Konsep Citra LANDASAN TEORI

2. Poin B, grade perusahaan atau pelayanan cukup positif, dan lembaga bersangkutan hanya disukai atau dikenal oleh kalangan khalayak tertentu kurang dikenal. 3. Poin C, grade citra perusahaan atau penilaian terhadap pelayanannya buruk. Tetapi lembaga yang bersangkutan kurang dikenal oleh semua orang atau khalayaknya. 4. Poin D, merupakan grade atau penilaian terhadap nama perusahaan hingga tingkat pelayanannya sangat terkenal kurang baik, dan memiliki citra buruk dimata setiap orang atau khalayaknya. Citra pada sebuah organisasi merupakan hasil dari kesan objektif. Citra dapat diukur melalui pendapat, ataupun kesan seseorang. Sehingga citra yang baik dan citra yang buruk itu tergantung pada peran, tugas, dan fungsi seorang humas. Citra adalah tujuan utama dan sekaligus merupakan reputasi dan prestasi yang hendak dicapai bagi dunia hubungan masyarakat kehumasan. Pengertian citra itu abstrak dan tidak dapat diukur secara sistematis, tetapi wujudnya bisa dirasakan dari hasil penilaian baik atau buruk, seperti penerimaan dan tanggapan baik positif maupun negatif yang khususnya datang dari publik dan masyarakat luas pada umumnya. 24 Penilaian atau tanggapan masyarakat tersebut dapat berkaitan dengan timbulnya rasa hormat, kesan-kesan yang baik dan menguntungkan terhadap suatu citra lembaga atau produk barang dan jasa pelayanannya 24 Rosady Ruslan, Manajemen Humas dan Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi, Jakarta: Raja Grafindo, 2002, Cet. Ke-4, h. 74. yang diwakili oleh pihak Humas. Biasanya landasan citra itu berakar dari “nilai-nilai kepercayaan” yang konkretnya diberikan secara individual, dan merupakan pandangan atau persepsi, serta terjadinya proses akumulasi dari amanah kepercayaan yang telah diberikan oleh individu-individu tersebut akan mengalami suatu proses cepat atau lambat untuk membentuk suatu opini publik yang lebih luas dan abstrak yaitu sering dinamakan citra. 25

G. Konsep Korupsi

Dalam ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa korupsi dari latin corruptio=penyuapan; dan corrumpore=merusak yaitu gejala bahwa para pejabat badan-badan negara menyalahgunakan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya. 26 Menurut Lubis Scott dalam arti hukum korupsi adalah tingkah laku yang menguntungkan kepentingan diri sendiri dengan merugikan orang lain, oleh para pejabat pemerintah yang langsung melanggar batas-batas hukum atas tingkah laku tersebut. Sedangkan menurut kamus ilmiah populer mengandung pengertian kecurangan, penyelewengan atau penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan diri; pemalsuan. Istilah korupsi ini seringkali diikuti dengan istilah kolusi dan nepotisme yang dikenal dengan singkatan KKN. 27 Sama halnya dengan istilah humas, korupsi juga memiliki beragam istilah, salah satunya menurut Alatas dalam bukunya Sosiologi Korupsi: 25 Rosady Ruslan, Manajemen Humas dan Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi, Jakarta: Raja Grafindo, 2002, Cet. Ke-4, h. 75, 26 IGM Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahasa Laten Korupsi: Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, Cet. Ke-1, h. 14, 27 IGM Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahasa Laten Korupsi: Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum,.....................h. 15. Sebuah Penjelajahan dengan data kontemporer, bahwa korupsi merupakan suatu perbuatan menyimpang moral. Korupsi yaitu menempatkan kepentingan publik di bawah tujuan-tujuan pribadi dengan melanggar norma-norma. 28 Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan suatu perbuatan yang melawan hukum yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merugikan perekonomian atau keuangan negra yang dari segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat. Sementara itu, menurut IGM Nurdjana pengertian korupsi secara harfiah yaitu sebagai berikut: a. Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidakjujuran. b. Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya. c. Perbuatan yang kenyataannya menimbulkan keadaan yang bersifat buruk perilaku yang jahat yang tercela, atau kebejatan moral, penyuapan dan bentuk-bentuk ketidakjujuran sesuai yang dikorup. 29 Berdasarkan beberapa konsep mengenai korupsi di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa korupsi merupakan perbuatan yang menyimpang dan 28 Hussein Syed Alatas, Sosiologi Korupsi: Sebuah Penjelajahan Data Kontemporer, Jakarta: LP3S, 1982, 29 IGM Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahasa Laten Korupsi: Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, Cet. Ke-1, h. 14. merusak moral karena melanggar hukum dan agama. Selain itu, korupsi dapat merusak dan merugikan tata perekonomian negara. Adapun bentuk dan jenis korupsi begitu luas sehingga tidak mudah dihadapi sarana hukum semata. Alatas menyebutkan terdapat 7 tipologi atau bentuk dan jenis korupsi yaitu korupsi transaktif, korupsi perkerabatan, korupsi yang memeras, korupsi investif, korupsi defensif, korupsi otogenik, korupsi suportif. Dengan memahami tipologi dan bentuk atau jenis korupsi tersebut menjadi semakin kronis serta kompleknya permasalahan korupsi yang terjadi di tingkat nasional dan transnasional. Korupsi memerlukan perhatian serius di Indonesia terutama yang banyak terjadi yaitu korupsi transaktif yang merupakan bentuk penyalahgunaan dan wewenang politik dan ekonomi yang berpengaruh kepada kondisi sosial budaya dan masyarakat. 30 Permasalahan korupsi merupakan permasalahan yang sangat sulit untuk diberantas oleh karena korupsi berkaitan erat dengan kompleksitas masalah lain. Banyak faktor yang memengaruhi motif untuk melakukan tindakan korupsi. Menurut Komisi IV, terdapat 3 indikasi menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia, antara lain: a. Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi, b. Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri, dan 30 IGM Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahasa Laten Korupsi: Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, Cet. Ke-1, h. 22-23. c. Penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri. 31 Komisi IV juga menyatakan kemungkinan perbuatan korupsi berhubung dengan meningkatnya kegiatan dalam bidang ekonomi pembangunan, seperti perluasan pengkreditan, bantuan luar negeri, dan penanaman modal asing. 31 IGM Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahasa Laten Korupsi: Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, Cet. Ke-1, h. 32.