Pengaruh Kebijakan Pemerintah Terhadap Dayasaing Ekspor CPO

142 dipertentangkan dan diduga masih menempatkan posisi petani lebih lemah dan sangat dipengaruhi oleh perilaku perusahaan, meskipun telah merujuk pada peraturan Menteri Pertanian Nomor 395 tahun 2005 Mulyana, 2007; KPPU, 2008; Pasaribu, 2010. Mengingat harga CPO dunia yang cenderung fluktuatif, maka Didu 2001 mengajukan agar penetapan harga disesuaikan dengan pasar dunia melalui mekanisme forecasting dimana nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dijadikan input situasional yang berubah menurut waktu. Hasil kajian Mulyana 2007 tentang penetapan harga tandan buah segar kelapa sawit di Sumatera Selatan dari perspektif pasar monopoli bilateral juga menunjukkan bahwa harga TBS di tingkat petani berdasarkan kebijakan penetapan harga oleh pemerintah lebih rendah 15,23 – 41,73 dibandingkan dengan harga bersaing sempurna.

5. Pengaruh Kebijakan Pemerintah Terhadap Dayasaing Ekspor CPO

Arisman 2002, Susila 2004c, Dradjat 2007a, Abidin 2008, Chalil 2008, Obado et al. 2009 telah melakukan analisis terhadap sejumlah kebijakan pemerintah terkait industri minyak kelapa sawit Indonesia terutama yang terkait dengan pajak ekspor PE. Karena merupakan komoditas strategis, maka pemerintah merasa perlu untuk turut mengatur sistem tata niaga kelapa sawit beserta produk-produknya terutama CPO. Wujud campur tangan pemerintah terdiri dari 1 pengaturan alokasi CPO, 2 pembentukan sistem pengawasan secara langsung terhadap pasokan dan harga domestik, 3 pembatasan dan pelarangan ekspor CPO. Kebijakan mengenai tata niaga minyak kelapa sawit khususnya CPO dan PKO pertama kali dikeluarkan pemerintah pada tahun 1978 dan terus diperbaharui hingga sekarang. Tujuan utama penetapan kebijakan- kebijakan tersebut adalah untuk menjamin agar pasokan CPO dalam negeri tetap stabil, sehingga harga minyak goreng di dalam negeri tetap stabil. Arisman 2002, Susila 2004c, dan Dradjat 2007 menyatakan penetapan PE sejak Agustus 2004 hingga penetapan pajak ekspor tambahan PET sebesar 40 - 70 berdasarkan harga ekspor dan harga dasar berpengaruh besar terhadap berbagai aspek industri seperti investasi, produksi, perdagangan, pendapatan 143 petani dan distribusi kesejahteraan. Pada tahun 1998 PE-CPO naik dari 40 menjadi 60 sebelum akhirnya berturut-turut turun menjadi 40, 30 dan 10 pada tahun 1999 dan turun lagi menjadi 5 pada akhir tahun 2000. Dari tahun 2002 – 2007 terjadi fluktuasi nilai PE CPO yaitu 3 2002, 1,5 2004 dan 6,5 2007. Obado et al. 2009 menyatakan kebijakan pajak ekspor CPO selain menurunkan dayasaing industri CPO Indonesia juga memberatkan bagi produsen CPO dan menguntungkan bagi Malaysia yang dapat mengambil alih pangsa pasar dalam negeri Indonesia. Meski demikian, Susila 2004c dan Obado et al. 2009 merekomendasikan nilai pajak ekspor CPO yang efektif adalah berkisar antara 10,98 – 11,13 guna mencegah larinya CPO ke luar negeri yang mengakibatkan kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng dalam negeri. Menurut kajian Abidin 2008, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ekspor CPO Indonesia secara parsial dapat dijelaskan sebagai berikut: 1 Harga CPO domestik berpengaruh negatif terhadap ekspor Indonesia yaitu, dengan koefisien sebesar -3,549 yang artinya jika harga CPO domestik naik sebesar Rp l maka ekspor CPO Indonesia akan turun sebesar 3,549 ton. 2 Harga internasional CPO berpengaruh positif terhadap ekspor CPO Indonesia dengan koefisien regresi sebesar 6,117 yang artinya jika harga internasional minyak sawit CPO naik sebesar 1 Dollar maka ekspor CPOIndonesia akan naik sebesar 6,117 ton konstan dengan koefisisen regresi sebesar -1.578,48 yang artinya jika tidak ada variabel seperti harga CPO domestik, harga CPO internasional, nilai tukar dan harga subsitusi minyak kelapa maka Indonesia masih dapat mengekspor CPO meski turun sebesar l.578,48 ton. 144

IV. METODOLOGI PENELITIAN