Design of agent behavior model involved in potatoes supply chain

(1)

Asep Mohamad Noor

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul Disain Model Perilaku Agent Yang Terlibat Dalam Rantai Pasok Kentang Industri adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2013

Asep Mohamad Noor NIM F361080141


(3)

ABSTARCT

ASEP MOHAMAD NOOR. Design of Agent Behavior Model Involved in Potatoes Supply Chain. Under supervision of MACHFUD, INDAH YULIASIH, AND A. BENNY MUTIARA.

In generally there are two types of potatoes. The first is potatoes for consumption and the second is potatoes for industry. Both kinds of are cultivated in Pangalengan. Those two types of potatoes have different characteristics seen their functions and uses. This potatoes business is run by involving some agents. These agents have relationship one and another in term of information exchange and the distribution of potatoes commodity.

In this model, there are three agents involved, namely producer agent, supplier agent and consumer agent. The three agent have different roles according to their functions and characteristics. The roles of producer agent are passive, the role of supplier agent is semi-active and the roles of consumer agent are active. These roles make different behaviors. Such behaviors can affect the supply of potatoes produced by each of the agents, so if there is deviant behavior among those agents, it will affect the supply of potatoes and cause losses among the agent. Each agent involved in the potatoes supply chain is autonomous. The model was developed to address the issue of perception and business aspects. JADE is used as the approach of implementation to behavioral models to agents in the potatoes supply chain.


(4)

RINGKASAN

ASEP MOHAMAD NOOR. Disain Model Perilaku Agent Yang Terlibat dalam Rantai Pasok Kentang Industri. Dibimbing oleh MACHFUD, INDAH YULIASIH dan A. BENNY MUTIARA

Secara umum ada dua jenis kentang yang diusahakan di wilayah Kecamatan Pangalengan Jawa Barat, yaitu kentang untuk konsumsi sayuran dan kentang sebagai bahan baku industri. Setiap jenis kentang tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda sesuai dengan fungsi dan kegunaannya. Usaha kentang industri dijalankan dalam suatu rantai pasok yang dilakukan oleh beberapa agent yang terlibat. Agent-agent tersebut mempunyai keterkaitan antara satu dengan yang lain dalam hal pertukaran informasi dan pendistribusian komoditi kentang. Dalam rantai pasok ini terjadi interaksi antar agent yang digambarkan dalam bentuk perilaku, dimana perilaku tersebut mencerminkan masing-masing agent yang terlibat dalam rantai pasok kentang. Perilaku agent yang mengusahakan kentang ini mempunyai karakteristik yang khas dan kompleks. Ke-khas-an dan kompleksitas dari perilaku ini akan menjadi salah satu yang dapat berpengaruh terhadap jumlah kentang yang dihasilkan oleh agent-agent tersebut dalam memenuhi pesanan kentang dari konsumennya.

Pendekatan model yang berbasis multi-agent dapat digunakan untuk mengkaji perilaku agent dalam rantai pasok, hal ini diperlukan dalam sebuah proses pengambilan keputusan (Sabri et al. ,2000; Fu, 2000; Bonabeau, 2002; Ittiwattana, 2002; Maulana, 2005; Erol et al., 2007; Syairudin, 2008; Radhakrishnan et al., 2009; Kashif, Ayesha dan Xuan Hoa Binh Le, 2011). Suatu sistem kompleks dapat dipandang terdiri dari subsistem-susbsistem atau agent, interaksi agent-agent, atau berperilaku seperti agent-agent didalam suatu sistem. Agent-agent tersebut memiliki kemampuan belajar, merencanakan, berkomunikasi dan bernegosiasi. Upaya yang dilakukan dalam penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan model pengaruh perilaku dari setiap agent dalam mempengaruhi tingkat ketersediaan pasokan kentang pada sistem rantai pasok.

Dalam penelitian ini identifikasi dan analisis perilaku dilakukan pada setiap agent rantai pasok. Kerangka pemikirian disain pemodelan dalam penelitian ini mengacu kepada metodologi yang dikembangkan oleh Nikraz et.al (2006). Secara garis besar pengembangan model ini terdiri atas beberapa tahap penelitian. Tahap pertama adalah mempelajari perilaku agent dari berbagai sumber, tahap kedua adalah pengumpulan data yang berupa identifikasi dari perilaku agent dan sistem persediaannya, tahap ketiga adalah pengolahan data dan analisis dari hasil identifikasi, tahap keempat adalah perancangan model, tahap kelima adalah verifikasi dan validasi model, tahap keenam adalah pengujian dan perbaikan model dan tahap ketujuh adalah kesimpulan.


(5)

Dinamika pasokan kentang pada masing-masing agent hasil simulasi skenario tersebut menunjukkan adanya perubahan jumlah produksi kentang. Perubahan jumlah pasokan kentang juga terjadi pada agent distributor dan agent konsumen. Perubahan pasokan kentang ini dipengaruhi oleh perilaku agent produsen yang tidak menjual seluruh hasil panennya kepada agent yang sudah melakukan kerjasama. Alasan agent produsen menjual kentang kepada pihak lain diluar kesepakatan itu adalah adanya faktor harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang diberikan oleh konsumen yang sudah terikat kerjasama. Pelanggaran kesepakatan ini merupakan suatu perilaku yang menyimpang, perilaku yang menyimpang ini adalah perilaku yang diluar norma yang berlaku di masyarakat. Dengan adanya perilaku ini, akan merugikan salah satu pihak, yaitu mengurangi pasokan kepada salah satu agent yang terlibat dalam rantai pasok ini. Pada kasus ini, adanya penyimpangan dari agent produsen terhadap kesepakatan yang sudah dibuat, salah satu penyebabnya adalah dalam hal pembuatan kesepakatan yang hanya bersifat verbal dan tidak dalam bentuk ikatan yang kuat. Penyebab perilaku menyimpang menurut Soerjono Soekanto adalah norma sosial yang ada tidak memuaskan pihak tertentu, karena tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Norma sosial yg ada kurang jelas perumusannya, sehingga menimbulkan aneka penafsiran, dalam masyarakat terjadi konflik antara peran-peran yang dipegang aktor dan tidak mungkin untuk mengatur kepentingan semua aktor.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pasokan kentang disetiap tingkat ini adalah jumlah bibit kentang yang ditanam oleh agent produsen, harga jual kentang disetiap tingkatan rantai pasok, cara pembayaran penjualan kentang yang dilakukan oleh konsumen terhadap produsen. Jumlah bibit yang digunakan oleh produsen merupakan salah satu bentuk realisasi yang dilakukan oleh agent produsen dengan agent konsumen dalam melakukan kesepakatan kerja. Jumlah bibit yang ditanam dipengaruhi oleh alokasi luas lahan yang digunakan oleh agent produsen. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan penawaran kerjasama antara konsumen dan produsen adalah harga jual kentang, luas lahan, jumlah bibit, mutu kentang dan cara pembayaran. Besaran harga jual kentang pada masing-masing tingkatan rantai pasok mempengaruhi terhadap jumlah pasokan kentang. Agent-agent tesebut akan mencari harga beli yang rendah dan mencari harga jual yang tinggi. Oleh sebab itu agent-agent yang terlibat dalam rantai pasok kentang ini akan melakukan tawar-menawar sampai terjadi kesepakatan yang dapat memberikan keuntungan di semua pihak.


(6)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagaian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

DISAIN MODEL PERILAKU AGENT YANG TERLIBAT

DALAM RANTAI PASOK KENTANG INDUSTRI

Asep Mohamad Noor

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(8)

Penguji pada ujian tertutup: 1. Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc 2. Dr. Ir. Sutrisno, MS. Agr

Penguji pada ujian terbuka: 1. Dr Ir Mat Syukur, MS 2. Dr. Ir. Sudaryanto, M.Sc.


(9)

Judul Disertasi : Desain Model Perilaku Agent Yang Terlibat Dalam Rantai Pasok Kentang Industri

Nama : Asep Mohamad Noor

NIM : F361080141

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Machfud, MS Ketua

Prof. Dr.rer.nat. A. Benny Mutiara, SSi, SKom Dr. Indah Yuliasih, STP., MSi. Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Machfud, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas kekuatan, rahmat, dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul Desain Model Perilaku Agent Yang Terlibat Dalam Rantai Pasokan Kentang. Penulis sangat menyadari penelitian dan penulisan disertasi pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB ini tidak akan pernah dapat diselesaikan dengan baik dan tuntas apabila tidak dibimbing dan tidak didukung oleh berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sangat mendalam kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Machfud, MS., Bapak Prof. Dr. rer.nat. Achmad Benny Mutiara, SSi., SKom., dan Ibu Dr. Indah Yuliasih, STP, MSi., atas semua bimbingan, arahan, semangat, motivasi dan petunjuk yang telah banyak diberikan kepada penulis sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan.

2. Ketua dan Sekretaris Sekolah Pascasarjana IPB yang telah banyak membantu dalam kelancaran studi S3 di IPB

3. Dekan Fakultas Teknologi Pertanian IPB

4. Ketua dan Sekretaris serta seluruh dosen Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB

5. Terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Marimin, MSc., dan Bapak Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr, sebagai penguji luar komisi pada Ujian Tertutup yang telah memberikan masukan yang sangat berarti untuk menyempurkan disertasi ini. 6. Terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Mat Syukur, MS., dan Bapak Dr. Ir.

Sudaryanto, MSc., sebagai penguji luar komisi pada Ujian Terbuka yang telah memberikan masukan yang sangat berarti untuk menyempurkan disertasi ini. 7. Rektor Universitas Gunadarma, Ibu Prof. Dr. E.S. Margianti, SE., MM ., yang

telah memberi kesempatan dan ijin bagi penulis dalam menempuh pendidikan S-3 di IPB

8. Bapak Prof. Suryadi Harmanto, SSi., MMSI dan Bapak Agus Sumin, SSi., MM 9. Yayasan Pendidikan Gunadarma dan Tim PHKI Universitas Gunadarma atas ijin

melanjutkan pendidikan yang diberikan dan dana studi serta penelitian. 10.Civitas Akademika Universitas Gunadarma

11.Rekan-rekan di Jurusan Teknik Industri Universitas Gunadarma, Dr. Ir.Rakhma Oktavina,MT, Ina Siti Hasanah, ST., MT, Dr. Ir. Sudaryanto, MSc., Dr. Ir. Hotniar Siringoringo, MSc., Dr. Ir. Dian Kemala Putri, MT, Ir. Rossi Septi Wahyuni, MT dan Ratih Wulandari, ST., MT.


(11)

12.Kepala, Wakil Kepala dan Staf Laboratorium Teknik Industri, Dr. Emirul Bahar, SSi., MT., Ir Farry Firman Hidayat, MSIE., Ainul Haq Parinduri, ST., MMSI., Anita, ST., MT., Nurjanah, ST serta seluruh asisten di Laboratorium Teknik Industri serta seluruh mahasiswa Jurusan Teknik Industri Universitas Gunadarma, terimakasih atas kerjasama dan dorongan semangatnya.

13.Dekan dan para Pembantu Dekan Fakultas Teknologi Industri, Prof. Dr. Syahbudin, MSc., Dr Ernastuti, SSi., MMSI., Dr. Dwi Asih Haryanti, SE., MM., Ir. Sunyoto, MT.

14.Sahabat seperjuangan, Dr. Ir. Raziq Hasan, MT.Ars dan Istri, Dr. Ir. H. Arief Rahman, MT.Ars dan Istri, Dr. Ir. Ridwan dan Istri, Dr. Ir. Andi Tentrisuki Tentriajeng, MT dan Istri.

15. Bapak Dr. Ir. Budiman P., MS, Dr. Asep Juarna, SSi., MKom. dan istri, rekan-rekan LPM Universitas Gunadarma, serta rekan-rekan-rekan-rekan Jurusan Teknik Arsitektur dan Jurusan Teknik Mesin.

16.Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada rekan-rekan Mahasiswa S3 TIP IPB angkatan 2008, 2009, 2010 atas persaudaraan, kerjasama dan dorongan semangat yang diberikan.

17.Terimakasih untuk para petani kentang di Kecamatan Pangalengan, khususnya Kelompok Tani Tunas Mekar yang diketuai oleh Kang Fitri dan perwakilan perusahaan industri atas informasi dan data yang sangat berguna dalam penyelesaian disertasi ini.

18.Terimakasih juga penulis haturkan kepada Sdr. Suparto, S.Sas., M.Hum atas bantuannya dalam penenjemahan dalam penulisan jurnal internasional, dan sdr. Hendra Gunawan, SKom atas bantuan pembuatan program JADE.

19.Ibu-ibu pengajian Nurul Fikri Depok, terimakasih atas do’a dan dukungannya selama ini.

20.Tidak lupa penulis haturkan terimakasih kepada Ketua Umum Komite Olah Raga Nasional Indonesia (KONI) Kota Depok Bapak Drs. Amri Yusra, MSi., Bapak Dr. H. Prihandoko, MIT, rekan-rekan pengurus dan staf KONI Kota Depok, H. Misbahul Munir, SH., MSi, H. Sugeng Abdussalam, SE., Drs. H. Dudi Mi’raz Imadudin, MSi., Hery Supriyanto, Dr.Yasep Setiakarnawijaya, SKM, MKes., Hj. Nina Suzana, S.Sos., MSi., Rusmiyati Yahya, SPd., MM., Dr Trisna Setiawan, MKes., Salamah, Arti, Dwi, Sunyitno, Nanang, serta rekan-rekan pengurus lainnya yang tidak penulis sebutkan satu persatu, dan rekan-rekan pengurus cabang olah raga se Kota Depok.

21. Ucapan terimakasih yang paling utama, penulis haturkan kepada kedua BIDADARI ku, yaitu Ibu/Bapak serta Istri dan Anak-anakku, Ibu Hj. Kurniasih dan Bpk. H. Sahda (Alm), Ir. Nanih Suhartini, Putri Amalia Fauziah Noor,


(12)

Mohamad Ghazy Firzatullah Noor (Alm), Kakak-kakak dan keponakan yang berada di Serang Banten, Karawang, Bandung dan Salawu Tasikmalaya. Keluarga besar Bapak H. Sahda (Alm) yang berada di Bandung dan Depok dan keluarga besar Bapak Holil (Alm) yang berada di Tasikmalaya dan Ciawi Bogor atas bimbingan dan do’anya yang tidak pernah putus, serta atas segala kesabaran, ketabahan dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan S3.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran diharapkan untuk perbaikan. Penulis mengharapkan semoga hasil penelitian ini berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2013


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 4 Mei 1969 sebagai anak ke-enam dari enam bersaudara dari pasangan H. Sahda (Alm) dan Hj. Kurniasih. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar sampai menengah di SD Negeri Garuda 1 Bandung, SMP Negeri 1 Bandung, dan SMA Negeri 9 Bandung. Pendidikan Sarjana di tempuh di Fakultas Teknik, Jurusan Teknik dan Manajemen Industri Universitas Pasundan Bandung pada tahun 1989-1994. Tahun 1993 – 1994 menjadi Ketua Komisi Litbang dan Pendidikan Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) FT Universitas Pasundan. Tahun 1993 - 1995 menjadi asisten Laboratorium Sistem Produksi di Jurusan Teknik dan Manajemen Industri Universitas Pasundan. Tahun 1996, penulis diterima sebagai staf dosen di Jurusan Teknik Industri Universitas Gunadarma. Pada tahun 2010 sampai sekarang, penulis menjadi Koordinator Laboratorium Jurusan Teknik Industri Universitas Gunadarma. Tahun 2008 – 2010 penulis menjadi anggota Bidang Organisasi KONI Kota Depok. Akhir tahun 2010 menjadi sekretaris panitia pelaksana Musyawarah Luar Biasa KONI Kota Depok. Periode tahun 2010 – 2012 penulis dipercaya menjadi Wakil Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) KONI Kota Depok. Saat ini penulis menjadi Ketua Komisi Data dan Informasi Bidang Litbang KONI Kota Depok pada periode kepengurusan tahun 2012 – 2016. Kesempatan mendalami ilmu teknik, khususnya Teknik Industri diperoleh tahun 1998 di Program studi Teknik Industri Universitas Pelita Harapan Jakarta dan memperoleh gelar Magister Teknik pada awal tahun 2000. Tahun 2008, penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan program Doktor di Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB hingga saat ini.

Karya ilmiah yang telah dan akan diterbitkan dalam jurnal nasional maupun internasional antara lain :

1. Multi Agent-Based Behaviour Models in Potatoes Supply Chain, dimuat pada European Journal of Scientific Research, ISSN 1450-216X / 1450-202X

2. Analisis struktur dan perilaku agent yang terlibat dalam rantai pasokan kentang dengan sistem multi agent, dimuat dalam Jurnal Ekonomi Bisnis Universitas Gunadarma, Vol 17, Nomor 3 Desember 2012.


(14)

1.1. Latar Belakang Masalah

Manajemen rantai pasok yaitu suatu metode dalam bekerja sama membuat produk yang murah, mengirimkannya tepat waktu dan dengan mutu yang bagus yang didasari oleh kesadaran bahwa kuatnya sebuah rantai pasok tergantung pada kekuatan seluruh elemen yang ada di dalamnya baik internal maupun eksternal, serta secara langsung maupun tidak langsung dalam memenuhi keinginan konsumen. Pengertian, kepercayaan, dan aturan main merupakan faktor sukses dalam rantai pasok (Krajewski dan Ritzman, 2005; Pujawan, 2006; Chopra dan Meindl, 2007). Dari beberapa pengertian mengenai rantai pasok yang dikembangkan oleh beberapa sumber (Lambert et al., 1998; Chopra dan Meindl, 2007; Pujawan, 2006, Simchi Levi et al., 2006) maka didapatkan definisi rantai pasok sebagai “suatu jaringan yang terdiri atas beberapa perusahaan yang bekerjasama dan terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam memenuhi permintaan pelanggan, dimana perusahaan-perusahaan tersebut melakukan fungsi pengadaan material, proses transformasi material menjadi produk setengah jadi dan produk jadi, serta distribusi produk jadi tersebut hingga ke konsumen akhir”. Tujuan yang hendak dicapai dari setiap rantai pasok adalah untuk memaksimalkan nilai yang dihasilkan secara keseluruhan (Chopra dan Meindl, 2007). Rantai pasok yang terintegrasi akan meningkatkan keseluruhan nilai yang dihasilkan oleh rantai pasok tersebut.Untuk memenuhi kriteria dari definisi tersebut diperlukan suatu koordinasi antara pihak-pihak yang terkait pada rantai pasok. Diantara bentuk koordinasi tersebut adalah adanya pengendalian persediaan pada masing-masing agent rantai pasok (Pujawan, 2006 dan Radhakrishnan, 2009). Fungsi pengendalian persediaan tersebut adalah untuk menjaga pasokan kentang dari hulu sampai hilir sehingga tidak terjadi kekurangan.

Untuk mengendalikan persediaan tersebut dibutuhkan suatu manajemen persediaan yang tepat, karena jika tidak dilakukan dengan tepat akan mengakibatkan kekurangan pasokan sehingga akan mengganggu pada proses berikutnya. Menurut Narmadha dan Selladurai (2009) bahwa estimasi yang tepat


(15)

dari persediaan yang optimal sangat penting, karena kekurangan persediaan menghasilkan penjualan yang hilang, sementara kelebihan persediaan dapat mengakibatkan biaya penyimpanan meningkat. Tujuan utama dari pengendalian persediaan adalah agar perusahaan selalu mempunyai persediaan dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam spesifikasi atau mutu yang telah ditentukan sehingga kontinuitas usaha dapat terjamin.

Secara konsepsual, rantai pasok kentang merupakan suatu sistem ekonomi yang mendistribusikan manfaat serta risiko diantara agent yang terlibat di dalamnya. Produk kentang yang dipasarkan melalui rantai pasok pada umumnya memiliki karakteristik mengkonsumsi ruang, mudah rusak, dan berat serta volume produk sangat erat kaitannya dengan nilai ekonomi produk bersangkutan. Setiap mata rantai dihubungkan oleh adanya pertukaran informasi, jaminan mutu produk serta komitmen volume transaksi. Keterkaitan dari berbagai proses yang terjadi dapat menciptakan nilai tambah produk kentang, namun menuntut setiap rantai agent untuk mengkoordinasikan aktivitasnya sebagai suatu proses perbaikan yang berkelanjutan. Biaya yang terjadi pada satu mata rantai ditentukan secara signifikan oleh tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh mata rantai lain. Menurut Adiyoga et al. (2007), bahwa rantai pasok sayuran di kabupaten Bandung, Jawa Barat masih bersifat tradisional dan belum tertata dengan baik. Ada beberapa masalah yang terjadi di sepanjang rantai pasok, yaitu variabilitas harga tinggi, pasokan tidak stabil, biaya penanganan tinggi, ketidak-pastian mutu produk, respon terhadap pemesanan lambat, kurangnya pengawasan mutu di sepanjang rantai, kurangnya perencanaan produksi/metode produksi konvensional, tidak ada regulasi dan peraturan yang jelas, kompetisi pasokan dari sentra produksi lain, kurangnya informasi pasar, kurangnya transparansi dalam penentuan harga, kurangnya rasa kepercayaan antar partisipan, kesulitan koordinasi antar pemasok skala kecil, dan tidak ada kemampuan untuk penjejakan dan penelusuran.

Kentang industri dilihat dari produktivitasnya mempunyai proporsi yang kecil dibandingkan dengan kentang sayuran, akan tetapi secara fungsi mempunyai peran yang besar dalam industri kentang olahan. Kentang untuk bahan baku industri chip adalah kentang yang mempunyai karakteristik yang khas baik secara


(16)

fisik maupun kimiawi. Karakteristik tersebut mempengaruhi terhadap mutu kentang sebagai bahan baku yang merupakan syarat utama dalam proses produksinya. Dengan melihat kegunaan dan karakterik tersebut diperlukan suatu kajian lebih mendalam mengenai kentang industri.

Agent dalam rantai pasok mempunyai karakteristik dan perilaku yang khas sesuai dengan fungsi dan perannya masing-masing. Dari beberapa agent yang terkait dan tingkatannya, dapat dikelompokkan dalam tiga agent utama, yaitu agent produsen, agent distributor dan agent konsumen. Masing-masing agent utama tersebut mempunyai perilaku dan sifat yang khas serta kompleks. Kompleksitas dari perilaku agent kentang ini berpengaruh terhadap pasokan dan permintaan dari komoditas secara keseluruhan. Perilaku sendiri mempunyai arti yang luas, salah satunya perilaku dapat dinyatakan sebagai sekumpulan aksi dari manusia yang didasari oleh kemauannya (Reynolds, 1999). Perilaku juga bisa dikatakan sebagai respon dari setiap individu, grup kelompok tertentu terhadap lingkungannya (Thalmann et al., 1999). Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, membaca dan sebagainya, sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku agent dalam rantai pasok kentang ini mempunyai kompleksitas dan kepentingannya masing-masing sesuai dengan posisinya, dimana kepentingan tersebut, jika dilihat pada suatu konteks rantai pasok harus dapat memberikan nilai tambah atau keuntungan bagi anggota rantai pasok tersebut. Pendekatan model yang berbasis multi-agent dapat digunakan untuk mengkaji perilaku agent dalam rantai pasok, hal ini diperlukan dalam sebuah proses pengambilan keputusan (Sabri et al.,2000; Fu, 2000; Bonabeau, 2002; Ittiwattana, 2002; Maulana, 2005; Erol et al., 2007; Syairudin, 2008; Radhakrishnan et al., 2009; Kashif, Ayesha dan Xuan Hoa Binh Le, 2011). Suatu sistem kompleks dapat dipandang terdiri dari subsistem-susbsistem atau agent, interaksi antar agent, atau berperilaku seperti agent-agent didalam suatu sistem.

Agent-agent tersebut memiliki kemampuan belajar, merencanakan, berkomunikasi dan bernegosiasi. Upaya yang dilakukan dalam penelitian ini adalah bagaimana


(17)

mengembangkan model pengaruh perilaku dari setiap agent dalam mempengaruhi tingkat ketersediaan pasokan kentang industri pada sistem rantai pasok.

1.2. Rumusan Permasalahan

Ada beberapa agent yang terlibat dalam rantai pasok kentang, dimana dimasing-masing agent tersebut mempunyai hubungan perilaku antar agent. Salah satu aspek yang dikaji dalam manajemen rantai pasok adalah masalah ketersediaan pasokan. Ketersediaan pasokan di masing-masing agent perlu dikendalikan dalam suatu sistem yang terintegrasi mulai dari hulu sampai hilir. Berdasarkan penelitian pendahuluan yang ada, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dan dijawab melalui penelitian ini adalah terdapat perilaku agent

yang dapat menyebabkan tidak optimalnya tingkat pasokan kentang dalam rantai pasok.

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah dihasilkannya sebuah model perilaku agent yang terlibat dalam sistem rantai pasok kentang yang efektif dan efisien serta responsif guna membantu setiap agent rantai pasok untuk membuat keputusan secara cepat. Sedangkan secara khusus tujuan dari penelitian ini antara adalah:

a. Teridentifikasinya perilaku agent yang terlibat dalam rantai pasok kentang. b. Terpetakannya pengaruh perilaku agent dalam penentuan tingkat ketersediaan

pasokan dalam rantai pasok kentang.

c. Membuat model pengambilan keputusan pengaruh perilaku agent untuk menentukan ketersediaan pasokan dalam rantai pasok kentang.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari model perilaku agent yang terlibat dalam rantai pasok kentang industri ini adalah :

a. Dapat digunakan untuk menyusun kebijakan penentuan kebutuhan kentang sebagai bahan baku industri


(18)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Perancangan model pengaruh perilaku agent ini melingkupi integrasi sistem pasokan kentang dan informasi yang melibatkan seluruh agent yang terlibat dalam rantai pasok kentang, yaitu petani, kelompok tani, pedagang besar/penyalur sampai kepada konsumen industri. Penelitian ini difokuskan pada perancangan model pengaruh perilaku agent terhadap tingkat pasokan dalam suatu rantai pasok kentang mempunyai ruang lingkup sebagai berikut:

a. Rantai pasok produk pertanian yang akan diteliti adalah rantai pasokan kentang di Pangalengan Kabupaten Bandung, Jawa Barat

b. Jenis kentang yang akan diamati adalah kentang untuk konsumsi industri c. Pemodelan tingkat pasokan kentang dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif


(19)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rantai Pasok Agroindustri

Rantai pasok adalah suatu sistem organisasi yang menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai pasok ini juga merupakan jaringan yang terdiri dari berbagai organisasi-organisasi yang saling berhubungan dan mempunyai hubungan yang sama, yaitu menyelenggarakan pengadaan atau distributor barang dengan sebaik-baiknya (Indrajit dan Djokopranoto, 2006). Secara konsepsual, rantai pasok sayuran juga merupakan suatu sistem ekonomi yang mendistribusikan manfaat serta risiko diantara partisipan yang terlibat di dalamnya. Setiap mata rantai dihubungkan oleh pembagian informasi dan penjadwalan, jaminan mutu produk serta komitmen volume transaksi. Keterkaitan dari berbagai proses yang terjadi dapat menciptakan nilai tambah produk sayuran, namun menuntut setiap partisipan rantai untuk mengkoordinasikan aktivitasnya sebagai suatu proses perbaikan yang berkelanjutan. Biaya yang terjadi pada satu mata rantai ditentukan secara signifikan oleh tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh mata rantai lain (Adiyoga et al., 2007)

Ada tiga karakteristik dari pengolahan agroindustri yaitu musiman, mudah rusak dan beragam. Karakteristik agroindustri yang menonjol sebenarnya adalah adanya ketergantungan antar elemen-elemen agroindustri, yaitu pengadaan bahan baku, pengolahan, dan pemasaran produk. Rantai pasok agroindustri merupakan siklus lengkap produksi, mulai dari kegiatan pengelolaan di setiap mata rantai aktifitas produksi sampai siap untuk digunakan oleh pemakai. Pendekatan Manajemen Rantai Pasok didasarkan pada; (a) Proses budidaya untuk menghasilkan produk (hortikultura), (b) Mentransformasikan bahan mentah (penanganan panen dan pasca panen), dan (c) Pengiriman produk ke konsumen melalui sistem distribusi. Dengan demikian dalam penerapan Manajemen Rantai Pasok tidak hanya menuntut GAP (Good Agriculture Practice), tetapi juga mencakup GHP (Good Handling Practices), GMP (Good Manufacturing Practices) dan GTP (Good TradingPractices). Untuk menjamin keberhasilan penerapan Manajemen Rantai Pasok perlu memahami faktor-faktor pendukung keberhasilan antara lain : kebijakan, sumber daya manusia, prasarana, sarana,


(20)

teknologi, kelembagaan, modal pembiayaan, system informasi, sosial budaya dan lingkungan lain. Proses aktifitas dalam penerapan Manajemen Rantai Pasok memiliki 5 aliran utama yang harus dikelola dengan baik, yaitu aliran produk, aliran informasi, aliran dana, aliran pelayanan dan aliran kegiatan (Pedoman Teknis Pengembangan Hortikultura Tahun 2010, Direktorat Jenderal Hortikultura) Koordinasi sistem persediaan dalam rantai pasok dengan satu informasi sangat penting dilakukan oleh perusahaan, hal ini telah dikemukakan oleh beberapa peneliti, diantaranya Chu (2006) membahas mengenai sistem single-warehouse multi-buyers, sitem single vendor multi buyers, sistem seri dan sistem asembling dengan satu informasi. Dalam sistem ini, karakteristiknya mengikuti (i) setiap fasilitas dalam sistem ini mempunyai otoritas pengambilan keputusan sendiri, (ii) parameter biaya dari setiap fasilitas dianggap satu informasi, bahwa tidak semua fasilitas dalam sistem mempunyai akses, dan (iii) sebagian informasi dibagi diantara fasilitas-fasilitas yang ada. Sedangkan menurut Beamon(1998), pada umumnya, model multi-stage untuk model dan analisis rantai pasok dapat di kembangkan dalam empat kategori. Keempat kategori tersebut adalah (i) model analitik deterministik, dimana peubah sudah diketahui dan ditetapkan, (ii) model analitik stochastic, dimana salah satu peubah tidak diketahui, dan diasumsikan distribusi probabilitas, (iii) model ekonomi, dan (iv) model simulasi. Jammernegg

et al. (2007), mengemukakan bahwa terjadi peningkatan kinerja proses rantai pasok dengan mengiplementasikan koordinasi antara manajemen persediaan dan kapasitas pada industri telekomunikasi dan otomotif, dimana fasilitas produksi di tempatkan di negara yang mempunyai biaya tenaga kerja yang rendah dan fleksibilitas penyebaran tenaga kerja yang tinggi. Proses simulasi ini menjelaskan bagaimana aplikasi metode koordinasi antara manajemen persediaan dan kapasitas menghasilkan peningkatan kinerja antara biaya dan tingkat pelayanan. Sabri et al.

(2000) mengemukakan mengenai pengembangan model multi-objective rantai pasok yang teritegrasi dengan mengadopsi sistem pengukuran kinerja, hal ini termasuk biaya, tingkat pelayanan konsumen, dan fleksibilitas. Model ini memasukan unsur produksi dan permintaan yang tidak menentu. Sedangkan Pujawan dan Kingsman dalam Jauhari (2006) mengembangkan model persediaan terintegrasi antara suplier dengan pembeli. Model ini mengasumsikan bahwa


(21)

pembeli menginginkan pengiriman dari produsen terjadi dalam n pengiriman untuk satu kali pemesanan yang dilakukan. Selanjutnya jumlah produksi merupakan m kali dari ukuran pengiriman. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah bahwa dengan sinkronisasi waktu produksi dan pengiriman akan dapat mengurangi total biaya rantai pasok.

Dengan menggunakan pendekatan algoritma genetik pada tingkat persediaan dan tingkat kekurangan memerlukan persediaan yang optimal untuk meminimumkan biaya rantai pasok. Diprediksi bahwa tingkat persediaan yang optimal dalam semua anggota rantai pasok dengan penambahan pada setiap tingkatan. Dengan menggunakan pendekatan algoritma genetik pada manajemen persediaan yang efektif dan efisien telah merubah pada tingkat pelayanan kepada konsumen (Radhakrishnan et al., 2009).

Salah satu aspek fundamental dalam manajemen rantai pasok adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Untuk menciptakan hal tersebut dibutuhkan sistem yang komprehensif sehingga menghasilkan kinerja rantai pasok yang holistik. Dimana sistem pengukuran tersebut diperlukan untuk melakukan monitoring dan pengendalian, mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasok, mengetahui dimana posisi suatu organisasi relatif terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang hendak dicapai, dan menentukan arah perbaikan untuk mencapai keunggulan dalam bersaing. Filosofi manajemen rantai pasok adalah mendorong terjadinya integrasi antar fungsi, pendekatan berdasarkan proses digunakan untuk merancang sistem pengukuran kinerja rantai pasok. Menurut Chan dan Li dalam Pujawan (2006), pendekatan pengukuran kinerja berdasarkan proses tidak hanya sejalan dengan hakekat dari manajemen rantai pasok, tetapi memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perbaikan berkelanjutan. Sistem pengukuran manajemen rantai pasok digunakan untuk menentukan apa yang akan diukur dan dimonitor serta menciptakan kesesuaian antara strategi rantai pasok dengan metrik pengukuran, setiap periode pengukuran dilakukan untuk mengetahui seberapa penting ukuran yang satu relatif terhadap yang lain, siapa yang bertanggungjawab terhadap suatu ukuran tertentu adalah sebagian dari pertanyaan yang harus dijawab pada waktu mengembangkan sistem pengukuran kinerja rantai pasok (Pujawan, 2006). Supply


(22)

chain operation reference (SCOR) adalah suatu acuan dari operasi rantai pasok. Model SCOR mengintegrasikan tiga elemen utama dalam manajemen yaitu

business process reeingineering, benchmarking, dan process measurement

kedalam kerangka lintas fungsi dalam rantai pasok. Skema model SCOR dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Rantai pasok dalam Rantai pasok luar

Gambar 2.1. Infrastruktur rantai pasok berbasis SCOR (Huan et al., 2004)

SCOR membagi proses-proses rantai pasok menjadi 5 proses inti yaitu perencanaan, Source, make, deliver, dan return. Plan yaitu proses yang menyeimbangkan permintaan dan pasokan untuk menentukan tindakan terbaik dalam memenuhi kebutuhan pengadaan, produksi dan pengiriman. Pada proses ini juga mencakup proses menaksir kebutuhan distribusi, perencanaan dan pengendalian persediaan, perencanaan produksi, perencanaan material, perencanaan kapasitas dan melakukan penyesuaian perencanaan rantai pasok dan perencanaan keuangan. Source yaitu proses pengadaan barang maupun jasa untuk memenuhi permintaan. Make yaitu proses untuk mentransformasikan bahan

Perecanaan

Perecanaan

Pemasok Fasilitas Pabrik IFasilitas Pabrik II konsumen

sumber Membuat distribusi

Membuat distribusi sumber


(23)

baku/komponen menjadi produk yang diinginkan pelanggan. Deliver yaitu proses untuk memenuhi permintaan terhadap barang maupun jasa. Dan Return adalah proses pengembalian atau menerima pengembalian produk karena berbagai alasan.

2.2. Sistem Persediaan

Persediaan adalah bahan-bahan atau barang (sumberdaya-sumberdaya) yang disimpan yang akan dipergunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan, untuk suku cadang dari peralatan, maupun untuk dijual. Walaupun persediaan hanya merupakan suatu sumber dana yang menganggur, akan tetapi dapat dikatakan tidak ada perusahaan yang beroperasi tanpa persediaan. Ganeshan (1999) mengemukakan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk persediaan berkisar antara 20% – 40% per tahun, oleh sebab itu manajemen perusahaan berusaha untuk meminimalkan tingkat pengeluaran untuk persediaan. Berdasarkan kepada fungsinya persediaan dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu, ukuran persediaan, fluktuasi stok, dan antisipasi stok. Ukuran persediaan, yaitu persediaan yang diadakan dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan pada saat itu. Cara ini dilakukan dengan tujuan memperoleh potongan harga karena pembelian dalam jumlah yang besar, dan memperoleh biaya pengangkutan per unit yang rendah. Permasalahan persediaan dapat dikelompokkan menurut pengulangan pengambilan keputusan, sumber pasokan, pengetahuan tentang permintaan dan waktu ancang-ancang serta kebijakan persediaan.

Ditinjau dari aspek struktural, sistem persediaan memiliki tiga komponen dasar, yaitu pengelola (management), pemasok (supplier), dan pemakai (user). Pengelola adalah penentu kebijakan yang memiliki perangkat berupa gudang untuk menyimpan barang dan fasilitas pelayanan untuk memberikan pelayanan kepada pemakai. Kedua perangkat tersebut sepenuhnya berada di bawah kendali pihak pengelola. Pemasok adalah penyedia barang untuk memenuhi keperluan pengelola dan bekerja berdasarkan pesanan dari pengelola, sedangkan pemakai adalah komponen yang memerlukan barang. Berdasarkan ketiga komponen tersebut, sistem persediaan dapat dibedakan atas sistem persediaan tunggal (single


(24)

inventory system) dan sistem persediaan berjenjang (multiechelon inventory system) (Bahagia, 2006).

Model persediaan deterministik adalah model untuk menjawab persoalan selama horizon perencanaan diketahui secara pasti dan tidak memiliki variansi, sehingga tidak memiliki pola distribusi. Model persediaan probabilistik adalah persoalan persediaan dimana fenomenanya tidak diketahui secara pasti, namun nilai ekspektasi, variansi, dan pola distribusi kemungkinannya dapat diprediksi. Persoalan utama dalam persediaan probabilistik adalah selain menentukan besarnya stok operasi juga menentukan besarnya cadangan pengaman. Model persediaan tak tentu adalah persoalan persediaan dimana ketiga parameter populasinya tidak diketahui secara lengkap. Parameter yang tidak diketahui biasanya adalah pola distribusi kemungkinannya (Bahagia, 2006).

Fluktuasi stok, merupakan persediaan yang diadakan untuk menghadapi permintaan yang tidak bisa diramalkan sebelumnya, serta untuk mengatasi berbagai kondisi tidak terduga seperti terjadi kesalahan dalam peramalan penjualan, kesalahan waktu produksi, kesalahan pengiriman. Antisipasi stok, yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan seperti mengantisipasi pengaruh musim, dimana pada saat permintaan tinggi perusahaan tidak mampu menghasilkan sebanyak jumlah yang dibutuhkan. Disamping itu juga persediaan ini ditujukan untuk mengantisipasi kemungkinan sulitnya memperoleh bahan sehingga tidak menggangu operasi perusahaan. Sedangkan berdasarkan kepada bentuk fisiknya pesediaan dapat dikelompokkan menjadi 5 jenis persediaan,yaitu persediaan bahan baku, komponen rakitan, bahan pembantu, barang dalam proses, dan barang jadi.

2.3. Komoditi Kentang

Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman semusim yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo Tubiflorae, Famili Solanaceae, Genus Solanum, dan Spesies Solanum tuberosum L. Kentang termasuk tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropika dan subtropika dapat tumbuh pada ketinggian 500 sampai 3000 m di atas permukaan laut, dan yang terbaik pada ketinggian 1300 m di atas permukaan laut. Tanaman kentang dapat tumbuh baik pada tanah yang subur,


(25)

mempunyai drainase yang baik, tanah liat yang gembur, debu atau debu berpasir. Tanaman kentang toleran terhadap pH pada selang yang cukup luas, yaitu 4,5 sampai 8,0, tetapi untuk pertumbuhan yang baik dan ketersediaan unsur hara, pH yang baik adalah 5,0 sampai 6,5. Menurut Asandhi dan Gunadi (1989), tanaman kentang yang ditanam pada pH kurang dari 5,0 akan menghasilkan umbi yang bermutu jelek. Di daerah-daerah yang akan ditanam kentang yang menimbulkan masalah penyakit kudis, pH tanah diturunkan menjadi 5,0 sampai 5,2. Pertumbuhan tanaman kentang sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Tanaman kentang tumbuh baik pada lingkungan dengan suhu rendah, yaitu 150C sampai 200C, cukup sinar matahari, dan kelembaban udara 80% sampai 90%. Suhu tanah berhubungan dengan proses penyerapan unsur hara oleh akar, fotosintesis, dan respirasi. Jika suhu meningkat, laju pertumbuhan tanaman meningkat sampai mencapai maksimum. Laju fotosintesis juga meningkat sampai mencapai maksimum, kemudian menurun. Pada waktu yang sama laju respirasi secara bertahap meningkat dengan meningkatnya suhu. Kehilangan melalui respirasi lebih besar daripada tambahan yang dihasilkan oleh aktivitas fotosintesis. Akibatnya, tidak ada peningkatan hasil netto dan bobot kering tanaman dan umbi menurun.

Produksi kentang di Indonesia mencapai 1.174.068 ton dengan luas areal panen sekitar 71.302 hektar, sehingga rerata produksi per hektarnya adalah 16,47 ton. Daerah-daerah sentra produksi kentang di Indonesia terdapat di 22 propinsi. Dari 22 propinsi lebih dari separuhnya memiliki tingkat produktivitas yang tinggi, lebih dari 10 ton kentang per hektar. Produktivitas tertinggi berada di propinsi Jawa Barat, yaitu sekitar 20,88 ton per hektar.

Data selengkapnya mengenai produksi dan produktifitas di tiap-tiap propinsi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.1. (Biro Pusat Statistik, 2008). Di antara propinsi produsen kentang ada propinsi tertentu yang dianggap sebagai pusat produksi kentang di Indonesia. Pada tahun 2008, Propinsi dengan produksi kentang terbesar berturut-turut adalah Jawa Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Jawa Tengah, Jogyakarta, NAD, Banten, Lampung, Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Bengkulu. Kelima belas propinsi ini menyumbang sekitar 88 persen produksi


(26)

kentang di Indonesia (Gambar 2.2). Sementara itu sebaran wilayah yang menjadi sentra dan pengembangan produksi kentang di Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Tabel 2.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kentang di setiap Provinsi

No. Provinsi Luas panen

(Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Ton/Ha) 1 Nanggroe Aceh Darussalam 948 13.599 14.34

2 Sumatera Utara 8.013 129.587 16.17

3 Sumatera Barat 1.661 28.820 17.35

4 R i a u 0 0 0

5 J a m b i 5.296 94.368 17.82

6 Sumatera Selatan 110 1.333 12.12

7 Bengkulu 459 5.410 11.79

8 Lampung 56 741 13.23

9 Bangka Belitung 0 0 0

10 Kep. Riau 0 0 0

11 DKI Jakarta 0 0 0

12 Jawa Barat 15.344 320.414 20.88

13 Jawa Tengah 18.655 288.654 15.47

14 DI Yogyakarta 13 193 14.85

15 Jawa Timur 9.529 125.887 13.21

17 B a l i 291 5.488 18.86

18 Nusa Tenggara Barat 268 5.030 18.77

19 Nusa Tenggara Timur 162 1.476 9.11

20 Kalimantan Barat 1 0 0

21 Kalimantan Tengah 0 0 0

22 Kalimantan Selatan 0 0 0

23 Kalimantan Timur 0 0 0

24 Sulawesi Utara 8.852 141.849 16.02

25 Sulawesi Tengah 58 427 7.36

26 Sulawesi Selatan 1.410 10.491 7.44

27 Sulawesi Tenggara 0 0 0

28 Gorontalo 0 0 0

29 Sulawesi Barat 33 112 3.39

30 M a l u k u 0 0 0

31 Maluku Utara 0 0 0

32 Papua Barat 121 38 0.31

33 Papua 16 66 4.13

T o t a l 71.302 1.174.068 16.47


(27)

Gambar 2.2. Kontribusi Propinsi Utama Penghasil Kentang ( BPS, 2008)

Gambar 2.3 Peta Kabupaten/Kota Sentra dan Pengembangan Produksi Kentang di Jawa Barat

2.4. Sistem Multi Agent

Perkembangan penelitian tentang agent telah membawa ketahap yang lebih pesat. Pesatnya perkembangan ini membawa dampak terdahap teknologi

agent dan multi agent untuk di implementasikan kedalam dunia nyata yang dapat mempengaruhi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan teknologi. Multi agent system (MAS) merupakan pengembangan dari suatu cabang ilmu artificial


(28)

intelligence (AI) yang bernama distributed artificial intelligence (DAI). Dalam suatu komunitas, agent-agent dapat saling berinteraksi, berkoordinasi dan bernegosiasi satu sama lain dalam menjalankan pekerjaannya. Hal ini disebut sebagai multi agent system (MAS).

Diantara peneliti yang membahas mengenai MAS, Harsani, P., et al. (2008) dengan menggunakan metodologi Gaia, mampu menghasilkan model-model yang menggambarkan arsitektur sistem dan dokumentasi teknis untuk pengembangan sistem lebih lanjut. Dengan simulasi ini proses pengambilan keputusan menjadi lebih efektif karena pengguna mampu mengontrol dan mengamati jalannya simulasi untuk kemudian melakukan pengaturan skenario simulasi yang sesuai dengan kondisi dan keputusan yang diharapkan.

Multi-agent atau sistem berbasis agent digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang khas dalam domain logistik dan transportasi yaitu sistem pendukung keputusan, sistem perencanaan logistik serta simulasi dan pemodelan sistem yang mendukung pengambilan keputusan dan perencanaan. Penggunaan informasi yang lebih spesifik dan analisis yang lebih rinci sangat diperlukan untuk menyelesaikan isu-isu mendesak dalam pengembangan lingkungan kerja yang kolaboratif untuk logistik dan transportasi yang berbasis agent (Graudina., Vita., Janis Grundspenkis , 2005)

2.5. Java Agent Development Framework (JADE)

JADE (Java Agent Development Framework) adalah sebuah middleware

yang memberikan fasilitas pengembangan sistem berbasis multi-agents pada aplikasi Java. JADE dikembangkan oleh Telecom Italia pada tahun 1998 dalam rangka verifikasi spesifikasi awal FIPA (Foundation for Intellegent PhysicalAgent). JADE memiliki lisensi di bawah LPGL (Library Gnu Public License), yang berarti semua orang berhak untuk menyalin, mengakses kode sumber, merubah kode sumber, dan melakukan penggabungan dengan perangkat lunak lain yang berlisensi sama dengan catatan hasil kerja harus dikembalikan ke komunitas dengan lisensi yang sama.


(29)

Sebagai sebuah framework, JADE terdiri atas Runtime Environment, sebuah lingkungan dimana agen-agen dapat berkerja dan hidup. Pustaka berisi kelas-kelas yang dapat digunakan pengembang dalam membangun aplikasinya. Paket perangkat dengan GUI (Graphical User Interface) yang memiliki fitur manajemen dan pengawasan terhadap aktivitas agent-agent yang sedang berlangsung (Bellifemine et al., 2007). Selain untuk komputasi pada komputer

desktop, JADE juga dapat dijalankan pada platform J2ME (Java Micro Edition) yang dikhususkan untuk perangkat bergerak bersumber daya terbatas, seperti telepon genggam. Ini merupakan kemampuan tambahan bagi JADE melalui ekstensi. Ekstensi yang diperlukan untuk fitur ini dikenal dengan nama LEAP. Pustaka JADE menyediakan beberapa fitur yang dapat memudahkan pengembang dalam mengimplementasikan spesifikasi FIPA untuk agent. Fitur-fitur tersebut antara lain. Sistem terdistributif, agen dijalankan pada sistem distributif dan tetap dapat saling berkomunikasi. JADE secara otomatis akan menjalankan seluruh perilaku dari sebuah agent secara paralel. Setiap perilaku tersebut dapat terdiri dari beberapa sub perilaku lagi yang dapat dijalankan secara paralel atau sekuensial. Kemudahan mengatur siklus hidup agent. JADE menyediakan API (Application Programming Interface) dan aplikasi untuk menghidupkan, menunda, memulai lagi, membekukan, mencairkan, memindahkan, menggandakan, dan mengakhiri sebuah agent. Perintah-perintah tersebut juga dapat dilakukan dari jarak jauh (remote). agent dapat dipindahkan dari satu mesin kemesin lainnya. Dengan spesifikasi FIPA dan dukungan Java, agent dapat saling berinteraksi tanpa dibatasi jenis sistem operasi yang digunakan (Nikraz et al., 2006).

Menurut Ahn, H., Lee, H. (2004), kolaborasi praktis untuk manajemen rantai pasok dengan sistem multi-agen membentuk jaringan informasi yang dinamis dengan mengkoordinasikan produksi dan perencanaan agar sesuai dengan estimasi yang disinkronkan dengan tuntutan pasar. Dalam kerangka kerja ini,

agent diperlakukan secara berulang untuk menemukan pemasok yang paling diinginkan dengan menggunakan analisis nonparametrik. Selain itu, rantai pembeli dan pemasok, dari pasar akhir kepada pemasok bahan baku, membentuk jaringan informasi dinamis untuk perencanaan disinkronisasi. Penggunaan analisis


(30)

nonparametrik secara berulang dalam realisasi kontrak untuk pembentukan rantai pasok dinamis dan jaringan informasi yang memungkinkan perusahaan untuk memperkirakan permintaan masa depan dari beberapa jalur pasar dengan cara disinkronkan. Model perilaku berbasis Petri-Net untuk setiap agent

dikembangkan untuk menjelaskan kondisi, transisi, dan kebutuhan komunikasi dari agent dan juga untuk memudahkan turunan prosedur konkret untuk perilaku

agent yang dapat digunakan untuk pengembangan aktual sistem agen, dimana hubungan antar agent menggunakan model protokol FIPA yang ber- Platform JADE. Hasil dari simulasi ini menunjukkan pendekatan kelayakan yang praktis. Potensi yang terus tumbuh dari teknologi agent untuk manajemen rantai pasok di mana penggunaan metode analitik atau optimasi hasil dari rantai pasok sederhana tidak dapat dengan mudah diterapkan.

2.6. Penelitian Terdahulu dan Posisi Peneltian

Ketidakpastian merupakan sumber utama kesulitan pengelolaan suatu rantai pasok. Ketidakpastian menimbulkan ketidakpercayaan diri terhadap rencana yang sudah dibuat. Akibat dari ketidakpastian ini, perusahaan menciptakan pengamanan di sepanjang rantai pasok. Pengamanan ini dapat berupa persediaan, waktu, ataupun kapasitas produksi maupun transportasi (Pujawan, 2005).

Sebuah rantai pasok terdiri atas agent-agent yang saling bergantung dan terlibat dalam transformasi barang, jasa, dan informasi terkait, serta dana dari produsen sampai kepada konsumen akhir. Agent dari rantai pasok terdiri atas pemasok bahan baku, produsen, distributor, dan pengecer yang melakukan proses yang terintegrasi untuk menciptakan nilai bagi konsumen akhir. Pada akhirnya harus dapat memberikan kepuasan kepada konsumen.

Dalam banyak domain, pemodelan sistem berbasis agent bersaing dengan pendekatan berbasis persamaan yang mengidentifikasi peubah sistem dan mengevaluasi atau mengintegrasikan set persamaan yang berkaitan dengan peubah. Perbedaan kepentingan dalam sebuah kegiatan yang menerapkan pemodelan berbasis agent ke jaringan pasokan industri, karena hampir semua model berbasis komputer dari jaringan tersebut sampai saat ini telah menggunakan dinamika sistem dengan pendekatan yang didasarkan pada


(31)

persamaan diferensial biasa. ABM merupakan pendekatan yang relatif baru untuk pemodelan sistem dan simulasi. Dalam banyak domain, untuk menghadapi persaingan dari metodologi Equation-Based Modeling (EBM) seperti sistem dinamik (Parunak et al., 1998).

Ada tujuh jenis agent yang terdapat dalam rantai pasok yang berbasis model. Setiap agent mempunyai pengetahuan, ketertarikan, status informasi, pesanan, eksekusi proses dan kebijakan. Model generik selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Generic Agent Architecture (Fu et al, 2000)

Sedangkan jika dilihat dari tingkatan manajemennya terdapat empat tingkatan Manajemen Rantai Pasok dengan pendekatan model, yaitu identifikasi rantai pasok secara fisik, proses determinasi, proses pengembangan agent, dan kerangka kerja elemen proses.

Menurut Bonabeau (2002), sistem dimodelkan sebagai kumpulan pengambilan keputusan entitas yang disebut agent otonom. Setiap agent

individual menilai situasi dan membuat keputusan atas dasar seperangkat aturan.

Agent dapat melakukan berbagai perilaku yang tepat untuk sistem yang diwakilinya, contohnya, memproduksi, mengkonsumsi, atau menjual. Interaksi kompetitif berulang antara agent adalah fitur pemodelan berbasis agent, yang mengandalkan kekuatan komputer untuk menjelajahi dinamika dari jangkauan metode matematika murni. Pada tingkat yang paling sederhana, sebuah model berbasis agent terdiri dari sistem agent dan hubungan antara agent tesebut.

Masukan (I)

Tingkat kepentingan

seleksi

Kebijakan (P)

Tempat pesan (M)

Status Proses unsure

pelaksana

Keluaran Basis

pengetahuan (K)


(32)

Bahkan model berbasis agent sederhana dapat menunjukkan pola perilaku yang kompleks dan memberikan informasi berharga tentang dinamika sistem yang mirip dunia nyata.

Maulana (2005), pada simulasi berbasis agent, yang ditentukan adalah perilaku agent-agent yang berada dalam sistem yang disimulasikan. Yang dimodelkan adalah pertumbuhan penduduk, diantaranya adalah perilaku atau sikap agent (dalam hal ini penduduk), terhadap hal-hal di lingkungannya. Misalnya, jika dia kesulitan mendapatkan pekerjaan, karena banyaknya pencari kerja, sementara lapangan kerja tidak tumbuh, maka dia akan memutuskan bermigrasi. Atau, jika suatu agent tidak mendapatkan pekerjaan yang memadai, maka ini akan mempengaruhi kesehatannya, dan pada gilirannya kemungkinan kematiannya.

Model yang dikembangkan oleh Jauhari (2006) adalah setiap lot pemesanan dari pembeli dikirim dalam n kali pengiriman sesuai dengan permintaan pembeli. Kemudian pihak manufaktur akan memproduksi sejumlah m kali jumlah yang dikirim. Hasil dari penelitian ini adalah semakin besar nilai konversi material ke produk jadi maka total biaya persediaan yang dihasilkan akan semakin kecil. Semakin besar frekuensi pengiriman yang dilakukan maka akan semakin kecil total biaya persediaan yang ditanggung pembeli dan semakin besar total biaya yang ditanggung manufaktur. Frekuensi pengiriman yang besar cenderung akan menurunkan lot pengiriman sehingga jumlah persediaan pada manufaktur akan cenderung lebih besar. Pada nilai konversi bahan baku ke produk jadi yang lebih kecil, nilai z akan cenderung besar. Hal ini disebabkan pada r yang kecil diperlukan bahan baku yang lebih banyak sehingga untuk mencapai ukuran pemesanan bahan baku yang optimal diperlukan nilai pembagi yang lebih besar.

Syairudin et al. (2008) mengungkapkan bahwa interaksi antar agent dalam bentuk knowledge sharing akan melibatkan pertukaran pengetahuan tentang proses perbaikan mutu produk dalam bentuk: explicit knowledge, tentang upaya-upaya proses perbaikan mutu produk yang dapat memuaskan kebutuhan pelanggan ( know-what dan know-why) dan tacit knowledge tentang cara-cara


(33)

melakukan proses perbaikan mutu produk untuk meningkatkan mutu produk agar dapat memenuhi kepuasan pelanggan.

Sutopo et al. (2008) memberikan model buffer stock untuk menstabilkan harga komoditi yang sangat stabil antara panen dan musim tanam. Upaya kebijakan harga untuk membatasi fluktuasi harga di antara batas atas dan bawah untuk mencapai sasaran volatilitas pemerintah. Model yang diusulkan ini difokuskan pada elastisitas harga, waktu terbatas pasokan dan kepentingan pemangku kebijakan. Model yang diusulkan mempunyai pengaruh yang signifikan untuk meningkatkan keuntungan serta meminimalkan kehilangan yang dialami oleh produsen, konsumen dan pemerintah. Bila pasokan tidak elastis, kerugian keuangan relatif lebih kecil dari elastis. Jika dilihat dari tujuan ketahanan pangan, intervensi pemerintah memainkan peranan yang penting yaitu: (i) Cadangan Penyangga memberikan stabilisasi harga memberikan keuntungan baik produsen dan konsumen, (ii) model yang diusulkan dapat memperoleh program

buffer stock, dan (iii) pendapatan intervensi harga dimaksudkan untuk mendorong mengurangi fluktuasi pasar.

Manajemen persediaan memainkan peranan penting dalam manajemen rantai pasok. Layanan yang diberikan kepada pelanggan akhirnya mendapat peningkatan setelah pengelolaan yang efisien dan efektif persediaan dilakukan sepanjang rantai pasok. Dengan demikian penentuan persediaan yang akan diadakan di berbagai tingkat dalam rantai pasok menjadi tak terelakkan sehingga untuk memastikan biaya minimal pada rantai pasok. Meminimalkan biaya rantai pasok total dimaksudkan untuk meminimalkan biaya penyimpanan di seluruh rantai pasok. Meminimalkan biaya total rantai pasok hanya bisa dicapai ketika optimalisasi tingkat stok dasar dilakukan pada setiap anggota rantai pasok. Sebuah masalah serius dalam pelaksanaan yang sama adalah bahwa level stok kelebihan dan kekurangan tingkat tidak statis untuk setiap periode.

Segmentasi pelanggan adalah alat pemasaran penting dimana segmentasi pelanggan yang efektif membantu keuntungan perusahaan meningkatkan tingkat layanan pelanggan. Di sisi lain, karena konsekuensi yang mungkin merugikan, gangguan pasokan telah menerima perhatian yang lebih. Sistem persediaan yang bersangkutan melibatkan pemasok tidak dapat diandalkan, pengecer, dan


(34)

pelanggan. Pengecer ini mengadopsi kajian-kontinu dari kebijakan persediaan,

backordering parsial dipertimbangkan ketika terjadi kehabisan stok. Sistem persediaan disimulasikan berdasarkan proporsi backorder pelanggan yang berbeda, pengaruh segmentasi pelanggan pada sistem persediaan di bawah simulasi yang berbeda dengan adanya gangguan pasokan. Durasi gangguan pasokan merupakan faktor penting dalam mempengaruhi pengaruh segmentasi pelanggan pada sistem persediaan (Yuerong Chen dan Xueping Li, 2009).

Menurut Narmadha dan Selladurai (2009) bahwa estimasi yang tepat dari persediaan yang optimal sangat penting, karena kekurangan persediaan menghasilkan penjualan yang hilang, sementara kelebihan persediaan dapat mengakibatkan biaya penyimpanan meningkat.

Tujuan utama dari pengendalian persediaan adalah agar perusahaan selalu mempunyai persediaan dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam spesifikasi atau mutu yang telah ditentukan sehingga kontinuitas usaha dapat terjamin. Anggota rantai pasok bertanggung jawab untuk meminimalkan biaya rantai pasok dengan mengelola tingkat persediaan dalam sejumlah operasi produksi dan distribusi yang terkait dengan tahapan rantai yang berbeda. Lead time memainkan peran penting dalam kenaikan biaya rantai pasok, kompleksitas dalam memprediksi tingkat kenaikan permintaan yang optimal. Metode yang diusulkan adalah menggunakan algoritma genetika dengan mempertimbangkan

lead time dan multi produk. Pendekatan yang diusulkan kemudian diterapkan dan kinerjanya dievaluasi dengan menggunakan MATLAB 7.4. Aplikasi Algoritma Genetika yang digunakan berjalan dengan baik seperti yang diperkirakan. Dengan mengikuti pendekatan algoritma genetika berbasis manajemen persediaan, dapat menimalkan lead time dan total biaya rantai pasok pada masing-masing anggota rantai pasok (Jeyanthi dan Radhakrishnan, 2010).

Manajemen persediaan merupakan salah satu bidang penting dalam manajemen rantai pasok, karena biaya persediaan dalam rantai pasok mempunyai nilai sekitar 30% dari nilai produk. Layanan yang diberikan kepada pelanggan akhirnya mendapat peningkatan setelah pengelolaan persediaan yang efisien dan efektif dilakukan sepanjang rantai pasok. Estimasi dari jumlah persediaan yang tepat di setiap titik dalam rantai pasok tanpa kelebihan dan kekurangan, meskipun


(35)

meminimalkan total biaya rantai pasok adalah masalah utama untuk persediaan dan manajer rantai pasok. Estimasi yang tepat dari persediaan yang optimal sangat penting, karena kekurangan persediaan menghasilkan penjualan yang hilang, sementara kelebihan persediaan dapat mengakibatkan biaya penyimpanan meningkat (Narmadha, Selladurai dan Sathish, 2010).

Penggunaan pendekatan model yang berbasis agent dapat dilakukan untuk mengkaji perilaku dalam suatu rantai pasok dalam sebuah proses pengambilan keputusan terhadap salah satu kinerja dari rantai pasok tersebut (Kashif, Ayesha dan Xuan Hoa Binh Le, 2011).

Selengkapnya posisi penelitian model perilaku agent dalam rantai pasok kentang seperti terdapat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2.Posisi penelitian model perilaku agent dalam rantai pasok

Penulis (Tahun) Rantai Pasok

Agent Sistem persediaan Jenis

model Produk

1 2 1 2 3 4 1 2 1 2

H. Van Dyke Parunak, Robert

Savit, Rick L. Riolo (1998) X X X X X Fu et al. ,2000) X X X

Bonabeau (2002) X X

Maulana (2005) X X X

Wakhid Ahmad Jauhari (2006) X X X X X X Syairudin et al. (2008) X X X Sutopo, Senator Nur Bahagia,

Andi Cakravastia, dan TMA. Ari Samadhi (2008)

X X X X X

Narmadha dan Selladurai

(2009) X X X X

Radhakrishnan, P. et al (2009) X X X X X Yuerong Chen dan Xueping Li

(2009) X X X X

Narmadha, Selladurai dan

Sathish (2010) X X X

N.Jeyanthi dan P.

Radhakrishan(2010) X X X X X X

Kashif, Ayesha dan Xuan Hoa

Binh Le (2011) X X X

Penelitian ini (2013) X X X X X X X X

Keterangan :

ABM : 1) Single, 2) Multiple

Sistem Persediaan :1) Deterministik, 2) Probabilistik, 3) Singleechelon, 4) Multiechelon Jenis Model:1) Kualitatif, 2) Kuantitatif


(36)

Kebaruan pada penelitian ini adalah diperolehnya model perilaku agent yang terlibat dalam rantai pasok kentang. Perilaku agent yang terlibat dapat mempengaruhi terhadap pasokan kentang.


(37)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Untuk memenuhi permintaan terhadap kentang, baik distributor maupun konsumen memerlukan suatu tingkat pasokan yang memadai dan waktu yang tepat, sehingga terjadi keseimbangan antara permintaan dan pasokan, yang menjadikan pasokan kentang tercukupi dengan tingkat harga yang adil. Pengendalian pasokan dengan jumlah produk yang banyak serta mempunyai berbagai tingkat rantai pasok adalah peran yang kompleks. Untuk membuat pengendalian pasokan yang efektif, tujuan paling utama adalah untuk memprediksi dimana, mengapa, dan berapa banyak kontrol yang harus diperlukan, yang dalam hal ini dipengaruhi oleh perilaku agent dan mitranya dalam suatu rantai pasok. Prediksi tersebut akan dilakukan melalui metodologi yang diusulkan. Untuk memperkirakan tingkat pasokan kentang yang harus dijaga oleh para anggota masing-masing rantai pasok di masa mendatang.

Dalam penelitian ini identifikasi dan analisis perilaku dilakukan pada setiap

agent rantai pasok. Kerangka pemikirian disain pemodelan dalam penelitian ini mengacu kepada metodologi yang dikembangkan oleh Nikraz et.al (2006). Detail dari kerangka kerja penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.

3.2. Tata Laksana Penelitian 3.2.1. Prosedur Penelitian

Secara garis besar pengembangan model ini terdiri atas beberapa tahap penelitian seperti terlihat pada Gambar 3.2 dibawah ini. Tahap pertama adalah mempelajari perilaku agent dari berbagai sumber, tahap kedua adalah pengumpulan data yang berupa identifikasi dari perilaku agent dan sistem persediaannya, tahap ketiga adalah pengolahan data dan analisis dari hasil identifikasi, tahap keempat adalah perancangan model, tahap kelima adalah verifikasi dan validasi model, tahap keenam adalah pengujian dan perbaikan model dan tahap ketujuh adalah kesimpulan.

Pada tahap pertama dipelajari perilaku dari setiap agent pada komoditi kentang secara umum, yang dikaitkan dengan berbagai macam prinsip dalam rantai pasok, hasil dari tahap ini adalah teridentifikasinya agent rantai pasok


(38)

kentang serta karakteristiknya. Selain itu dipelajari juga konsep dasar dan berbagai prosedur dasar manajemen rantai pasok yang berkaitan langsung dengan perilaku agent komoditi kentang. Kemudian melakukan survey langsung ke lapangan dengan objek komoditi kentang yang berada di wilayah Pangalengan Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat.

1. PERENCANAAN

Tidak

Ya

2. ANALISIS 3. DISAIN

4. IMPLEMENTASI DAN UJI COBA

Gambar 3.1.. Kerangka kerja penelitian dengan plafrom JADE (Nikraz et.al,2006)

Rencana pengembangan sistem

Apakah agent merupakan solusi

yang tepat?

Gunakan metode lain

2. Pembentukan use case 3. Identifikasi awal tipe agent 4. Identifikasi peran agent 5. Identifikasi interaksi antar agent

6. Perbaikan agent

7. Penentuan penyebaran agent

1. Pemisahan/penggabunga n/penamaan ulang agent

3. Definisi protokol interaksi ad-hoc 2. Spesifikasi interaksi

11. Penentuan arsitektur sistem dan pengkodean dalam JADE

10. Seleksi pemilihan konten 9. Pendefinisian ontologi 8. Definisi perilaku agent internal

7. Interaksi agent dan pengguna 6. Interaksi sumber daya agent 5. Deskripsi Pendaftaran dan Pencarian 4. Definisi pola pesan


(39)

v

Gambar 3.2. Prosedur penelitian

Tahap kedua dilakukan pengumpulan data mengenai karakteristik dari masing-masing agent. Tahap ketiga dilakukan pengolahan data dan analisis dari karakteristik dari setiap agent. Tahap keempat adalah perancangan model perilaku dari setiap agent dalam rantai pasok kentang dengan masalah yang telah dipahami, kemudian dihubungkan dengan pengaruh dari perilaku setiap agent

dengan tingkat ketersediaan komoditi kentang. Tahap kelima adalah validasi yang disesuaikan dengan data serta kondisi nyata dilapangan, khususnya data perilaku setiap agent di Pangalengan Kabupaten Bandung. Verifikasi dilakukan secara terus menerus selama pengembangan setiap sub model yang dikembangkan. Tahap keenam adalah pengujian dan perbaikan model dengan memperhatikan

Latar belakang dan perumusan masalah

Ruang lingkup penelitian Tujuan penelitian

Identifikasi pasokan kentang Identifikasi perilaku agent

Identifikasi pasokan kentang pada masing-masing agent

Identifikasi agent dan karakteristiknya Identifikasi perilaku agent dan

karakteristiknya

Analisis pasokan kentang dalam rantai pasok

Analisis perilaku agent

Interaksi perilaku agent dan pasokan kentang

Pembuatan model pengaruh perilaku agent dalam rantai pasok dan pengaruhnya terhadap tingkat ketersediaan pasokan kentang

Verifikasi dan validasi model Pengujian dan perbaikan model

Kesimpulan dan rekomendasi


(40)

dilapangan. Tahap ketujuh adalah merumuskan rekomendasi kebijakan dalam rangka meningkatkan kinerja manajemen rantai pasok komoditi pertanian melalui aspek perilaku dari setiap agent dalam rantai pasok.

3.2.2.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian lapangan dilakukan di Pangalengan Kabupaten Bandung sebagai sentra produksi kentang di Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2011 sampai dengan bulan Pebruari 2012.

3.2.3. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data sekunder diperoleh dari laporan kajian terdahulu yang relevan dan jurnal ilmiah serta dari berbagai sumber yang terkait.

Data primer diperoleh dari observasi lapang, yakni dengan secara langsung melihat dan mengamati kegiatan-kegiatan rantai pasok dari produsen (petani dan kelompok tani), distributor hingga konsumen. Kemudian melakukan wawancara mendalam yang dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai perilaku dari masing-masing agent, jumlah produksi dan penjualan, alat transportasi, distribusi dan pasokan serta hubungannya dengan tingkat ketersediaan kentang dari para pemangku kebijakan yang dikaji. Focus group discussion dilakukan dengan petani/kelompok tani, dan konsumen industri, hal ini dilakukan untuk pendalaman terhadap kondisi saat ini. Proses identifikasi terhadap kondisi pengaruh perilaku agent yang ada sekarang terhadap faktor-faktor internal dan eksternal dengan menggunakan uji validitas dan realibilitas.

3.3. Formulasi Model

Beberapa metode, alat dan teknik untuk pengolahan data yang digunakan pada penelitian ini adalah JADE (Java Agent Development Environment). JADE adalah kerangka kerja perangkat lunak untuk sistem multi-agent. Jade menciptakan beberapa wadah untuk agent yang terdapat pada sistem komputasi yang sama atau sistem yang berbeda. JADE dalam penelitian ini digunakan untuk memodelkan adanya perilaku dan konflik kepentingan dari masing-masing agent


(41)

aturan yang sesuai dengan kondisi nyata, aturan-aturan tersebut dalam bentuk algoritma. Algoritma yang digunakan sebagai berikut :

a. Identifikasi kebutuhan agent

Masukan Proses Keluaran

• Atribut agent • Jenis agent • Nilai kebutuhan

agent

• Data bank atribut

agent

• Tabel skenario

F1 : Proses penyimpanan data masukan

b. Analisis kebutuhan agent

Masukan Proses Keluaran

• Data bank atribut agent

• Penentuan harga kentang

• Penentuan stok benih • Penentuan stok

kentang

• Menawarkan kentang • Menerima penawaran • Menerima

kesepakatan

• Membuat kesepakatan • Menolak kesepakatan • Permintaan kentang • Menolak permintaan

kentang

• Penjualan ke agent

lain diluar kesepakatan F2 : Proses perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

F1


(42)

1

murah sedang mahal

0 4 5 6 7 15 (Rp.1000) Gambar 3.3. Fuzzy control language untuk harga

       ≥ ≤ ≤ − ≤ = 5000 ; 0 5000 1000 ; 4500 5000 4000 ; 1 ] [ x x x x X hrgMURAH µ

(3 – 1)

(

)

(

)

(

)

(

)

         ≥ ≤ − ≥ ≤ ≤ ≤ − ≥ ≤ = 7000 x 6000 ; 6000 7000 x -7000 6000 x 5000 ; 1 5000 x 4000 ; 4000 -5000 4000 7000 atau x

4000 x ; 0 ] [ x X hrgSEDANG µ

(3 – 2)

       ≥ ≤ ≤ − ≤ = 5000 1 x ; 1 5000 1 x ;7000 7000 x 15000 6000 x ; 0 ] [X hrgMAHAL µ


(43)

1

kurang normal lebih

0 25 50 60 75 100 (ton) Gambar 3.4. Fuzzy control language untuk stok kentang

       ≥ ≤ ≤ − ≤ = 50 x ; 0 50 x ;25 37,5 x 50 5 2 x ; 1 ] [ tangKURANG x ken

µ

(3 – 4)

(

)

(

)

(

)

(

)

         ≥ ≤ − ≥ ≤ ≤ ≤ − ≥ ≤ = 75 x 60 ; 60 75 x -75 60 x 50 ; 1 50 x 25 ; 25 -50 25 50 atau x 25 x ; 0 ] [ tan x X gSEDANG ken µ

(3 – 5)

       ≥ ≤ ≤ − ≤ = 00 1 x ; 1 00 1 x ;75 75 x 100 60 x ; 0 ] [ tangMAHAL X ken

µ


(44)

1

kurang normal lebih

0 10 15 30 45 60 (ton)

Gambar 3.5. Fuzzy control language untuk stok benih

       ≥ ≤ ≤ − ≤ = 5 1 x ; 0 5 1 x ;10 12,5 x 15 10 x ; 1 ] [x G benihKURAN µ

(3 – 7)

(

)

(

)

(

)

(

)

         ≥ ≤ − ≥ ≤ ≤ ≤ − ≥ ≤ = 0 6 x 45 ; 45 60 x -60 30 x 15 ; 1 5 1 x 15 ; 10 -15 10 5 1 atau x 10 x ; 0 ] [ x X L benihNORMA µ

(3 – 8)

       ≥ ≤ ≤ − ≤ = 60 x ; 1 60 x ;45 45 x 60 45 x ; 0 ] [X H benihLEEBI µ


(45)

Masukan Proses Keluaran

• Penentuan harga kentang

• Penentuan stok benih • Penentuan stok

kentang • Menawarkan

kentang • Menerima

penawaran • Menerima

kesepakatan • Membuat

kesepakatan • Menolak

kesepakatan

• Permintaan kentang • Menolak permintaan

kentang

• Penjualan ke agent lain diluar

kesepakatan

• Jumlah kentang yang dipanen

• Jumlah kentang terjual

• Jumlah kentang yang tidak terjual

F3 : Proses perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Panen(t) = Benih x Rasio(kg hasil/kg benih) x Persentase kegagalan

Terjual(t) = Panen(t) + Stok awal(t-1) – Stok(t) Tidak terjual(t) = Panen(t) – Terjual(t)


(46)

Tidak

Ya

Gambar 3.6. Diagram alir langkah pemodelan

Mulai

Identifikasi agent, Masukan : • Atribut agent

• Jenis agent

• Nilai kebutuhan agent

Data bank atribut agent

Data sudah lengkap ?

Analisis kebutuhan agent, Hitung : • Jumlah kentang yang dipanen

• Jumlah kentang terjual

• Jumlah kentang yang tidak terjual

Dinamika pasokan kentang pada masing-masing agent

Validasi Rekomendasi


(47)

IV.

ANALISIS SITUASIONAL RANTAI PASOK KENTANG

4.1. Kondisi Agrobisnis Kentang di Kabupaten Bandung

Sektor Pertanian masih menjadi salah satu andalan masyarakat Kabupaten Bandung menjadi mata pencaharian utama, selain itu sektor Pertanian secara statistik masih cukup potensial untuk bisa dikembangkan baik dari areal lahan maupun kependudukan yang bergerak disektor ini. Menurut data kependudukan kabupaten Bandung, mata pencaharian masyarakat Kabupaten Bandung di Sektor pertanian tidak lagi menjadi lapangan kerja terbesar (18,91%) tahun 2010, dibandingkan sektor Industri (29,23%) dan Perdagangan (20,50%). Namun Potensi sektor Pertanian masih menjadi yang paling besar di banding dengan sektor-sektor lain sebagai sektor penyedia lapangan kerja Kabupaten Bandung, kesempatan kerja berasal dari sektor pertanian, diikuti perdagangan, industri, dan jasa-jasa. Sektor pertanian merupakan penyedia utama kebutuhan pangan masyarakat yang merupakan kebutuhan dasar dan hak asasi manusia. Sektor pertanian juga menyediakan pasar yang sangat besar untuk produk manufaktur karena jumlah penduduk perdesaan yang besar dan terus mengalami peningkatan. Dengan demikian, sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang paling efektif untuk mengentaskan kemiskinan di wilayah perdesaan melalui peningkatan pendapatan mereka yang bekerja di sektor pertanian. Kemampuan ekonomi daerah dalam kaitannya dengan daya saing daerah adalah bahwa kapasitas ekonomi daerah harus memiliki daya tarik bagi agent ekonomi yang telah berada dan akan masuk ke suatu daerah untuk menciptakan multiflier effect bagi peningkatan daya saing daerah. Namun pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak serta merta membawa tingkat kesejahteran masyarakat menjadi lebih sejahtera, tetapi pertumbuhan tersebut hanya dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat, sedangkan masyarakat lain tidak menikmati.

Sektor pertanian di Indonesia terdiri atas lima sub sektor, yaitu (1) subsektor tanaman bahan makanan mencakup komoditas padi, palawija,sayuran, buah-buahan, dan bahan makanan lainnya, (2) sub sektor tanaman perkebunan mencakup komoditas hasil perkebunan rakyat dan perusahaan perkebunan, (3) sub sektor peternakan dan hasil hasilnya mencakup semua kegiatan pembenihan dan


(48)

pembudidayaan ternak dan unggas, (4) sub sektor kehutanan mencakup kegiatan penebangan kayu dan pengambilan hasil hutan, (5) sub sektor perikanan mencakup kegiatan penangkapan, pembenihan, dan budidaya ikan dan biota air.

Hortikultura sebagai salah satu komoditas pertanian memberikan peningkatan kontribusi pada nilai PDB nasional berdasarkan harga konstan sebesar Rp 35,34 milyar pada tahun 2000 menjadi Rp 68,64 milyar padatahun 2006. Rerata pertumbuhan PDB hortikultura per tahun mencapai 4,6 persen. Komoditas hortikultura yang memiliki prospek di masa depan adalah sayuran. Pemerintah berusaha memenuhi kebutuhan sayuran dalam negeri dengan produksi dalam negeri dan sebagian diimpor. Total ekspor dan impor komoditas sayuran di Indonesia ditunjukkan dalam Tabel 4.1.

Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditi yang sangatstrategis, sehingga perlu memperoleh prioritas pengembangan. Hal ini dilandasi dari sisi permintaan baik berupa konsumsi segar maupun olahan meningkat dari waktu ke waktu. Sementara itu dari sisi produksi masih berpotensi untuk terus ditingkatkan, baik melalui perluasan areal (ekstensifikasi secara horisontal), peningkatan intensitas tanam (ekstensifikasi secara vertikal) maupun peningkatan produktivitas melalui intensifikasi usahatani.

Sentra produksi kentang di Jawa Barat berada pada wilayah dataran tinggi, yang terkonsentrasi di beberapa kabupaten yaitu Kabupaten Bandung, Garut, Majalengka serta Cianjur. Sebaran daerah sentra produksi cukup tinggi yaitu di Kabupaten Bandung utamanya di Kecamatan Pangalengan, Ciwidey, dan Lembang dengan pola pemasaran yang beragam untuk tujuan pasar induk, pasar tradisional, supermarket dan industri pengolahan. Kabupaten Bandung merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang menjadi daerah sentra pertanian. Sektor pertanian menyumbang 7,53% dari total Produk Domestik Regional Bruto, Kabupaten Bandung, penyumbang ketiga terbesar setelah Sektor Industri (Migas) dan Perdagangan (BPS Kab. bandung 2011). Kentang merupakan salah satu komoditas primadona di Kabupaten Bandung selain tanaman pangan padi. Meskipun jika dilihat dari luas tanamnya mengalami penurunan, dari tahun 2006 sampai tahun 2010 rerata penurunan luas tanam adalah 12% (Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 2011)


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……… i

DAFTAR GAMBAR ………..……… iv

DAFTAR TABEL ………..……….. v

DAFTAR LAMPIRAN ………. vi

1 PENDAHULUAN ………... 1

1.1. Latar Belakang ………... 1

1.2. Rumusan Masalah ………...………. 4

1.3. Tujuan Penelitian ………... 4

1.4. Manfaat Penelitian ……… 4

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ……….………... 5

2 TINJAUAN PUSTAKA ………... 6

2.1. Rantai Pasok Agroindustri ……….. 6

2.2. Sistem Persediaan ………. 10

2.3. Komoditas Kentang ……….…………... 11

2.4. Sistem Multi Agent ………... 14

2.5. Java Agent Development Framework (JADE) ……….. 15

2.6. Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian ………... 17

3 METODOLOGI PENELITIAN ………... 24

3.1. Kerangka Penelitian ………. 24

3.2. Tata Laksana Penelitian ………... 24

3.2.1. Prosedur Penelitian ………. 24

3.2.2. Lokasi dan WaktuPenelitian ………. 27

3.2.3. Metode Pengumpulan Data ……… 27

3.3. Formulasi Model ……….. 27

4 ANALISIS SITUASIONAL RANTAI PASOK KENTANG ………….. 34


(2)

ii

4.2. Analisis Perilkaku Agent Dalam Rantai Pasok Kentang …………... 43

5 RANCANGAN MODEL PERILAKU AGENT ………. 48

5.1. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam model ……….. 49

5.2. Gambaran Struktur Model ……….. 49

5.3. Analisis Model ………... 51

5.3.1. Pembentukan Diagram Use Case ……… 51

5.3.2. Identifikasi awal tipe agent ……… 57

5.3.3. Identifikasi peran agent ………... 58

5.3.4. Idemtifikasi interaksi antar agent ……….. 60

5.3.5. Perbaikan agent ………. 61

5.3.6. Penentuan penyebaran agent ………. 62

5.4. Disain model ……….. 62

5.4.1. Pemisahan/penggabuangan/penamaan ulang agent ……… 62

5.4.2. Spesifikasi interaksi ……… 63

5.4.3. Definisi protokol interaksi ad-hoc ………... 63

5.4.4. Definisi pola pesan ………. 63

5.4.5. Deskripsi Pendaftaran dan Pencarian ……… 65

5.4.6. Interaksi sumber daya agent ……….. 65

5.4.7. Interaksi agent dan pengguna ……… 66

5.4.8. Definisi perilaku agent interaksi ………... 76

5.4.9. Pendefinisian ontologi ……….. 79

5.4.10. Implementasi dan uji coba ……….. 79

5.5. Implementasi dan Uji Coba ………. 80

6 IMPLEMENTASI MODEL ………. 81

6.1. Simulasi Skenario Pertama ……… 81

6.2. Simulasi Skenario Kedua ……….. 85

6.3. Simulasi Skenario Ketiga ……….. 88

6.4. Keterbatasan Model ……….. 92


(3)

iii

7 SIMPULAN DAN SARAN ……… 93

7.1. Simpulan ……… 93

7.2. Saran ……….. 95

DAFTAR PUSTAKA ……….. 96


(4)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Infrastruktur rantai pasok berbasis SCOR ……….. 9

Gambar 2.2. Kontribusi Propinsi Utama Penghasil Kentang 2008 ... 14

Gambar 2.3. Peta Kabupaten/Kota Sentra dan Pengembangan Produksi Kentang di Jawa Barat ………... 14

Gambar 2.4. Generic Agent Architecture ………... 18

Gambar 3.1. Kerangka kerja penelitian dengan plafrom JADE ………….. 25

Gambar 3.2. Prosedur penelitian ………... 26

Gambar 3.3. Fuzzy control language untuk harga ……….. 29

Gambar 3.4. Fuzzy control language untuk stok kentang ……….. 30

Gambar 3.5. Fuzzy control language untuk stok benih ……….. 31

Gambar 3.6. Diagram alir langkah pemodelan ……….. 33

Gambar 4.1. Pola rantai pasokan kentang secara umum ……….. 40

Gambar 4.2. Pola Rantai pasokan kentang industri ………. 42

Gambar 5.1. Diagram Use Case Produsen Dengan Distributor ………….. 52

Gambar 5.2. Diagram alir hubungan antara Produsen dan Distributor …. 53 Gambar 5.3. Diagram Use Case Produsen dengan Konsumen ……… 54

Gambar 5.4. Diagram alir hubungan antara Produsen dan Konsumen … 55 Gambar 5.5. Diagram Use Case Distributor Dengan Konsumen ………… 56

Gambar 5.6. Diagram alir hubungan antara Distributor dan Konsumen….. 57

Gambar 5.7. Interaksi antar agent ……… 61

Gambar 5.8. Contoh tampilan .exe ……….. 70

Gambar 5.9 Contoh tampilan agent utama ………. 71

Gambar 5.10 Contoh tampilan pencarian lokasi berkas skenario ………… 72

Gambar 5.11 Tampilan hasil simulasi agent Produsen ……… 72

Gambar 5.12 Tampilan hasil simulasi agent Distributor ………. 73

Gambar 5.13 Tampilan hasil simulasi agent Konsumen ………. 73


(5)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kentang di setiap Provinsi ... 13

Tabel 2.2. Posisi Penelitian Model Perilaku Agent Dalam Rantai Pasok ………… 22

Tabel 4.1. Total Eksport dan Import Sayuran di Indonesia Tahun 2002 – 2011….. 36

Tabel 4.2. Produksi, Luas Panen dan Luas Tanam Kentang di Provinsi Jawa Barat 37 Tabel 4.3. Peran Agent dalam Rantai Pasok Kentang Industri ………... 45

Tabel 5.1. Interaksi Peran Antar Agent ………... 60

Tabel 5.2. Bentuk Tempat Menyimpan Perintah/Pesan dari Agent ……….. 64

Tabel 5.3. Contoh Skenario Interaksi Pemakai (user) ………. 67

Tabel 6.1. Dinamika pasokan kentang agent Produsen hasil simulasi skenario 1…. 82 Tabel 6.2. Dinamika pasokan kentang agent Distributor hasil simulasi skenari 1... 83

Tabel 6.3. Dinamika pasokan kentang agent Konsumen hasil simulasi skenario 1. 84 Tabel 6.4. Dinamika pasokan kentang agent Produsen hasil simulasi skenario 2 … 85 Tabel 6.5. Dinamika pasokan kentang agent Distributor hasil simulasi skenario 2. 86 Tabel 6.6. Dinamika pasokan kentang agent Konsumen hasil simulasi skenario 2.. 87

Tabel 6.7. Dinamika pasokan kentang agent Produsen hasil simulasi skenario 3…. 88

Tabel 6.8. Dinamika pasokan kentang agent Distributor hasil simulasi skenario 3.. 89


(6)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil Program Model Perilaku Untuk Agent Produsen …… 99 Lampiran 2. Hasil Program Model Perilaku Untuk Agent Distributor ... 105 Lampiran 3. Hasil Program Model Perilaku Untuk Agent Konsumen … 111 Lampiran 4. Hasil Program Model Perilaku Untuk Logika Perhitungan ... 117