mengetahui penggunaan layanan VCT. Sehingga dapat disimpulkan bahwa individu merasakan hambatan yang kuat dalam suatu tindakan yang diambil
sehubungan dengan kejadian HIV di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan. Dalam Fajariyah, 2014 Brown et al 2005 dalam Bock 2009,
melaporkan bahwa salah satu yang dapat mempengaruhi pemanfaatan VCT adalah ketakutan mereka terhadap kemungkinan hasil tes yang positif. Pernyataan
di atas menunjukkan ketakutan terhadap hasil tes yang positif kemungkinan merupakan salah satu faktor yang dapat menghambat pemanfaatan VCT di Klinik
Veteran. Ketakutan tersebut kemungkinan merupakan ketakutan terhadap kematian, takut atas nasib mereka sendiri atau takut karena harus menghadapi
masalah yang lebih rumit di kemudian hari karena mendapat hasil tes yang positif. Ketakutan tersebut kemungkinan juga dapat diperburuk dengan adanya stigma
atau diskriminasi yang akan diterima dari masyarakat atau pun keluarga.
5.6 Persepsi Isyarat Untuk Bertindak
Isyarat untuk bertindak adalah peristiwa-peristiwa, orang, atau hal-hal yang menggerakkan orang untuk mengubah perilaku mereka. Isyarat untuk
bertindak dapat berasal dari internal ataupun eksternal. Isyarat fisiologis misalnya, nyeri, gejala adalah contoh isyarat internal untuk bertindak. Isyarat
eksternal mencakup peristiwa atau informasi dari orang lain, dan dari media. Intensitas isyarat yang diperlukan untuk mendorong tindakan bervariasi
antara individu dengan yang dirasakan kerentanan, keseriusan, manfaat, dan hambatan. Seperti contohnya setelah individu mendapatkan penyuluhan tentang
Universitas Sumatera Utara
penyakit HIVAIDS dan mengetahui seberapa ganas dan seberapa banyak orang yang telah menderita karena penyakit itu, maka pengetahuan itu dapat menjadi
isyarat untuk bertindak karena membuat orang agar menjauhi hal-hal yang menyebabkan penyakit HIVAIDS.
Perubahan perilaku harus memberikan kepada penduduk pilihan yang realistik dan berlanjut. Perubahan tidak bisa dilakukan secara besar-besaran
dalam waktu sekaligus. Perubahan hanya bisa dilakukan secara bertahap, serealistis mungkin, sesuai dengan kesiapan individu dan komunitas menerima
perubahan tersebut. Sumber informasi dan edukasi harus tersedia sedekat mungkin dengan penduduk yang menjadi target kampanye. Idealnya adalah
sumber informasi dan edukasi menjadi milik penduduk yang beresiko terinfeksi. Kampanye melalui media seperti poster atau leaflet dirasa sempurna. Hal
tersebut digunakan untuk berkomunikasi secara efektif, khususnya dengan mereka yang tidak dapat dan tidak bisa membaca. Perubahan perilaku akan lebih
efektif melalui pendidikan yang dilakukan oleh teman-teman sejawat secara horisontal Peer Educatorpendidik sebaya dibandingkan dengan pendidikan
yang dilakukan secara vertikal oleh sumber informasi yang berwenang. Materi tentang perilaku seksual, IMS dan AIDS sebenarnya sudah cukup
banyak tersedia untuk dijadikan sebagai bahan KIE komunikasi, informasi, dan edukasi. WHO, misalnya, telah banyak mengeluarkan cukup banyak publikasi
yang terkait dengan IMS dan AIDS. Beberapa pelajaran dari proses perubahan perilaku yang diuraikan oeh Adam Carr 1993 tersebut menarik untuk dijadikan
Universitas Sumatera Utara
sebagai salah satu rujukan dalam mengkaji ulang upaya pencegahan IMS dan HIV dan AIDS yang selama ini dilakukan, utamanya dalam mempengaruhi perilaku
seksual penduduk beresiko tinggi terinfeksi IMS dan HIV dan AIDS terutama komunitas LSL.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari 39 responden dalam kategori persepsi isyarat untuk bertindak, terdapat 39 orang responden 100,0 dengan
kategori isyarat untuk bertindak yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa responden sudah memiliki sumber informasi yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil
uji statistik menunjukkan bahwa untuk korelasi variabel isyarat untuk bertindak dengan kejadian HIV adalah konstan. Ini berarti menunjukkan bahwa persepsi
isyarat untuk bertindak tidak memiliki hubungan bermakna dengan kejadian HIV. Notoatmodjo 2003, menyatakan bahwa untuk mendapatkan tingkat
penerimaan yang benar tentang kerentanan, kegawatan, dan keuntungan tindakan maka diperlukan isyarat-isyarat yang berupa faktor-faktor eksternal. Faktor-faktor
tersebut misalnya pesan-pesan dari media massa, nasihat atau anjuran kawan- kawan atau anggota keluarga lain dari si sakit. Dorongan yang muncul secara
terus-menerus dari orang-orang yang terkait kemungkinan akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku pencegahan HIV yang dilakukan oleh
LSL. Beberapa di antaranya kemungkinan mempunyai pengaruh yang lebih besar dibanding dengan dorongan dari pihak lain, seperti dorongan dari teman,
keluarga, dan dari petugas kesehatan. Faktor pendorong yang dirasakan orang risiko tinggi yang memanfaatkan
Klinik IMS dan VCT Veteran Medan sudah mencapai maksimal, dalam hal ini
Universitas Sumatera Utara
mencapai kategori yang sangat kuat. Hal ini kemungkinan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah terdapat beberapa responden yang mendapat
dukungan dari teman dan keluarga. Indikator dalam penelitian ini yang dapat menjadi faktor pendorong responden dalam melakukan VCT di antaranya adalah
informasi dari media massa seperti radio, majalah, televisi, nasihat dari teman atau anggota keluarga, serta petugas kesehatan. LSL yang memiliki faktor
pendorong yang sangat kuat mungkin akan lebih mudah bagi dirinya untuk melakukan VCT di Klinik Veteran Medan daripada LSL yang tidak memiliki
faktor pendorong. Semakin banyak motivasi dan informasi yang didapatkan oleh orang risiko tinggi tentang VCT oleh petugas kesehatan maka kemungkinan akan
membuat orang risiko tinggi tersebut semakin terdorong untuk melakukan perilaku pencegahan HIV di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan.
Ketika responden sudah memiliki informasi yang cukup maka ia akan dapat memutuskan mengambil pencegahan perilaku berdasarkan atas dorongan
diri sendiri. Ditambah lagi sebagian responden yang memiliki tingkat pendidikan SMA menunjukkan bahwa dengan tingkat pendidikan yang cukup tinggi akan
memudahkan responden mengakses informasi ataupun layanan dari mana saja.
Universitas Sumatera Utara
5.7 Kemampuan Bertindak