Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Kementerian Agama. Dalam hal ini masyarakat memiliki peran penting dalam pembentukan persepsi. Proses pembentukan persepsi terhadap lembaga Kemenag bukan semata-mata diperoleh dengan membaca berita saja. Melainkan dipengaruhi oleh adanya faktor eksternal dari individu seperti kelompok pergaulan dan peran media massa. Selain itu, proses pembentukan citra seseorang terhadap suatu objek akan dipengaruhi oleh efek kognitif dari komunikasi yang mereka lakukan. 6 Sebagai sebuah lembaga yang menjunjung tinggi integritas dengan takeline 5 nilai budaya kerja dan bersih melayani tentu Kementerian Agama RI perlu mendapat dukungan penuh dari masyarakat dalam memberantas kasus korupsi. Hal ini tentunya lembaga Kemenag harus dapat memperbaiki citranya di mata publik. Dalam proses pembentukan citra tentunya tidak terlepas dari peran dan fungsi Praktisi Humas dalam sebuah lembaga tertentu. Praktisi Humas pada praktiknya memiliki keterkaitan dengan ilmu komunikasi karena keduanya merupakan satu kesatuan yang utuh dan mata rantai yang menunjang kegiatan humas. Karena humas merupakan metode ilmu komunikasi sebagai salah satu kegiatan yang mempunyai kaitan kepentingan dengan suatu organisasi. 7 Secara struktural, keberadaan Praktisi Humas merupakan bagian penting dari sebuah lembaga. Hal ini membuktikan bahwa humas 6 Soleh Soemirat, Dasar-dasar Public Relations, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004, h. 114, 7 Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999, Cet. Ke-XII, h. 131. merupakan salah satu fungsi manajemen dalam sebuah lembaga. Praktisi Humas berperan melakukan komunikasi timbal balik yang bertujuan menciptakan rasa saling menghargai, saling mempercayai, menciptakan good will, mendapatkan dukungan publik, tentu semua itu demi tercapainya citra positif bagi suatu lembaga. 8 Citra merupakan tujuan utama sekaligus reputasi dan prestasi bagi sebuah lembaga atau perusahaan. Pengertian citra sendiri masih abstrak, tetapi masih bisa dirasakan dari hasil penelitian baik atau buruk. Seperti penerimaan dan tanggapan baik positif maupun negatif yang khususnya datang dari publik. Tentu Humas Kemenag bertujuan untuk membangun citra positif lembaga di mata publik. Bagi sebuah lembaga, reputasi dan citra merupakan hal yang paling utama sehingga wajar saja jika segala upaya dilakukan oleh sebuah lembaga demi menjaga citra dan reputasi yang baik. Penguasaan ilmu kehumasan menjadi hal yang sangat penting bagi pegawai khususnya bagi lembaga Kementerian Agama untuk menjaga dan membina keharmonisan dengan semua kalangan agar citra positif Kementerian Agama tetap terjaga. 9 Kehumasan bagi aparat pemerintah adalah membangun komunikasi yang produktif dan efektif dengan masyarakat. Selain itu, peran kehumasan merupakan lini tugas penting dalam membangun citra 8 Rosady Ruslan, Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001, h. 35, 9 Sumber www.bdkjakarta.kemenag.go.id, Membangun Citra Kementerian Agama Dengan Kehumasan Yang Profesional Oleh Sahro Wardi Pada 130612, Diambil Pada Kamis 4216. dan kewibawaan pemerintah serta image dan opini publik yang positif. Seorang humas agar dapat menjembatani antara Kementerian Agama dalam konteks hubungannya dengan masyarakat dan lembaga-lembaga lainnya di masyarakat. 10 Kementerian Agama merupakan lembaga pemerintah yang memiliki tugas dan menjadi contoh bagi masyarakat agar tidak melakukan tindakan negatif. Tentu saja hal ini tidak mudah dalam memperbaiki citra Kementerian Agama di mata publik setelah terungkapnya berbagai kasus korupsi yang ada di lembaga tersebut. Praktisi Humas berperan membentuk opini publik menuju opini yang lebih baik, terutama dalam mengembangkan persepsi terbaik sebuah lembaga. Praktisi Humas sendiri bertugas untuk dapat memengaruhi cara pandang dan menciptakan citra yang diharapkan menciptakan citra yang baik atau publikasi yang positif merupakan prestasi sekaligus menjadi tujuan utama sebuah lembaga atau perusahaan terutama bagi aktivitas humas. Karena apabila citra positif telah dicapai oleh suatu perusahaan, maka hal ini akan memengaruhi bagaimana tanggapan masyarakat terhadap lembaga Kemenag itu sendiri dan berkaitan dengan rasa hormat atau kesan yang baik yang dapat menguntungkan terhadap citra lembaga itu sendiri. 11 10 Sumber www.bdkjakarta.kemenag.go.id, Membangun Citra Kementerian Agama Dengan Kehumasan Yang Profesional Oleh Sahro Wardi Pada 130612, Diambil Pada Kamis 4216, 11 Rosady Ruslan, Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001, Edisi Revisi, h. 70. Di sini Praktisi Humas Kementerian Agama memiliki tugas dan tantangan yang cukup berat. Tentu Praktisi Humas berperan penting dalam membangun citra positif dan kepercayaan publik terhadap lembaga Kementerian Agama. Dari pemaparan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dengan judul, Peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia Dalam Membangun Citra Positif Lembaga.

B. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Merujuk pada latar belakang yang telah penulis paparkan sebelumnya maka penulis membatasi penelitian ini hanya pada subjek dan pesan. Subjek yang dimaksud adalah Praktisi Humas Lembaga Kementerian Agama Republik Indonesia, sedangkan pesannya adalah peran Praktisi Humas Kementerian Agama dalam membangun citra positif lembaga. Agar batasan masalah penulis ini lebih terarah dan fokus, maka penulis ingin mengkaji apa saja yang dilakukan Praktisi Humas pada tahun 2014-2015 dimana setelah Lukman Hakim Saifudin resmi dilantik menjadi Menteri Agama Republik Indonesia. 2. Rumusan masalah Adapun rumusan masalah yang akan dikaji oleh peneliti adalah: 1. Bagaimana peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga? 2. Apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga 2. Mengidentifikasi hambatan-hambatan yang dihadapi Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga

D. Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara Akademis Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan pengetahuan dan kontribusi positif bagi ilmu komunikasi terutama dibidang humas berkaitan dengan kegiatan peran Praktisi Humas pada lembaga negara dalam membangun citra positif lembaga.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran jelas mengenai peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga dan hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga.

E. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Dani Verdiansyah dalam bukunya Filsafat Ilmu Komunikasi mengungkapkan bahwa paradigma ilmu merupakan cara pandang yang dilakukan seseorang dalam mempengaruhi cara berpikir, menentukan sikap, dan bertingkah laku dalam mencari sebuah kebenaran. 12 Paradigma dalam penelitian khususnya dalam penelitian kualitatif ada tiga yaitu paradigma konstruktivisme, post-positivisme, dan teori kritis. 13 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme dimana penelitian ini akan menemukan realitas berdasarkan hasil pemikiran dari temuan penulis. 2. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor sebagaimana yang dikutip oleh Imam Gunawan adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan berperilaku yang dapat diamati yang diarahkan pada latar dan individu secara holistik utuh. 14 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif. Menurut Jalaluddin Rachmat dalam bukunya “Metode Penelitian Komunikasi” metode deskriptif tidak bermaksud mengadakan pengujian, menjelaskan hubungan, tetapi lebih 12 Dani Verdiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Jakarta: Indeks, 2008, Cet. Ke-2, h. 50, 13 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, Jakarta: Bumi Aksara, 2013, Cet. Ke-1, h. 48, 14 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif,.........................h. 82. memfokuskan diri untuk menilai dan mamainkan unsur-unsur, sifat- sifat, bentuk atau karakteristik tertentu dari suatu kasus atau peristiwa yang terjadi di lapangan. Metode deskriptif hanya memaparkan situasi atau peristiwa dan tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. 15

3. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode studi kasus. Guba Lincoln, lebih diperjelas oleh Stake, kemudian dikembangkan oleh Creswell, sebagaimana yang dikutip oleh Imam Gunawan yang menyebutkan bahwa studi kasus adalah penelitian yang dilakukan terhadap suatu objek yang disebut sebagai kasus, yang dilakukan secara seutuhnya, menyeluruh dan mendalam dengan menggunakan berbagai macam sumber data. Selain itu, Creswell menyebut metode penelitian studi kasus sebagai salah satu strategi penelitian kualitatif. 16 Studi kasus ini menggunakan tipe deskriptif secara sistematis faktual dan aktual mengenai fakta suatu objek tertentu. Metode tersebut peneliti gunakan untuk berusaha menjawab dan menjelaskan lebih dalam tentang peranan Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaganya. 4. Subjek dan Objek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dan objek penelitiannya 15 Jalaluddin Rachmat, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007, h. 24, 16 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, Jakarta: Bumi Aksara, 2013, Cet. Ke-1, h. 114-115.