Analisis Sensitivitas AHP Strategi Kebijakan Pemerintah

190 juga menunjukkan bahwa instrumen kebijakan harga TBS merupakan instrumen yang memiliki bobot tertinggi untuk pengembangan agroindustri kelapa sawit, yang disusul oleh instrumen kebijakan gajiupah dan pajak. Dari hasil AHP dan MPE dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor strategis didalam pengembangan agroindustri kelapa sawit adalah faktor TBS harga dan ketersediaan, keamanan berusaha, dana tingkat suku bunga, sumber dana dan ketersediaan dana, pasar suplai, permintaan dan harga CPO dan PKO. Hasil dari AHP dan MPE dapat dilihat pada lampiran dalam pengembangan agroindustri kelapa sawit juga berfungsi untuk penyelesaian konflik kepentingan antar pihak berkepentingan, selain itu juga dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan strategi pengembangan agroindustri kelapa sawit nasional.

a. Analisis Sensitivitas AHP Strategi Kebijakan Pemerintah

Untuk melihat tingkat sensitivitas perubahan skala prioritas kebijakan dilakukan uji sensitivitas. Analisis sensitivitas ini dimaksudkan untuk melihat kecendrungan perubahan suatu perioritas terhadap faktor lain yang mempengaruhinya. Adapun hasil dari analisis sensitivitas selengkapnya diuraikan dibawah ini : Gambar 7. Diagram Batang Analisis Sensitivitas awal pada level faktor Kondisi awal pendapat para stakeholder Gambar 10 menunjukkan bahwa skala prioritas strategi dan kebijakan pemerintah terkait pengembangan industri kelapa sawit nasional Studi Kasus di PTPN IV pada level faktor secara berturut- turut dari prioritas utama hingga prioritas terakhir adalah penetapan harga TBS 191 0,451, penetapan pajak ekspor secara berkala 0,195, diversifikasi produk olahan minyak sawit 0,139, pola usaha dan pemerataan produk yang merata 0,128 dan distribusi lahan 0,088. Penetapan skala prioritas tersebut terutama didasarkan atas pertimbangan aspek peningkatan produktivitas 0,480, disusul dengan pertimbangan aspek peningkatan sarana dan prasarana sebagai skala prioritas kedua 0,242, dan aspek daya saing 0,117 sebagai prioritas ketiga serta aspek SDM 0,083 dan investasi 0,077 sebagai prioritas keempat dan kelima. Seandainya preferensi para stakeholder terhadap pertimbangan produktivitas meningkat, misalnya akibat adanya kebijakan pemerintah terhadap diversifikasi produk olahan minyak sawit ataupun adanya peningkatan mutu kelapa sawit yang dihasilkan meningkat, sehingga aspek produktivitas mencapai skala prioritas utama 70,2, maka urutan skala prioritas strategi kebijakan masih tetap Gambar 8. Gambar 8. Preferensi terhadap aspek daya saing ditingkatkan 70,2 Demikian pula jika preferensi para stakeholder terhadap produktivitas meningkat mencapai skala proiritas utama 100, maka urutan strategi kebijakan masih tetap sama Gambar 9. 192 Gambar 9. Preferensi terhadap daya saing ditingkatkan 100 Kondisi yang sama juga berlaku apabila aspek daya saing, sarana dan prasarana serta aspek Sumber Daya Manusia SDM mencapai skala prioritas utama maka urutan strategi kebijakan masih tetap sama. Pada level aktor kondisi awal pendapat para stakeholder Gambar 10 menunjukkan bahwa skala prioritas strategi dan kebijakan pemerintah terkait pengembangan industri kelapa sawit nasional Studi Kasus di PTPN IV secara berturut-turut dari prioritas utama hingga prioritas terakhir adalah penetapan harga TBS 0,451, penetapan pajak ekspor secara berkala 0,195, diversifikasi produk olahan minyak sawit 0,139, pola usaha dan pemerataan produk yang merata 0,128 dan distribusi lahan 0,088. Penetapan skala prioritas tersebut terutama didasarkan atas pertimbangan pembuat kebijakan yakni direktur PTPN Studi Kasus Direktur PTPN IV 0,456, disusul dengan pertimbangan keputusan Deperindag sebagai skala prioritas kedua 0,2192, dan Kelembagaan 0,117 sebagai prioritas ketiga serta petani 0,093 dan Dirjen Perkebunan 0,090 sebagai prioritas keempat dan kelima, Pengusaha 0,067 di prioritas keenam. 193 Gambar 10. Diagram Batang Analisis Sensitivitas awal pada level aktor Seandainya preferensi para stakeholder terhadap pelaku usaha perkebunan yakni Direktur PTPN selaku pembuat keputusan meningkat, misalnya akibat adanya kebijakan pemerintah terhadap Peraturan Perundang-undangan Perkebunan ataupun adanya penetapan kebijakan baru yang berkaitan dengan kelapa sawit, sehingga Direktur PTPN mencapai skala prioritas utama 70,2, maka urutan skala prioritas strategi kebijakan masih tetap. Selengkapnya urutan prioritas mulai dari prioritas utama hingga terakhir dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Prefensi terhadap aktor Direktur PTPN ditingkatkan 70,2 Kondisi yang sama juga berlaku apabila preferensi aktor pengusaha ditingkatkan menjadi 70,2 ataupun preferensi aktor lain yakni Petani ditingkatkan 70,2, dan kondisi ini juga berlaku pada aktor lain seperti Deperindag, Dirjen Perkebunan, dan Kelembagaan. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 12 dan 13. 194 Gambar 12. Preferensi terhadap aktor Petani ditingkatkan 70,2 Gambar 13. Preferensi terhadaap aktor Pengusaha ditingkatkan 70,2 Kondisi yang sama juga berlaku apabila preferensi aktor direktur PTPN ditingkatkan menjadi 100 ataupun preferensi aktor lain yakni Deperindag, Dirjen Perkebunan, Kelembagaan, Petani serta Pengusaha ditingkatkan sampai 100 maka urutan skala prioritas masih tetap sama. Hal ini berlaku pada semua level aktor dari peringkat paling utama sampai terakhir. 195 Gambar 14. Preferensi terhadap aktor Dirut PTPN ditingkatkan 100 Gambar 15. Preferensi terhadap aktor petani ditingkatkan 100 Gambar 16. Preferensi terhadap aktor pengusaha ditingkatkan 100 Selanjutnya pada level tujuan kondisi awal pendapat para stakeholder Gambar 17 menunjukkan bahwa skala prioritas strategi dan kebijakan pemerintah terkait pengembangan industri kelapa sawit nasional Studi Kasus di PTPN IV secara berturut-turut dari prioritas utama hingga prioritas terakhir 196 adalah penetapan harga TBS 0,451, penetapan pajak ekspor secara berkala 0,195, diferifikasi produk olahan minyak sawit 0,139, pola usaha dan pemerataan produk yang merata 0,128 dan distribusi lahan 0,088. Penetapan skala prioritas tersebut terutama didasarkan atas tujuan yang hendak di capai yakni direktur peningkatan pengusaha kelapa sawit dan usaha perkebunan 0,505, disusul dengan peningkatan pendapatan tenaga kerja petani sebagai skala prioritas kedua 0,219, dan peningkatan pendapatan pemerintah 0,101 sebagai prioritas ketiga serta peningkatan kualitas lingkungan 0,089 dan peningkatan pendapatan pabrik kelapa sawit 0,086 sebagai prioritas keempat dan kelima. Gambar 17. Diagram Batang Analisis Sensiitivitas awal pada level tujuan Seandainya preferensi para stakeholder terhadap tujuan peningkatan pendapatan pelaku usaha meningkat, misalnya akibat adanya kebijakan pemerintah terhadap izin usaha perkebunan ataupun adanya peningkatan jumlah perkebunan swasta atau perkebunan inti plasma, sehingga pelaku usaha mencapai skala prioritas utama 70,2, maka urutan skala prioritas strategi kebijakan masih tetap tetapi terjadi peningkatan nilai bobot. Selengkapnya urutan prioritas mulai dari prioritas utama hingga terakhir sebagai berikut : Penetapan harga TBS dimana kondisi awal 0,451 menjadi 0,465, terjadi peningkatan nilai bobot sebesar 0,14 0,014, pola usaha dan pemerataan produk yang merata 0,128 menjadi 0,130 atau naik sebesar 0,02. Penurunan bobot terjadi pada penetapan pajak ekspor secara berkala 0,195 menjadi 0,196 atau sebesar 0,01; diversifikasi produk olahan minyak sawit 0,139 menjadi 0,128 atau turun 197 sebesar 0,11, dan distribusi lahan 0,088 menjadi 0,081 atau turun sebesar 0,07. Gambar 18. Preferensi terhadap tujuan ditingkatkan 70,2 Apabila preferensi stakeholder ditingkatkan mencapai kondisi ekstrim pada 100, maka urutan skala prioritas strategi kebijakan masih tetap sama tetapi terjadi peningkatan nilai bobot. Peningkatan bobot terjadi pada penetapan harga TBS dimana kondisi awal 0,451 menjadi 0,486, terjadi peningkatan nilai bobot sebesar 0,34 0,014, pola usaha dan pemerataan produk yang merata 0,128 menjadi 0,134 atau naik sebesar 0,06, penetapan pajak ekspor secara berkala 0,195 menjadi 0,196 atau sebesar 0,01. Penurunan nilai bobot terjadi pada diversifikasi produk olahan minyak sawit 0,139 menjadi 0,111 atau turun sebesar 0,28, dan distribusi lahan 0,088 menjadi 0,072 atau turun sebesar 1,6. Selengkapnya dapat diliah pada Gambar 19. 198 Gambar 19. Preferensi terhadap tujuan ditingkatkan 100 Jika preferensi para stakeholder terhadap tujuan perioritas kedua yakni peningkatan pendapatan tenaga kerja, misalnya akibat adanya kebijakan pemerintah terhadap kenaikan UMR ataupun adanya peningkatan penetapan harga TBS, sehingga peningkatan pendapatan tenaga kerja mencapai skala prioritas utama 70,2, maka urutan skala prioritas strategi kebijakan masih tetap sama tetapi terjadi peningkatan nilai bobot pada diversifikasi produk olahan minyak sawit, pola usaha dan pemasaran produk yang merata, dan distribusi lahan sedangkan penurunan nilai bobot terlihat pada penetapan harga TBS, penetapan ekspor secara berkala. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Uji sensitivitas pada level tujuan Peningkatan Pendapatan Tenaga Kerja menjadi skala prioritas utama 70,2 Alternati Kebijakan Nilai Bobot Awal Kondisi 70,2 Keterangan Penetapan harga TBS 0,451 0,420 Penurunan nilai bobot 3,1 Penetapan ekspor secara berkala 0,195 0,191 Penurunan nilai bobot 0,4 Diversifikasi produk olahan minyak sawit 0,139 0,167 Peningkatan nilai bobot 2,8 Pola usaha dan pemasaran produk yang merata 0,128 0,132 Peningkatan nilai bobot 0,4 Distribusi lahan 0,088 0,090 Peningkatan nilai bobot 0,2 Kondisi yang sama terjadi apabila tujuan pada prioritas kedua yakni peningkatan pendapatan tenaga kerja dinaikkan sampai mencapai kondisi ekstrim 100, maka skala prioritas strategi kebijakan masih tetap sama Tabel 24. 199 Table 24. Uji sensitivitas pada level tujuan Peningkatan Pendapatan Tenaga Kerja menjadi skala prioritas utama 100 Alternatif Kebijakan Nilai Bobot Awal Kondisi 100 Keterangan Penetapan harga TBS 0,451 0,400 Penurunan nilai bobot 5,1 Penetapan ekspor secara berkala 0,195 0,189 Penurunan nilai bobot 0,6 Diversifikasi produk olahan minyak sawit 0,139 0,184 Peningkatan nilai bobot 4,5 Pola usaha dan pemasaran produk yang merata 0,128 0,135 Peningkatan nilai bobot 0,7 Distribusi lahan 0,088 0,092 Peningkatan nilai bobot 0,4 Selanjutnya jika preferensi para stakeholder terhadap tujuan perioritas ketiga yakni peningkatan pendapatan pemerintah, misalnya akibat adanya kebijakan pemerintah terkait industri kelapa sawit ataupun adanya kebijakan pemerintah tentang pajak ekspor kelapa sawit sehingga peningkatan pendapatan pemerintah mencapai skala prioritas utama 70,2 sampai kepada kondisi ekstrim 100, maka urutan skala prioritas strategi kebijakan masih tetap sama tetapi terjadi peningkatan nilai bobot pada penetapan harga TBS, penetapan ekspor secara berkala, distribusi lahan , dan distribusi lahan sedangkan penurunan nilai bobot terlihat pada diversifikasi produk olahan minyak sawit serta pola usaha dan pemasaran produk yang merata Tabel 25. Table 25. Uji sensitivitas pada level tujuan Peningkatan Pendapatan pemerintah menjadi skala prioritas utama 70,2 Alternatif kebijakan Nilai bobot Kondisi 70,2 Keterangan 200 awal Penetapan Harga TBS 0,451 0,471 Peningkatan nilai bobot 2,0 Penetapan ekspor secara berkala 0,195 0,200 Peningkatan nilai bobot 0,5 Diversifikasi Produk olahan minyak sawit 0,139 0,132 Penurunan nilai bobot 0,7 Pola usaha dan pemasaran produk yang merata 0,128 0,094 Penurunan nilai bobot 3,4 Distribusi lahan 0,088 0,104 Peningkatan nilai bobot 1,6 Tabel 26. Uji sensitivitas pada level tujuan Peningkatan Pendapaatan Pemerintah menjadi skala prioritas utama 100. Alternatif kebijakan Nilai bobot awal Kondisi 100 Keterangan Penetapan Harga TBS 0,451 0,482 Peningkatan nilai bobot 3,1 Penetapan ekspor secara berkala 0,195 0,202 Peningkatan nilai bobot 0,7 Diversifikasi Produk olahan minyak sawit 0,139 0,128 Penurunan nilai bobot 1,1 Pola usaha dan pemasaran produk yang merata 0,128 0,077 Penurunan nilai bobot 5,1 Distribusi lahan 0,088 0,112 Peningkatan nilai bobot 2,4 Apabila preferensi para stakeholder terhadap tujuan perioritas keempat yakni peningkatan kualitas lingkungan, misalnya akibat adanya kebijakan pemerintah terkait penanganan limbah industri kelapa sawit ataupun adanya kebijakan pemerintah tentang zero waste industri kelapa sawit sehingga 201 peningkatan kualitas lingkungan mencapai skala prioritas utama 70,2 sampai kepada kondisi ekstrim 100, maka urutan skala prioritas strategi kebijakan masih tetap sama tetapi terjadi peningkatan nilai bobot pada penetapan ekspor secara berkala, diversifikasi produk olahan minyak sawit, distribusi lahan. Penurunan terjadi pada penetapan harga TBS dan pola usaha dan pemasaran produk yang merata Tabel 27. Table 27. Uji sensitivitas pada level tujuan kualitas lingkungan menjadi skala prioritas utama 70,2 Alternatif kebijakan Nilai bobot awal Kondisi 70,2 Keterangan Penetapan Harga TBS 0,451 0,403 Penurunan nilai bobot 4,8 Penetapan ekspor secara berkala 0,195 0,201 Peningkatan nilai bobot 0,6 Diversifikasi Produk olahan minyak sawit 0,139 0,161 Peningkatan nilai bobot 2,2 Pola usaha dan pemasaran produk yang merata 0,128 0,125 Penurunan nilai bobot 0,3 Distribusi lahan 0,088 0,110 Peningkatan nilai bobot 2,2 Table 28. Uji sensitivitas pada level tujuan kualitas lingkungan menjadi skala prioritas utama 100. Alternatif kebijakan Nilai Bobot Kondisi Keterangan 202 Awal 100 Penetapan Harga TBS 0,451 0,379 Penurunan nilai bobot 7,2 Penetapan ekspor secara berkala 0,195 0,204 Peningkatan nilai bobot 0,9 Diversifikasi Produk olahan minyak sawit 0,139 0,172 Peningkatan nilai bobot 3,3 Pola usaha dan pemasaran produk yang merata 0,128 0,124 Penurunan nilai bobot 0,4 Distribusi lahan 0,088 0,121 Peningkatan nilai bobot 3,3 Uji sensitivitas pada tujuan perioritas kelima yakni peningkatan pabrik pengolahan industri kelapa sawit, misalnya akibat adanya kebijakan pemerintah terkait pengembangan industri kelapa sawit ataupun adanya kebijakan pemerintah tentang perizinan pendirian industri kelapa sawit sehingga peningkatan kualitas dan kuantitas pabrik pengolahan kelapa sawit meningkat mencapai skala prioritas utama 70,2 sampai kepada kondisi ekstrim 100, maka urutan skala prioritas masih tetep sama tetapi ada peningkatan nilai bobot pada penetapan harga TBS, pola usaha dan pemasaran produk yang merata, distribusi lahan. Penurunan nilai bobot terjadi pada alternatif kebijakan penetapan pajak ekspor secara berkala dan diversifikasi produk olahan minyak sawit Tabel 29. Tabel 29. Uji sensitivitas pada level tujuan peningkatan pabrik kelapa sawit menjadi skala prioritas utama 70,2. 203 Alternatif kebijakan Nilai bobot awal Kondisi 70,2 Keterangan Penetapan Harga TBS 0,451 0,457 Peningkatan nilai bobot 0,6 Penetapan ekspor secara berkala 0,195 0,187 Penurunan nilai bobot 0,8 Diversifikasi Produk olahan minyak sawit 0,139 0,133 Penurunan nilai bobot 2,6 Pola usaha dan pemasaran produk yang merata 0,128 0,132 Peningkatan nilai bobot 0,4 Distribusi lahan 0,088 0,092 Peningkatan nilai bobot 0,4 Tabel 30. Uji sensitivitas pada level tujuan peningkatan pabrik kelapa sawit menjadi skala prioritas utama 100. Alternatif kebijakan Nilai bobot awal Kondisi 100 Keterangan Penetapan Harga TBS 0,451 0,460 Peningkatan nilai bobot 0,9 Penetapan ekspor secara berkala 0,195 0,183 Penurunan nilai bobot 0,9 Diversifikasi Produk olahan minyak sawit 0,139 0,130 Penurunan nilai bobot 0,9 Pola usaha dan pemasaran produk yang merata 0,128 0,134 Peningkatan nilai bobot 0,6 Distribusi lahan 0,088 0,094 Peningkatan nilai bobot 0,6 3. Implikasi Manajerial Analisis dan Strategi Kebijakan Pemerintah Terkait Pengembangan Industri kelapa Sawit. 204 Dari uraian uji sensitivitas AHP yang diperoleh dari stakeholder dan pendapat pakar sepakat dapat disimpulkan bahwa strategi kebijakan pemerintah yang paling efektif yakni penetapan harga Tandan Buah Segar TBS, selanjutnya penetapan pajak ekspor secara berkala oleh pemerintah pusat, diversifikasi produk turunan minyak sawit, pengaturan pola usaha dan pemasaran produk yang merata baik dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerah serta di perlukannya kebijakan daerah tentang distribuusi lahan perkebunan agar pemanfaatan lahan menjadi lebih efektif lagi dan kualitas lingkungan dapat terjaga. Pada uji sensitifitas AHP ini telah dilakukan perningkatan skala prioritas pada masing-masing level baik dari level faktor, aktor, maupun tujuan dan kesimpulan dari peningkatan skala prioritas tersebut tidak mengubah skala prioritas alternatif kebijakan yang disarankan walaupun ada kenaikan bobot pada level tujuan tapi tidak mempengaruhi skala prioritas alternatif. Alternatif kebijakan ini dapat berubah nilai bobotnya apabila pada level masing-masing tujuan ditingkatkan skala prioritasnya tetapi hal ini tidak mengubah tingkat skala prioritas pada alternatif yakni pertama penetapan harga TBS, kedua penetapan pajak ekspor secara berkala, ketiga diversifikasi produk olahan minyak sawit, keempat pola usaha dan pemasaran produk yang merata dan kelima distribusi lahan. Secara keseluruhan dapat ditarik benang merah bahwasanya penetapan harga TBS yang transparan merupakan hal utama dan pokok yang harus dilakukan pemerintah karena aspek ini sangat berpengaruh kepada aspek yang lain seperti peningkatan pendapatan pelaku usaha perkebunan disusul oleh peningkatan pendapatan petani kelapa sawit dan pendapatan pemerintah juga secara otomatis akan ikut meningkat. Selain itu juga pemerintah diharapkan segera menetapkan kkebijakan tentang diversifikasi produk hilir minyak kelapa sawit sehingga merangsang pertumbuhan industri dalam negeri dan dapat miningkatkan jumlah penyerapan tenaga kerja. Industri ini sangat mempunyai prospek yang cerah apabila dibarengi dengan kebijakan pemerintah yang memperhatikan kepentingan banyak pihak guna menyelesaikan konflik yang selama ini blom mampu diatasi agar pertumbuhan perekonomian dalam negeri dapat meningkat. 205

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN PENETAPAN HARGA TANDAN BUAH SEGAR TBS BERBASIS INDUSTRI