Menetapkan Kawasan Pangan Abadi yang tidak boleh dikonversi, dengan pemberian insentif bagi pemilik lahan dan
pemerintah daerah setempat. 3.
Instrumen pengendalian konversi Instrumen yuridis.
Instrumen insentif dan disinsentif bagi pemilik lahan sawah dan
pemerintah daerah setempat. Pengalokasian dana dekosentrasi untuk mendorong pemerintah
daerah dalam mengendalikan konversi lahan pertanian. Instrumen Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW dan
perizinan lokasi.
2.4 Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW
Buku “Konsep Tata Ruang Ekonomi dalam Pengembangan Wilayah” menurut Rahardjo 2010, kawasan merupakan wilayah dengan fungsi utama
lindung atau budidaya ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait batas dan sistem ditentukan berdasarkan aspek fungsional
serta memiliki ciri tertentu. Sedangkan wilayah merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait batas dan sistem ditentukan berdasarkan aspek
administrasi dan aspek fungsional. Sedangkan Tata Ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak
direncanakan. Menurut Sugandi dan Murtopo 1987, tata ruang adalah: 1.
Tata ruang adalah pengaturan susunan ruang suatu wilayah atau daerah sehingga terciptanya persyaratan yang bermanfaat bagi segi ekonomi,
sosial, budaya dan politik yang menguntungkan bagi perkembangan di wilayah atau daerah tersebut.
2. Tata ruang adalah suatu wadah dalam tiga dimensi, yakni tinggi, lebar dan
kedalamannya yang menyangkut bumi, air, sungai, danau, lautan, dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya, udara, ruang angkasa
diatasnya secara terpadu, sehingga penggunaan serta pengelolaan mencapai manfaat sebesar-besarnya dan kesejahteraan rakyat.
Berdasarkan pasal 3 UU No 24 Tahun 1992 penataan ruang bertujuan: 1.
Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.
2. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan
kawasan budidaya. 3.
Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk: mewujudkan keterpaduan dan penggunaan sumberdaya alam dan buatan dengan
memperhatikan sumberdaya manusia, meningkatkan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan secara berdaya guna dan tepat guna untuk
meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia,
dan mewujudkan
perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Menurut BAPEDA Kota Bogor proses penataan lingkungan pemukiman secara fisik dilakukan dari sisi tata ruang, hal yang penting untuk dilaksanakan
bila pemerintah Kota Bogor memiliki keinginan untuk membangun profil kota yang efektif dan efisien serta meningkatkan kelayakan hidup bagi masyrakat.
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW terdapat empat wilayah perencanaan WP, yaitu WP A, WP B, WP C, dan WP D. WP A meliputi
kegiatan perdagangan, kegiatan perkantoran, kegiatan MICE meeting, insentif , convention, exibhition, pengembangan terminal agribisnis, dan perumahan
kepadatan rendah. Meliputi pengendalian perkembangan kegiatan perdagangan dan jasa, revitalisasi kawasan stasiun Bogor dan sekitar, serta peremajaan
kawasan pemukiman. WP B meliputi wilayah kegiatan perdagangan, hotel dan sarana akomodasi, rumah sakit regional, pengembangan kawasan wisata, serta
perumahan kepadatan rendah. WP C meliputi pengembangan pasar induk, pembangunan sentra elektronik, dan pengembangan perumahan. Sedangkan WP
D meliputi kegiatan perdagangan, kegiatan perkantoran, kegiatan jasa akomodasi dan perhotelan, serta wisata kuliner. Pendekatan tata ruang didasari:
1. Sebagai alternatif untuk dilakukan perubahan terhadap struktur, baik
struktur ruang fisik maupun non fisik yang membentuk pemukiman. Dengan demikian penataan diarahkan pada bentuk penanganan yang
bersifat pendefinisian kembali pola atau struktur ruang yang terbentuk dan bentuk-bentuk penanganan yang mengubah struktur dasar ruang.
2. Kesesuaian fungsi lokasi dan bentuk pengembangan fungsi yang
direncanakan atau diarahkan. Penentuan lahan sesuai untuk pengembangan kawasan pemukiman dan
perumahan di Kota Bogor disesuaikan dengan persyaratan yaitu: 1.
Lahan tidak termasuk dalam kawasan yang seharusnya tidak boleh dimanfaatkan untuk lahan terbangun, seperti kawasan sempadan sungai,
sempadan rel KA, sempadan SUTET, sempadan jalan. 2.
Lahan tidak memanfaatkan lahan yang berfungsi sebagai RTH. 3.
Lahan tidak memanfaatkan lahan yang mempunyai nilai topografi diatas 30 m dpl.
4. Lahan memanfaatkan lahan sawah, lahan kebun, lahan ladang, lahan
semak, dan tanah kosong. 5.
Lahan memanfaatkan lahan yang sesuai dengan rencana tata ruang, seperti RUTR, RDTR, dan rencana tata ruang lainnya.
6. Lahan memanfaatkan lahan yang dilayani oleh sarana dan prasara.
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Sitorus 2011,
Rembulan 2013, Shriwinanti 2013, Puspasari 2012, Khairunisa 2013, Yudistira 2013. Salah satu tujuan penelitian yang dilakukan oleh Sitorus 2011,
Shriwinanti 2013, Puspasari 2012, Khairunisa 2013, dan Yudistira 2013 adalah menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konversi lahan baik
mikro dan makro, sedangkan tujuan penelitian yang dilakukan oleh Gilang Putri 2013 adalah menganalisis dampak konversi lahan pertanian ke non pertanian
terhadap pendapatan petani. Penelitian yang dilakukan memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Persamaannya terletak pada
metode analisis data yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan yaitu dengan menggunakan metode analisis regresi
logit, dan metode analisis pendapatan usahatani untuk menganalisis dampak
konversi terhadap pendapatan petani. Perbedaannya adalah pada penelitian Sitorus 2011, Shriwinanti 2013, dan Khairunisa 2013 menggunakan data sekunder,
dan mengkaji laju konversi lahan, Sedangkan peneliti menggunakan data primer. Rembulan 2013 menggunakan metode Conntent Analisis, dan menghitung
dampak terhadap pendapatan petani pada lahan sawah dan lahan kering, sedangkan peneliti menggunakan analisis regresi logit dan menghitung
pendapatan pada lahan sawah. Puspasari 2012, dan Yudistira 2013 menggunakan analisis kuantitatif dan analisis deskriptif. Analisis menggunakan
interpretasi data, sedangkan analisis deskriptif menggunakan uji beda rata-rata. Peneliti menggunakan analisis kuantitatif untuk mengetahui faktor yang
mempengaruhi dan dampak alih fungsi lahan.
Tabel 6 Matriks Penelitian Terdahulu
NO PenelitiJudul Penelitian
Tujuan Metode
Hasil
1 Nama: Sitorus
Tahun: 2011 Judul: Analisis Faktor-Faktor
yang mempengaruhi Konversi
Lahan Sawah di Kabupaten
Bogor 1.
Mengidentifikasi faktor- faktor yang berpengaruh
terhadap konversi lahan sawah ke penggunaan
non sawah di Kabupaten Bogor.
2. Mengestimasi dampak
ekonomi konversi lahan sawah
di Kabupaten
Bogor selama periode 2001-2010.
1. Analisis Regresi
Linear Berganda. 2.
Analisis Kuantitas dan
Nilai Produksi
yang Hilang
1. Variabel yang berpengaruh nyata konversi
lahan sawah di Kabupaten Bogor adalah jumlah penduduk dan produksi padi sawah.
2. Dampak yang ditimbulkan adanya konversi
lahan sawah di Kabupaten Bogor adalah berkurangnya jumlah produksi padi dan
nilai produksi padi dan menurunkan gabah kering giling nilai produksi padi yang
hilang.
2 Nama: Puspasari
Tahun: 2012 Judul: Faktor-Faktor yang
mempengaruhi Alih
Fungsi Lahan
Pertanian dan
Dampaknya Terhadap Pendapatan
Petani Studi
Kasus Desa
Kondangjaya, Kabupaten Karawang
1. Mengidentifikasi faktor-
faktor yang
mempengaruhi alih
fungsi lahan pada tingkat wilayah maupun tingkat
petani. 2.
Menganalisis dampak
alih fungsi
lahan terhadap
pendapatan petani
di Desa
Kondangjaya. 1.
metode analisis deskriptif
memberiksn penjelasan
interpretasi data dan informasi.
2. Analisis
Kuantitatif menggunakan
analisis regresi
berganda, analisis regresi
logistik, dan analisis uji
beda rata-rata. 1.
Alih fungsi lahan sawah di Kecamatan Karawang Timur mengalami fluktuasi, dan
laju alih fungsi lahan sawah paling tinggi 2011, dikarenakan adanya pembangunan
pemukiman akibat peningkatan jumlah penduduk.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi alih
fungsi lahan pertanian khususnya lahan sawah di tingkat wilayah adalah jumlah
industri dan proporsi luas lahan sawah terhadap luas wilayah. Faktor-faktor petani
dipengaruhi oleh tingkat usia, luas lahan, proporsi pendapatan sektor pertanian, dan
pengalaman bertani.
3. Berdasarkan penelitian rata-rata pendapatan
petani tidak
berpengaruh terhadap
pendapatan total petani.
28