Teori Harga Lahan Tinjauan Teori
yang ada seperti perubahan di dalam sistem kedudukan dan perubahan dalam sistem ekonomi pertanian. Faktor luar sistem pertanian seperti industrialisasi dan
faktor-faktor perkotaan menjelaskan 32.17 , dan faktor demografis menjelaskan 8.75 .
Menurut Witjaksono 1996, ada lima faktor sosial yang mempengaruhi alih fungsi lahan, yaitu: perubahan perilaku, hubungan pemilik dengan lahan,
pemecahan lahan, pengambilan keputusan, dan apresiasi pemerintah terhadap aspirasi masyarakat. Dua faktor terakhir berhubungan dengan sistem
pemerintahan. Dampak yang terjadi pada konversi lahan dapat dipandang dari dua sisi. Pertama, dari fungsinya, lahan sawah diperuntukkan untuk memproduksi padi.
Adanya konversi lahan sawah ke fungsi lain akan menurunkan produksi padi nasional. Kedua, dari bentuk perubahan lahan sawah ke pemukiman, perkantoran,
prasarana jalan dan lainnya berpengaruh terhadap besarnya kerugian sudah diinvestasikan dana untuk mencetak sawah, membangun waduk, dan sistem
irigasi Ilham et al. 2010. Laju penggunaan lahan akan semakin meningkat, meningkatnya
permintaan akan lahan mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian
dibedakan menjadi dua yaitu faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung atau mikro yaitu faktor konversi di tingkat petani dimana faktor tersebut
mempengaruhi langsung keputusan petani. Faktor tersebut adalah kondisi sosial ekonomi petani, seperti pendidikan, pendapatan, kemampuan secara ekonomi,
pajak, harga tanah, dan lokasi tanah. Sedangkan faktor tidak langsung atau makro yaitu faktor konversi di tingkat wilayah dimana faktor tersebut tidak secara
langsung mempengaruhi keputusan petani. Faktor ini mempengaruhi faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap keputusan petani. Faktor tersebut seperti
pertumbuhan penduduk yang mempengaruhi pertumbuhan pembangunan pemukiman dan perubahan struktur ekonomi ke arah industri dan jasa akan
meningkatkan kebutuhan akan sarana transportasi dan lahan untuk industri. Menurut Badan Pertanahan Nasional, Isa 2011 terdapat faktor-faktor
yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian antara lain: 1 Faktor kependudukan, pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan
permintaan tanah untuk perumahan, jasa, industri, dan fasilitas umum lainnya. Selain itu, peningkatan taraf hidup masyarakat juga turut berperan menciptakan
tambahan permintaan lahan akibat peningkatan intensitas kegiatan masyarakat. 2 Kebutuhan lahan untuk kegiatan non pertanian antara lain pembangunan real
estate, kawasan industri, kawasan perdagangan, dan jasa-jasa lainnya yang memerlukan lahan yang luas, sebagian diantaranya berasal dari lahan pertanian
termasuk sawah. Lokasi sekitar kota, yang sebelumnya didominasi oleh penggunaan lahan pertanian, menjadi sasaran pengembangan kegiatan non
pertanian mengingat harganya yang relatif murah serta telah dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang. 3 Faktor ekonomi, yaitu tingginya land rent
yang diperoleh aktivitas sektor non pertanian dibandingkan sektor pertanian. Rendahnya insentif untuk berusaha tani disebabkan oleh tingginya biaya produksi,
sementara harga hasil pertanian relatif rendah dan berfluktuasi. Selain itu, karena faktor kebutuhan keluarga petani yang terdesak oleh kebutuhan modal usaha atau
keperluan keluarga lainnya membuat petani tidak mempunyai pilihan selain menjual sebagai lahan pertaniannya. 4 Degradasi lingkungan, antara lain
kemarau panjang yang menimbulkan kekurangan air untuk pertanian terutama sawah penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan yang berdampak pada
peningkatan serangan hama tertentu, serta pencemaran air irigasi. 5 Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan hukum dari peraturan-peraturan yang
ada. Menurut Winoto 2005 faktor-faktor yang mendorong terjadinya alih
fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian yaitu: 1.
Faktor kependudukan, yaitu peningkatan dan penyebaran penduduk di suatu wilayah. Pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan
permintaan tanah. 2.
Faktor ekonomi, yaitu tingginya land rent yang diperoleh aktifitas sektor non pertanian dibandingkan dengan sektor pertanian. Rendahnya insentif
untuk bertani disebabkan tingginya biaya produksi, sementara harga hasil pertanian relatif rendah dan berfluktuasi.
3. Faktor sosial budaya, antara lain keberadaan hukum waris yang
menyebabkan terfragmentasinya tanah pertanian, sehingga tidak memenuhi batas minimum skala ekonomi usaha yang menguntungkan.
4. Perilaku myopic, yaitu mencari keuntungan jangka pendek namun kurang
memperhatikan jangka panjang dan kepentingan nasional secara keseluruhan. Hal ini tercermin dari Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW
yang cendrung mendorong konversi tanah pertanian untuk penggunaan tanah non pertanian.
5. Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan hukum dari
peraturan yang ada.