74
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden
5.1.1 Umur
Hasil penelitian mengenai umur yang diperoleh melalui kuisioner menunjukkan bahwa sebagian responden tergolong kelompok umur 25-29 tahun
yaitu sebanyak 19 orang 48,7 dari total 39 orang responden. Responden umur 25-29 tahun tersebut terdiri dari 5 orang 12,8 yang memiliki kejadian HIV
positif. Kelompok responden yang berumur 25-29 tahun merupakan kelompok
responden yang mayoritas sudah memiliki penghasilan sendiri dan merupakan kelompok dengan perilaku bebas terutama yang berhubungan dengan seks. Pada
kelompok umur 25-29 tahun seseorang akan cenderung untuk banyak berinteraksi dengan orang lain yang dapat memicu kearah perilaku seks yang menyimpang.
Depkes 2009 menyatakan bahwa kasus HIV di Indonesia paling banyak terjadi pada kelompok umur 25-29 tahun yang termasuk usia produktif. Dan di usia
tersebut masih besar kemungkinan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, seperti: bekerja, sekolah bahkan melakukan hubungan seksual. Namun, saat ini usia
produktif sangat rentan terkena HIVAIDS. Mereka biasanya tertular HIVAIDS karena hubungan seks bebas
Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dari tahun 2010 hingga tahun 2014, jumlah kasus orang dengan HIVAIDS di
Universitas Sumatera Utara
Indonesia mencapai total 108.704. Penderita HIV terbanyak terjadi pada tahun 2013 yaitu sekitar 29.037 Dari jumlah tersebut, penderita terbanyak berasal dari
kelompok produktif, dengan rentang usia 20-49 tahun. Penyebab utama banyaknya kasus HIVAIDS adalah hubungan seks diluar nikah dan penggunaan
narkoba suntik. Hampir 90 penyebaran virus HIVAIDS disebabkan kedua prilaku tersebut Kemenkes RI, 2014
5.1.2 Pendidikan
Sebagian besar responden dalam penelitian ini dengan pendidikan tertinggi SMAsederajat yaitu sebanyak 21 orang 53,8 , responden dengan pendidikan
SDsederajat sebanyak 1 orang 2,6 dan pendidikan SMPsederajat jumlahnya yaitu 3 orang 7,7. Responden dengan tingkat pendidikan D3 sebanyak 5 orang
12,8, responden yang memiliki pendidikan sarjana atau S1 sebanyak 8 orang 20,5 dan responden yang memiliki pendidikan S2 sebanyak 1 orang 2,6.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan 5 orang responden dengan kejadian HIV positif memiliki pendidikan yang tinggi yaitu 4 orang memiliki pendidikan
SMASederajat dan 1 orang responden dengan pendidikan D3. Menurut Irmayati 2007, tingkat pendidikan dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap pola pikir dan daya nalar dalam menghadapi suatu masalah
Hutasoit, 2006. Redding et al 2000 yang dikutip oleh Anggraeni 2010 menyatakan faktor pengubah seperti tingkat pendidikan dipercayai mempunyai
pengaruh tidak langsung terhadap perilaku dengan cara mempengaruhi persepsi
Universitas Sumatera Utara
individu. Individu dengan pendidikan tinggi, cenderung memiliki perhatian yang besar terhadap kesehatannya sehingga jika individu tersebut mengalami gangguan
kesehatan maka ia akan segera mencari pelayanan kesehatan. Hal ini didukung oleh Notoatmodjo 2003, yang menyatakan bahwa
seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi tidak sama pemahamannya dengan orang yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi dan pada akhirnya semakin banyak pengetahuan yang
mereka miliki. Secara umum, pengetahuan yang baik akan memunculkan sikap yang baik dan mengaplikasikannya dalam tindakan. Semakin tinggi pengetahuan
seseorang terhadap kesehatan, semakin tinggi kesadaran orang tersebut dalam menjaga kesehatannya.
5.1.3 Sumber Pendapatan