pertambahan penduduk serta perkembangan ekonomi dan industri mengakibatkan terjadinya degradasi, alih fungsi, dan fragmentasi lahan pertanian pangan telah
mengancam daya dukung wilayah secara nasional dalam menjaga kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan.
Berdasarkan data jumlah penduduk menurut Kecamatan di Kota Bogor pada tahun 2008 sampai 2012, jumlah penduduk menurut Kecamatan di Kota
Bogor pada tahun ke tahun semakin meningkat. Penduduk terbesar adalah Kecamatan Bogor Barat, disusul Kecamatan Tanah Sareal, dan Kecamatan Bogor
Selatan. Berdasarkan penggunaan lahan di Kota Bogor terlihat bahwa lahan pemukiman mengambil tempat yang paling besar dalam persentase penggunaan
lahan di Kota Bogor Tabel 3. Tabel 3 Penggunaan Lahan di Kota Bogor Tahun 2012
No Jenis Penggunaan
Eksisting Tahun 2012 Luas ha
Persentase 1
Pemukiman 8 444.60
71.01 2
Olahraga 299.28
2.53 3
Kolam Oklsidasi IPAL 1.50
0.01 4
Pertanian 742.00
6.26 5
Kebun Campuran 85.00
0.72 6
Industri 115.03
0.97 7
Perdagangan dan Jasa 726.80
6.13 8
Perkantoran atau Pemerintahan 98.00
0.83 9
Hutan Kota 141.50
1.19 10
Taman atau Lapangan Olahraga 250.48
2.11 11
Kuburan 337.07
2.84 12
Sungai atau situ 597.44
5.04 13
Jalan 2.70
0.02 14
Terminal atau subterminal 1.51
0.01 15
Stasiun Kereta Api 3.00
0.03
Jumlah 11 850.00
100.00
Sumber : Badan Pusat Statistik 2013
Kecamatan Bogor Selatan adalah salah satu kecamatan yang kontribusi hasil pertanian paling besar di Kota Bogor. Menurut Dinas Ketahanan Pangan terdapat
satu kelurahan yaitu Kelurahan Mulyaharja mempunyai potensi pertanian produktif jika panen yang dilaksanakan panen raya oleh Walikota Bogor. Namun
dengan bertambahnya jumlah penduduk setiap tahun maka membutuhkan pemukiman, sedangkan lahan terbatas menyebabkan lahan pertanian produktif di
alih fungsikan menjadi sektor industri dan pemukiman. Jika hal ini terus terjadi
maka akan berdampak pada menurunnya produksi pangan, hilangnya pendapatan dan kesempatan kerja petani, dan kerugian lingkungan. Berdasarkan uraian
tersebut, maka di Kecamatan Bogor Selatan penting untuk diteliti sehingga bermanfaat sebagai bahan pertimbangan bagi pembangunan wilayah di Kota
Bogor ke depan.
1.2 Perumusan Masalah
Masalah alih fungsi dalam penggunaan lahan terjadi karena pola pemanfaatan lahan yang masih sektoral, kriteria kawasan yang masih belum jelas,
koordinasi pemanfaatan ruang masih lemah, pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria masih lemah, dan penegakan hukum masih lemah Utomo, 1992.
Konversi lahan pada dasarnya tidak dapat dihindari dalam pelaksanaan pembangunan, tetapi perlu dikendalikan. Peningkatan kebutuhan lahan akibat
semakin tingginya aktivitas perekonomian secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan terjadinya pengurangan luas lahan pertanian. Seperti pada
Tabel 1 perubahan luas sawah pada Kota Bogor mengalami perubahan yang besar sebesar 2.50 ha dengan laju pertumbuhan 2.4 , artinya dengan besarnya jumlah
penduduk maka perubahan luas sawah berkurang. Menurut Dinas Pertanian Kota Bogor, Kota Bogor memiliki lahan pertanian seluas 3 116 ha, terdiri dari lahan
bukan sawah seluas 2 374 ha dan lahan sawah seluas 742 ha. Lahan sawah terbanyak pada Kecamatan Bogor Selatan sebesar 283 ha dibandingkan dengan
kecamatan lain. Selama jumlah penduduk terus mengalami peningkatan dan tekanan penduduk terhadap lahan terus meningkat maka konversi lahan pertanian
akan sulit untuk dihindari Kustiawan, 1997. Studi kasus Kecamatan Bogor Selatan jumlah penduduk mengalami
peningkatan dan tekanan penduduk meningkat setiap tahun memerlukan lahan untuk pemukiman, sehingga lahan sawah di Kecamatan Bogor Selatan mengalami
penurunan Tabel 4.
Tabel 4 Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Bogor Selatan Tahun 2009-2013
Tahun Lahan Sawah
ha Lahan Bukan Sawah
ha Lahan Bukan Pertanian
ha 2009
421.35 424.27
2 235.38 2010
391.35 424.27
2 264.38 2011
283.80 580.00
2 218.00 2012
283.00 580.00
2 218.00 2013
283.00 580.00
2 218.00
Sumber : Dinas Pertanian Kota Bogor 2013
Berdasarkan Tabel 4 lahan sawah mengalami penurunan setiap tahun, pada tahun 2012 dan 2013 lahan sawah tetap. Lahan sawah di Kecamatan Bogor
Selatan mengalami perubahan penggunaan lahan dilakukan pada lahan pertanian terutama lahan sawah, Bogor Selatan merupakan salah satu pusat pelayanan baru
di Kota Bogor yaitu dengan adanya pembangunan perumahan komersil oleh developer yang ditunjang dengan fasilitas pelayanan untuk skala kota maupun
regional, seperti yang tercantum pada Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2011 pasal 16 butir e yang diarahkan untuk kegiatan utama sentra otomotif, wisata
belanja, jasa akomodasi, ekowisata, serta meeting-incentive-convention-exhibition MICE. Hal ini menjadikan kawasan Bogor Selatan sebagai salah satu pusat
pertumbuhan ekonomi di Kota Bogor. Seperti yang dijelaskan sebelumnya Kecamatan Bogor Selatan adalah
kecamatan dengan jumlah produksi pertanian berupa lahan sawah paling banyak di Kota Bogor dibandingkan kecamatan lain, berdasarkan Tabel 5 jumlah produksi
masing-masing kecamatan. Namun lahan sawah yang mengalami alih fungsi lahan meningkat akibat perubahan ke pemukiman. Adanya konversi lahan ini akan
mengakibatkan perubahan pendapatan petani yang selama ini menggantungkan penghasilan dari usahatani padi, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut,
bagaimana pola perilaku petani sebelum dan sesudah konversi lahan dan dampaknya terhadap pendapatan petani di Kecamatan Bogor Selatan. Karena
petani adalah pelaku ekonomi yang tindakannya didasari oleh motif ekonomi, perlu diketahui faktor-faktor apa sajakah yang mendorong petani sehingga
memutuskan untuk mengkonversi lahan sawah ke sektor pemukiman, agar dapat diketahui akar permasalahan pola perilaku petani padi di Bogor Selatan.
Tabel 5 Luas Panen, dan Produksi Padi Sawah Per Ha di Kecamatan Kota Bogor Tahun 2012
No Kecamatan Luas Panen ha
Produksi Padi Sawah ton 1
Bogor Selatan 610
3 690.50 2
Bogor Timur 258
1 560.90 3
Bogor Utara 7
42.35 5
Bogor Barat 446
2 698.30 6
Tanah Sareal 26
157.30
Sumber : Dinas Pertanian 2013
Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang dapat dikaji di antaranya:
1. Bagaimana dampak konversi lahan sawah terhadap pendapatan usaha tani
padi di Kecamatan Bogor Selatan? 2.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Bogor Selatan?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengestimasi dampak konversi lahan sawah terhadap pendapatan usaha
tani padi yang hilang di Kecamatan Bogor Selatan. 2.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Bogor Selatan.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan diatas maka manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti, sebagai sarana dalam mengaplikasikan ilmu bidang ekonomi
sumberdaya dan lingkungan. 2.
Bagi civitas akademik, sebagai refrensi untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan topik ekonomi lahan.
3. Bagi Pemerintah, informasi ini sebagai bahan informasi dalam penyusun
kebijakan sektoral dan tata ruang yang dapat mendukung pembangunan
pertanian.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini diperlukan batasan-batasan yang jelas agar penelitian lebih terarah dan penelitian lebih fokus dalam melakukan penelitian. Batasan
penelitian ini adalah: 1.
Penelitian ini dilakukan Kecamatan Bogor Selatan yaitu Harjasari, Muarasari, Kertamaya, Bojongkerta, Rancamaya, Mulyaharja, dan Cikaret.
2. Alih fungsi lahan yang diteliti adalah lahan pertanian menjadi fungsi lain
yang diubah kebentuk lain seperti perumahan dan lain-lain. 3.
Lahan pertanian yang dianalisis terbatas pada lahan sawah dan hasil produksinya berupa padi atau gabah.
4. Faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan dilihat dari faktor mikro yang
mempengaruhi keputusan petani.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Teori Kependudukan Thomas Robert Malthus
Menurut Deliarnov 2005, berdasarkan Malthus dalam bukunya berjudul principles of population menyebutkan bahwa perkembangan manusia lebih cepat
di bandingkan dengan produksi hasil-hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia. Malthus orang yang pesimis terhadap masa depan manusia. Hal itu
didasari dari kenyataan bahwa lahan pertanian sebagai salah satu faktor produksi utama jumlahnya tetap. Pemakaian untuk produksi pertanian bisa ditingkatkan,
peningkatan tidak terlalu besar, karena lahan pertanian akan semakin berkurang keberadaannya disebabkan membangun perumahan, pabrik-pabrik serta industri
lainnya. Salah satu saran Malthus agar manusia terhindar dari kekurangan bahan
makanan adalah dengan kontrol atau pengawasan atas pertumbuhan penduduk. Pengawasan bisa dilakukan oleh pemerintah yang berwenang dengan berbagai
kebijakan misalnya dengan program keluarga berencana. Terdapat pengawasan diharapkan dapat menekan laju pertumbuhan penduduk, sehingga bahaya terhadap
pangan bisa teratasi. Kebijakan lain yang dapat diterapkan adalah dengan menunda usia menikah sehingga dapat mengurangi jumlah anak.
Menurut Todaro 1995 Malthus berpendapat bahwa penduduk suatu Negara mempunyai kecendrungan untuk bertambah menurut suatu deret ukur
yang akan berlipat ganda tiap 30-40 tahun. Pada saat yang sama karena adanya ketentuan pertambahan hasil yang semakin berkurang dari suatu faktor produksi
yang jumlahnya tetap maka persediaan pangan hanya akan meningkat menurut deret hitung. Hal ini dikarenakan setiap anggota masyarakat akan memiliki lahan
pertanian yang semakin sempit, maka kontribusi marjinal atas produksi pangan akan semakin menurun. Malthus mengabaikan peningkatan teknologi, penanaman
modal, dan perencanaan produksi. Malthus mengatakan: 1.
Tingkat pengembangan teknologi tidak sama diseluruh Negara. 2.
Kemampuan yang berbeda-beda untuk mengadakan penanaman modal.