Kondisi Agrobisnis Kentang di Kabupaten Bandung

IV. ANALISIS SITUASIONAL RANTAI PASOK KENTANG

4.1. Kondisi Agrobisnis Kentang di Kabupaten Bandung

Sektor Pertanian masih menjadi salah satu andalan masyarakat Kabupaten Bandung menjadi mata pencaharian utama, selain itu sektor Pertanian secara statistik masih cukup potensial untuk bisa dikembangkan baik dari areal lahan maupun kependudukan yang bergerak disektor ini. Menurut data kependudukan kabupaten Bandung, mata pencaharian masyarakat Kabupaten Bandung di Sektor pertanian tidak lagi menjadi lapangan kerja terbesar 18,91 tahun 2010, dibandingkan sektor Industri 29,23 dan Perdagangan 20,50. Namun Potensi sektor Pertanian masih menjadi yang paling besar di banding dengan sektor-sektor lain sebagai sektor penyedia lapangan kerja Kabupaten Bandung, kesempatan kerja berasal dari sektor pertanian, diikuti perdagangan, industri, dan jasa-jasa. Sektor pertanian merupakan penyedia utama kebutuhan pangan masyarakat yang merupakan kebutuhan dasar dan hak asasi manusia. Sektor pertanian juga menyediakan pasar yang sangat besar untuk produk manufaktur karena jumlah penduduk perdesaan yang besar dan terus mengalami peningkatan. Dengan demikian, sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang paling efektif untuk mengentaskan kemiskinan di wilayah perdesaan melalui peningkatan pendapatan mereka yang bekerja di sektor pertanian. Kemampuan ekonomi daerah dalam kaitannya dengan daya saing daerah adalah bahwa kapasitas ekonomi daerah harus memiliki daya tarik bagi agent ekonomi yang telah berada dan akan masuk ke suatu daerah untuk menciptakan multiflier effect bagi peningkatan daya saing daerah. Namun pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak serta merta membawa tingkat kesejahteran masyarakat menjadi lebih sejahtera, tetapi pertumbuhan tersebut hanya dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat, sedangkan masyarakat lain tidak menikmati. Sektor pertanian di Indonesia terdiri atas lima sub sektor, yaitu 1 subsektor tanaman bahan makanan mencakup komoditas padi, palawija,sayuran, buah-buahan, dan bahan makanan lainnya, 2 sub sektor tanaman perkebunan mencakup komoditas hasil perkebunan rakyat dan perusahaan perkebunan, 3 sub sektor peternakan dan hasil hasilnya mencakup semua kegiatan pembenihan dan pembudidayaan ternak dan unggas, 4 sub sektor kehutanan mencakup kegiatan penebangan kayu dan pengambilan hasil hutan, 5 sub sektor perikanan mencakup kegiatan penangkapan, pembenihan, dan budidaya ikan dan biota air. Hortikultura sebagai salah satu komoditas pertanian memberikan peningkatan kontribusi pada nilai PDB nasional berdasarkan harga konstan sebesar Rp 35,34 milyar pada tahun 2000 menjadi Rp 68,64 milyar padatahun 2006. Rerata pertumbuhan PDB hortikultura per tahun mencapai 4,6 persen. Komoditas hortikultura yang memiliki prospek di masa depan adalah sayuran. Pemerintah berusaha memenuhi kebutuhan sayuran dalam negeri dengan produksi dalam negeri dan sebagian diimpor. Total ekspor dan impor komoditas sayuran di Indonesia ditunjukkan dalam Tabel 4.1. Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditi yang sangatstrategis, sehingga perlu memperoleh prioritas pengembangan. Hal ini dilandasi dari sisi permintaan baik berupa konsumsi segar maupun olahan meningkat dari waktu ke waktu. Sementara itu dari sisi produksi masih berpotensi untuk terus ditingkatkan, baik melalui perluasan areal ekstensifikasi secara horisontal, peningkatan intensitas tanam ekstensifikasi secara vertikal maupun peningkatan produktivitas melalui intensifikasi usahatani. Sentra produksi kentang di Jawa Barat berada pada wilayah dataran tinggi, yang terkonsentrasi di beberapa kabupaten yaitu Kabupaten Bandung, Garut, Majalengka serta Cianjur. Sebaran daerah sentra produksi cukup tinggi yaitu di Kabupaten Bandung utamanya di Kecamatan Pangalengan, Ciwidey, dan Lembang dengan pola pemasaran yang beragam untuk tujuan pasar induk, pasar tradisional, supermarket dan industri pengolahan. Kabupaten Bandung merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang menjadi daerah sentra pertanian. Sektor pertanian menyumbang 7,53 dari total Produk Domestik Regional Bruto, Kabupaten Bandung, penyumbang ketiga terbesar setelah Sektor Industri Migas dan Perdagangan BPS Kab. bandung 2011. Kentang merupakan salah satu komoditas primadona di Kabupaten Bandung selain tanaman pangan padi. Meskipun jika dilihat dari luas tanamnya mengalami penurunan, dari tahun 2006 sampai tahun 2010 rerata penurunan luas tanam adalah 12 Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 2011 Tabel 4.1.Total ekspor dan impor sayuran di Indonesia tahun 2002–2011 Tahun Ekspor Ton Impor Ton 2002 105.243 297.032 2003 120.500 343.935 2004 107.493 441.944 2005 152.658 508.324 2006 236.225 550.437 2007 211.906 782.226 2008 172.733 914.283 2009 195.533 871.087 2010 138.106 851.369 2011 133.948 1.174.286 Sumber : Departemenn Pertanian dan BPS 2012 Produksi pertanian hortikultura pada 2012 di Kabupaten Bandung cenderung stabil dengan tahun sebelumnya. Luas areal tanaman hortikultura di Kabupaten Bandung mencapai 75.000 hektare. Berdasarkan data Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung pada 2011 jumlah lima komoditas produksi hortikultura a.l bawang merah 20.886,5 ton, bawang daun 49.570,2 ton, kubis 109.325,8 ton, kentang 110.793,4 ton, serta cabe besar 20.820 ton. Daerah sentra penghasil produk hortikultura di Kabupaten Bandung tersebar terutama di wilayah Pangalengan, Cimenyan, Cilengkrang, Ciwidey, Pasirjambu, Rancabali, dan Kertasari. Kabupaten Bandung memiliki potensi produksi kentang yang tersebar di tiga kecamatan antara lain Pangalengan 9.186 ha, Kertasari 2.891 ha, dan Cimenyan 1.761 ha dengan volume produksi per Juli 2012 mencapai 760.176 kuintal. Data lengkap produksi, luas panen dan luas tanam di wilayah Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Bandung dari tahun 2007 sampai tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. memperlihatkan, Kabupaten Bandung merupakan daerah penyumbang terbesar komoditi kentang di Jawa Barat. Jenis kentang yang diusahakan di kecamatan Pangalengan ini secara umum ada dua jenis, yaitu kentang untuk sayur dan kentang untuk industri. Berdasarkan tujuan akhir, pemasaran kentang di Pangalengan secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga jalur utama, yaitu pasar tradisional, pasar modern, dan industri pengolahan. Jalur pemasaran juga dipengaruhi oleh jenis kentang. Tabel 4.2. Produksi, Luas Panen dan Luas Tanam Kentang di Provinsi Jawa Barat Tahun Produksi ton Luas Panen ha Luas Tanam ha Jawa Barat Kab. Bandung Jawa Barat Kab. Bandung Jawa Barat Kab. Bandung 2007 337.369 194.198 16.479 9.907 16.135 9.669 2008 294.564 128.984 13.873 6.381 14.358 7.145 2009 323.543 182.858 15.344 8.988 13.261 7.007 2010 275.100 114.784 13.553 5.606 13.972 5.831 2011 220.155 105.926 11.327 5.078 12.195 5.243 Sumber :Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 2012 Pola pemasaran pada umumnya, petani kentang untuk sayur di Bandung Jawa Barat menjual hasil produksinya melalui pedagang pengumpul desa atau antar desatengkulak 70 persen dan pada petani berlahan luas serta memiliki modal dapat langsung menjual hasil kentangnya ke pedagang antar kota 20 persen, serta sebagian lagi menjualnya ke pasar induk serta pasar lokal kabupaten terdekat 10 persen. Harga yang diterima petani kentang untuk sayur sesuai harga pasaran yaitu berkisar antara Rp.2.500 – Rp. 2.800kg. Harga ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga jual kentang untuk industri. Pada usahatani kentang untuk industri, hasil analisis usahatani diperoleh tingkat perhektar sebesar 20.802 kg, dan dengan tingkat harga sebesar Rp. 3.300kg maka diperoleh penerimaan sebesar Rp.68.882.164hamusim. Rerata total biaya usahatani yang dikeluarkan sebesar Rp.39.829.639hamusim, dengan pengeluaran terbesar untuk benih sebesar Rp.16.898.517. Benih kentang untuk industri diperoleh dari perusahaan mitra dan dibayar pada saat panen. Rerata keuntungan yang diperoleh sebesar Rp.29.052.525hamusim dan tingkat RC rasio sebesar 1,76. Pemasaran komoditas kentang lebih pendek dan lebih efisien Net margin pemasaran yang diraih pada kegiatan pemasaran kentang untuk industri kelompok tani sebesar Rp.200kg. Sementara, net margin pemasaran kentang granola yaitu pada pedagang pengumpul desa sebesar Rp.150Kg dan pada pedagang besar sebesar Rp.200kg Agustian, Adang., Henny Mayrowani, 2008. Menurut Girsang, Moral Abadi ., Irma Calista Siagian 2009, menunjukkan nilai RC ratio petani kentang di Kabupaten Karo Sumatera Utara sebesar 2,25, hal ini menunjukkan bahwa petani menerima keuntungan yang relatif besar. Usaha agribisnis kentang di Kabupaten Karo memberikan keuntungan kepada petani sebesar Rp.33.396.500 per musim tanam. Kedua penelitian ini menunjukkan bahwa usaha kentang memberikan keuntungan yang layak untuk petani. Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan komoditas sayuran secara umum adalah belum terwujudkannya ragam, mutu, kontinuitas pasokan dan kuantitas yang sesuai dengan permintaan pasar dan tingginya biaya pemasaran. Hal tersebut berkaitan dengan faktor-faktor berikut: 1 Pola kepemilikan lahan yang sempit dan tersebar; 2 Rendahnya penguasaan teknologi, dari pembenihan, sistem usahatani, panen danpasca panen; 3 Fluktuasi harga produk sayuran sangat tajam yang tidak hanya terjadi antar musim tetapi antar bulan, dan terkadang fluktuasi harian ; 4 Lemahnya permodalan petani, sementara itu budidaya sayuran tergolong padat modal; dan 5 tingginya biaya pemasaran dan pembagian balas jasa yang adil bersifat asimetris, bahkan balas jasa tersebut atas fungsi pemasaran lebih besar mengelompok pada pedagang besar, sementara petani dan pedagang pengumpul bagiannya kecil. Dengan demikian, sebaran margin perdagangan cenderung tidak merata atau tidak efisien dan lebih mengelompok pada pedagang besarBandar, pemasok, dan sebagainya. Mahalnya biaya pemasaran komoditas hortikultura merupakan akibat dariketidakefisienan yang disebabkan oleh panjangnya rantai pemasaran. Dalam pemasaran komoditas hortikulturasecara umum terdapat beberapa pihak selain produsen dan konsumen, yaitu lembaga-lembaga perantara yang menghubungkan sentra produksi dan sentra konsumsi dengan melakukan berbagai aktivitas yang memberikan nilai tambah bagi produk yang dipasarkan. Jumlah dan jenis lembaga perantara tersebut secara horizontal dan vertikal sangat dipengaruhi oleh jenis komoditas yang dipasarkan, fasilitas pemasaran yang tersedia dan keinginan pasar serta sasaran yang hendak dicapai. Semakin banyak dan kompleks permintaan konsumen dan semakin banyak perubahan bentuk dari komoditas yang dipasarkan sebelum sampai di tangan konsumen, maka akan semakin banyak pula menuntut kehadiran lembaga perantara. Secara umum model rantai pasok kentang yang ada di Pangalengan Kabupaten Bandung adalah seperti yang ada pada Gambar 4.1, rantai tersebut mempunyai beberapa aktor, yaitu petani, kelompok tani, pengumpulsupplier, pedagang pengumpul, pasar induk, industri pengolah, pasar menengah, pasar kecil, dan konsumen rumah tangga. Petani dengan modal yang besar mereka sudah mempunyai jaringan distribusi tersendiri, mulai penyediaan benih sampai pendistribusian ke konsumen, sedangkan petani dengan modal terbatas mereka biasanya melakukan kemitraan dengan pedagang pengepul atau pedagang besar. Menurut Sihombing 2005 ada enam aktor pemasaran kentang, yaitu petani, pedagang desaranting, pedagang pengumpul, pedagang besar, agen eksportirimportir, dan pengolah. Dilihat dari rantai pemasarannya terdapat tiga rantai pemasaran, pertama dari petani ke pedagang pengumpul, pedagang besar, agen eksportir. Kedua, mulai dari petani produsen ke pusat pasar, tingkat kabupaten dilanjutkan ke pusat pasar provinsi, kemudian ke pengecer dan akhirnya ke komsumen akhir. Ketiga dari petani produsen ke pedagang pengumpul desa atau ranting yang bermuara ke pasar kabupaten. Struktur pasar sentra-sentra produksi kentang tidak mencerminkan struktur pasar menjurus pada oligopsonik , sedangkan hubungan antara pasar produsen dan pasar konsumsi kurang terintegrasi secara vertikal. Adanya eksploitasi harga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul kedua memberikan petunjuk bahwa produsen lembaga pemasaran dan konsumen berada dalam struktur pasar yang tidak bersaing sempurna dan kurang efisien. Pola kemitraan yang terjadi antara petani dengan mitranya adalah berupa kesepakatankomitmen yang terbangun antara kedua belah pihak. Kesepakatan tersebut tidak dalam bentuk perjanjian tertulis, namun lebih bersifat verbal dan harus saling mentaati. Pihak perusahaan mitra mengharapkan agar para petani yang terwadahi dalam kelompok tani melakukan budidaya kentang secara baik dengan sumber benih dari pihaknya dan selanjutnya perusahaan mitra akan menampung seluruh hasilnya dari para petani dengan harga kontrak yang disepakati kedua belah pihak. Kedua belah pihak mempunyai kewajiban dan hak yang harus ditaatinya. Kewajiban petani melakukan budidaya kentang dan menjual hasilnya kepada mitranya. Hak petani adalah mendapatkan jaminan harga dan pasar sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Adapun kewajiban konsumen industri sebagai mitra adalah menyediakan benih, menyediakan sarana penunjang produksi, melakukan pendampingan dan pembinaan serta menampung hasil produksi petani. Sedangkan haknya adalah mendapatkan jaminan produksi kentang baik dari segi jumlah, mutu, dan kontinuitas berdasarkan kesepakatan yang sudah disepakati diawal. Gambar 4.1. Pola rantai pasok kentang secara umum data primer diolah Ada dua konsumen industri yang mengusahan kentang jenis ini di kecamatan Pangalengan. Masing-masing industri mempunyai jumlah mitra petanikelompok tani yang berbeda-beda, sumber benih kentang juga berbeda, ada yang berasal dari import dan lokal. Ada 9 kelompok tani yang mengusahakan kentang industri untuk memenuhi kebutuhan bahan baku bagi kedua konsumen. Kepemilikan lahan untuk setiap petani bervariasi mulai 0,42 ha sampai 10 ha. Rerata kebutuhan benih yang ditanam adalah 1000 kg untuk setiap hektar lahan. Ikatan kerjasama antara industri dan petani adalah dalam bentuk perjanjian yang tidak tertulis, ikatan perjanjian itu dibuktikan dengan adanya bukti pengambilan benih oleh petani dan bukti transfer bank pada saat pengambilan uang hasil penjualan kentang. Kentang hasil panen dari setiap petanikelompok tani yang dijual kepada konsumen industri tidak dibayarkan secara tunai akan tetapi dibayar kurang lebih 10 hari setelah penyerahan kentang kepada industri yang diterima oleh masing-masing ketua kelompok tani melalui Bank yang ditunjuk oleh pihak industri. Bentuk kerjasama antara industri dan petani kentang di Pangalengan ini diawali dari penawaran yang dilakukan oleh pihak industri kepada petani yang tergabung dalam kelompok tani untuk budidaya kentang. Kesepakatan itu dilakukan dalam bentuk yang tidak tertulis, jika sudah ada kesepakatan diantara kedua belah pihak, maka petanikelompok tani mengajukan proposal yang berisi luas lahan yang digunakan untuk budidaya kentang, jumlah benih yang digunakan, sarana produksi pertanian dan jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk budidaya kentang ini. Persetujuan jumlah benih yang digunakan dalam budidaya ini ditentukan oleh pihak industri sebagai penyedia benih. Ada tiga hal yang berkaitan dengan pola rantai pasok kentang industri, yaitu aliran informasi, aliran benih, dan aliran komoditi kentang. Aliran informasi a diawali dari konsumen industri dengan penawaran kerjasama kepada petani untuk melakukan budidaya kentang yang sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan oleh pihak industri. Spesifikasi ini diantaranya adalah varietas kentang yang dibudidayakan oleh petani adalah kentang untuk bahan baku industri, diameter kentang yang lolos mutu adalah kentang yang mempunyai diameter antara 4,5 sampai 7,5 senti meter PT. X, dan kentang yang tidak cacat fisik. Aliran benih b disediakan oleh pihak industri yang didistribusikan kepada kelompok tani sebagai mitra. Jumlah benih yang disalurkan oleh industri ke petanikelompok tani disesuaikan dengan persediaan yang ada di industri, bukan disesuaikan dengan kebutuhan benih pada luas lahan di masing-masing petanikelompok tani. Ketersediaan benih kentang menjadi kendala yang dihadapi oleh petani mitra, karena jumlah benih yang sudah disetujui oleh pihak industri pada satu tahun musim tanam tidak sesuai dengan realisasinya, hal ini disebabkan oleh kurang tersediaanya benih yang dimiliki oleh industri. Aliran komoditi kentang c diawali dari petani, kelompok tani, pedagang pengumpulsupplierdistributor kemudian kepada konsumen industri. Petani melalui kelompok tani melakukan panen kentang sesuai dengan masa panen kentang. Kentang yang sudah dipanen kemudian disalurkan kepada pihak industri melalui pedagang pengumpulsupplierdistributor yang ditunjuk oleh pihak indusri untuk didistribusikan kepada pihak industri. Pedagang pengumpulsupplierdistributor melakukan seleksi terhadap kentang yang dipanen oleh petani mitra. Kentang yang lolos seleksi dan kentang yang tidak lolos seleksi ditampung oleh pedagang pengumpulsupplierdistributor yang dilaporkan kepada pihak industri. Kentang yang lolos seleksi kemudian didistribusikan kepada pihak industri, sedangkan kentang yang tidak lolos seleksi digunakan kembali sebagai benih. Kentang yang tidak lolos seleksi paling banyak dua kali digunakan sebagai benih. Kentang yang tidak lolos seleksi dan sudah tidak bisa digunakan lagi sebagai benih, maka akan dijual ke pasar oleh industri. Struktur rantai pasok kentang industri seperti digambarkan pada Gambar 4.2, struktur tersebut terdiri atas empat aktor yaitu petani, kelompok tani, pedagang pengumpulsupplierdistributor dan konsumen industri. a c b Gambar 4.2. Pola Rantai pasokkomoditi kentang industri data primer diolah Dari kedua jenis varietas ini mempunyai mempunyai perbedaan dari aspek fisik dan kimiawinya. Kedua aspek itu yang dapat membedakan fungsi dan kegunaan kentang tersebut, karena tidak semua varietas kentang cocok untuk digunakan sebagai bahan baku industri kripik kentang. Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah dilihat dari kadar air dan kadar pati. Ada tiga kriteria kentang yang berhubungan dengan mutu hasil olahan kentang, yaitu tekstur, zat pati serta gula Hartati et al., 1998. Selain ketiga kriteria tersebut juga bentuk dari kentang tersebut, hal ini diharapkan mempermudah dalam pengupasan serta ukuran kentang dan diameter kentang. Aspek-aspek lain yang mempengaruhi terhadap mutu kentang industri ini adalah dari aspek ekologi, ketinggian tempat, tipe iklim, masa tanam, masa panen dan uji goreng. Aspek ekologi : jenis tanah yang cocok untuk bertanam kentang adalah jenis tanah andosol dengan tekstur sedang, strukturnya gembur dan pH Kelompok Tani Pedagang pengumpul Suplier Konsumen Industri Petani antara 5,0 – 6,5. Ketinggian tempat yang cocok untuk bertanam kentang yaitu antara 500 – 3000 mdpl. Adapun iklim yang cocok untuk bertanam kentang adalah mempunyai curah hujan 1000 mmth dengan temperatur 15 C – 25 C dan mempunyai kelembaban 780 serta lama penyinaran yang diperlukan tanaman kentang untuk kegiatan fotosintesis adalah 9-10 jamhari. Setahun dilakukan dua kali masa tanam yang diselingi dengan tanaman sayuran yang lain. Menurut Kusdibyo et al. 2004 dan Purbiati et al. 2008, umur panen kentang berpengaruh terhadap mutu kentang, setiap umur panen menghasilkan mutu kentang yang berbeda sesuai dengan aspek fisik dan kimianya. Aspek kimia yang berpengaruh terhadap mutu kentang diantaranya adalah kadar air, kadar gula reduksinya dan kadar berat kering. Kadar gula reduksi berbanding terbalik dengan kadar berat kering, dimana kadar gula reduksi cenderung semakin menurun pada setiap penundaan pemanenan, sedangkan kadar berat kering cenderung semakin meningkat pada setiap penundaan pemanenan. Apabila dikaitkan dengan hasil uji goreng dapat diketahui bahwa semakin rendah kadar gula reduksi dan semakin tinggi kadar berat kering akan menghasilkan keripik kentang yang memiliki mutu tinggi Kusdibyo et al., 2004. Sedangkan menurut Purbiati et al. 2008 umur panen yang menghasilkan pati yang tinggi adalah 70 hari setelah tanam. Untuk menghasilkan kentang yang bermutu baik perlu diperhatikan masalah umur panen, umur panen yang menghasilkan mutu kentang yang baik adalah antara 60 sampai 90 hari setelah tanam karena belum terjadi penurunan kadar air. Mutu kentang yang dipersyaratkan oleh industri PT. X adalah kentang yang mempunyai diameter antara 4,5 sampai 7,5 cm dan uji goreng. Dalam model yang dikembangkan ini, digunakan 90 sampai 100 hari setelah tanam dalam penentuan masa panen dan diameter kentang antara 4,5 sampai 7,5 cm.

4.2. Analisis Perilaku Agent Yang Terlibat Dalam Rantai Pasok Kentang