, membangun waduk, dan sistem irigasi Ilham et al. 2010. Laju penggunaan lahan akan semakin meningkat, meningkatnya permintaan akan lahan mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian dibedakan menjadi dua yaitu faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung atau mikro yaitu faktor konversi di tingkat petani dimana faktor tersebut mempengaruhi langsung keputusan petani. Faktor tersebut adalah kondisi sosial ekonomi petani, seperti pendidikan, pendapatan, kemampuan secara ekonomi, pajak, harga tanah, dan lokasi tanah. Sedangkan faktor tidak langsung atau makro yaitu faktor konversi di tingkat wilayah dimana faktor tersebut tidak secara langsung mempengaruhi keputusan petani. Faktor ini mempengaruhi faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap keputusan petani. Faktor tersebut seperti pertumbuhan penduduk yang mempengaruhi pertumbuhan pembangunan pemukiman dan perubahan struktur ekonomi ke arah industri dan jasa akan meningkatkan kebutuhan akan sarana transportasi dan lahan untuk industri. Menurut Badan Pertanahan Nasional, Isa 2011 terdapat faktor-faktor yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian antara lain: 1 Faktor kependudukan, pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan