Peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia Dalam Membangun Citra Positif Lembaga

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)

Oleh FAIZAH NIM: 1112051000029

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1437 H/ 2016 M


(2)

(3)

(4)

(5)

i

PERAN PRAKTISI HUMAS KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA DALAM MEMBANGUN CITRA POSITIF LEMBAGA

Humas memiliki peran penting dalam menjaga citra sebuah organisasi. Pentingnya peran ini sangat dibutuhkan lembaga Kementerian Agama Republik Indonesia yang tengah menghadapi krisis organisasi sehingga banyak dilanda pemberitaan negatif. Maraknya kasus korupsi di Kementrian Agama menjadi penyebab krisis. Di sisi lain, sebagai kementerian yang memiliki label agama seharusnya Kementerian Agama dapat menjadi contoh baik bagi masyarakat luas.

Berdasarkan konteks di atas, maka tujuan penelitian ini untuk menjawab pertanyaan pada rumusan masalah. Adapun rumusan masalah penelitian ini yaitu bagaimana peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga? Kemudian hambatan apa saja yang dihadapi oleh Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga?

Teori yang digunakan adalah konsep peran humas menurut Dozier dan Broom. Teori ini digunakan sebagai alat pembedah dalam pembahasan peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia, apakah humas berhasil atas strategi dan metode yang digunakan, untuk membangun citra positif lembaga Kementerian Agama.

Dalam penelitian ini penulis meneliti tentang peran Praktisi Humas Kementerian Agama dan apa saja hambatan yang dihadapi Praktisi Humas dalam membangun citra positif lembaga. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, yang mendeskripsikan bagaimana penerapan peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga.

Setelah melakukan penelitian dan analisis, penulis menemukan beberapa temuan. Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia telah melakukan berbagai strategi dan kegiatan dalam membangun citra positif lembaga. Diantaranya menjaga citra positif, mengoptimalkan segala macam perangkat media, menjalin hubungan harmonis secara internal dan eksternal, dan analisis media. Humas menjadi pendukung dalam fungsi manajemen Kementerian Agama dan berupaya membangun citra positif lembaga. Hambatan-hambatan yang dihadapi Praktisi Humas yaitu tersendatnya aliran informasi dari unit teknis ke satu pintu (humas), lambatnya jawaban yang diberikan tim teknis atas masukan dan keluhan publik, terbatasnya staf humas, terbatasnya narasumber pemberitaan media, serta kepentingan media yang berbeda-beda. Dari hasil penelitian yang telah dijabarkan dan dianalisis, dapat ditarik kesimpulan bahwa Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia memiliki peran yang penting dalam membangun citra positif lembaga.

Kata kunci: Praktisi Humas, Kementerian Agama Republik Indonesia, Peran, Citra, dan Publik.


(6)

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Syukur Alhamdulilah, segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya dan Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, karena atas perjuangannya dan pengorbanannya dapat memberikan pelajaran dan teladan bagi umat Islam sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “PERAN PRAKTISI HUMAS

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA DALAM

MEMBANGUN CITRA POSITIF LEMBAGA”. Penulis ucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dan telah mendukung penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, baik moral maupun materi, terutama kepada:

1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D selaku wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag selaku wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, serta Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan.

2. Drs. Masran, MA dan Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

3. Prof. Dr. M. Yunan Yusuf selaku Dosen Pembimbing Akademik.

4. Dr. H. Sunandar, MA selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang bersedia membimbing dan telah banyak memberi masukan serta saran selama penulisan skripsi.


(7)

iii

penulis ucapkan mohon maaf apabila dalam proses perkuliahan, ada sikap atau sifat penulis yang kurang berkenan di hati Bapak/ Ibu, penulis sangat harapkan doa dari Bapak/ Ibu, semoga ilmu yang telah Bapak/ Ibu berikan menuai banyak keberkahan.

6. Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dan Wartawan Media Republika yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancarai langsung terkait penelitian ini.

7. Seluruh karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi serta pengelola perpustakaan Fakultas dan perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terima kasih atas layanannya, semoga pelayanan kepada mahasiswa menjadi lebih baik lagi kedepannya.

8. Kedua orang tua, Alm. Rudi Efendi dan Ibu Tati Mujiyati, Abang Irfan, Dita dan Adik Kiki sebagai keluarga penyemangat dalam menyelesaikan penelitian ini.

9. Mas Khoerun, Mba Jannah, Pak Syaiful, Mas Gepeng, Pak Rosidin, dan Mba Ratna yang telah senantiasa memberikan data untuk kelengkapan penelitian ini.

10.RDK (Radio Dakwah dan Komunikasi) UIN Jakarta yang telah memberikan arti dalam kehidupan di Kampus.

11.Teman-teman kelas KPI A angkatan 2012, sahabat penyemangat dalam menyelesaikan penelitian ini, Panji, Annisaa, Rohima, Ratih, Kiki, Ami, Gea, Mia, Aisyah, Diana, Hera, Hany, Rizki, dan lain-lain.


(8)

iv

12.Teman-teman KKN Kebings 2015, yang telah memberikan kenangan dan kebersamaan selama KKN berlangsung.

13.Sahabat seperjuangan, Rizal Nur Fauzi dan Nida Attaqia yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam menyelesaikan penelitian ini.

Dengan segala kekurangan dan keterbatasan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga segala apa yang telah penulis lakukan dan hasilkan dapat membuahkan manfaat serta memberikan nilai kebaikan khususnya bagi para penulis maupun pembaca sekalian. Dan semoga dapat menjadi suatu amalan kebaikan dalam bidang dakwah di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 22 Juni 2016


(9)

v

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Metodologi Penelitian ... 9

E. Pedoman Penulisan ... 12

F. Tinjauan Pustaka ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II LANDASAN TEORI A. Definisi Peran ... 18

B. Kerangka Konsep ... 19

1. Hubungan Masyarakat ... 19

a. Definisi Hubungan Masyarakat... 19

b. Fungsi Hubungan Masyarakat ... 21


(10)

vi

d. Peran Hubungan Masyarakat ... 25

2. Hubungan Masyarakat Pemerintah ... 28

a. Definisi Hubungan Masyarakat Pemerintah ... 28

b. Tugas Hubungan Masyarakat Pemerintah ... 29

c. Peran Hubungan Masyarakat Pemerintah ... 31

3. Model Perkembangan Komunikasi dan Praktik Humas ... 33

4. Model Perencanaan Humas ... 34

5. Konsep Citra ... 38

6. Konsep Korupsi ... 42

BAB III GAMBARAN UMUM KEMENTERIAN AGAMA RI A. Sejarah ... 46

B. Visi dan Misi ... 51

C. Struktur Organisasi Pusat ... 52

D. Kode Etik Pegawai ... 53

E. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi ... 53

F. Struktur Organisasi Pusat Informasi dan Humas ... 54

G. Tugas dan Fungsi Humas ... 55

BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia Dalam Membangun Citra Positif Lembaga... 57

B. Hambatan-hambatan Yang Dihadapi Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia Dalam Membangun Citra Positif Lembaga ... 83


(11)

vii

A. Kesimpulan ... 100 B. Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103


(12)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses Pembentukan Citra ... 39

Gambar 2.2 Model Grid Analysis Citra ... 40

Gambar 3.1 Struktur Organisasi Kementerian Agama RI ... 49

Gambar 3.2 Struktur Organisasi Pusat Informasi dan Humas Kementerian Agama ... 52

Gambar 4.1 Kolom Nomor Porsi Haji ... 57

Gambar 4.2 Kuis Harapan Publik ... 63

Gambar 4.3 Harapan Adi Mansur @murytech Terhadap Kementerian Agama RI ... 64

Gambar 4.4 Website Kementerian Agama RI ... 69

Gambar 4.5 Majalah Cetak Kementerian Agama “Ikhlas Beramal” ... 70

Gambar 4.6 Majalah Online Kementerian Agama ... 70

Gambar 4.7 Konferensi Pers Pelunasan BPIH Reguler ... 71

Gambar 4.8 Konferensi Pers Rencana Perkemahan Rohis Siswa SMA/SMK Tingkat Nasional Tahun 2016 ... 72

Gambar 4.9 Menag Berkunjung Ke Kantor Redaksi Harian Waspada Medan ... 74

Gambar 4.10 PPID Kementerian Agama ... 75

Gambar 4.11 Kolom Pengaduan Masyarakat Kementerian Agama ... 77

Gambar 4.12 Portal Whistleblowing System Kementerian Agama ... 77

Gambar 4.13 Pameran Kementerian Agama Dalam Memperingati Hari Anti Korupsi ... 79

Gambar 4.14 Twitter Kementerian Agama @Kemenag_RI ... 80

Gambar 4.15 Facebook Kementerian Agama RI ... 81


(13)

1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kementerian Agama merupakan lembaga pemerintah yang membidangi urusan agama. Kementerian Agama dipimpin oleh Menteri Agama yang sejak tanggal 9 Juni 2014 dijabat oleh Lukman Hakim Saifuddin. Kementerian Agama mempunyai tugas-tugas keagamaan yang berkenaan dengan masalah perkawinan, peradilan agama, urusan haji dan umrah, dan masalah pengajaran agama di sekolah-sekolah.

Di tahun 2014, masyarakat dikejutkan oleh pemberitaan miris terkait adanya dugaan kasus korupsi yang melibatkan pejabat Kementerian Agama RI. Kasus tersebut antara lain tindak korupsi dana operasional menteri (DOM) 2011-2014 dan dana penyelenggaraan haji yang dilakukan oleh mantan Menteri Agama Suryadharma Ali. Hal tersebut tercantum pada hasil berita Kompas.com dan Poskotanews.com.

“Terdakwa kasus korupsi penyelenggaraan haji, Suryadharma Ali dituntut hukuman 11 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Suryadharma dianggap terbukti menyalahgunakan wewenangnya selaku Menteri Agama selama pelaksanaan ibdah haji tahun 2010-2013.”1

“Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan

Menteri Agama, Suryadharma Ali, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penggunaan dana operasional menteri (DOM) pada Kemenag RI tahun anggaran 2011-2014. Hal itu diungkapkan Pimpinan sementara KPK, Johan Budi Sapto Prabowo. Ini berarti kasus kedua yang menjerat Suryadharma Ali sebagai tersangka

1

Sumber Kompas.com, Kasus Korupsi Haji Suryadharma Ali Dituntut 11 Tahun Penjara Oleh Herudin, Pada Rabu (23/12/15), Diambil pada Rabu (27/4/16).


(14)

2

korupsi. Sebelumnya mantan Ketua Umum DPP PPP ini juga sudah jadi tersangka kasus korupsi dana perjalanan haji di Kementerian Agama.” 2

Hal di atas menunjukkan kepada publik bahwa kasus korupsi yang terjadi di Indonesia sudah masuk di segala bidang. Termasuk bidang yang terkait dengan agama. Tentu kasus seperti ini akan diingat publik bagaimana mungkin sebuah lembaga negara yang memiliki lambang Al-Qur’an, melakukan tindakan korupsi. Pun lembaga yang memiliki pejabat dan pegawai yang berjiwa agamis namun pada kenyataannya tidak termanifestasi dalam kinerjanya. Kasus korupsi ini tentunya semakin memperburuk citra Kementerian Agama di mata publik. Hal tersebut seperti yang tercantum dalam berita Tribunnews.com.

“Kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji 2012-2013 benar-benar membuat citra dan tingkat kepercayaan publik kepada Kementerian Agama berada pada titik nadir.3 Selain itu Lukman Hakim Saifuddin mengatakan tantangannya tidak sederhana. Bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap institusi Kemenag juga berada pada titik yang rendah saat ini.” 4

Adanya kasus korupsi tersebut menyebabkan tingkat integritas Kementerian Agama berada pada titik terendah. Hal ini dibuktikan pada akhir 2011 KPK membuat survei yang menghasilkan tingkat indeks integritas Kementerian Agama paling rendah yaitu 5,37 jauh di bawah standar integritas pusat yang mencapai angka 7,07. Tentu hal ini mengejutkan publik karena seharusnya Kementerian Agama menjadi garda

2

Sumber Poskotanews.com, KPK Tetapkan Suryadharma Ali Tersangka Korupsi Kasus Lain Oleh Yulian, Pada Jumat (3/7/15), Diambil pada Kamis (4/2/16),

3

Sumber Tribunnews.com, Awali Jabatan Menag Baru Minta Maaf Kepada Masyarakat Oleh Dany Permana pada (9/6/14), Diambil pada Kamis, (4/2/16),

4

Sumber berita Tribunnews.com, Menag Kepercayaan Publik Terhadap Kemenag Berada Pada Titik Terendah Oleh Dany Permana pada (9/6/14), Diambil pada Kamis, (4/2/16).


(15)

terdepan membimbing umat dan masyarakat agar tetap hidup di jalan lurus. Selain itu, kementerian inilah yang seharusnya menjadi benteng penjaga moral bangsa.

Terkait dengan kasus suap korupsi tentunya dalam Islam praktik suap menyuap merupakan perbuatan yang sangat dilarang. Hal tersebut tertera dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 188, yang artinya:

"Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 188) 5

Ayat di atas menjelaskan bahwa praktik suap menyuap dilarang dan berbahaya bagi kehidupan masyarakat. Dimana tindakan korupsi tersebut tentu banyak merugikan bagi bangsa Indonesia. Akan tetapi, faktanya di Indonesia korupsi banyak terjadi dan diketahui berasal dari pemerintah itu sendiri, baik pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah dan juga para penegak hukum yang tadinya bertugas menindak tindakan kejahatan seperti korupsi ini.

Banyaknya pemberitaan miring yang menyerang sejumlah pejabat Kementerian Agama Republik Indonesia secara tidak langsung akan memengaruhi citra lembaga Kementerian Agama Republik Indonesia di mata publik. Kasus korupsi yang terjadi di Kementerian Agama membuat citra terhadap lembaga semakin menurun. Hal tersebut tentu akan merubah persepsi tugas, organisasi, wewenang, dan tanggung jawab lembaga

5

Al-Quran dan Terjemahannya, Surat Al-Baqarah: 188, (Jakarta: Pustaka Alfatih, 2009), h.2226?


(16)

4

Kementerian Agama. Dalam hal ini masyarakat memiliki peran penting dalam pembentukan persepsi. Proses pembentukan persepsi terhadap lembaga Kemenag bukan semata-mata diperoleh dengan membaca berita saja. Melainkan dipengaruhi oleh adanya faktor eksternal dari individu seperti kelompok pergaulan dan peran media massa. Selain itu, proses pembentukan citra seseorang terhadap suatu objek akan dipengaruhi oleh efek kognitif dari komunikasi yang mereka lakukan.6

Sebagai sebuah lembaga yang menjunjung tinggi integritas dengan takeline 5 nilai budaya kerja dan bersih melayani tentu Kementerian Agama RI perlu mendapat dukungan penuh dari masyarakat dalam memberantas kasus korupsi. Hal ini tentunya lembaga Kemenag harus dapat memperbaiki citranya di mata publik. Dalam proses pembentukan citra tentunya tidak terlepas dari peran dan fungsi Praktisi Humas dalam sebuah lembaga tertentu.

Praktisi Humas pada praktiknya memiliki keterkaitan dengan ilmu komunikasi karena keduanya merupakan satu kesatuan yang utuh dan mata rantai yang menunjang kegiatan humas. Karena humas merupakan metode ilmu komunikasi sebagai salah satu kegiatan yang mempunyai kaitan kepentingan dengan suatu organisasi.7

Secara struktural, keberadaan Praktisi Humas merupakan bagian penting dari sebuah lembaga. Hal ini membuktikan bahwa humas

6

Soleh Soemirat, Dasar-dasar Public Relations, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 114,

7

Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), Cet. Ke-XII, h. 131.


(17)

merupakan salah satu fungsi manajemen dalam sebuah lembaga. Praktisi Humas berperan melakukan komunikasi timbal balik yang bertujuan menciptakan rasa saling menghargai, saling mempercayai, menciptakan good will, mendapatkan dukungan publik, tentu semua itu demi tercapainya citra positif bagi suatu lembaga.8

Citra merupakan tujuan utama sekaligus reputasi dan prestasi bagi sebuah lembaga atau perusahaan. Pengertian citra sendiri masih abstrak, tetapi masih bisa dirasakan dari hasil penelitian baik atau buruk. Seperti penerimaan dan tanggapan baik positif maupun negatif yang khususnya datang dari publik. Tentu Humas Kemenag bertujuan untuk membangun citra positif lembaga di mata publik. Bagi sebuah lembaga, reputasi dan citra merupakan hal yang paling utama sehingga wajar saja jika segala upaya dilakukan oleh sebuah lembaga demi menjaga citra dan reputasi yang baik.

Penguasaan ilmu kehumasan menjadi hal yang sangat penting bagi pegawai khususnya bagi lembaga Kementerian Agama untuk menjaga dan membina keharmonisan dengan semua kalangan agar citra positif Kementerian Agama tetap terjaga.9

Kehumasan bagi aparat pemerintah adalah membangun komunikasi yang produktif dan efektif dengan masyarakat. Selain itu, peran kehumasan merupakan lini tugas penting dalam membangun citra

8

Rosady Ruslan, Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 35,

9

Sumber www.bdkjakarta.kemenag.go.id, Membangun Citra Kementerian Agama Dengan Kehumasan Yang Profesional Oleh Sahro Wardi Pada (13/06/12), Diambil Pada Kamis (4/2/16).


(18)

6

dan kewibawaan pemerintah serta image dan opini publik yang positif. Seorang humas agar dapat menjembatani antara Kementerian Agama (dalam konteks hubungannya) dengan masyarakat dan lembaga-lembaga lainnya di masyarakat.10

Kementerian Agama merupakan lembaga pemerintah yang memiliki tugas dan menjadi contoh bagi masyarakat agar tidak melakukan tindakan negatif. Tentu saja hal ini tidak mudah dalam memperbaiki citra Kementerian Agama di mata publik setelah terungkapnya berbagai kasus korupsi yang ada di lembaga tersebut.

Praktisi Humas berperan membentuk opini publik menuju opini yang lebih baik, terutama dalam mengembangkan persepsi terbaik sebuah lembaga. Praktisi Humas sendiri bertugas untuk dapat memengaruhi cara pandang dan menciptakan citra yang diharapkan menciptakan citra yang baik atau publikasi yang positif merupakan prestasi sekaligus menjadi tujuan utama sebuah lembaga atau perusahaan terutama bagi aktivitas humas. Karena apabila citra positif telah dicapai oleh suatu perusahaan, maka hal ini akan memengaruhi bagaimana tanggapan masyarakat terhadap lembaga Kemenag itu sendiri dan berkaitan dengan rasa hormat atau kesan yang baik yang dapat menguntungkan terhadap citra lembaga itu sendiri.11

10

Sumber www.bdkjakarta.kemenag.go.id, Membangun Citra Kementerian Agama Dengan Kehumasan Yang Profesional Oleh Sahro Wardi Pada (13/06/12), Diambil Pada Kamis (4/2/16),

11

Rosady Ruslan, Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), Edisi Revisi, h. 70.


(19)

Di sini Praktisi Humas Kementerian Agama memiliki tugas dan tantangan yang cukup berat. Tentu Praktisi Humas berperan penting dalam membangun citra positif dan kepercayaan publik terhadap lembaga Kementerian Agama.

Dari pemaparan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dengan judul, "Peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia Dalam Membangun Citra Positif Lembaga".

B. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah

Merujuk pada latar belakang yang telah penulis paparkan sebelumnya maka penulis membatasi penelitian ini hanya pada subjek dan pesan. Subjek yang dimaksud adalah Praktisi Humas Lembaga Kementerian Agama Republik Indonesia, sedangkan pesannya adalah peran Praktisi Humas Kementerian Agama dalam membangun citra positif lembaga.

Agar batasan masalah penulis ini lebih terarah dan fokus, maka penulis ingin mengkaji apa saja yang dilakukan Praktisi Humas pada tahun 2014-2015 dimana setelah Lukman Hakim Saifudin resmi dilantik menjadi Menteri Agama Republik Indonesia.

2. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dikaji oleh peneliti adalah:

1. Bagaimana peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga?


(20)

8

2. Apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga

2. Mengidentifikasi hambatan-hambatan yang dihadapi Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga

D. Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan pengetahuan dan kontribusi positif bagi ilmu komunikasi terutama dibidang humas berkaitan dengan kegiatan peran Praktisi Humas pada lembaga negara dalam membangun citra positif lembaga.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran jelas mengenai peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga dan hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga.


(21)

E. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian

Dani Verdiansyah dalam bukunya Filsafat Ilmu Komunikasi mengungkapkan bahwa paradigma ilmu merupakan cara pandang yang dilakukan seseorang dalam mempengaruhi cara berpikir, menentukan sikap, dan bertingkah laku dalam mencari sebuah kebenaran.12 Paradigma dalam penelitian khususnya dalam penelitian kualitatif ada tiga yaitu paradigma konstruktivisme, post-positivisme, dan teori kritis.13

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme dimana penelitian ini akan menemukan realitas berdasarkan hasil pemikiran dari temuan penulis.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor sebagaimana yang dikutip oleh Imam Gunawan adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan berperilaku yang dapat diamati yang diarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh).14 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif. Menurut Jalaluddin Rachmat dalam bukunya “Metode Penelitian Komunikasi” metode deskriptif tidak bermaksud mengadakan pengujian, menjelaskan hubungan, tetapi lebih

12

Dani Verdiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Jakarta: Indeks, 2008), Cet. Ke-2, h. 50,

13

Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), Cet. Ke-1, h. 48,

14


(22)

10

memfokuskan diri untuk menilai dan mamainkan unsur-unsur, sifat-sifat, bentuk atau karakteristik tertentu dari suatu kasus atau peristiwa yang terjadi di lapangan. Metode deskriptif hanya memaparkan situasi atau peristiwa dan tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.15

3. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode studi kasus. Guba & Lincoln, lebih diperjelas oleh Stake, kemudian dikembangkan oleh Creswell, sebagaimana yang dikutip oleh Imam Gunawan yang menyebutkan bahwa studi kasus adalah penelitian yang dilakukan terhadap suatu objek yang disebut sebagai kasus, yang dilakukan secara seutuhnya, menyeluruh dan mendalam dengan menggunakan berbagai macam sumber data. Selain itu, Creswell menyebut metode penelitian studi kasus sebagai salah satu strategi penelitian kualitatif.16

Studi kasus ini menggunakan tipe deskriptif secara sistematis faktual dan aktual mengenai fakta suatu objek tertentu. Metode tersebut peneliti gunakan untuk berusaha menjawab dan menjelaskan lebih dalam tentang peranan Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaganya.

4. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dan objek penelitiannya

15

Jalaluddin Rachmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 24,

16

Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), Cet. Ke-1, h. 114-115.


(23)

adalah peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia untuk membangun citra positif lembaganya.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini tentunya berpatokan pada kebutuhan analisa. Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan adalah:

a. Penelitian pustaka (library research), dengan mempelajari dan mengkaji literatur-literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji.

b. Wawancara mendalam, yakni teknik pengumpulan data dari suatu informasi dengan cara bertatap muka langsung dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan mendalam. Dengan demikian peneliti memperoleh data secara langsung dengan sumber data, sehingga data yang diperoleh lebih akurat. Adapun wawancara yang dilakukan dengan Rosidin selaku Kepala Bidang Humas Kementerian Agama dan Ratna Puspita selaku Wartawan Republika.

c. Dokumentasi, yakni metode pengumpulan data yang berkaitan dengan penelitian. Peneliti membaca data Humas Kementerian Agama Republik Indonesia itu sendiri. Peneliti memperoleh data dengan cara melihat catatan peristwa yang berbentuk tulisan, slide, gambar, dan rekaman.


(24)

12

6. Teknik Analisis Data

Setelah data yang terkumpul memadai, maka tahap selanjutnya dari sebuah penelitian adalah mengelola dan menganalisa data. Karena penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif maka data yang telah terkumpul akan diolah menjadi data kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti akan mencocokkan data-data empiris yang diperoleh dalam penelitian dengan teori-teori yang peneliti gunakan. Jika kedua pola tersebut memiliki kesamaan, hasilnya dapat menguatkan validitas internal penelitian ini.

Analisa data kualitatif dimulai dengan menganalisa berbagai data yang didapat dari laporan yaitu berupa kalimat-kalimat atau pernyataan-pernyataan, dokumen-dokumen, catatan maupun dokumentasi.

7. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini penulis lakukan sejak bulan Maret atau sejak dimulainya proposal dilakukan hingga bulan Juni 2016 atau sampai penelitian ini diselesaikan. Tempat penelitian dilakukan di kantor Kementerian Agama Republik Indonesia yang beralamat di Jalan Lapangan Banteng Barat No. 3-4 Jakarta Pusat 10710.

F. Pedoman Penulisan

Penulisan dalam penelitian ini mengacu kepada buku Pedoman Akademik Program Strata 1 2012/2013 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan.


(25)

G. Tinjauan Pustaka

Sebelum menyusun skripsi lebih lanjut, maka peneliti terlebih dahulu menelusuri penelitian skripsi yang sudah dilakukan di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta dan universitas lain. Maksudnya agar penelitian yang akan dilakukan tidak sama dengan skripsi-skripsi sebelumnya dan adanya pemetaan perkembangan terhadap penelitian. Adapun beberapa tinjauan pustaka tersebut:

1. Skripsi yang berjudul Peran Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Membangun Citra Positif Lembaga. Skripsi ini ingin melihat bagaimana peran Biro Humas KPK dan apa saja langkah-langkah yang dilakukan oleh Biro Humas untuk membangun citra positif lembaga. Hal ini dikarenakan banyaknya kasus yang menyeret KPK seperti kasus korupsi yang secara tidak langsung menurunkan citra dan reputasi lembaga. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif. Metode yang digunakan yaitu metode studi kasus. Pengumpulan data melalui penelitian pustaka, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah bahwa Biro Humas KPK telah menjalankan fungsi-fungsi kehumasannya dengan baik yaitu sebagai fasilitator komunikator, fasilitator proses pemecahan masalah, teknisi komunikasi, membina

relationship, dan membentuk corporate image. Selain itu, peran biro

humas sebagai pendukung atau sponsor dalam segala kegiatan yang bertujuan dalam mendekatkan KPK dengan masyarakat. Perbedaan dengan skripsi peneliti yaitu pada objeknya saja. Skripsi Nurlaela ini


(26)

14

membahas tentang peran biro humas KPK dalam membangun citra positif.17

2. Skripsi dengan judul Peran Hubungan Masyarakat (Humas) MPR RI Dalam Mensosialisasikan Empat Pilar Bangsa. Skripsi ini ingin melihat bagaimana peran Humas MPR RI dalam mensosialisasikan Empat Pilar Bangsa Tahun 2014. Ini dilatar belakangi karena pentingnya mensosialisasikan nilai-nilai luhur bangsa kepada seluruh masyarakat Indonesia agar rasa cinta tanah air terus berkobar dalam diri setiap individu. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Pengumpulan data yang dilakukan menggunakan observasi, dokumentasi, dan wawancara. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa peran Humas seperti menjadi

communicator, membina relationship, peranan back up management,

dan membentuk corporate image berjalan cukup baik. Ini terlihat pada kegiatan-kegiatan sosialisasi MPR RI dimana Pimpinan MPR RI dan Tim Kerja Sosialisasi MPR RI yang telah dibentuk. Perbedaan skripsi ini terletak pada objek dan tujuan. Skripsi kahfi ini menjelaskan peran humas MPR RI dalam mensosialisasikan empat pilar bangsa.18

3. Skripsi yang berjudul Peran Public Relations Dalam Membangun Citra Positif Kraton Surakarta (Studi Deskriptif Tentang Perbandingan Peran Humas Hangabehi dan Tedjowulan Dalam

17

Nurlaela, 1111051000085, Peran Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Membangun Citra Positif Lembaga, (Jakarta: Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, 2015),

18

Mochammad Kahfi, 1110051000174, Peran Hubungan Masyarakat (Humas) MPR RI Dalam Mensosialisasikan Empat Pilar Bangsa, (Jakarta: Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, 2014).


(27)

Membangun Citra Positif Terkait Konflik Perebutan Kekuasaan 2 Raja). Rumusan masalah ini yakni ingin mengetahui bagaimana peran Humas Keraton Surakarta, kubu Hangabehi dan Tedjowulan dalam membangun citra positif Keraton Surakarta terkait dengan krisis internal Keraton Surakarta yang berupa perebutan kekuasaan antara 2 Raja. Ini dilatarbelakangi adanya permasalahan perebutan kekuasaan antara 2 raja ini yang secara langsung atau tidak akan mempengaruhi penilaian dan opini masyarakat terhadap Kerabat Keraton dan citra positif Keraton Surakarta secara keseluruhan. Di sini, peran public relations sangat penting untuk menangani segala hal yang berkaitan dengan pihak lain di luar keraton. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan datanya menggunakan dokumentasi, rekaman arsip, wawancara, dan observasi langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa humas dari kedua raja berhasil menjalankan peran dan fungsi nya dalam menangani masalah ini. Akan tetapi humas Tedjowulan berperan lebih aktif dalam membangun citra positif di tengah konflik. Sementara humas Hangabehi lebih condong ke arah humas sebagai juru penerang kebudayaan. Yang membedakan skripsi peneliti dengan skripsi Retno terletak pada objek saja. Skripsi ini membahas tentang peran public

relation dalam membangun citra positif Kraton Surakarta.19

19

Retno Wulandari, D0204100, Peran Public Relations Dalam Membangun Citra Positif Kraton Surakarta (Studi Deskriptif Tentang Perbandingan Peran Humas Hangabehi dan Tedjowulan Dalam Membangun Citra Positif Terkait Konflik Perebutan Kekuasaan 2 Raja), (Surakarta: Jurusan Ilmu komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, 2009).


(28)

16

4. Skripsi dengan judul Strategi Membangun Citra Positif Perusahaan Melalui Publikasi Humas (Studi Pada Teater Imax Keong Emas Taman Mini Indonesia Indah). Skripsi ini ingin melihat bagaimana strategi Keong Emas TMII dalam upaya terbentuknya citra positif Keong Emas melalui publikasi PR. Hal ini dilatar belakangi karena saat ini masyarakat lebih tertarik untuk menonton film komersil dibanding film bertemakan pendidikan yang disajikan oleh Keong Emas. Tentu tetaer Keong Emas ini akan melakukan upaya publikasi agar masyarakat tetap setia menonton film pendidikan yang disajikan oleh teater ini. Metode penelitian menggunakan kualitatif deskriptif. Alat pengumpul datanya memakai teknik wawancara. Adapun hasil penelitiannya bahwa publikasi lebih menekankan suatu proses dan teknis untuk mempersiapkan dan menerbitkan media komunikasi demi kepentingan kegiatan atau aktivitas publikasi humas/PR dalam upaya penyampaian pesan, opini, informasi dan berita, namun tidak demikian halnya dengan Keong Emas yang lebih berfokus kepada publisitas khususnya publisitas dalam bentuk tie in publicity (publisitas yang disengaja). Perbedaan dengan skripsi peneliti terletak pada subjek dan objek. Skripsi Katrin membahas tentang strategi membangun citra positif Teater Imax Keong Emas TMII melalui publikasi humas.20

20

Katrin Rosaly Sitinjak, 0806381492, Strategi Membangun Citra Positif Perusahaan Melalui Publikasi Humas (Studi Pada Teater Imax Keong Emas Taman Mini Indonesia Indah), (Depok: Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, 2012).


(29)

H. Sistematika Penulisan

Secara sistematis penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab. Untuk lebih jelasnya penulis uraikan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori, menguraikan konsep humas dan konsep citra, yang mencakup pengertian, fungsi, tujuan, peran, dan model perkembangan komunikasi dan praktik humas, dan model perencanaa humas.

Bab III Gambaran Umum Kementerian Agama Republik Indonesia, terdiri dari sejarah, visi dan misi, struktur organisasi, kode etik pegawai, kedudukan tugas dan fungsi, struktur bidang humas, dan tugas dan fungsi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia.

Bab IV Hasil Temuan dan Analisis Data, menguraikan mengenai segala yang berkaitan dengan objek penelitian yang meliputi: deskripsi objek penelitian yaitu peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga, dan hambatan yang dihadapi oleh Praktisi Humas Kementerian Agama dalam membangun citra positif lembaga.

Bab V Kesimpulan dan Saran, yang berisi kesimpulan dan saran. Pada bagian akhir penulisan skripsi penulis menyajikan daftar pustaka yang menjadi referensi dalam penulisan skripsi ini dan lampiran-lampiran yang terkait.


(30)

18

BAB II

LANDASAN TEORI A. Definisi Peran

Peran merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Artinya seseorang telah menjalankan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut telah melaksanakan sesuatu peran. Peran lebih banyak menunjuk pada fungsi, artinya seseorang menduduki suatu posisi tertentu dalam masyarakat dan menjalankan suatu peran. Peran mencakup 3 hal:

1. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat;

2. Peran adalah suatu konsep ikhwal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat;

3. Peran dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.1

Peranan dapat didefinisikan sebagai kumpulan harapan yang terencana seseorang yang mempunyai status tertentu di masyarakat. Peranan dapat dikatakan sebagai tindakan seseorang sesuai dengan statusnya dalam masyarakat. Menurut Levinson, bahwa peranan itu mencakup tiga hal yaitu: Pertama; peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Kedua; peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh

1

J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta: Kencana, 2007), Ed. 2, Cet. Ke-3, h. 158.


(31)

individu dalam masyarakat sebagai organisasi. Ketiga; peranan juga dapat dikatakan sebagai perikelakuan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Peranan seseorang lebih banyak menunjukkan suatu proses dari fungsi dan kemampuan mengadaptasi diri dalam lingkungan sosialnya.2

Jika ditarik kesimpulan dari beberapa poin di atas, peranan adalah segala sesuatu yang dijalankan oleh seorang pimpinan terutama dalam menjalankan hak dan kewajiban yang sesuai dengan wewenang dan kedudukannya.

B. Hubungan Masyarakat (Humas) 1. Definisi Hubungan Masyarakat

Dalam sebuah organisasi komersial maupun non komersial keberadaan hubungan masyarakat cukup diperhitungkan keberadaannya. Humas diartikan sebagai salah satu kegiatan dari

public relation yang menangani hubungan antara lembaga dengan

masyarakat. Humas memiliki ruang lingkup yang terbatas, sedangkan

public relation memiliki ruang lingkup yang luas. Humas hanya

menyampaikan pesan kepada masyarakat sedangkan public relation sangat berperan aktif baik urusan interen maupun eksteren yakni untuk membangun relasi dengan masyarakat luas. Kesamaan humas

dan public relation yakni sama-sama membangun komunikasi dua

arah antara masyarakat.

2

Abdulsyani, Sosiologi: Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), Cet. Ke-3, h. 94.


(32)

20

Menurut british institute of public relation (IPR) humas adalah keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik (good will) dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya.3

Menurut Frank Jefkins, humas adalah semua bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. Tetapi tidak hanya mencapai saling pengertian saja, melainkan ada tujuan khusus seperti penanggulangan masalah-masalah komunikasi yang memerlukan suatu perubahan tertentu, misalnya mengubah sikap yang negatif menjadi positif.4

Dengan demikian, Humas dapat diartikan sebagai upaya berkesinambungan guna menciptakan pengertian publik yang lebih baik sehingga dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap suatu organisasi/individu. Selain itu Humas juga melakukan kegiatan komunikasi baik kepada internal maupun eksternal pada sebuah organisasi atau perusahaan. Humas bertanggungjawab memberikan informasi, meyakinkan, meraih simpati, dan memberikan ketertarikan masyarakat untuk membuat masyarakat mengerti dan menerima sebuah situasi.

3

Frank Jefkins, Public Relations, (Jakarta: Erlangga, 2003), Edisi Ke-5, h. 9.

4


(33)

2. Fungsi Hubungan Masyarakat (Humas)

Humas memiliki fungsi timbal balik, ke luar dan ke dalam. Ke luar ia harus mengusahakan tumbuhnya sikap dan gambaran masyarakat yang positif terhadap segala tindakan dan kebijakan organisasi atau lembaganya. Ke dalam, ia berusaha mengenali, mengidentifikasi hal-hal yang dapat menimbulkan sikap dan gambaran negatif dalam masyarakat sebelum sesuatu tindakan atau kebijakan itu dijalankan. Dapat dikatakan, ia berperan dalam membina hubungan baik antara lembaga atau organisasinya dengan masyarakat atau dengan media massa. Fungsi utama humas adalah mengatur lalu lintas, sirkulasi informasi, internal eksternal, dengan memberikan informasi serta penjelasan seluas mungkin kepada publik mengenai kebijakan, program, tindakan suatu organisasi agar dapat dipahami sehingga memperoleh public support and public acceptance.5

Sedangkan Bertrand R. Canfield dalam bukunya Public Relations

Principles and Problems, ia mengemukakan fungsi humas:

a. It should serve the public’s interest (Mengabdi kepada

kepentingan umum). Hal ini ditekankan karena adanya anggapan

bahwa pejabat humas sebagai orang “sewaan” orang-orang kaya yang menginginkan orang-orang miskin tetap hidup melarat. Yang dimaksud orang kaya adalah para manajer dan orang-orang miskin adalah khalayak.

5

F. Rachmadi, Public Relations: Teori dan Praktek Aplikasi Dalam Badan Usaha Swasta dan Lembaga Pemerintah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 22,


(34)

22

b. Maintain good communication (Memelihara komunikasi yang

baik). Memelihara hubungan komunikatif antara pejabat humas dengan publik baik internal maupun eksternal dan dengan manajer beserta stafnya, dilakukan secara timbal balik yang dilandasi empati sehingga menimbulkan rasa simpati.

c. Stress good morals and manners (Menitikberatkan moral dan

perilaku yang baik). Ditekankannya moral dan perilaku yang baik ialah semata-mata untuk menjaga citra organisasi di hadapan publiknya.6

3. Tugas Hubungan Masyarakat

Menurut Cutlip, Center, dan Broom dalam bukunya “Effective Public

Relations” tugas humas mencakup sepuluh kategori ini:

a. Writing and Editing: membuat newsrelease yang disiarkan dan

dicetak, newsletter untuk wartawan dan stakeholder eksternal.

Website dan pesan di media lainnya, laporan tahunan, naskah

pidato, brosur, film, dan slide show, artikel publikasi, iklan institusi, dan lain-lain

b. Media Relations and Placement: menghubungi pihak media,

freelance writer, dan publikasi perdagangan secara intens agar

mereka mempublikasikan dan menyiarkan berita dan feature mengenai organisasi, Merespon permintaan media akan informasi, mengklarifikasi isu dan memberikan akses media kepada sumber yang dapat memiliki otoritas

6

Onong Uchjana Effendy, Hubungan Masyarakat: Suatu Studi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), Cet. Ke-6, h. 35.


(35)

c. Research: mencari informasi mengenai opini publik, kecenderungan, isu yang sedang naik, iklim politik dan pemerintahan, kelompok kepentingan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan stakeholder organisasi

d. Management and Administration: memogramkan dan

merencanakan kolaborasi dengan manajer lain, mengetahui kebutuhan-kebutuhan, menentukan prioritas, mengatur tujuan dan sasaran, membangun strategi dan taktik. Mengadministrasi personal, keuangan, dan jadwal program

e. Counseling: memberikan masukan kepada top management

mengenai keadaan sosial, politik dan regulasi; memberi konsultasi kepada manajemen tentang bagaimana menghindari dan merespon kritik, dan bekerja sama dengan pembuat keputusan dengan memberikan masukan mengenai strategi dalam menjaga atau merespon isu dan krisis

f. Special Event: menyiapkan dan menyusun konferensi pers,

convention, open house, grand opening, perayaan ulang tahun,

acara amal, kontes, program penghargaan dan special event lainnya

g. Speaking: mengajarkan orang-orang dalam berbicara dan

mengatur pembicara yang terisi dalam podium sebelum pembicara utama muncul

h. Production: membangun komunikasi dan menggunakan


(36)

24

tipografi, tampilan layar komputer, merekam dan mengubah video dan mempersiapkan presentasi audiovisual

i. Training: menyiapkan executive spokeperson untuk berhubungan

dengan media dan membuat kesan kepada publik. Melatih orang-orang dalam organisasi untuk meningkatkan kemampuan menulis dan berkomunikasi. Membantu mengenalkan perubahan budaya, kebijakan, struktur dan proses organisasi

j. Contact: melayani sebagai penghubung dengan media, komunitas,

dan kelompok eksternal dan kelompok internal lainnya. Mendengarkan, menegoisasi, mengendalikan konflik dan mendapatkan kesepakatan sebagai mediator antara organisasi dan

stakeholder yang penting. Menyusun pertemuan dan sambutan

sebagai tuan rumah kepada para tamu.7

Tugas pokok humas menurut A.W. Widjaja dalam bukunya yang

berjudul “Komunikasi dan Hubungan Masyarakat” antara lain:

a. Pengumpulan dan Pengolahan Data

1) Mengumpulkan data untuk keperluan informasi 2) Mengolah data

3) Menyajikan data sehingga siap digunakan

4) Mengarsipkan data sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan kembali

5) Melayani kebutuhan data bagi yang memerintahkan

7

Scott M. Cutlip, Allen H. Center, Glen M. Broom, Effective Public Relations, (New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2006), 9th Edition, h. 34.


(37)

6) Membuat kliping dari seluruh media massa b. Penerangan

1) Menyebarkan informasi

2) Mengadakan hubungan dengan media massa 3) Mengadakan pemberian kehumasan

4) Membuat dokumentasi kegiatan lembaga 5) Menyelenggarakan pameran

6) Memberikan pelayanan informasi dengan menyajikan berita-berita dan kliping

7) Mentranskrip rekaman pidato dan mengarsipkannya 8) Mengalbumkan foto-foto kegiatan

9) Mengikuti kunjungan kerja pejabat/pimpinan

10)Mengadakan wisata pers ke objek yang telah ditentukan c. Publikasi

1) Menerbitkan warta harian, mingguan, majalah bulanan, dan folder (leaflet)

2) Menerbitkan buku kerja 3) Menerbitkan kalender kerja

4) Ikut serta menyelenggarakan pameran, antara lain pameran pembangunan.8

4. Peran Hubungan Masyarakat

Kini kehadiran humas di sebuah lembaga atau organisasi menjadi bagian penting. Humas memiliki peran yang sangat penting

8

A.W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), Ed. 1, Cet. Ke-2, h. 57-59.


(38)

26

untuk membantu fungsi manajemen dalam membangun citra yang baik di mata publik. Peran Praktisi Humas juga dikatakan sebagai kunci keberhasilan sebuah lembaga atau organisasi.

Sementara itu menurut Dozier, peranan petugas/praktisi humas merupakan salah satu kunci penting untuk pemahaman fungsi humas dan komunikasi organisasi. Peranan petugas humas dibedakan menjadi 2 (dua), yakni peranan managerial (communication manager role) dan peranan teknis (communication technician role).

Peranan manajerial dikenal dengan peranan di tingkat manajemen dapat diuraikan menjadi 3 peranan, yakni expert preciber

communication, problem solving facilitator, dan communication

facilitator. Sehingga bila dijelaskan lebih jauh terdapat 4 peranan,

antara lain:

1. Expert Preciber Communication

Petugas humas dianggap sebagai orang yang ahli. Dia menasihati pimpinan perusahaan/organisasi. Hubungan mereka diibaratkan seperti hubungan dokter dan pasien.

2. Problem Solving Process Facilitator

Peranan sebagai fasilitator dalam proses pemecahan masalah. Pada peranan di sini petugas humas melibatkan diri atau dilibatkan dalam setiap manajemen (krisis). Dia menjadi anggota tim, bahkan bila memungkinkan menjadi leader dalam penanganan krisis manajemen.


(39)

3. Communication Facilitator

Peranan sebagai fasilitator komunikasi antara perusahaan/organisasi dengan publik baik dengan publik eksternal maupun internal. Humas sebagai jembatan komunikasi antara publik dengan perusahaan.

4. Technician Communication

Petugas humas dianggap pelaksana teknis komunikasi. Dia menyediakan layanan di bidang teknis, sementara kebijakan dan keputusan teknik komunikasi mana yang akan digunakan bukan merupakan keputusan petugas humas, melainkan keputusan manajemen dan petugas humas yang melaksanakannya.9

Menurut Rosady Ruslan dalam bukunya “Manajemen Public

Relation dan Media Komunikasi” seorang pejabat humas yang

melakukan fungsi manajemen dalam sebuah perusahaan. Secara garis besar aktifitas utamanya humas berperan sebagai communicator,

relationship, back up management, dan good image maker.10

Perannya sebagai communicator artinya sebagai penghubung antara organisasi atau lembaga yang diwakili dengan publiknya. Humas melakukan kegiatan komunikasi yang baik dengan pihak internal maupun pihak eksternal. Sedangkan relationship merupakan upaya peran Praktisi Humas dalam membina hubungan yang positif dan saling menguntungkan dengan pihak publiknya.. Humas juga

9

Frida Kusumastuti, Dasar-dasar Hubungan Masyarkat, (Bogor Selatan: Penerbit Ghalia Indonesia, 2002), Cet. Ke-1, h. 24,

10

Rosady Ruslan, Manajemen Public Relation dan Media Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 26.


(40)

28

berupaya menciptakan saling pengertian, kepercayaan, dukungan, kerja sama, dan toleransi antara kedua belah pihak tersebut.

Peran sebagai back up management merupakan peran Praktisi Humas sebagai pendukung dalam fungsi manajemen organisasi atau perusahaan untuk mencapai tujuan bersama dalam suatu kerangka tujuan pokok perusahaan. Kemudian good image maker adalah peran Praktisi Humas dalam menciptakan citra bagi organisasi atau perusahaan. Dalam hal ini berperan menjaga dan menciptakan citra yang positif terhadap perusahaan dimata publik.

Dalam menjalankan fungsi, peran dan tugasnya humas memiliki beberapa sasaran dan kegiatan khusus. Menurut H. Fayol beberapa kegiatan dan sasaran humas adalah membangun identitas dan citra perusahaan (building corporate identity and image). Membangun citra dan identitas organisasi ini diwujudkan dengan mendukung kegiatan komunikasi timbal balik yang positif dengan berbagai pihak.11

C. Hubungan Masyarakat Pemerintahan

1. Definisi Hubungan Masyarakat Pemerintahan

Humas dalam lembaga pemerintah merupakan suatu keharusan fungsional dalam rangka tugas penyebaran informasi tentang kebijakan, program, dan kegiatan lembaga pemerintah kepada masyarakat. Pada umumnya humas diklasifikasikan menurut jenis organisasi yakni humas pemerintahan, humas perusahaan, dan humas

11

Rosady Ruslan, Manajemen Public Relation dan Media Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 23-24,


(41)

internasional. Dalam humas pemerintahan, Sam Black dalam bukunya

“Practical Public Relation”, mengklasifikasikan humas menjadi humas pemerintahan pusat dan humas pemerintahan daerah.12

Humas pemerintah diarahkan untuk hubungan dengan media, masalah umum, dokumentasi, dan publikasi. Demikian juga dengan namanya selain Divisi Humas, dikenal juga Sekretaris Pers, Divisi Informasi dan Komunikasi, Bagian Umum, Pusat Dokumentasi dan Publikasi. Kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan humas adalah konferensi pers, membuat press release, press cliing, pameran, menerbitkan media intern, mengorganisir pertemuan dengan masyarakat, penerangan melalui berbagai media komunikasi bagi masyarakat, mendokumentasi semua kegiatan instansi, mengorganisir kunjungan para pejabat, dan menerima keluhan masyarakat.13

2. Tugas Hubungan Masyarakat Pemerintah

Humas pemerintah bertugas memberikan informasi dan penjelasan kepada publik mengenai kebijakan dan langkah yang diambil oleh pemerintah serta mengusahakan timbulnya hubungan yang harmonis antara lembaga dengan publik. Pada dasarnya tugas humas pemerintah adalah:

a. Memberikan penerangan dan pendidikan kepada masyarakat tentang kebijakan, langkah-langkah, dan tindakan-tindakan

12

Onong Uchjana Effendy, Hubungan Masyarakat: Suatu Studi Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), Cet. Ke-6, h. 38-39.

13

Frida Kusumastuti, Dasar-dasar Hubungan Masyarakat, (Bogor Selatan: Ghalia Indonesia, 2002), h. 37.


(42)

30

pemerintah, serta memberikan layanan informasi yang diperlukan kepada masyarakat secara terbuka.

b. Memberi bantuan kepada media berita berupa bahan-bahan informasi mengenai kebijakan dan langkah-langkah serta tindakan pemerintah, termasuk fasilitas peliputan kepada media berita untuk acara-acara resmi yang penting.

c. Mempromosikan kemajuan pembangunan ekonomi dan kebudayaan yang telah dicapai oleh bangsa kepada khalayak di dalam negeri maupun luar negeri.

d. Memonitor pendapat umum tentang kebijakan pemerintah selanjutnya menyampaikan tanggapan masyarakat dalam bentuk feedback kepada pimpinan instansi-istansi pemerintahan yang bersangkutan sebagai input.14

Adapun tugas humas menurut Onong Uchjana Effendy terdiri atas dua tugas. Pertama, menyebarkan informasi secara teratur mengenai kebijaksanaan, perencanaan, dan hasil yang tidak dicapai. Kedua, menerangkan dan mendidik publik mengenai perundang-undangan dan hal-hal yang bersangkutan dengan kehidupan rakyat sehari-hari.15

14

I Gusti Ngurah Putra, Manajemen Hubungan Masyarakat, (Jogjakarta: Penerbitan Universitas Atmajaya Yogyakarta, 1999), Cet. Ke-1, h. 78,

15

Jurnal Ilmu Komunikasi, Meilyna Diah Anggrahini, Christina Rochayanti dan Edwi Arief Sosiawan, Peran Praktisi Humas Pemerintah Kabupaten Sragen Dalam Pengelolaan Isi Informasi Website Pemda Sebagai Media Communications Relation Dengan Masyarakat, (Yogyakarta: Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UPN Veteran Yogyakarta, 2008), Vol. 6, No. 2, h. 148.


(43)

3. Peran Hubungan Masyarakat Pemerintah

Humas di lembaga swasta memiliki struktur organisasi yang lebih ketat, sehingga peranannya spesifik. Sedangkan humas pemerintah di samping bertugas menyelenggarakan dan mengoordinasikan lalu-lintas arus informasi ia juga berfungsi sebagai penyaring atau filter dari komunikasi timbal balik dengan tujuan untuk menciptakan dan membina stabilitas sosial. Secara umum, baik humas pemerintah maupun swasta mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk menciptakan iklim pendapat umum yang menguntungkan.16

Menurut Frazier Moore peranan Praktisi Humas pemerintah adalah untuk memberikan sanggahan mengenai pemberitaan yang salah dan merugikan pemerintah, dan mengkomunikasikan atau menginformasikan segala kebijakan pemerintah kepada masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menciptakan citra yang positif pemerintah di mata publik. 17

Humas pemerintahan berperan ganda yaitu keluar memberikan informasi, sedangkan ke dalam wajib menyerap reaksi, aspirasi atau opini khalayak, diserasikan demi kepentingan instansinya atau tujuan bersama. Peran taktis dan strategis kehumasan pemerintah/BUMN tersebut menyangkut beberapa hal, sebagai berikut:

a. Tugas secara taktis dalam jangka pendek, Humas berupaya memberikan pesan-pesan dan informasi kepada khalayak umum,

16

I Gusti Ngurah Putra, Manajemen Hubungan Masyarakat, (Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atmajaya Yogyakarta, 1999), Cet. Ke-1, h. 80.

17

Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Evawani Elysa Lubis, Peran Praktisi Humas Dalam Membentuk Citra Pemerintah, (Pekanbaru: FISIP Universitas Riau, 2012), Vol. 12, No. 1, h. 52.


(44)

32

dan khalayak tertentu sebagai target sasarannya. Kemampuan untuk melakukan komunikasi timbal balik, dan kemudian memotivasi atau mempengaruhi opini masyarakat dengan usaha

untuk “menyamakan persepsi” dengan tujuan dan sasaran

lembaga yang diwakilinya

b. Tugas strategis dalam jangka panjang Humas, yakni berperan secara aktif dalam proses pengambilan keputusan, memberikan sumbang saran, gagasan dan hingga ide-ide cemerlang serta kreatif dalam menyukseskan program kerja lembaga/instansi yang bersangkutan hingga pelaksanaan pembangunan nasional. Terakhir bagaimana upaya menciptakan citra atau opini masyarakat yang positif.18

Dari kedua konsep humas secara umum dan humas pemerintah, terlihat jelas bahwa keduanya memiliki tugas, fungsi dan peran yang hampir serupa. Keduanya ingin menjaga hubungan yang baik antara organisasi kepada publiknya baik internal maupun eksternal. Hubungan baik yang dijalankan oleh organisasi dan publiknya ini dapat tercipta melalui komunikasi yang terbuka dan terjalin baik antara organisasi dengan publiknya. Komunikasi yang baik akan menghasilkan kesan dan pengalaman sendiri dari publik kepada organisasi. Kesan dan pandangan publik mengenai organisasi ini yang nantinya akan sangat berpengaruh kepada citra dan reputasi organisasi.

18

Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi (Jakarta: PT. Raja Grafindo: Jakarta, 2010), h. 344.


(45)

D. Model Perkembangan Komunikasi dan Praktek Humas

Menurut James E. Grunig (1992: 285), bahwa perkembangan humas dalam konsep dan praktik dalam proses komunikasi yaitu terdapat 4 model (Four typical ways of conceptual and practicing communication) sebagai berikut:

1. Model Publicity or Press Agentry

Humas melakukan propaganda atau kampanye melalui proses komunikasi satu arah untuk tujuan publisitas yang menguntungkan sepihak, dengan mengabaikan kebenaran informasi sebagai upaya untuk menutupi unsur negatif dari suatu lembaga.

2. Model Public Information

Humas bertindak seolah journalist in resident. Berupaya membangun kepercayaan organisasi melalui proses komunikasi searah dan tidak mementingkan persuasif. Seolah bertindak sebagai wartawan dalm menyebarluaskan publisitas, informasi dan berita ke publik. Unsur kebenaran dan objektivitas pesan (informasi) selalu diperhatikan oleh pihak narasumbernya.

3. Model Two Way Asymmetrical

Humas melakukan kampanye melalui komunikasi dua arah dan penyampaian pesan berdasarkan hasil riset serta strategi komunikasi persuasif publik secara ilmiah. Unsur kebenaran diperhatikan untuk membujuk publik agar mau bekerja sama, bersikap terbuka sesuai harapan organisasi. Feedback dan feedfoward dari pihak publik diperhatikan serta berkaitan dengan informasi mengenai khalayak


(46)

34

diperlukan sebelum melaksanakan komunikasi. membangun hubungan dan pengambilan inisiatif selalu didominasi oleh si pengirim.

4. Model Two Way Symmetrical

Model komunikasi simetris dua arah yag menggambarkan bahwa suatu komunikasi propaganda melalui dua arah timbal balik yang berimbang. Model ini mampu memecahkan atau menghindari terjadinya konflik dengan memperbaiki pemahaman publik secara strategis agar dapat diterima, dianggap lebih etis dalam penyampaian pesan (informasi) melalui teknik komunikasi membujuk untuk membangun saling pengertiadan menguntungkan kedua belah pihak.19

Model-model komunikasi di atas, bagi humas dapat digunakan dengan model yang berbeda untuk tujuan yang berbeda dan dalam situasi yang berbeda pula secara tepat serta efektif, baik untuk tujuan penelitian maupun kegiatan secara praktikal.

E. Model Perencanaan Humas

Salah satu model perencanaan humas adalah apa yang disebut

sebagai “model enam langkah”. Model ini sudah diterima secara luas oleh

para praktisi humas profesional. Keenam tahapannya sebagai berikut: 1. Pengenalan situasi

Kunci pertama dalam menyusun suatu rencana secara logis adalah pemahaman terhadap situasi yang ada. Untuk memahami situasi, kita memerlukan informasi atau data intelijen. Untuk itu perlu diadakan suatu studi mengenai situasi-situasi internal maupun

19

Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), Cet. Ke-3, h. 103-105.


(47)

eksternal yang dihadapi organisasi. Setelah kita mampu mengenali situasi dengan baik, maka kita juga akan dapat mengenali masalah yang ada serta mencari cara untuk memecahkannya.

2. Penetapan tujuan

Setiap tujuan organisasi dalam pengertian yang luas akan jauh lebih mudah dijangkau apabila usaha mencapainya juga disertai dengan kegiatan-kegiatan humas, baik yang dilakukan oleh unit/departemen humas internal maupun oleh lembaga konsultan humas eksternal. Misalnya agar mencapai tujuan yakni untuk memperbaiki bobot para calon pegawai baru, dibutuhkan kerja sama yang erat antara manajer humas dan manajer personalia.

3. Definisi khalayak

Penting suatu organisasi mengenali dan membatasi khalayaknya. Sebesar apa pun suatu organisasi ia tidak mungkin menjangkau semua orang. Ia menentukan sebagian yang sesuai atau yang paling dibutuhkan oleh suatu organisasi. Dengan jenis dan jumlah khalayak yang lebih terbatas, suatu organisasi akan lebih efisien dalam menggarapnya, apalagi jika ini dikaitkan dengan kelangkaan sumber daya. Khalayak humas relatif lebih luas dan bervariasi dibandingkan dengan khalayak periklanan.

4. Pemilihan media dan teknik-teknik humas a. Media dan teknis humas

Media dan teknis humas itu sendiri sangat bervariasi. Contoh para jurnalis untuk media dan penyelenggaraan acara resepsi pers


(48)

36

untuk tekniknya. Bila kita membandingkan media humas dan media iklan, akan muncul hal menarik sebagai berikut:

1) Kampanye periklanan dan kampanye humas sama-sama menggunakan berbagai macam media. biasanya para praktisi humas cenderung pada media yang bercakupan lebih luas, sedangkan dunia periklanan condong pada media-media yang punya ciri khas sesuai dengan karakteristik khalayak yang hendak dituju.

2) Para praktisi humas berhubungan dengan editor, jurnalisa, serta produser. Sedangkan periklanan lebih banyak berhubungan dengan manajer iklan di media massa.

3) Iklan sifatnya lebih komersil dibandingkan humas. setiap kolom surat kabar bagi iklan harus dibayar, sedangkan artikel humas terkadang tidak.

4) Kampanye periklanan dilakukan terbatas pada media yang bis diharapkan akan mmebuahkan hasil maksimal. Sedangkan humas menggunakan media apa saja asalkan bisa menjangkau sebanyak mungkin khalayak.

5) Program humas memang secara umum tidak terlalu pilih-pilih media seperti iklan. Perbedaan antara humas dan iklan akan mudah dimengerti bahwa tujuan humas memang tidak sama dengan tujuan iklan.


(49)

6) Tidak seperti dunia periklanan, dunia kehumasan dapat menggunakan berbagai media khususnya seperti jurnal internal, buletin, atau sekedar majalah dinding.

b. Jenis-jenis Media Humas

Jenis-jenis media humas yang pokok antara lain media pers (koran, majalah), audio-visual (slide, video, film), radio, televisi, pameran, bahan-bahan cetakan, penerbitan buku khusus, surat langsung, pesan–pesan lisan, pemberian sponsor, dan jurnal organisasi (internal dan eksternal). Kemudian menggunakan ciri khas dan identitas perusahaan, dan masih banyak lagi media humas lainnya.

5. Pengaturan anggaran

Perencana media humas juga harus memperhitungkan media mana yang harus digunakan untuk menjangkau khalayak yang telah dipilih, tentunya sesuai dengan keterbatasan anggaran yang ada. Anggaran tersebut penting karena untuk mengetahui seberapa banyak dana yang diperlukan dalam rangka membiayai suatu program atau kampanye humas. Selain itu, suatu anggaran humas memiliki unsur-unsur atau pos-pos pengeluaran pokok antara lain tenaga kerja, biaya tetap, materi atau peralatan, dan kas kecil. Setelah itu penyusunan anggaran humas sehingga total anggaran yang dikeluarkan jelas. Kemudian kalkulasi anggaran untuk departemen humas. Disajikan dengan sebuah anggaran hipotetis untuk sebuah unit atau departemen humas yang menjadi bagian dari suatu perusahaan atau organisasi.


(50)

38

6. Pengukuran hasil kegiatan humas

Terdapat tiga hal terpenting berkenaan dengan pengukuran hasil. Pertama, teknik yang digunakan untuk mengenali situasi seringkali dimanfaatkan guna mengevaluasi yang telah dicapai oleh segenap kegiatan humas yang telah dilakukan. Kedua, metode-metode evaluasi hasil biasanya diterapkan pada tahap perencanaan.ketiga, setiap program humas harus memiliki tujuan yang pasti berupa target. Setelah kampanye humas atau prgram humas usai dilaksanakan maka guna mengukur hasil bisa memanfaatkan tujuan sebagai suatu tolak ukur atau bahan perbandingan.20

F. Konsep Citra

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) citra mengandung arti gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi atau produk. Citra atau image berkaitan erat dengan suatu penilaian, opini atau bahkan kepercayaan publik yang dijadikan sebagai khalayak sasarannya. Citra di sini dapat berupa citra positif maupun citra negatif.

Dalam buku metode riset, citra dideskripsikan sebagai pandangan dari khalayak terhadap institusi. Citra dapat digambarkan sebagai sebuah

“mental pictures” yang terbentuk akibat adanya rangsangan atau stimulus yang diterima individu. Proses pembentukan citra pengalaman melalui stimulus adalah sebagai berikut:

20

M. Linggar Anggoro, Teori dan Profesi Kehumasan serta Aplikasinya di Indonesia, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000), Cet. Ke-1, h. 76.


(51)

Gambar 2.1

Proses Pembentukan Citra21

Stimulus Respon

Gambar tersebut menjelaskan bahwa sikap yang ditunjukkan oleh khalayak merupakan hasil dari kepercayaan, informasi dan pengetahuan yang diperoleh dari perusahaan, maka sikap merupakan dampak nyata dari pengetahuan yang dimilikinya tersebut. Dapat disimpulkan bahwa dari gambar tersebut bahwa stimulus yang diterima akan menghasilkan persepsi yang kemudian menghasilkan salah satu dari antara kognisi atau motivasi yang berhubungan dengan timbal balik persepsi, dari kedua hal yang dihasilkan oleh persepsi, kognisi atau motivasi inilah yang kemudian akan berhubungan timbal-balik dengan sikap yang pada akhirnya menghasilkan respon.

Humas digambarkan sebagai input-output, proses intern dalam model ini adalah pembentukan citra, sedangkan input adalah stimulus yang diberikan dan output adalah tanggapan atau perilaku tertentu. Untuk mengetahui citra suatu perusahaan atau lembaga di benak publiknya dibutuhkan adanya penelitian. Melalui penelitian, perusahaan dapat mengetahui apa yang disukai dan tidak disukai secara pasti sikap publik terhadap lembaganya.

21

Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Dasar-dasar Public Relations, (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 115.

Kognisi

Persepsi Sikap


(52)

40

Untuk mengukur penilaian atau pengetahuan khalayak (audience

awareness) terhadap objek tertentu melalui dengan memodifikasi “analisis citra dan pengukuran tanggapan khalayak”, yang dikemukakan oleh

C.E.Osgood, C.J. Suci & P.H. Tannenbaum, dalam buku The

Measurement of Meaning (1957).22

Gambar 2.2

Model Grid Analysis Citra (Tanggapan Khalayak)23

Citra Baik

A B

Sangat Dikenal Kurang Dikenal D C

Citra Buruk

Model Grid di atas, yaitu penjelasan dan analisisnya sebagai berikut:

1. Poin A, merupakan grade citra perusahaan atau penilaian pelayanan dalam posisi yang ideal atau positif, dan dikenal sangat baik oleh semua orang, pelanggan atau khalayak yang menjadi sasarannya.

22

Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), Cet. Ke-5, h. 80,

23


(53)

2. Poin B, grade perusahaan atau pelayanan cukup positif, dan lembaga bersangkutan hanya disukai atau dikenal oleh kalangan khalayak tertentu (kurang dikenal).

3. Poin C, grade citra perusahaan atau penilaian terhadap pelayanannya buruk. Tetapi lembaga yang bersangkutan kurang dikenal oleh semua orang atau khalayaknya.

4. Poin D, merupakan grade atau penilaian terhadap nama perusahaan hingga tingkat pelayanannya sangat terkenal kurang baik, dan memiliki citra buruk dimata setiap orang atau khalayaknya.

Citra pada sebuah organisasi merupakan hasil dari kesan objektif. Citra dapat diukur melalui pendapat, ataupun kesan seseorang. Sehingga citra yang baik dan citra yang buruk itu tergantung pada peran, tugas, dan fungsi seorang humas.

Citra adalah tujuan utama dan sekaligus merupakan reputasi dan prestasi yang hendak dicapai bagi dunia hubungan masyarakat (kehumasan). Pengertian citra itu abstrak dan tidak dapat diukur secara sistematis, tetapi wujudnya bisa dirasakan dari hasil penilaian baik atau buruk, seperti penerimaan dan tanggapan baik positif maupun negatif yang khususnya datang dari publik dan masyarakat luas pada umumnya. 24

Penilaian atau tanggapan masyarakat tersebut dapat berkaitan dengan timbulnya rasa hormat, kesan-kesan yang baik dan menguntungkan terhadap suatu citra lembaga atau produk barang dan jasa pelayanannya

24

Rosady Ruslan, Manajemen Humas dan Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo, 2002), Cet. Ke-4, h. 74.


(54)

42

yang diwakili oleh pihak Humas. Biasanya landasan citra itu berakar dari

“nilai-nilai kepercayaan” yang konkretnya diberikan secara individual, dan merupakan pandangan atau persepsi, serta terjadinya proses akumulasi dari amanah kepercayaan yang telah diberikan oleh individu-individu tersebut akan mengalami suatu proses cepat atau lambat untuk membentuk suatu opini publik yang lebih luas dan abstrak yaitu sering dinamakan citra. 25

G. Konsep Korupsi

Dalam ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa korupsi (dari latin corruptio=penyuapan; dan corrumpore=merusak) yaitu gejala bahwa para pejabat badan-badan negara menyalahgunakan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya.26

Menurut Lubis Scott dalam arti hukum korupsi adalah tingkah laku yang menguntungkan kepentingan diri sendiri dengan merugikan orang lain, oleh para pejabat pemerintah yang langsung melanggar batas-batas hukum atas tingkah laku tersebut. Sedangkan menurut kamus ilmiah populer mengandung pengertian kecurangan, penyelewengan atau penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan diri; pemalsuan. Istilah korupsi ini seringkali diikuti dengan istilah kolusi dan nepotisme yang dikenal dengan singkatan KKN.27

Sama halnya dengan istilah humas, korupsi juga memiliki beragam istilah, salah satunya menurut Alatas dalam bukunya Sosiologi Korupsi:

25

Rosady Ruslan, Manajemen Humas dan Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo, 2002), Cet. Ke-4, h. 75,

26

IGM Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahasa Laten Korupsi: Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cet. Ke-1, h. 14,

27

IGM Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahasa Laten Korupsi: Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum,...h. 15.


(55)

Sebuah Penjelajahan dengan data kontemporer, bahwa korupsi merupakan suatu perbuatan menyimpang moral. Korupsi yaitu menempatkan kepentingan publik di bawah tujuan-tujuan pribadi dengan melanggar norma-norma.28

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan suatu perbuatan yang melawan hukum yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merugikan perekonomian atau keuangan negra yang dari segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat.

Sementara itu, menurut IGM Nurdjana pengertian korupsi secara harfiah yaitu sebagai berikut:

a. Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidakjujuran.

b. Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya.

c. Perbuatan yang kenyataannya menimbulkan keadaan yang bersifat buruk (perilaku yang jahat yang tercela, atau kebejatan moral, penyuapan dan bentuk-bentuk ketidakjujuran) sesuai yang dikorup.29

Berdasarkan beberapa konsep mengenai korupsi di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa korupsi merupakan perbuatan yang menyimpang dan

28

Hussein Syed Alatas, Sosiologi Korupsi: Sebuah Penjelajahan Data Kontemporer, (Jakarta: LP3S, 1982),

29

IGM Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahasa Laten Korupsi: Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cet. Ke-1, h. 14.


(56)

44

merusak moral karena melanggar hukum dan agama. Selain itu, korupsi dapat merusak dan merugikan tata perekonomian negara.

Adapun bentuk dan jenis korupsi begitu luas sehingga tidak mudah dihadapi sarana hukum semata. Alatas menyebutkan terdapat 7 tipologi atau bentuk dan jenis korupsi yaitu korupsi transaktif, korupsi perkerabatan, korupsi yang memeras, korupsi investif, korupsi defensif, korupsi otogenik, korupsi suportif. Dengan memahami tipologi dan bentuk atau jenis korupsi tersebut menjadi semakin kronis serta kompleknya permasalahan korupsi yang terjadi di tingkat nasional dan transnasional. Korupsi memerlukan perhatian serius di Indonesia terutama yang banyak terjadi yaitu korupsi transaktif yang merupakan bentuk penyalahgunaan dan wewenang politik dan ekonomi yang berpengaruh kepada kondisi sosial budaya dan masyarakat.30

Permasalahan korupsi merupakan permasalahan yang sangat sulit untuk diberantas oleh karena korupsi berkaitan erat dengan kompleksitas masalah lain. Banyak faktor yang memengaruhi motif untuk melakukan tindakan korupsi. Menurut Komisi IV, terdapat 3 indikasi menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia, antara lain:

a. Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi,

b. Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri, dan

30

IGM Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahasa Laten Korupsi: Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cet. Ke-1, h. 22-23.


(57)

c. Penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri.31

Komisi IV juga menyatakan kemungkinan perbuatan korupsi berhubung dengan meningkatnya kegiatan dalam bidang ekonomi pembangunan, seperti perluasan pengkreditan, bantuan luar negeri, dan penanaman modal asing.

31

IGM Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahasa Laten Korupsi: Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cet. Ke-1, h. 32.


(58)

46

BAB III

GAMBARAN UMUM KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

A. Sejarah

Sejarah dalam sebuah lembaga tidak dapat dihindari dan tidak dapat dilupakan. Setiap lembaga atau organisasi memiliki sejarah yang berbeda. Salah satunya adalah sejarah berdirinya lembaga Departemen Agama yang saat ini menjadi lembaga Kementerian Agama, berikut penjelasannya.1

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Hal tersebut tercermin baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan bernegara. Di lingkungan masyarakat terlihat terus meningkat kesemarakan dan kekhidmatan kegiatan keagamaan baik dalam bentuk ritual, maupun dalam bentuk sosial keagamaan. Semangat keagamaan tersebut, tercermin pula dalam kehidupan bernegara yang dapat dijumpai dalam dokumen-dokumen kenegaraan tentang falsafah negara Pancasila, UUD 1945, GBHN, dan buku Repelita serta memberi jiwa dan warna pada pidato-pidato kenegaraan. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional semangat keagamaan tersebut menjadi lebih kuat dengan ditetapkannya asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa sebagai salah satu asas pembangunan. Hal ini berarti bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh

1

http://kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=12432&t=181, Diunduh Pada Hari Jumat Tanggal 22 April 2016, Pada Jam 07.00 WIB.


(59)

keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral dan etik pembangunan. Secara historis benang merah nafas keagamaan tersebut dapat ditelusuri sejak abad V Masehi, dengan berdirinya kerajaan Kutai yang bercorak Hindu di Kalimantan melekat pada kerajaan-kerajaan di pulau Jawa, antara lain kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, dan kerajaan Purnawarman di Jawa Tengah. Pada abad VIII corak agama Budha menjadi salah satu ciri kerajaan Sriwijaya yang pengaruhnya cukup luas sampai ke Sri Lanka, Thailand dan India. Pada masa Kerajaan Sriwijaya, candi Borobudur dibangun sebagai lambang kejayaan agama Budha. Pemerintah kerajaan Sriwijaya juga membangun sekolah tinggi agama Budha di Palembang yang menjadi pusat studi agama Budha se-Asia Tenggara pada masa itu. Bahkan beberapa siswa dari Tiongkok yang ingin memperdalam agama Budha lebih dahulu beberapa tahun membekali pengetahuan awal di Palembang sebelum melanjutkannya ke India. Menurut salah satu sumber Islam mulai memasuki Indonesia sejak abad VII melalui para pedagang Arab yang telah lama berhubungan dagang dengan kepulauan Indonesia tidak lama setelah Islam berkembang di jazirah Arab. Agama Islam tersiar secara hampir merata di seluruh kepulauan nusantara seiring dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam seperti Perlak dan Samudera Pasai di Aceh, kerajaan Demak, Pajang dan Mataram di Jawa Tengah, kerajaan Cirebon dan Banten di Jawa Barat, kerajaan Goa di Sulawesi Selatan, keraj aan Tidore dan Ternate di Maluku, keraj aan Banjar di Kalimantan, dan lain-lain. Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia menentang


(1)

misalnya kursus nikah. Mungkin sebagian orang Indonesia ga menganggap itu penting, tapi cara Kemenag pelan-pelan untuk kemudian menjadi sesuatu yang penting bagi masyarakat. Mungkin ga secara masif ya diberitakan tapi selalu ada sosialisasi soal itu. itu udah cukup untuk orang jadi tau. Intinya, kementerian ini kerja atau engga. Jadi misal secara konsisten dia punya isu-isu yang diperjuangkan yang pada akhirnya orang akan tahu dan citra yang positif baik itu akan ada.

T : Pernah ga sih humas Kemenag ngepush up wartawan gitu mba buat ngeliput?

J : Kalau ngepush up ga sih, yang kaya saya bilang tadi. Kan Republika itu punya wartawan yang memang ngepos Kementerian Agama, jadi memang segala kegiatan yang dibuat oleh Kemenag pasti jadi penting buat republika. Jadi saya ngerasa ga ada paksaan. Jadi kaya justru saya sangat dibantu karena itu agenda memudahkan sayanugasin reporter untuk itu. kaya misalnya ada release, kalau misal reporter nya ga dapet, itu membantu juga oh ternyata ada isu itu. Misal kaya soal pembongkaran jembatan mataf. Itu kan terjadi di Mekkah jauh sekali. Kadang situs di Arab itu kurang update. Tapi info itu datang dari Kemenag melalui kantor urusan haji di Jeddah. Pada akhirnya kan itu menjadi informasi yang menarik buat Republika. Karena pembacanya mayoritas muslim orang-orang terkait dengan umrah, haji, Masjidil Haram tentu menarik. Jadi kalau saya ditanya ada paksaan ya engga. Karena itu sebenernya hubungan simbiosis ya mutualisme. Buat saya dikasih info ya liputan itu baik buat saya begitupun buat humasnya.

T : Kalau humas Kemenag sendiri menurut mba sudah melakukan media relations dengan baik sepenuhnya?

J : Kalau sepenuhnya ya sudah sih ya. Maksudnya saya bisa melihat usahanya untuk menunjukkan pada masyarakat kalau Kemenag itu kerjanya ada.


(2)

J : Seinget saya sih belum, T : Oh belum,

J : Mmm gatau, saya ga pernah ikut. Tapi mungkin pernah. Tapi ga pernah ikut. Tapi maksudnya gini gathering secara personal sih ada aja, tapi kalau secara lembaga gathering saya ga inget sih. Tapi mungkin pernah.

T : Kalaupun pernah, biasanya kalau media gathering itu ngapain aja sih mba?

J : Biasanya kan sebenernya misal di bidang Kemenag ya, atau kementerian instansi lain biasanya ada tema-tema tertentu yang kemudian memperkaya wartawan di bidang itu. misalnya, media gathering komisi yudisial, maka dia akan ngasih materi mengenai hukum, pengawasan, hakim dan sebagainya. Trus kalau media gathering yang lain misalnya kalau perbankan ya akan ada obrol soal ada dana ekuitas dan segala macem. Dan kalau Kemenag mungkin kalau buat media gathering ya pasti akan dijelaskan hal-hal yang teknis, maksudnya gini wartawan itu kadang tidak mengetahui isu sementara ia harus menguasai sebuah permasalahan atau isu. Maka media gathering itu jadi penting dijelaskan bagaimana alur proses yang sudah dijalankan oleh sebuah kementerian terkait satu isu atau lebih. Intinya itu sih.

T : Berarti suka ada evaluasi sebuah kegiatan gitu mba?

J : Engga, misal gini, saya nulis haji. Kalau saya ga punya pengetahuan yang cukup tentang haji saya bisa aja salah memahami, iya kan. Nah media gathering itu bisa jadi meluruskan itu. Jadi dijelaskan hal-hal teknis.

T : Oh jadi dibenarkan pemahamannya sama humas nya itu ya mba? J : Iya kaya gitu

T : Kalau setau mba, humas Kemenag dalam membina hubungan atau menjalankan komunikasi eksternal sama orang diluar Kemenag sendiri. Bagaimana?


(3)

J : Kalau ya mangkannya tadi saya bilang. Kita kan ga bisa menghapuskan dari yang namanya internet ya, digital dan segala macem. Gunan ya kemudian sangat beruntung ketika bukan beruntung ya ketika Kemenag bisa memanfaatkan eee media sosial. Karena kan yang penting dari internet itu bagaimana komunikasi dengan pengguna yang lain. Nah dalam hal ini pengguna yang lain itu masyarakat. Ini ada sebuah lembaga trus bagaimana lembaga ini komunikasi masyarakat yang notaben nya pake internet. Menurut saya sejauh yang saya lihat itu cukup bagus. Kaya misalnya gini, Kementerian Agama itu ga cuma bikin tulisan yang berita yang hardnews tapi mereka juga bikin human interest. Kalau misalnya lihat di fb Kemenag itu akan ada cerita-cerita yang humanis yang membuat orang merasa oh waw.

T : Praktik komunikasi humas Kemenag sendiri dua arah ya mba?

J : Ya karena pake sosial media itu jadi ada feedback ya kan kelihatan. Walaupun gini, mungkin kalau kita nanya ke sosial media Kemenag jawabannya akan normatif, tapi setidaknya ada feedbacknya.

T : Terkait dengan peran humas sebagai communicator, relationship, back up management, dan good image maker apakah humas Kemenag selaras dengan keempat peran itu?

J : Ya sih, mereka memiliki krisis manajemen yang cukup baik ya, kalau ada krisis kaya misalnya soal penanganan soal keluhan pelayanan di haji, kan mereka juga cepet dan tau oh ini ni yang paling dikeluhkan. Kemudian mereka mencari informasi soal itu, untuk memperbaiki kembali dan menjawab. Ya walaupun mungkin ga mulus karena banyak tugas.

T : Kalau pengetahuan publik nya sendiri, menurut pandangan mba terkait dengan citra Kemenag maupun lembaga kemenagnya sendiri seperti apa mba?

J : Kalau yang peduli banget sih pasti ada ya, tapi sebaliknya juga ya banyak.


(4)

(5)

Foto seusai wawancara pribadi dengan Bapak Rosidin Selaku Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kementerian Agama RI, pada Senin, 16 Mei 2016 di


(6)

Foto seusai wawancara pribadi dengan Mba Ratna Puspita Selaku Wartawan Republika, pada Jumat, 29 April 2016 di Kantor Harian Republika