Interpretasi Hasil Penelitian HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA

mengklarifikasi isu, dan memberikan akses media kepada sumber yang dapat memiliki otoritas. Bentuk komunikasi yang Praktisi Humas lakukan adalah model two way Symmetric. Praktisi humas di sini sebagai mediator antara organisasi dengan publik. Tujuan praktisi humas dalam model ini adalah menciptakan saling pengertian antara organisasi dengan publik. Penelitian ini biasanya formatif untuk mengevaluasi pemahaman. Dalam konsep humas pemerintah, faktor utama yang membentuk citra pemerintah sendiri antara lain kualitas pelayanan publik. Pelayanan yang diberikan kepada publik sudah dilakukan semaksimal mungkin. Praktisi Humas melakukan banyak perubahan sehingga lebih memudahkan masyarakat untuk mengakses pelayanan yang mereka butuhkan. Kegiatan merupakan implementasi dari tugas. Oleh karena itu, kegiatan Praktisi Humas sebenernya adalah implementasi dari tugas Praktisi Humas untuk mencapai tujuan humas dan menjalankan fungsi dan peranannya secara menyeluruh. Kegiatan Praktisi Humas pada hakikatnya adalah kegiatan berkomunikasi dengan berbagai macam simbol komunikasi, verbal maupun nonverbal. Kegiatan komunikasi verbal, sebagian besar menulis proposal, artikel, progress report, menulis untuk presentasi, pers release, dan sebagainya. Kegiatan komunikasi nonverbal meliputi penyelenggaraan pameran, seminar, event, riset, pers kliping, dan sebagainya. Kegiatan Praktisi Humas Kementerian Agama semata-mata untuk membangun citra positif lembaga. Kegiatan tersebut meliputi juru bicara, publikasi website, pembuatan majalah, konferensi pers, pers release, pendekatan media massa, iklan layanan masyarakat, pelayanan informasi publik, pengaduan masyarakat, mengadakan pameran, dan media sosial. Selain itu, Praktisi Humas dalam mengkomunikasikan kinerja para pegawai dan pejabat di Kementerian Agama ini menjadi sangat penting. Terlebih pasca krisis yang membuat tingkat kepercayaan diri para pegawai menjadi turun. Oleh karena itu, Praktisi humas harus dapat mengkomunikasikan kinerja para pegawai Kementerian Agama semaksimal mungkin. Dalam hal ini Praktisi Humas telah melakukan upaya-upaya dengan memberikan informasi terkait kinerja para pegawai Kementerian Agama melalui media massa. Entah itu berupa prestasi maupun penghargaan yang telah diraih oleh Kementerian Agama. Perubahan-perubahan yang dilakukan oleh Kementerian Agama menjadi wajah baru yang diberikan kepada publik. Dalam merencanakan program dan kegiatan humas, Praktisi Humas Kementerian Agama melakukan pengenalan situasi, penetapan tujuan, definisi khalayak, pemilihan media dan teknis humas, pengaturan anggaran, dan pengukuran hasil kegiatan humas. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memahami situasi yang ada. Untuk memahami situasi, Praktisi Humas memerlukan informasi. Situasi ini berupa situasi internal dan eksternal. Praktisi Humas mengetahui apa yang menjadi kebutuhan publik mengenai informasi tentang Kementerian Agama khususnya dalam hal pelayanan publik. Humas Kementerian Agama melakukan riset atau user experience publik. Dengan adanya user experience public Praktisi Humas menjadi mudah dalam mengetahui informasi apa saja yang dibutuhkan oleh publik. Isu-isu prioritas inilah yang humas dahulukan. Langkah selanjutnya adalah penetapan tujuan. Setiap kegiatan atau program yang dijalankan humas pasti guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan dari kegiatan yang Praktisi Humas lakukan adalah untuk membangun citra positif lembaga Kementerian Agama. Selanjutnya Praktisi Humas menetapkan khalayak publik yang menjadi prioritas. Dalam hal ini khalayak yang paling dibutuhkan oleh Kementerian Agama adalah calon jamaah haji dan ormas Islam. Dengan jenis dan jumlah khalayak yang lebih terbatas, suatu organisasi akan lebih efisien dalam melaksanakan suatu kegiatan. Langkah berikutnya adalah pemilihan media dan teknik humas. Pemilihan media yang tepat akan mempengaruhi penerimaan pesan kepada publik. Dalam pemilihan media yang digunakan oleh Praktisi Humas Kementerian Agama sudah tepat. Publikasi melalui website sangat efektif karena informasi yang diberikan sangat lengkap mulai dari berita, majalah, iklan layanan masyarakat, info grafis, foto, PPID, pengaduan masyarakat, info haji, dan masih banyak lagi. Sehingga tidak sedikit dari publik yang mengakses website Kementerian Agama ini. Selain itu, majalah cetak dan online yang diterbitkan oleh Praktisi Humas. Memang majalah cetak ini tidak dapat dirasakan oleh masyarakat luas, akan tetapi dengan kehadiran majalah online ini sangat membantu masyarakat luas untuk membacanya. Media sosial yang dimiliki oleh Kementerian Agama juga sangat efektif dalam melakukan komunikasi dengan publik. Tak jarang publik bertanya dan memberi masukan melalui media sosial ini facebook, twitter. Kemudian Praktisi Humas menggunakan info grafis dalam hal publikasi. Pemilihan media yang dilakukan oleh Praktisi Humas Kementerian Agama sudah cukup baik dan efektif. Sehingga informasi yang disampaikan menjadi terbuka dan transparan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh publik. Langkah selanjutnya yaitu pengaturan anggaran. Setiap lembaga atau organisasi dalam melaksanakan sebuah kegiatan pasti melakukan hal tersebut. Praktisi Humas harus memperhitungkan media mana yang harus digunakan untuk menjangkau khalayak yang telah dipilih, tentunya sesuai dengan keterbatasan anggaran yang ada. Anggaran tersebut penting karena untuk mengetahui seberapa banyak dana yang diperlukan dalam rangka membiayai suatu program atau kampanye humas. Humas memiliki unsur- unsur yang menjadi pengeluaran pokok. Setelah itu baru disusun anggaran humas sehingga total anggaran yang dikeluarkan jelas. Kemudian yang terakhir kalkulasi anggaran untuk departemen humas. Praktisi Humas Kementerian Agama dalam kenyataannya telah melakukan pengaturan anggaran humas seperti yang telah dijelaskan di atas. Langkah terakhir dalam perencanaan humas adalah pengukuran hasil kegiatan humas. Hal ini ditujukan agar Praktisi Humas Kementerian Agama dapat mengetahui seberapa besar kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan seberapa besar penerimaan publik terhadap kegiatan humas. Evaluasi penting dilakukan karena hasil evaluasi digunakan sebagai acuan langkah ke depan dalam merencanakan sebuah program kegiatan dan dapat diterima oleh publik. Ada beberapa jenis evaluasi yang Praktisi Humas lakukan. Pertama, evaluasi pemberitaan. Evaluasi yang dilakukan dengan melihat dari segi konten, engle, diksi, gambarfoto dalam sebuah berita yang ditulis. Beberapa wartawan dari Praktisi Humas sendiri terkadang masih minim informasi dalam melaksanakan tugas meliput atau mencari berita. Selain itu, engle yang mereka buat juga masih kurang menarik. Dalam berita foto masih banyak yang sama. Kedua, melakukan evaluasi kegiatan. Evaluasi dilakukan dengan melihat sejauh mana perkembangan media yang dimiliki Humas Kemenag seperti media online, majalah cetakonline, dan media sosial. Salah satunya dengan melihat followers media sosial Kemenag. Namun sangat disayangkan, evaluasi kegiatan humas seperti yang dijelaskan di atas bahwa evaluasi dilakukan hanya sebatas secara subjektif saja tanpa ada indikator-indikator pasti mengenai pengukuran evaluasi. Sehingga Praktisi Humas Kemenag tidak mengetahui apakah kegiatan tersebut sudah efektif untuk membangun citra positif dan sejauh mana kegiatan itu dapat diterima oleh publik. Upaya membangun citra perusahaan atau lembaga tidak bisa dilakukan secara serampangan pada saat tertentu saja tetapi merupakan suatu proses yang panjang. Perusahaan atau lembaga yang memiliki citra positif pada umumnya berhasil membangun citranya setelah belajar dari pengalaman. Mereka berupaya untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan pada masa lampau. Dalam mengembalikan citra dan kepercayaan publik, Kemenag melakukan beberapa strategi dan kegiatan. Tentu dalam merencanakan sebuah strategi dan kegiatan Kemenag belajar dari pengalaman sebelumnya sehingga kesalahan yang ada sebelumnya tidak terulang lagi. Citra positif yang dibangun dan melekat terhadap lembaga adalah citra yang dibuat melalui tahap-tahap yang panjang dan dikerjakan secara sungguh-sungguh karena yang menilai bukanlah pihak atau lembaga melainkan masyarakat. Seperti yang diungkapkan Jefkins, bahwa citra yang baik bukanlah yang dibuat-buat tetapi merupakan hasil dari pandangan pihak lain. Citra sebuah lembaga atau organisasi diartikan sebagai pandangan atau anggapan yang organisasi dapatkan dari pihak lain atau para stakeholdernya. Sebuah citra organisasi mempresentasikan baik atau buruk dari pelanggan, investor, karyawan dan publik umum atau masyarakat. Berdasarkan konsep ini, citra Kementerian Agama sudah dapat dikatakan baik. Ini dibuktikan dengan anggapan para stakeholder Kementerian Agama yang menilai bahwa citra saat ini dapat dikatakan baik. Anggapan atau penilaian positif tentang Kementerian Agama saat ini muncul dari berbagai kalangan, mulai dari pegawai dan pejabat Kementerian Agama sampai dengan jurnalis. Melalui akumulasi anggapan baik ini, sudah dapat disimpulkan bahwa citra Kementerian Agama dapat dikatakan baik. Terciptanya citra yang baik di mata masyarakat akan menguntungan organisasi, sebab citra yang baik merupakan tujuan pokok organisasi. Organisasi dengan citra positif akan lebih diterima, lebih dinikmati, dan lebih didukung oleh berbagai pihak yang menentukan keberhasilan organisasi dalam meraih sasaran dan tujuan. Selain itu, karyawan atau pegawai yang bekerja pada organisasi dengan citra positif memiliki rasa bangga sehingga dapat memicu motivasi mereka untuk bekerja lebih produktif. Dengan demikian pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan meningkat. Beberapa penghargaan dan prestasi yang diperoleh Kementerian Agama membuat lembaga Kementerian Agama dipercaya sebagai lembaga yang mampu menjadi contoh bagi lembaga lain dan masyarakat. Mengingat begitu sulitnya mengembalikan citra dan membangun citra positif, Praktisi Humas Kementerian Agama menemui beberapa hambatan dalam pelaksanaannya. Tersendatnya aliran informasi dari unit teknis ke satu pintu humas. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti lambatnya unit teknis dalam mengumpulkan data dan kesalahan dalam teknik penulisan berita dan. Sehingga ini memerlukan proses editing. Oleh karenanya ini berdampak pada proses informasi ke luar yang akan diterima oleh publik. Dalam menangani hal ini, Praktisi Humas harus meningkatkan kemampuan sebagai Praktisi Humas dan mengadakan pelatihan-pelatihan dalam hal teknik penulisan berita. Lambatnya jawaban yang diberikan oleh tim teknis atas masukan dan keluhan publik. Ini dikarenakan dalam menjawab keluhan dan masukan publik sendiri harus dijawab oleh pihak yang berwenang. Sehingga jawaban atas masukan publik memerlukan waktu yang cukup lama. Dalam menangani hal ini Praktisi Humas harus lebih disiplin dalam hal waktu untuk bisa secepatnya jawaban tersebut dapat diberikan ke publik. Terbatasnya staf humas. Beberapa staf humas di sini masih mengerjakan tugas dan pekerjaannya terlalu banyak. Oleh karenanya, beberapa pekerjaan lainnya masih ada yang tertunda. Selain itu, skill dan kemampuan staf humas masih minim. Hambatan lainnya yaitu terbatasnya narasumber pemberitaan media. Ini terlihat dari pemberitaan humas yang narasumbernya masih didominasi oleh Menteri Agama Lukman. Diperlukan adanya pelatihan para pejabat Kementerian Agama dalam berkomunikasi kepada media. Karena menjadi narasumber bukanlah hal yang mudah. Ia harus mengetahui besaran tugas Kementerian Agama, Isu- isu strategis tentang Kementerian Agama, dan perkembangan opini publik tentang Kementerian Agama. Hambatan yang terakhir yaitu adanya kepentingan media yang berbeda-beda. Dengan adanya kepentingan media yang berbeda ini menimbulkan arah pemberitaan media menjadi positif dan negatif. Media atau wartawan dalam menangkap isu yang disampaikan oleh Praktisi Humas Kementerian Agama tidak selamanya utuh. Karena pengetahuan media itu terbatas. Hal ini disebabkan karena media terkadang sudah memiliki agenda setting atau lebih memilih nilai berita untuk dijual. Praktisi Humas dalam menangani hal ini melakukan pendekatan kepada media. 100

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara mendalam yang telah dilakukan oleh penulis, dapat ditarik beberapa kesimpulan dari peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam upaya membangun citra positif lembaga, diantaranya: 1. Peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga Terdapat 4 peran penting yang dilakukan oleh Praktisi Humas Kementerian Agama. Diantaranya menjaga citra positif lembaga dengan mengimbangi keinginan publik melalui pemanfaatan teknologi informasi dan pelayanan berbasis teknologi informasi. Praktisi Humas juga membenahi tata kelola pemerintah dimulai dengan open recruitmen dan assessment. Selanjutnya Praktisi Humas mengoptimalkan segala macam perangkat media untuk publikasi. Praktisi Humas menjalin hubungan harmonis secara internal pegawai dan pejabat Kementerian Agama dan eksternal lembaga pemerintah, organisasi masyarakat, media, publik. Praktisi Humas melakukan analisis media dengan melihat isu-isu yang mencuat, berita negatif dan narasumber internal maupun eksternal. 2. Hambatan yang dihadapi Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga Dalam melaksanakan perannya, Praktisi Humas menghadapi beberapa hambatan tertentu. Hambatan tersebut meliputi tersendatnya aliran informasi dari unit teknis ke satu pintu humas, lambatnya jawaban yang diberikan tim teknis atas masukan dan keluhan publik, terbatasnya staf Praktisi Humas, terbatasnya narasumber pemberitaan media, kepentingan media yang berbeda-beda.

B. Saran

Berdasarkan pengamatan peneliti dalam proses penelitian ini secara langsung, maka ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan. 1. Bagi Akademisi, penulis menyarankan agar muncul konsep humas lembaga negara, khususnya lembaga eksekutif. Hal ini dikarenakan konsep humas secara umum dan konsep humas pemerintahan yang ada saat ini belum sepenuhnya diterapkan pada lembaga negara khususnya Kementerian Agama. 2. Bagi Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia. Praktisi Humas harus meningkatkan profesionalisme sebagai pengelola informasi melalui peningkatan kompetensi dan skill sumber daya manusia dan manajemen komunikasi krisis dalam upaya menciptakan pengelolaan kehumasan yang efektif dan efisien baik di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah. 3. Bagi Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia. Media relation harus lebih ditingkatkan lagi sehingga meminimalisir terjadinya konflik antar lembaga dan media. Selain itu, hubungan dengan pihak internal dan eksternal juga harus dibangun. 4. Bagi Pegawai dan Pejabat Kementerian Agama Republik Indonesia. Harus ada komunikasi yang rutin dibangun antara pejabat atau pegawai dengan Praktisi Humas melihat satuan kerja di Kementerian Agama ini sangat banyak. Komunikasi ini penting dilakukan agar Praktisi Humas dapat secara maksimal mempublikasikan kinerja Pegawai dan Pejabat Kementerian Agama serta memberikan pemahaman kepada publik mengenai hasil keputusan lembaga sehingga meminimalisir pemberitaan negatif yang ada di media. 102 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdulsyani. 2007. Sosiologi: Skematika Teori dan Terapan . Jakarta: PT. Bumi Aksara. Alatas, H. S. 1982. Sosiologi: Sebuah Penjelajahan Data Kontemporer. Jakarta: LP3S. Anggoro, M. L. 2000. Teori dan Profesi Kehumasan serta Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Effendi, O. U. 1989. Kamus: Komunikasi. Bandung: Mandar Maju. ......................, 1993. Human Relations dan Public Relations. Bandung: CV Mandar Maju. ......................, 1999. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya. ......................, 2002. Hubungan Masyarakat: Suatu Studi Komunikasi . Bandung: Remaja Rosdakarya. Gregory, A. 2004. Public Relations Dalam Praktek. Jakarta: Erlangga. Gross, M. 1995. Pokok-pokok Pikiran Dalam Sosiologi . Jakarta: Raja Grafindo Persada. Gunawan, I. 2013. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktek. Jakarta: Bumi Aksara. Jefkins, F. 2003. Public Relations. Jakarta: Erlangga. Kebudayaan, D. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Kusumastuti, F. 2002. Dasar-dasar Hubungan Masyarakat. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia. Nurdjana, I. 2010. Sistem Hukum Pidana dan Bahasa Laten Korupsi: Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Putra, I. G. 1999. Manajemen Hubungan Masyarakat. Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atmajaya Yogyakarta.