Spatial modeling of soil collembolan abundance in the mining revegetation area of PT Newmont Nusa Tenggara

(1)

PT NEWMONT NUSA TENGGARA

IMMY SUCI ROHYANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam Disertasi saya yang berjudul: Pemodelan Spasial Kelimpahan Collembola Tanah pada Area RevegetasiTambang PT Newmont Nusa Tenggara merupakan hasil penelitian saya sendiri dengan pembimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Jakarta, Februari 2012

Immy Suci Rohyani NIM. E061060071


(3)

Mining Revegetation Area of PT Newmont Nusa Tenggara, supervised by Prof Dr Ir I Nengah Surati Jaya, M.Agr, Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS and Dr. Ir. R Yayi

Munara Kusumah, M.Si.

Collembola is an invertebrate group which has very important role to be used as indicator for evaluating the revegetation success. This research was performed to develop spatial models of soil collembolans abundance for monitoring revegetation success on the basis of soil fertility in the mining area of PT Newmont Nusa Tenggara. The score of the models was derived from fuzzy function expressing the relationship between each variable and collembolans abundance. Data were analyzed using correlation, regression and spatial analysis. Temperature, humidity, sands proportion, field pH, C-Organic, CTC, number of vegetation type, vegetation density, manure thickness, and number of acarinas were used as verifier to monitor soil collembolans abundance. Based on the result of correlation analysis, the study found that estimation of time required to achieve soil fertility similar to natural forest is about 20 years. The study examined 5 (six) models to achieve the revegetation success from the view point of soil fertility. Model 3 identified as the most appropriate model having 77 % of over all accuracy with 49.35 % of kappa. Model 3 were established based on macro indicator of C-Organic, manure thickness, indicator predator and number of acarinas. The research concludes that collembolan could be used to predict revegetation success at each age of revegetation.

Key words: Collembolans, revegetation success, monitoring, soil fertility, spatial model.


(4)

Area Revegetasi Tambang PT Newmont Nusa Tenggara, di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr, Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS, dan Dr. Ir. R. Yayi Munara Kusumah, M.Si.

Collembola merupakan bagian dari kelompok invertebrata, memiliki peranan yang sangat penting salah satunya berpotensi sebagai indikator yang dapat memperkaya parameter keberhasilan revegetasi, sehingga pemanfaatannya sebagai pemantauan keberhasilan revegetasi perlu dikaji. Beberapa penelitian menunjukan bahwa penggunaan kelompok invertebrata memiliki keunggulan tersendiri, diantaranya lebih hemat biaya dan menghasilkan informasi kondisi lingkungan yang lebih tinggi dibanding kelompok vertebrata dan tanaman. Sangatlah strategis melakukan penelitian terhadap peranan Collembola untuk memantau keberhasilan revegetasi pada lahan pasca tambang, dengan pendekatan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG), yang tengah berkembang saat ini, sehingga dapat dibuat suatu pemodelan yang menghasilkan model terbaik. Hasil dari pemodelan ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kelimpahan Collembola dalam rangka mempermudah pengambilan keputusan, sekaligus dapat digunakan untuk memantau keberhasilan revegetasi dengan pendekatan kesuburan tanah.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah membangun model spasial pemantau keberhasilan revegetasi dengan pendekatan aspek kesuburan tanah. Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah mengidentifikasi peubah-peubah biofisik yang mempengaruhi keberhasilan revegetasi. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi awal dalam upaya pengembangan dan mengoptimalkan peranan Collembola tanah sebagai salah satu indikator kesuburan tanah, dalam penerapannya diharapkan dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan dalam proses monitoring keberhasilan revegetasi dari aspek kesuburan tanah di area tambang yang sejenis.

Penelitian lapangan dilakukan pada lahan tambang PT Newmont Nusa Tenggara pada seluruh area yang telah direvegtasi yaitu East dump (2001, 2002, 2003, 2004, 2008) dan Tongoloka dump (2005, 2006, dan 2007) serta hutan alam sebagai kontrol. Koleksi Acarina dan Collembola tanah dilakukan dengan metode ekstraksi Corong Barlese yang sudah dimodifikasi. Model keberhasilan revegetasi dibangun berdasarkan metode skor dan bobot. Nilai skor terstandarisasi (standardized score), dibangun melalui pendekatan fuzzy. Penentuan bobot dilakukan secara kuantitatif berdasarkan perhitungan secara objektif pengaruh peubah terhadap kelimpahan Collembola tanah. Bobot dihitung dengan pendekatan regresi berganda berdasarkan nilai skor yang telah distandarisasi. Bobot yang dihasilkan selanjutnya diskala ulang sehingga total bobot sama dengan satu.

Secara keseluruhan diketahui bahwa semakin bertambah usia revegetasi, kelimpahan Collembola tanah akan semakin meningkat. Hal ini diduga terkait dengan berlangsungnya proses dekomposisi yang berjalan dengan baik, peningkatan kesuburan tanah, pertumbuhan tanaman, sehingga kondisi mikrohabitat yang terbentuk semakin mendekati kondisi hutan alam. Hutan alam memiliki kelimpahan Collembola tanah tertinggi yaitu sebesar 137. Di area revegetasi, kelimpahan Collembola tanah tertinggi pada umur 8 tahun yaitu sebesar 82 individu. Famili yang jumlah individunya paling


(5)

model regresi yang diperoleh berdasarkan hasil verifikasi terbaik dan nilai peringkat tertinggi adalah persamaan polinomial y = 1.489x2 - 3.001x + 3.407, dimana y adalah kelimpahan Collembola tanah dengan x adalah umur revegetasi. Hutan alam menjadi acuan yang akan digunakan untuk melakukan revegetasi, maka kelimpahan Collembola hutan alam digunakan untuk menduga pencapaian keberhasilan revegetasi. Berdasarkan model persamaan polinomial diduga waktu yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan revegetasi dari aspek kesuburan tanah adalah 20 tahun

Pada pembangunan model prediktif, jika korelasi antar peubah bebas di atas nilai absolut 0.6 maka dapat menyebabkan terjadinya redundancy yaitu pemborosan dalam membangun model dan menyebabkan terjadinya autokorelasi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujianan tarhadap peubah penyusun model sehingga kesalahan karena adanya autokorelasi dapat diminimalisir. Berdasarkan hasil korelasi maka peubah-peubah yang terpilih adalah suhu, kelembaban (RH), persentase pasir, pH lapangan, C-organik, KTK, jumlah vegetasi, kerapatan vegetasi, ketebalan serasah dan jumlah Acarina. Peubah-peubah terpilih tersebut kemudian dianalisis lagi untuk melihat korelasinya dengan kelimpahan Collembola tanah. Akhirnya peubah yang digunakan untuk membangun model keberhasilan revegetasi adalah peubah yang memiliki korelasi dengan kelimpahan Collembola tanah di atas 50 % yaitu kelembaban (RH), C-organik, kerapatan vegetasi tingkat tiang, ketebalan serasah dan jumlah Acarina.

Keberhasilan revegetasi merupakan fungsi dari kelimpahan Collembola tanah dan umur revegetasi. Pemantauan keberhasilan revegetasi dapat dilakukan dengan melihat kelimpahan Collembola tanah. Kelimpahan Collembola tanah dipengaruhi oleh indikator lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Pada penelitian ini dirumuskan juga 5 model untuk memantau keberhasilan revegetasi dari aspek kesuburan tanah. Dipilih satu model terbaik untuk memantau keberhasilan revegetasi berdasarkan hasil uji akurasi, uji signifikansi, kemudahan dan kemurahan. Model 3 merupakan model terpilih dengan nilai akurasi umum sebesar 77%, akurasi kappa sebesar 49.35%. Model 3 dibangun berdasarkan bobot makro indikator sifat kimia tanah atau C-organik, indikator ketebalan serasah dan indikator predator atau jumlah Acarina.

Kata Kunci : Kelimpahan Collembola, pemantauan, keberhasilan revegetasi, model spasial.


(6)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(7)

PT NEWMONT NUSA TENGGARA

IMMY SUCI ROHYANI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup :

1. Dr. Ir. M. Buce Saleh Wirakartakusumah, MS. 2. Dr. Ir. I Wayan Winasa Msi

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka :

1. Prof. (Ris). Dr. Rosichon Ubaidillah, M.Phill 2. Dr. Ir. Yadi Setiadi, M.Sc


(9)

NIM : E061060071

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr. Ketua

Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS. Dr. Ir. R. Yayi Munara Kusumah, M.Si.

Anggota Anggota

Mengetahui,

An. Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.


(10)

karunia-Nya yang tak pernah putus sehingga disertasi ini dapat penulis selesaikan dengan lancar. Judul disertasi ini adalah Pemodelan Spasial Kelimpahan Collembola Tanah Pada Area Revegetasi Tambang PT Newmont Nusa Tenggara. Disertasi ini diharapkan dapat menjadi kontribusi ilmiah dalam pengelolaan sumber daya alam pada umumnya.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr, Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS, dan Dr. Ir. R.Yayi Munara Kusumah, M.Si yang telah membimbing penulis dengan penuh perhatian dan kesabaran mulai dari tahap awal penyusunan proposal hingga disertasi ini selesai. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada bapak Mara Maswahenu, S.Hut dan staf reklamasi PT Newmont Nusa Tenggara yang telah membantu selama proses pengambilan sampel di lapangan. Penghargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada Prof (Ris). Dr. Yayuk Suhardjono yang telah memberi inspirasi dan saran kepada penulis mulai dari awal hingga identifikasi Collembola di laboratorium. Ungkapan terima kasih yang sangat dalam penulis haturkan kepada abah dan umi serta seluruh anggota keluarga yang selalu memberikan do’a dan dukungannya. Serta kepada suami tercinta yang selalu memotivasi dan memberikan yang terbaik buat keluarga dan anak-anakku tersayang sumber inspirasi dan semangat dalam hidupku.

Akhirnya penulis berharap semoga karya disertasi ini dapat memberi manfaat yang sebanyak-banyaknya.

Jakarta, 20 Desember 2011

Immy Suci Rohyani NIM. E061060071


(11)

Penulis dilahirkan di Mataram pada tanggal 19 September 1976 dari ayah Drs. H Ismail Mars dan ibu Hj Fatimah. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2002 penulis menikah dengan Jamaludin M.Ed dan dikaruniai 2 orang anak yaitu Wardanya Najefa Ashra dan A’yuna Ghiyas Shafuh.

Pendidikan sarjana ditempuh pada tahun 1994 di Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Mataram, lulus pada tahun 1999. Pada Tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2001. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK) di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2006. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari BPPS DIKTI.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada program Studi Biologi di Fakultas MIPA Universitas Mataram sejak tahun 2003 sampai saat ini.

Selama mengikuti program S3, penulis tercatat menjadi anggota Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI) dan Masyarakat Biodiversitas Indonesia (MBI).


(12)

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ...

xiii xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.5. Kerangka Pemikiran ... 4

1.6. Hipotesis... ... 1.7. Kabaruan (Novelty) Penelitian... 6 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Reklamasi dan Revegetasi Lahan Tambang ... 7

III

2.2. Reklamasi dan Revegetasi Area Tambang PT. Newmont Nusa Tenggara... 2.3. Tinjauan Umum Collembola Tanah... 2.3.1. Ciri-ciri Umum Collembola………..…………. 2.3.2. Lingkungan Abiotik dan Biotik Collembola Tanah ……….. 2.3.3. Distribusi Collembola Tanah ………... 2.3.4. Peranan Collembola Tanah………... 2.4. Sietem Informasi Geografi... 2.4.1. Analisis Spasial………...……… 2.4.2. Pemodelan Spasial………...………... METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian……….... 3.2. Alat dan Bahan………. 3.3. Jenis Data………. 3.4. Metode………..

3.4. 1. Persiapan ... ... ... 3.4.2. Penentuan Kriteria dan Indikator Kelimpahan Collembola Tanah... 3.4.3. Pengumpulan Data...

10 12 12 13 16 17 19 21 22 25 25 25 29 29 29 29


(14)

3.4.4. Digitasi Interpolasi, Peta Digital dan Overlay... 3.4.5. Analisa Data... 3.4.6. Pengujian Hubungan antar Peubah... 3.4.7. Penentuan Bobot dan Skor... 3.4.8. Penyusunan Model... 3.4.9. Verifikasi Model... 3.4.10. Pengujian Model... 3.4.11. Peta Tingkat keberhasilan Revegetasi dari Aspek Kesuburan Tanah...

31 32 32 32 34 36 38 38 IV . V

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelimpahan Collembola Tanah... 4.2. Hubungan antara Umur Revegetasi dengan Kelimpahan Collembola Tanah dan Nilai C-Organik... 4.3. Pendugaan Waktu Pencapaian Keberhasilan Revegetasi... 4.4. Identifikasi Peubah-peubah Lingkungan yang Mempengaruhi Kelimpahan Collembola Tanah... 4.5. Pemilihan Peubah-peubah untuk Membangun Model... 4.6. Standar Skor Kelimpahan Collembola Tanah... 4.7. Perumusan Model Keberhasilan Revegetasi... 4.8. Model Keberhasilan Revegetasi dari Aspek Kesuburan Tanah... KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 5.2. Saran...

39 43 44 47 51 53 63 65 83 83

DAFTAR PUSTAKA………... 85


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kriteria kesuburan tanah berdasarkan C-Organik... 2. Kelimpahan famili Collembola tanah pada area revegetasi PT NNT... 3. Hasil verifikasi model dugaan umur pencapaian keberhasilan revegetasi di area

revegetasi tambang PT NNT...

4. Hasil peringkat dari verifikasi model dugaan umur pencapaian keberhasilan

revegetasi di area revegetasi tambang PT NNT ...

5. Nilai rata-rata kondisi lingkungan abiotik dan biotik yang diukur pada area

revegetasi PT NNT...

6. Matriks korelasi antara peubah yang digunakan sebagai penyusun model

kelimpahan Collembola tanah...

7. Nilai estimasi dan standar skor kelimpahan Collembola tanah dengan umur

revegetasi………... 8. Nilai estimasi dan standar skor kelembaban tanah……... 9. Nilai estimasi dan standar skor C-organik...

10.Nilai estimasi dan standar skor kerapatan vegetasi tingkat tiang……..………..…

11.Nilai estimasi dan standar skor ketebalan serasah………...

12.Nilai estimasi dan standar skor jumlah individu Acarina………

13.Bobot makro masing-masing indikator keberhasilan revegetasi dari aspek

kesuburan tanah di area revegetasi tambang PT NNT... 14.Model keberhasilan revegetasi dari aspek kesuburan tanah di area revegetasi

tambang PT NNT………. 15.Hasil uji akurasi model keberhasilan revegetasi berdasarkan aspek kesuburan

tanah di area revegetasi tambang PT NNT...

16.Hasil uji signifikansi model keberhasilan revegetasi berdasarkan aspek

kesuburan tanah di area revegetasi tambang PT NNT...

37 41 45 45 50 52 54 55 57 59 61 63 64 65 66 66


(16)

17.Klasifikasi nilai estimasi kelimpahan Collembola tanah di area revegetasi tambang PT NNT...

18.Klasifikasi nilai skor memonitoring keberhasilan revegetasi dari aspek

kesuburan tanah di area revegetasi tambang PT NNT menggunakan model 3...

68


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran yang mendasari penelitian...

2. Peta lokasi penelitian di PT NNT………...

3. Tahap pelaksanaan penelitian... 4. Struktur hirarki kriteria dan indikator kelimpahan Collembola tanah...

5. Fungsi keanggotaan Sigmoidal..………

6. Fungsi keanggotaan berbentuk huruf J………..……….

7. Fungsi keanggotaan Linear………

8. Fungsi keanggotaan Logaritmik……….

9. Famili Collembola tanah yang terkumpul di area revegetasi tambang PT NNT……...

10.Hubungan antara umur revegetasi dengan kelimpahan Collembola tanah dan

C-Organik………...

11.Analisis regresi hubungan antara kelimpahan Collembola tanah (individu) dengan

umur revegetasi (tahun)...

12.Dugaan waktu pencapaian keberhasilan revegetasi berdasarkan kelimpahan

Collembola tanah dan umur revegetasi………..……… 13.Hasil analisis regresi antara kelimpahan Collembola tanah dengan kelembaban... 14.Hasil analisis regresi antara kelimpahan Collembola tanah dengan C-Organik……...

15.Hasil analisis regresi antara kelimpahan Collembola tanah dengan kerapatan vegetasi tingkat tiang...

16.Hasil analisis regresi antara kelimpahan Collembola tanah dengan ketebalan serasah...

17.Hasil analisis regresi antara kelimpahan Collembola tanah dengan jumlah Acarina... 5 26 27 28 33 33 33 33 42 43 45 46 56 56 58 60 62


(18)

18.Kelas monitoring keberhasilan revegetasi berdasarkan kelimpahan Collembola tanah dan umur revegetasi………...

19.Kelas monitoring keberhasilan revegetasi menggunakan model 3 pada area

revegetasi tambang PT NNT………..

20.Peta sebaran kelimpahan Collembola tanah pada area revegetasi tambang PT NNT…

21.Peta sebaran C-organik pada area revegetasi tambang PT NNT………...

22.Peta sebaran ketebalan serasah pada area revegetasi tambang PT NNT………...

23.Peta sebaran jumlah individu Acarina tanah pada area revegetasi tambang PT NNT………..

24.Peta kelas keberhasilan revegetasi pada area tambang PT NNT menggunakan

model 3………... 25.Hutan Alam di area revegetasi PT NNT yang menjadi acuan keberhasilan revegetasi

26.Area revegetasi PT NNT umur 8 tahun atau tahun tanam 2001 termasuk cukup

berhasil………...

27.Area revegetasi PT NNT umur 7 tahun atau tahun tanam 2002 termasuk cukup

berhasil………...

28.Area revegetasi PT NNT umur 6 tahun atau tahun tanam 2003 termasuk kurang

berhasil………...

29.Area revegetasi PT NNT umur 5 tahun atau tahun tanam 2004 termasuk kurang

berhasil………...

30.Area revegetasi PT NNT umur 4 tahun atau tahun tanam 2005 termasuk kurang

berhasil………...

31.Area revegetasi PT NNT umur 3 tahun atau tahun tanam 2006 termasuk kurang

berhasil………...

32.Area revegetasi PT NNT umur 2 tahun atau tahun tanam 2007 termasuk kurang

berhasil………...

33.Area revegetasi PT NNT umur 1 tahun atau tahun tanam 2008 termasuk kurang

berhasil………...

34.

Area revegetasi PT NNT umur 0 tahun atau tahun tanam 2010 ………...

71 72 73 74 75 76 77 78 78 79 79 80 80 81 81 82 82


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil analisis hubungan antara umur revegetasi, kelimpahan Collembola tanah

dan nilai estimasi C-organik………

2. Hasil analisis korelasi antara kelimpahan Collembola peubah-peubah biofisik

terpilih………...

3. Verifikasi model persamaan regresi hubungan antara kelimpahan Collembola

tanah dan umur revegetasi………...

4. Verifikasi model persamaan regresi hubungan antara kelimpahan Collembola

tanah dan Kelembaban………...

5. Verifikasi model persamaan regresi hubungan antara kelimpahan Collembola

tanah dan C-Organik……..………..

6. Verifikasi model persamaan regresi hubungan antara kelimpahan Collembola

tanah dan kerapatan vegetasi tingkat tiang………...

7. Verifikasi model persamaan regresi hubungan antara kelimpahan Collembola

tanah dan ketebalan serasah………....

8. Verifikasi model persamaan regresi hubungan antara kelimpahan Collembola

tanah dan jumlah individu Acarina………. 9. Analisi regeresi ganda model keberhasilan revegetasi dari aspek kesuburan tanah

di area revegetasi PT NNT mulai dari model 1sampai model 5……….. 10.Hasil uji akurasi tingkat keberhasilan revegetasi model 1 sampai model 5………

97

98

99

102

105

108

110

113

116


(20)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat disertai dengan peningkatan kualitas hidup yang semakin baik menyebabkan ketergantungan manusia terhadap sumberdaya alam semakin meningkat. Pertambangan adalah salah satu sektor yang memberikan kontribusi nyata dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Pertambangan merupakan sektor pembangunan yang sangat penting karena keberadaanya dapat menunjang pendapatan nasional dan daerah serta masyarakat sekitar tambang. Hasil laporan Price Waterhouse Cooper kontribusi industri pertambangan kepada GDP Indonesia tahun 1999 Rp 31.208,50 milyar dan tahun 1997 Rp 11.121,9 milyar. Tingkat pertumbuhan kontribusi industri pertambangan tahun 1999 14.4 %, tahun 1998 22.8 % dan tahun 1997 22.3 %. Kontribusi pada ekonomi Indonesia tahun 1999 Rp 11.477 milyar, tahun 1998 Rp11.263 milyar dan tahun 1997 Rp 3.745,0 milyar (Coutrier 2001).

Bahan tambang secara alami seringkali berada dalam kawasan yang masuk kriteria hutan. Luas hutan Indonesia yang tersisa tahun 2002 hanya 98 juta hektar, dari luasan tersebut 11,4 juta hektar digunakan untuk kepentingan pembukaan wilayah pertambangan (Anonim, 2003). Aktifitas pertambangan di dalam kawasan hutan menyebabkan fungsi hutan (produksi, proteksi dan konservasi) terganggu dan berdampak pada seluruh organisme yang hidup di dalamnya. Pembukaan hutan menyebabkan hilangnya tutupan lahan, mengakibatkan kenaikan intensitas erosi dan aliran permukaan (run-off), sedimentasi dan rusaknya wilayah penangkapan air (watershed areas) serta terganggunya tingkat stabilitas lahan dan kesuburan tanah.

Perusahaan tambang diwajibkan melakukan revegetasi lahan untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat aktifitas pertambangan di dalam kawasan hutan. Revegetasi adalah kegiatan penanaman kembali pohon-pohon yang pernah ada, dimana pohon-pohon-pohon-pohon tersebut ditebang atau musnah karena adanya kegiatan manusia. Menurut Setiadi (2006) merehabilitasi lahan yang terdegradasi terdapat beberapa model revegetasi diantaranya adalah restorasi, reforestasi dan agroforestri. Aktivitas dalam kegiatan revegetasi meliputi


(21)

(i) seleksi dari tanaman lokal yang potensial, (ii) produksi bibit, (iii) penyiapan lahan, (iv) amandemen tanah, (v) teknik penanaman, (vi) pemeliharaan, dan (vii) program monitoring.

Kegiatan revegetasi memiliki banyak keuntungan diantaranya, memperbaiki kondisi lahan yang labil dan mengurangi erosi tanah, dalam jangka panjang dapat memperbaiki kondisi iklim mikro, menyediakan tempat perlindungan bagi satwa liar dan keanekaragaman jenis-jenis lokal, meningkatkan produktivitas dan kestabilan tanah, sehingga kondisi lahan meningkat ke arah yang lebih protektif dan konservatif (Setiadi 2006).

Pemantauan keberhasilan revegetasi merupakan langkah penting selanjutnya yang harus dilakukan. Indikator yang biasa digunakan untuk memantau keberhasilan revegetasi adalah ketahanan hidup, pertumbuhan tanaman, pertumbuhan akar, tajuk, produksi serasah, rekolonisasi jenis lokal dan perbaikan habitat (Setiadi 2002). Indikator lainnya adalah landscape function analysis (Tongway et al. 2001), ecosystem function analysis (Randall 2004), populasi semut (Andersen & Sparling 1997), dan Collembola sebagai indikator kesuburan tanah (Hopkin 1997; Suhardjono 2004).

Keberadaan Collembola tanah sebagai bagian dari komunitas fauna tanah belum pernah dilaporkan sebagai indikator keberhasilan revegetasi di area tambang PT Newmont Nusa Tenggara. Menurut Suhardjono (1985) ukuran populasi Collembola akan berbeda pada keadaan tanah yang berbeda, karena prilaku hidupnya yang unik sehingga Collembola dapat dipakai sebagai indikator tingkat kesuburan tanah. Menurut Nurtjahyadi et al. (2007) populasi Colembolla tanah berpotensi dijadikan indikator kesuburan di area revegetasi tailling timah. Collembola juga dikenal sebagai indikator keadaan tanah (Christiansen 1964

dalam Rahmadi et al. 2004). Memonitor tingkat pencemaran dalam tanah (Suhardjono 1985). Peran lain Collembola adalah membantu perombak bahan organik atau detrivor (Greenslade 1996; Hopkin 1997).

Collembola sebagai bagian dari kelompok invertebrata, memiliki peranan yang sangat penting dalam memantau kesuburan tanah dan berpotensi sebagai indikator yang dapat memperkaya parameter keberhasilan revegetasi, maka kajian terhadap pemanfaatan kelompok invertebrata sebagai pemantauan


(22)

keberhasilan revegetasi diperlukan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa kelompok invertebrata memiliki keunggulan tersendiri, diantaranya lebih hemat biaya dan menghasilkan informasi kondisi lingkungan yang lebih tinggi dibanding kelompok vertebrata dan tanaman (Bisevac & Majer 1998). Sangatlah strategis melakukan penelitian terhadap peranan Collembola untuk memantau keberhasilan revegetasi pada lahan pasca tambang, dengan pendekatan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG), yang tengah berkembang saat ini, sehingga dapat dibangun model terbaik untuk memantau keberhasilan revegetasi.

Hasil dari pemodelan ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi faktor– faktor lingkungan yang mempengaruhi kelimpahan Collembola dalam rangka mempermudah pengambilan keputusan, sekaligus dapat digunakan untuk memantau keberhasilan revegetasi dengan pendekatan kesuburan tanah.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya maka dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah faktor-faktor lingkungan abiotik (sifat fisik dan kimia tanah) dan lingkungan biotik (komposisi vegetasi, ketebalan sarasah dan predator) mempengaruhi kelimpahan Collembola tanah ?

2. Apakah umur vegetasi hasil penanaman di lahan tambang mempengaruhi kelimpahan Collembola tanah ?

3. Apakah kelimpahan Collembola tanah dapat digunakan untuk menduga keberhasilan revegetasi dari aspek kesuburan tanah?

4. Apakah model kelimpahan Collembola tanah dapat digunakan untuk memantau keberhasilan revegetasi dari aspek kesuburan tanah?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk membangun model spasial pemantau keberhasilan revegetasi dengan pendekatan aspek kesuburan tanah dan kelimpahan Collembola tanah. Penelitian ini juga mempunyai tujuan khusus yaitu untuk mengidetifikasi indikator dan peubah kunci biofisik yang mempengaruhi keberhasilan revegetasi.


(23)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak baik ditinjau dari aspek keilmuan maupun dari aspek guna laksana:

1. Aspek keilmuan: penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi awal dalam upaya pengembangan dan mengoptimalkan peranan Collembola tanah sebagai salah satu indikator kesuburan tanah.

2. Aspek guna laksana: penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan dalam proses monitoring keberhasilan revegetasi dari aspek kesuburan tanah di area revegetasi tambang yang sejenis.

1.5. Kerangka Pemikiran

Karakteristik hutan alam umumnya dicirikan oleh keanekaragaman jenis yang tinggi, memiliki stratifikasi tajuk yang lengkap, selalu hijau, terjadi proses suksesi yang dicirikan dengan adanya mekanisme yang berjalan, adanya regenerasi, adanya penambahan jenis dan adanya siklus hara tertutup yang merupakan pabrik kehidupan di dalam hutan. Siklus hara tertutup merupakan suatu sistem yang memiliki jumlah kehilangan hara lebih rendah dibandingkan dengan jumlah masukan hara yang diperoleh dari penguraian serasah pada lapisan tanah dalam. Siklus hara tertutup berhubungan dengan kesuburan tanah, menyebabkan campur tangan manusia tidak diperlukan lagi di dalam hutan alam. Kesuburan tanah dapat diindikasikan dari adanya proses dekomposisi yang dilakukan oleh organisme tanah salah satunya Collembola. Hutan alam dijadikan acuan dalam melakukan revegetasi karena di dalam hutan alam terdapat karakteristik atau struktur yang menyebabkan hutan dapat menjalankan fungsinya (produksi, proteksi dan konservasi). Kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Adanya aktifitas penambangan di dalam hutan menyebabkan rusaknya struktur hutan sehingga fungsi hutan terganggu, jika hutan tidak dapat menjalankan fungsinya maka dapat mengakibatkan terjadinya degradasi lahan. Degradasi lahan berdampak pada menurunnya kesuburan tanah, diikuti dengan menurunnya aktivitas dan keragaman biotik dalam tanah. Mengembalikan kesuburan tanah seperti semula membutuhkan waktu dan biaya yang tinggi.


(24)

Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi kondisi tersebut salah satunya adalah revegetasi atau penanaman kembali hutan yang terganggu.

Gambar 1 Kerangka pemikiran yang mendasari penelitian

Revegetasi yang dilakukan pertahun diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas kesuburan tanah termasuk bahan organik tanah, serta meningkatnya aktivitas biotik dan keragaman spesies fauna tanah termasuk kelimpahan Collembola tanah sebagai dekomposer. Collembola merupakan salah satu kelompok mesofauna tanah potensial. Kelompok mesofauna dan makrofauna lebih berperan penting dalam transformasi bahan organik (Hanafiah et al. 2007).

Collembola juga dapat meningkatkan sumber makanan secara langsung di dalam pembusukan akar atau secara tidak langsung di dalam pembentukan hifa fungi dekomposer (Sinka et al. 2007).

Collembola tanah merupakan salah satu bagian dari kelompok invertebrata. Menurut Bisevac & Majer (1998) pemanfaatan kelompok invertebrata sebagai pemantauan keberhasilan revegetasi memiliki keunggulan tersendiri, diantaranya lebih hemat biaya dan menghasilkan informasi kondisi lingkungan yang lebih tinggi dibanding kelompok vertebrata dan tanaman.

HUTAN ALAM SIKLUS HARA

AKTIFITAS PERTAMBANGAN

DEGRADASI LAHAN

KESUBURAN TANAH

REVEGETASI: t1

INDIKATOR: KELIMPAHAN COLLEMBOLA

FAKTOR BIOTIK FAKTOR ABIOTIK

REVEGETASI: t..


(25)

Penggunaan Collembola tanah sebagai salah satu indikator pemantau keberhasilan revegetasi merupakan hal yang sangat menarik, mengingat peranan Collembola tanah yang besar dalam membantu kesuburan tanah serta mudah dalam pengambilan sample dan identifikasi. Pemanfaatan Collembola tanah diharapkan dapat memperkaya parameter keberhasilan revegetasi, terlebih memadukannya dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG), yang saat ini tengah berkembang sehingga dihasilkan model-model spasial yang praktis, cepat dan akurat.

1.6. Hipotesis

Kesuburan suatu ekosistem yang bervegetasi sangat erat hubungannya dengan kelimpahan Collembola tanah, dimana kelimpahannya sangat berkaitan dengan indikator dan peubah kunci sifat fisik tanah, sifat kimia tanah, komposisi vegetasi, ketebalan serasah dan predator.

1.7. Kebaruan (Novelty) Penelitian:

1. Fokus (Focus) dari penelitian ini adalah kajian terhadap kelimpahan Collembola tanah di area pasca tambang hasil revegetasi, dimana populasi Collembola tanah dijadikan sebagai salah satu parameter kesuburan tanah di area tambang yang di revegetasi.

2. Terdepan di bidang ilmu (Advance) karena di Indonesia penelitian mengenai permodelan dan distribusi spasial kelimpahan Collembola tanah di areal tambang yang di revegetasi belum pernah ada.

3. Ilmiah (Scholar) terletak pada pendekatan yang berbasis spasial kuantitatif untuk menghasilkan model terbaik, dimana modelnya dibangun secara empiris terukur dan dievaluasi secara kuantitatif.


(26)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Reklamasi dan Revegetasi Lahan Tambang

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya energi dan mineral, baik berupa minyak dan gas bumi, emas, tembaga, nikel, dan

lain-lain. Pertambangan merupakan salah satu sektor pembangunan yang sangat

penting sehingga pengembangannya secara berkelanjutan perlu dilakukan karena berhubungan dengan pendapatan nasional dan daerah serta memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitar tambang. Perubahan lingkungan di sekitar pertambangan dapat terjadi setiap saat, sehingga manajemen pengelolaan yang efektif menjadi indikator keberlanjutan pertambangan. Menurut Sumantri et al.

(2008) pengelolaan limbah pertambangan mineral (emas dan tembaga) yang telah dilakukan oleh perusahaan pertambangan masih belum mampu mengatasi degradasi kualitas lingkungan bio-fisik dan masalah sosial kemasyarakatan, meskipun beberapa kegiatan pertambangan telah berorientasi pada industri bersih yang berwawasan lingkungan.

Kegiatan penambangan di Indonesia umumnya dilakukan dengan teknik penambangan di permukaan (darat). Penambangan seperti ini menerapkan teknik penambangan terbuka (open pit mining) yang diawali dengan pembukaan lahan, pengikisan lapisan tanah atas, pengerukan dan penimbunan. Aktivitas ini dapat menimbulkan dampak negatif terhadap fungsi hutan terutama hutan lindung. Dampak yang ditimbulkan terhadap fungsi hutan lindung adalah menghancurkan ekosistem hutan (termasuk penghilangan vegetasi), meningkatnya laju erosi, aliran permukaan (run-off), sedimentasi dan rusaknya wilayah penangkap air (watershed areas) serta terganggunya tingkat stabilitas lahan dan berubahnya iklim mikro. Dampak lainnya berupa gangguan terhadap status biodiversity jenis-jenis tanaman lokal, habitat satwa dan rusaknya bentang alam yang asli (fragmentasi habitat) (Setiadi 2006). Menurut As‟ad (2005) kegiatan penambangan dapat mempengaruhi sifat fisika, kimia serta biologi tanah melalui pengupasan tanah lapisan atas, penambangan, pencucian serta pembuangan tailing. Penambangan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan akan menyebabkan terancamnya daerah sekitarnya dengan bahaya erosi dan tanah


(27)

longsor karena hilangnya vegetasi penutup tanah. Hilangnya vegetasi hutan akibat pertambangan dapat meningkatkan aliran permukaan (run off), vegetasi dapat merubah sifat fisika dan kimia tanah dalam hubungannya dengan air, dapat

mempengaruhi kondisi permukaan tanah, sehingga mempengaruhi besar kecilnya aliran permukaan (Asdak, 2004). Menurut Lau (1999) adanya aktivitas pertambangan dapat memunculkan lahan terganggu, rusaknya drainase dan habitat alami serta menimbulkan polusi.

Upaya mencegah kerusakan lingkungan yang lebih buruk dan berlanjut, maka perlu dilakukan rehabilitasi, reklamasi dan revegetasi lahan bekas tambang. Kepmenhutbun : 146/Kpts-II/1999 dijelaskan mengenai rehabilitasi lahan yaitu usaha memperbaiki, memulihkan kembali dan meningkatkan kondisi lahan yang rusak (kritis), agar dapat berfungsi secara optimal, baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air maupun sebagai unsur perlindungan alam lingkungan. Reklamasi adalah usaha memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi dalam kawasan hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan dan energi agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. Revegetasi adalah usaha atau kegiatan penanaman kembali lahan bekas tambang (Direktorat Jenderal Rehabilitasi Hutan dan Lahan Departemen Kehutanan 1997).

Kegiatan reklamasi dan atau rehabilitasi lahan wajib dilakukan oleh pengusaha tambang, sebagai tanggung jawab terhadap lingkungan. Hal ini berdasarkan pada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Produk hukum tersebut diantaranya UU No 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan, UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan: 146/Kpts-II/1999 tentang, Pedoman Reklamasi Bekas Tambang dalam Kawasan Hutan, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang, UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Kendala utama dalam melakukan kegiatan rehabilitasi dan revegetasi pada lahan-lahan terbuka pasca penambangan adalah kondisi lahan yang marginal. tanah yang memadat, minimnya kandungan unsur hara, potensi keracunan mineral, miskinnya bahan organik, status KTK (Kapasitas Tukar Kation) yang


(28)

rendah dan minimnya populasi dan aktivitas mikroba tanah potensial, merupakan faktor-faktor penyebab buruknya pertumbuhan tanaman dan rendahnya tingkat keberhasilan rehabilitasi (Setiadi 2006).

Strategi menyeluruh dalam merehabilitasi lahan bekas tambang sangat diperlukan diantaranya adalah perbaikan kondisi tanah yaitu dengan melakukan perbaikan ruang tumbuh, pemberian top-soil dan bahan organik serta pemupukan dasar dan pemberian kapur. Strategi dalam memilih spesies dimana secara ekologi, spesies tanaman lokal dapat beradaptasi dengan iklim setempat tetapi tidak untuk kondisi tanah. Diperlukan studi awal untuk melihat apakah spesies tersebut cocok dengan kondisi setempat, terutama untuk jenis-jenis yang cepat tumbuh. Menurut Lugo (1997) penanaman pohon-pohon akan memberi keuntungan bagi kegiatan rehabilitasi lahan, karena akan memungkinkan terjadinya suksesi “Jump-start” (permulaan yang sangat cepat), memberikan naungan dan modifikasi ekstrim dari kerusakan lahan. Keberhasilan dalam merestorasi lahan bekas tambang ditunjang oleh usaha-usaha seperti perbaikan lahan pra-tanam, pemilihan spesies yang sesuai, aplikasi teknik silvikultur yang benar dan penggunaan pupuk biologis.

Menurut Setiadi (2006) revegetasi mencakup re-establishment komunitas tumbuhan asli secara berkelanjutan untuk menahan erosi dan aliran permukaan, perbaikan biodiversitas dan pemulihan estetika lanskap. Pemulihan lanskap secara langsung menguntungkan bagi lingkungan melalui perbaikan habitat satwa liar,

biodiversitas, produktivitas tanah dan kualitas air. Ada beberapa model revegetasi lahan yang terdegradasi diantaranya adalah restorasi (memiliki aksentuasi pada fungsi proteksi dan konservasi serta bertujuan untuk kembali ke kondisi awal), reforestasi dan agroforestri (Setiadi 2006). Aktivitas dalam kegiatan revegetasi meliputi beberapa hal yaitu (i) seleksi dari tanaman lokal yang potensial, (ii) produksi bibit, (iii) penyiapan lahan, (iv) amandemen tanah, (v) teknik penanaman, (vi) pemeliharaan, dan (vii) program monitoring.

Revegetasi yang sukses tergantung pada pemilihan vegetasi yang adaptif, tumbuh sesuai dengan karakteristik tanah, iklim dan kegiatan pasca penambangan. Adapun vegetasi yang cocok untuk tanah berbatu adalah vegetasi yang termasuk dalam klasifikasi herba, pohon dan rumput yang cepat tumbuh, sehingga dapat


(29)

mengendalikan erosi tanah. Famili Leguminoceae termasuk salah satu contoh vegetasi lahan pacsa tambang yang mampu bersimbiosis dengan mikroorganisme tanah dan memfiksasi nitrogen (Vogel 1987).

Pada lahan bekas tambang, revegetasi merupakan sebuah usaha yang kompleks yang meliputi banyak aspek, tetapi juga memiliki banyak keuntungan. Beberapa keuntungan yang didapat dari revegetasi antara lain, menjaga lahan terkena erosi dan aliran permukaan yang deras, membangun habitat bagi satwaliar, membangun keanekaragaman jenis-jenis lokal, memperbaiki produktivitas dan kestabilan tanah, memperbaiki kondisi lingkungan secara biologis dan estetika serta menyediakan tempat perlindungan bagi jenis-jenis lokal dan plasma nutfah (Setiadi 2006).

2.2. Reklamasi dan Revegetasi Area Tambang PT. Newmont Nusa Tenggara

PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) atau yang dikenal juga dengan nama Tambang Batu Hijau merupakan salah satu perusahaan tambang terbesar yang berada di Nusa Tenggara Barat tepatnya di sebelah barat daya pulau Sumbawa kecamatan Jereweh dan Sekongkang, kabupaten Sumbawa. PT NNT mulai beroperasi penuh pada bulan Maret 2000 dengan melakukan penambangan terbuka (open pit mine) yaitu bukaan yang dibuat di permukaan tanah, bertujuan untuk mengambil bijih dan akan dibiarkan tetap terbuka (tidak ditimbun kembali) selama pengambilan bijih yang mengandung tembaga-emas. PT NNT menggunakan teknologi flotasi untuk menghasilkan konsentrat yang akan dikapalkan ke pabrik peleburan untuk memperoleh kandungan logamnya. Sejak tambang ini mulai beroperasi, telah melakukan reklamasi permanen secara kumulatif sejak awal operasi tambang Batu Hijau hingga akhir tahun 2009 adalah sebesar 689,43 hektar.

Reklamasi yang dilakukan PT NNT bertujuan untuk mengubah penggunaan lahan terganggu kepenggunaan yang produktif, sesuai peruntukannya. Menstabilkan secepatnya permukaan tanah lahan terganggu akibat konstruksi, penambangan, atau penimbunan batuan. Meminimalkan erosi dan sedimentasi dari lahan tereklamasi ke aliran air permukaan. Menumbuhkan kembali vegetasi asli yang lestari, sesuai dengan struktur dan keragaman yang ada


(30)

sebelum penambangan. Jika memungkinkan, membantu kembalinya spesies tanaman langka, berharga, atau memiliki arti penting bagi restorasi habitat satwa liar. Dampak positif potensial yang diharapkan adalah kembalinya hutan dan restorasi habitat satwa liar.

Revegetasi dengan operasional persemaian di PT NNT dilakukan dengan cara perbanyakan pohon asli Batu Hijau di persemaian. Semai diperoleh melalui cara generatif yaitu dengan perkecambahan biji dan secara vegetatif melalui pengumpulan semai dengan cabutan dan puteran serta dari produksi stek pucuk. Kegiatan persemaian meliputi pemindahan semai dari nursery shade ke hardening bed, pemupukan dan penyiraman. Sedangkan penanaman dilakukan dengan jarak tanam 2 x 3 meter. Semai yang di tanam terdiri dari 7 jenis pohon lokal klimaks dan lokal cepat tumbuh. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan membersihkan sekitar tanaman dari gulma untuk mengurangi persaingan antara tanaman pokok dengan tanaman penutup. Pemeliharaan tanaman dengan pemupukan bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Kriteria kesuksesan revegetasi adalah penutupan vegetasi > 65% penutupan efektip basal (basal effective cover) species tahunan dan > 85% penutupan vegetasi tajuk (aerial vegetative cover) species tahunan. Kerapatan dan keragaman species jenis pohon (1000 pohon / sampling per hektar dan > 10 species keragaman tanaman lokal (native species) per hektar dengan minimal 2 species A-stratum per hektar). Kegiatan pemantauan di daerah reklamasi meliputi perhitungan persentase tutupan efektif „basal‟ dan tutupan vegetasi „aerial‟, potensi permudaan, tiang pancang dan pohon serta jumlah dan keragaman spesies. Pemantauan reklamasi selama periode pelaporan terdiri dari inspeksi dan observasi lanjutan terhadap area yang telah di reklamasi, area kumulatif reklamasi sejak mulainya proyek Batu Hijau, area yang di reklamasi selama triwulan terakhir, lokasi timbunan tanah pucuk dan subsoil serta area reklamasi yang dianggap telah pulih kembali secara fungsional sesuai dengan tujuan program reklamasi yaitu untuk mengembalikan area bekas tambang agar mendekati kondisi semula, sehingga satwa liar setempat dapat kembali ke habitatnya (PT Newmont Nusa Tenggara, 2008).


(31)

2.3. Tinjauan Umum Collembola Tanah

2.3.1. Ciri-ciri Umum Collembola

Berdasarkan ukuran panjang tubuhnya, fauna tanah diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu mikrofauna, mesofauna dan makrofauna (Brown 1980

dalam Suhardjono 1985). Diantara ketiga kelompok tersebut mesofauna merupakan kelompok yang terpenting dalam lingkungan tanah. Collembola termasuk kelompok mesofauna yang ukuran panjangnya berkisar 0,25-8,00 mm dan ukuran terbesar yang hidup di tanah adalah ± 5 mm. Sebagai anggota Arthropoda, bagian-bagian tubuh Collembola tersusun atas ruas-ruas dan dapat dibedakan menjadi 3 bagian utama yaitu kepala, toraks dan abdomen. Ciri lainnya berupa antena beruas 4 dengan panjang bervariasi. Antena jantan kadang mengalami modifikasi sebagai organ penjepit. Antena mempunyai seta kemosensorik. Ujung antena bentuknya bervariasi. Toraks dibagi menjadi 3 ruas. Pada toraks terdapat tiga pasang tungkai. Masing-masing tungkai dibagi menjadi subkoksa, koksa, trokanter, femur, tibiotarsus dan pretarsus. Abdomen terdiri dari enam ruas . pada bagian vetral ruas pertama terdapat tabung ventral (kolofor), ruas ketiga terdapat retinakulum dan ruas keempat terdapat furka. Furka terdiri dari bagian basal, manubrium, sepasang dens dan mukro berduri atau berlamela. Celah genital jantan atau betina terdapat pada abdomen kelima, celah anal berada pada abdomen keenam (Greenslade 1996).

Collembola merupakan Hexapoda yang tubuhnya dilengkapi seta tetapi tidak bersayap (Apterigota). Bentuk tubuhnya bervariasi ada yang gilik, oval atau pipih dorsal-ventral. Warna tubuhnya bervariasi, putih, kuning, jingga, merah merona, hitam, abu-abu, dan bahkan ada yang berwarna polos, banyak pula yang berbentik atau bernoda, bergaris-garis warna tertentu pada bagian tubuh tertentu (Suhardjono 1992).

Menurut Greenslade (1991), Suhardjono (1992) dan Hopkin (1997) Collembola telah dikelompokkan ke dalam klas yang berbeda dengan insekta. Klas Collembola memiliki 3 ordo yaitu Arthropleona, Symphypleona dan Neelipleona. Ordo Arthropleona terdiri dari sub ordo Produromorpha dan Entomobryomorpha, sedangkan klasifikasi dua ordo yang lain tidak terdapat sub ordonya (Jordana & Arbea 1989).


(32)

Collembola dikenal juga dengan istilah Springtail (Ekor pegas) karena sifat dari ekor Collembola yang seperti pegas. Ekor pegas Collembola mempunyai struktur bercabang (furka) pada bagian ventral ruas abdomen keempat. Saat istirahat furka terlipat ke dapan dan dijepit oleh gigi retinakulum. Retinakulum atau tenakulum merupakan embelan berbentuk capit yang terdapat pada bagian ventral abdomen ke tiga. Ketika otot berkontraksi, furka kembali ke posisi tidak lentur kemudian akan memukul substrat sehingga mendorong Collembola tanah ke udara (Greenslade 1996).

Collembola tidak mengalami metamorphosis sempurna, tetapi hanya terjadi pergantian kulit sebanyak 5-6 kali. Bentuk pradewasa dan dewasa mirip satu dengan yang lainnya. Kedua bentuk stadia tersebut dibedakan oleh ukuran, jumlah seta dan tidak adanya organ genitalia atau bidang genitalia pada stadia pradewasa. Persamaan penampilan ini mempermudah pengenalan sampai taraf takson tertentu. Pergantian kulit tetap berlangsung meskipun telah mencapai kematangan alat reproduksi, Biasanya dapat berlangsung 3-12 kali. Kenyataan ini sering menimbulkan permasalahan dalam taksonomi, karena pergantian kulit tersebut Collembola mengalami perubahan nisbah ukuran organ-organ tertentu. Periode perkembangan pertumbuhan Collembola beravariasi bergantung pada jenisnya, berkisar dari beberapa hari sampai beberapa bulan (Suhardjono 1992).

Kebanyakan Collembola hidup di dalam tanah dan serasah (Suhardjono 1992). Collembola dapat juga hidup di tempat yang tersembunyi seperti pada jamur, reruntuhan pohon, di bawah kulit kayu, kayu-kayu yang membusuk, vegetasi tanaman, kanopi, gua guano kelelawar, laut, pesisir pantai dan air tawar (Greenslade et al. 2000; Rahmadi et al. 2004; Triplehorn dan Jhonson 2005).

2.3.2. Lingkungan Abiotik dan Biotik Collembola Tanah

Keberadaan Collembola tanah dipengaruhi faktor lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Faktor lingkungan abiotik dapat berupa faktor sifat fisik tanah dan sifat kimia tanah serta iklim. Sedangkan faktor lingkungan biotik berupa komposisi vegetasi, ketebalan serasah dan predator.

Faktor sifat fisik tanah diantaranya adalah suhu tanah, kelembaban tanah, ketinggian atau elevasi dan tekstur tanah. Suhu dan penguapan dapat


(33)

mempengaruhi komunitas Collembola tanah. Setiap kenaikan suhu lebih dari 4 oC di hutan pinus Latvia utara kekayaan spesies Collembola tanah mengalami penurunan (Jucevica & Meleis 2005). Menurut Christiansen (1964) dalam

Suhardjono (1992) pertumbuhan Collembola dipengaruhi oleh faktor luar yaitu suhu.

Kelembaban tanah memainkan peranan penting dalam penyebaran Collembola tanah. Menurut Holt (1985) kelembaban merupakan penyebab utama rendahnya tingkat populasi Collembola pada bulan-bulan kering. Beberapa spesies Collembola peka terhadap kelembaban tanah sehingga variasi komposisi spesies dan populasi berbeda (Imler 2004). Isotomurus palustris Muller dan

Tomocerus minor Lubbock banyak terdapat dalam keadan kelembaban tinggi (basah), sedangkan Hypogastrura armata Nicolet dan Folsomia quadrioculata

Tullberg lebih menyukai keadaan kering (Widyawati 2008). Dalam hubungannya dengan kelembaban Collembola tanah dimungkinkan untuk menjadi indikator keadaan air tanah. Kandungan air tanah akan mempengaruhi komposisi jenis tertentu dari komunitas Collembola dalam tanah (Ananthakrisna 1978 dalam

Suhardjono 1992). Menurut Takeda (1981) jika terjadi kekeringan atau kebanjiran, beberapa jenis Collembola melakukan migrasi ke lapisan tanah yang lebih dalam.

Tekstur merupakan sifat fisik tanah yang turut mempengaruhi kelimpahan Collembola tanah. Tekstur tanah berhubungan dengan persentase pasir, debu dan liat. Tektur tanah berpengaruh pada jumlah ruang pori di dalam tanah termasuk kadar air tanah. Kadar air di dalam tanah berpengaruh pada aktivitas dan distribusi fauna tanah (Brown 1980). Pertumbuhan Collembola tanah juga meningkat sejalan dengan naiknya proporsi tanah dan pasir di hutan, hal ini dapat dilihat dari jumlah N biomassa, total C dan total N, respirasi tanah dan bahan C organik (Kaneda dan Kaneko2004).

Faktor sifat kimia tanah seperti pH tanah, bahan organik, nitrat dan kandungan bahan kimia mempengaruhi keberadaan Collembola. Menurut Hazra & Choudhuri (1983) konsentrasi nitrat dan bahan organik tanah mempunyai korelasi positif terhadap sebaran populasi Collembola. Penurunan populasi dan keanekaragamn taksa Collembola juga terjadi pada tanah-tanah masam. Penyebab


(34)

banyaknya Collembola yang mati pada tanah yang masam dikarenakan teracuni oleh kation-kation yang larut dalam air tanah (Van Gestel & Mol 2003).

Penelitian Huston (1978) dalam Agus (2007) bahwa pH 5,3 menghasilkan fekuiditas terbaik dan lama hidup individu dewasa Collembola terpanjang. Menurut Loranger et al. (2001) Collembola yang hidup di dataran tinggi umumnya toleran terhadap pH yang rendah. Suhardjono et al. (2000) menyatakan bahwa saluran pencernaan Collembola (2/3 bagian depan ususnya) mempunyai pH 5,4 – 6,9 yang memungkinkan Collembola dapat mengakumulasi logam berat dalam tubuhnya. Geissen et al. (1997) mengungkapkan bahwa meningkatnya pH tanah yang diakibatkan oleh pemupukan dan pengapuran berdampak menurunkan keanekaragaman Collembola. Penggunaan pestisida dilaporkan oleh Framton (1997) berdampak negatif terhadap kelimpahan Collembola.

Lingkungan biotik seperti komposisi vegetasi berpengaruh secara tidak langsung terhadap Collembola. Menurut Rahmadi et al. (2004) keanekaragaman vegetasi secara tidak langsung berpengaruh pada keanekaragaman Collembola karena semakin tinggi keanekaragaman vegetasi akan semakin bervariasi pakan yang tersedia. Semakin tinggi variasi pakan semakin beragam organisme yang mengkonsumsi. Menurut Materna (2004) keanekaragaman dan kerapatan vegetasi penutup tanah yang tinggi berpengaruh meningkatkan jumlah pori makro tanah yang dapat dimanfaatkan oleh Collembola untuk tempat bersembunyi dari pemangsa. Disamping itu, keanekaragaman vegetasi penutup permukaan tanah dan kerapatannya dapat mengurangi terjadinya fluktuasi suhu dan kelembaban tanah yang ekstrim, sehingga merupakan relung yang disukai oleh Collembola (Hartzberg et al. 1994). Hagvar (1982) menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara keanekaragaman vegetasi dan Collembola yang hidup di bawahnya.

Ketebalan serasah merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberadaan Collembola tanah. Serasah merupakan sumber makanan dan tempat hidup bagi Collembola. Menurut (Wallwork 1970 dalam

Widyawati 2008) akumulasi serasah di permukaan tanah merupakan sumber makanan untuk berbagai organisme terutama organisme yang berperan dalam mendegradasi serasah. Disamping itu, kondisi serasah yang tebal dan lembab


(35)

menyediakan mikro habitat yang sesuai bagi Collembola tanah (Rahmadi et al. 2004).

Adanya predator turut mempengaruhi kelimpahan Collembola. Acarina atau Tungau merupakan kelompok predator penting yang menentukan ukuran populasi Collembola. Dilaporkan bahwa Acarina mampu memakan Collembola paling banyak 14 ekor/hari, tatapi pada umumnya paling sedikit 2 ekor/hari (Suhardjono 1992). Kelompok predator kedua adalah Pseudoscorpion, Staphylinidae, Carabidae dan Centipedes. Kelompok predator ketiga adalah semut, laba-laba dan hemiptera predator (Hopkin 1997). Populasi Collembola dan pemangsanya selalu berada dalam keadaan seimbang. Apabila tampak terjadi perubahan keseimbangan populasi Collembola dan pemangsanya berarti terjadi perubahan atau gangguan keadaan tanah (Suhardjono 1985).

2.3.3. Distribusi Collembola Tanah

Distribusi Collembola sangat luas karena dapat ditemukan diberbagai macam habitat seperti di daerah kutub, gurun, sub tropis dan daerah tropis (Greenslade 1996). Pemencaran Collembola juga bisa dengan bantuan partikel tanah dan bahan organik, bisa juga dengan bantuan angin atau air (Dunger et al. 2002 dalam Widyawati 2008). Collembola memiliki keanekaragaman pola sebaran, baik pada taraf suku, marga maupun jenis. Beberapa marga diketahui mempunyai sebaran terbatas, sedangkan beberapa jenis lainnya kosmopolitan.

Beberapa jenis Collembola yang hidup di darat bersifat endemik. Taraf endemisme untuk setiap jenis atau kelompok jenis berbeda. Salah satu faktor terjadinya endemisme yang cukup tinggi adalah adanya seleksi alam yang ketat. Menurut Suhardjono (1992) endemisme Collembola dapat dimanfaatkan apabila dikaitkan dengan keadaan tanah atau lingkungan setempat. Adanya endemisme atau kekhasan pemilihan habitat, tidak tertutup kemungkinan bahwa pada keadaan tanah tertentu dapat ditemukan jenis Collembola tertentu. Sebaliknya apabila diketahui komposisi jenis Collembola tertentu dapat diduga keadaan tanahnya. Namun pendayagunaan adanya endemisme ini harus didasarkan pengetahuan pengenalan jenis secara rinci.


(36)

Collembola teresterial sangat terpengaruh oleh sifat tanah (Chordhuri & Roy 1972 dalam Suhardjono 1992), sehingga pada keadaan tanah tertentu hanya dapat hidup kelompok Collembola tertentu pula. Cara pemencaran Collembola tanah terbatas, karena aktifitas perpindahan tempat terbatas dan tidak dapat mencapai jangkauan yang luas. Collembola tanah hanya dapat tersebar bersama tanah yang terbawa oleh sesuatu. Sebaliknya, pemencaran Collembola akuatik lebih mudah karena dapat mengikuti pola garak arus air (Suhardjono 1992).

Collembola tanah mempunyai keanekaragaman sebaran vertikal mengikuti kedalaman tanah. Lapisan tanah yang mengandung individu Collembola tanah paling tinggi adalah permukaan tanah (0-2,5 cm) yang mengandung banyak serasah dan humus. Pada lapisan ini paling banyak ditemukan jamur dan sisa bahan organik sebagai pakan Collembola tanah. Kedalaman tanah yang berbeda mempunyai keanekaragaman dan populasi Collembola tanah yang berbeda pula (Choudhuri & Roy 1972).

Kedalaman tanah juga menentukan ciri morfologi yang berkaitan dengan pemilihan habitat. Ukuran tubuh menentukan seleksi habitat yang dihuni Collembola tanah. Berkurangnya ukuran rongga-rongga tanah pada lapisan yang semakin dalam merupakan faktor pembatas bagi jenis yang berukuran tubuh besar (>5-6 mm) seperti Tomocerus varius, Homidia Sp, Isotomo sensibilis dan Sinella dubiosa (Takeda 1978 dalam Suhardjono 1992). Keanekaragaman dan ukuran populasi Collembola tanah pada setiap lapisan tanah masih ditentukan oleh banyak faktor diantaranya macam dan bentuk komunitas di lapisan atasnya.

2.3.4. Peranan Collembola Tanah

Collembola berperan di dalam siklus makanan sebagai perombak bahan organik atau detrivor (Brown 1980; Greenslade 1996; Hopkin 1997; Triplehorn & Jhonson 2005). Di dalam hidupnya Collembola memerlukan bakteri, hifa fungi, spora fungi, polen, bahan organik yang mati, mineral tanah, alga dan atau jasad renik lainnya sebagai sumber makanannya (Takeda & Ichimura 1983). Pada saluran pencernaan Collembola paling banyak mengkonsumsi fungi dan potongan bagian tumbuhan tinggi. Sehingga dari jenis pakan yang dikonsumsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Collembola berperan dalam perombakan sarasah dan


(37)

humus. Fungi yang dimakan Collembola tidak dicerna seluruhnya dan hanya lewat, dengan demikian, Collembola juga berperan sebagai penyebar fungi tanah (Poole 1959 dalam Suhardjono 1992).

Collembola di dalam tanah tumbuh pada mikoriza dan sebagai pengontrol penyakit fungi pada beberapa tanaman. Sebagian besar populasi Collembola sebagai pemakan mikoriza akar sehingga dapat merangsang pertumbuhan simbion dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Menurut Hopkin (1997) Collembola penting dalam merangsang atau menekan simbiosis mikrobial di sekitar akar tanaman. Collembola dapat meningkatkan sumber makanan secara langsung di dalam pembusukan akar atau secara tidak langsung di dalam pembentukan hifa fungi dekomposer (Sinka et al. 2007).

Pada saat mencari makan, Collembola bergerak kemana-mana. Biasanya, pada tubuhnya menempel jasad-jasad renik. sehingga selama pergerakannya berpindah tempat, Collembola membantu menyebarkan jasad renik. Penyebaran jasad renik ini merupakan peran Collembola yang penting. Dengan aktifitasnya Collembola membantu memperluas dan mempercepat perombakan bahan organik. Perombakan bahan organik ini akan berlangsung terus-menerus sampai terbentuknya tanah. Selama masih ada jasad renik Collembola masih aktif membantu penyebaran.

Collembola dapat dipakai sebagai indikator tingkat kesuburan tanah. Pada keadaan tanah yang berbeda, akan menunjukan angka populasi Collembola yang berbeda pula. Sehingga ukuran populasi suatu tempat dapat menunjukan sifat/keadaan tanah tempat tersebut (Suhardjono 1985). Collembola dapat digunakan sebagai bioindikator terhadap perlakuan herbisida karena mudah diidentifikasi dan dapat ditemukan dalam jumlah banyak. Penggunaan herbisida ternyata dapat menurunkan populasi Collembola. Penurunan populasi Collembola diikuti oleh penurunan populasi mikroarthropoda tanah lain yang memanfaatkan Collembola sebagai sumber pakan (Shinder et al. 1985).

Di areal tambang, populasi Collembola tanah berpotensi dipergunakan sebagai indikator kesuburan revegatasi tailing timah. Menurut Nurtjahya et al.


(38)

meningkatnya umur revegetasi, diduga berkorelasi dengan pertumbuhan tanaman, ketebalan serasah, peningkatan kesuburan tanah dan perbaikan mikroklimat.

2.4. Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem komputer yang ditujukan untuk pengumpulan, pemeriksaan, pemaduan dan analisis informasi yang berkaitan dengan permukaan bumi (Rind 1988). SIG menggabungkan analisis spasial dengan penjabaran deskriptif sehingga dalam perkembangannya SIG banyak digunakan sebagai alat ataupun cara pandang dalam menyelesaikan permasalahan di berbagai bidang. Informasi yang dihasilkan dalam SIG memberikan gambaran yang komprehensif, menyeluruh, sekaligus memberikan kemudahan dalam pendekatan terhadap fenomena. SIG menggunakan peta digital dan data atribut sebagai dasar berbagai analisisnya. Awalin & Sukojo (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan SIG memberikan kemudahan bagi pengguna maupun pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan yang akan diambil, khususnya kebijakan yang berkaitan dengan aspek spasial.

SIG dapat diaplikasikan untuk keperluan inventori dan monitoring pengelolalaan hutan. Kendala utama dalam inventori dan monitoring adalah keterbatasan dalam pengambilan data, karena luasnya area, sulitnya mencapai area, panjangnya waktu yang diperlukan dan keterbatasan sumber daya manusia. Melalui pemanfaatan SIG diharapkan dapat menjangkau area yang luas dengan dukungan frekuensi yang cukup tinggi merupakan sebuah terobosan dalam aspek inventori dan monitoring. Pemodelan hutan secara spasial menggunakan SIG sangat membantu dalam perencanaan dan strategi penebangan, serta dalam upaya untuk merehabilitasi hutan. SIG bisa membantu masalah rehabilitasi hutan dalam tahap penelitian dan pemetaan lokasi, pemilihan spesies yang cocok, lokasi pembibitan dan infrastruktur lain dan juga dalam tahap monitoring dan evaluasi (Puntodewo et al. 2003). SIG juga dapat diaplikasikan untuk memonitoring pergerakan satwa, melihat sebaran serangga, membuat model kesesuaian habitat flora dan fauna serta untuk memantau keberhasilan revegetasi dan tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan. Muntasib (2002) mengaplikasikan SIG untuk menemukan pola penggunaan ruang habitat badak jawa berdasarkan


(39)

komponen fisik, biologi dan sosial di Taman Nasional Ujung Kulon. Dewi (2005) menganalisis tingkat kesesuaian habitat owa jawa (Hylobates moloch) dengan SIG dan Puspaningsih (2011) mengaplikasikan SIG untuk monitoring reforestrasi kawasan pertambangna Nikel di Surowako Sulawesi Selatan.

Dalam kegiatan pemetaan ada tiga dimensi data yang digunakan, yaitu spasial, tematik dan temporal, dengan uraian sebagai berikut:

1. Dimensi spasial adalah merupakan data yang diamati dan diidentifikasi menurut lokasi geografis yang digambarkan dalam satuan entity/keberadaan. 2. Dimensi tematik adalah data atribut sebagai informasi yang terhubung dengan

data spasial. Data tersebut merupakan karakteristik dari suatu entity atau lokasi sehingga dapat diiterpretasikan sebagai peta yang mempunyai tema tertentu (peta tematik). Contoh: nama jalan, nama kabupaten, jumlah populasi, luas serangan, dan jarak.

3. Data temporal merupakan pengukuran entity berdasarkan waktu. Sehingga memungkinkan dilakukan suatu penilaian mengenai perubahan kejadian. Pengamatan-pengamatan yang dilakukan secara multitemporal memungkinkan adanya penilaian perubahan, perkembangan, hubungan keterkaitan, serta prediksi/peramalan.

Dari ketiga dimensi data di atas secara sederhana dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis data, yaitu data spasial dan non spasial.

1. Data spasial adalah data yang menyangkut ruang atau wilayah yang terukur dalam bentuk peta luasan/penyebaran. Contoh: peta pewilayahan curah hujan, peta kontur, dan peta system lahan.

2. Data non-spasial adalah data numerik atau tekstual yang menyertai dan terhubung dengan lokasi tertentu sebagai atribut. Contoh: data laporan PHP seperti luas serangan dan populasi OPT, serta data curah hujan sebagai atribut wilayah pengamatan, namun tidak terukur secara tepat, baik luas, batas maupun posisi geografisnya.

Data spasial secara sederhana dapat diartikan sebagai data yang memiliki referensi keruangan (geografi). Setiap bagian dari data tersebut selain memberikan gambaran tentang suatu fenomena, juga selalu dapat memberikan informasi mengenai lokasi dan juga persebaran dari fenomena tersebut dalam suatu ruang


(40)

(wilayah). Apabila dikaitkan dengan cara penyajian data, maka peta merupakan bentuk/cara penyajian data spasial yang paling tepat. Penyajian data dalam bentuk peta pada dasarnya dilakukan dengan mengikuti kaidah-kaidah kartografis yang pada intinya menekankan pada kejelasan informasi tanpa mengabaikan unsur estetika dari peta sebagai sebuah karya seni. Kaidah-kaidah kartografis yang diperlukan dalam pembuatan suatu peta diaplikasikan dalam proses visualisasi data spasial dan penyusunan tata letak (layout) suatu peta.

2.4.1. Analisis Spasial

Analisis spasial adalah proses mengekstraksi atau membuat informasi baru tentang feature geografis (Jaya 2002). Menurut Johnston (1994) analisis spasial merupakan prosedur kuantitatif yang dilakukan pada analisis lokasi. Tujuan utama analisis spasial adalah menghasilkan informasi-informasi yang dapat dipakai untuk mendukung pengambilan keputusan (decision making). Analisis spasial berguna untuk melakukan peramalan, pendugaan dan pemecahan masalah tertentu. Disamping itu, kemudahan akses, manipulasi dan duplikasi data menyebabkan analisis data spasial menjadi mudah dilakukan (Budianto 2010). Menurut Jaya (2002) analisis spasial sering juga disebut dengan pemodelan atau modeling adalah proses pengujian dan interpretasi hasil dari model. Analisis spasial ini adalah proses mengekstraksi atau membuat informasi baru tentang feature geografis.

DeMers & Michael (1997) menyebutkan bahwa analisis spasial mengarah pada banyak macam operasi dan konsep termasuk perhitungan sederhana, klasifikasi, penataan, tumpang susun geometris, dan pemodelan kartografis. Sedangkan Metode Analisis Spasial yaitu metoda penelitian yang menjadikan peta, sebagai model yang merepresentasikan dunia nyata yang diwakilinya, sebagai suatu media analisis guna mendapatkan hasil-hasil analisis yang memiliki atribut keruangan. Analisis spasial ini penting untuk mendapatkan gambaran keterkaitan di dalam permasalahan antar-wilayah dalam wilayah studi.

Data spasial diperlukan pada saat harus mempresentasikan atau menganalisis berbagai informasi yang berkaitan dengan dunia nyata. Pengambilan data yang sebanyak mungkin dari dunia nyata tersebut dapat menjelaskan tentang


(41)

variasi fenomena serta lokasi fenomena tersebut berada. Dunia nyata yang begitu luas pada kenyataannya tidak mungkin diambil secara utuh menjadi data spasial. Dengan demikian data spasial adalah sebuah gambaran sederhana dari dunia nyata. Dalam system informasi geografis, data spasial menggambarkan sebaran lokasi dan fenomena (Budianto 2010). Digitasi merupakan salah satu cara untuk memperoleh data spasial. Sedangkan perolehan data spasial lain yang bersifat pengukuran teresterial sering dilakukan menggunakan theodolith, GPS dan citra satelit.

Fungsi analisis data spasial terdiri dari seleksi dan manipulasi data spasial. Fungsi seleksi data spasial meliputi operasi yang diperlukan untuk menentukan kumpulan variabel bagian lokasi dari database spasial. Kemampuan ini seperti memperbesar, memperkecil, query dan menampilkan peta. Manipulasi data spasial merupakan semua fungsi operasi untuk membuat data spasial baru. Operasi ini dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar yaitu interpolasi, penggabungan tabel dan overlay. Menurut Prahasta (2005) fungsi analisis spasial adalah menampilkan data grid ketinggian, menampilkan histogram data grid, menurunkan peta kemiringan, menurunkan peta garis kontur, menurunkan

hillshade dan aspek, membuat peta jarak, klasifikasi, konversi format raster grid

ke vector, konversi format vector ke raster grid, membuat grid permukaan, analisis proximity, resume statistic dan histogram raster grid, analisa fungsi densitas, pemilihan unsur-unsur pada raster grid, fungsi dan operator matematika pada raster grid.

Analisis spasial dilakukan dengan menumpang susunkan (overlay) beberapa data spasial untuk menghasilkan unit pemetaan baru yang akan digunakan sebagai unit analisis. Pada setiap unit analisis tersebut dilakukan analisis terhadap data atributnya yang tak lain adalah data tabular, sehingga analisisnya disebut juga analisis tabular. Hasil analisis tabular selanjutnya dikaitkan dengan data spasialnya untuk menghasilkan data spasial yang diinginkan.

2.4.2. Pemodelan Spasial

Pemodelan dalam SIG diartikan sama dengan analisis. Sebagaimana diuraikan secara implisit dalam definisi analisis, pemodelan mempunyai makna


(42)

yang sama dengan SIG, perbedaannya adalah bahwa pemodelan mempunyai ruang lingkup yang lebih sempit dibandingkan dengan analisis. Pemodelan merupakan suatu proses yang dapat berupa simulasi, prediksi maupun deskripsi. Pemodelan spasial adalah suatu proses untuk melihat karakteristik dari sejumlah

layer untuk setiap lokasi dalam rangka memecahkan masalah. Nilai dari masing-masing grid saling tumpang tindih dengan nilai dari cover lainnya yang menggambarkan atribut dari masing-masing lokasi (Jaya 2006).

Tujuan dari pembuatan model adalah membantu dalam pengambilan keputusan ataupun analisis untuk memahami, menggambarkan dan memperkirakan bagaimana suatu proses bekerja dalam dunia nyata melalui penyederhanaan fenomena maupun feature. Hasil dari permodelan ini dapat digunakan untuk mengambil suatu keputusan, melakukan kegiatan ilmiah atau memberi informasi umum (Jaya 2006).

Aplikasi pemodelam spasial sudah banyak dilakukan dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya alam diantaranya untuk mengetahui tingkat keberhasilan reforestrasi dan menentukan indikator kunci tingkat keberhasilan reforestrasi (Puspaningsih, 2011), memprediksi umur dan luas area panen atau produksi panen tanaman padi sawah irigasi (Sitanggang et al. 2006), menyusun model perubahan penggunaan lahan dan arah arah penggunaan lahan yang berwawasan lingkungan (Munihab, 2008) dan mendapatkan faktor-faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan (Samsuri, 2008; Kayoman, 2010).

Ada 3 kategori fungsi pemodelan data spasial yang diterapkan pada obyek-obyek data geografis dalam SIG, berdasarkan prosedur analisisnya, yaitu:

1. Model geometrik (geometric model):membuat buffer, menghitung luas (area), keliling (perimeter) dan menghitung jarak Euclidean antar obyek.

2. Model koinsidensi (coincidence model): overlay poligon (identity, union dan intersection), clipping dan pengurangan (erasing) serta updating.

3. Model kedekatan (adjacently model): pathtonding, redistriciting dan alokasi

Berdasarkan proses/teknik analisisnya, pemodelan dikelompokkan atas : 1. Pemodelan kartografi (cartographic modeling). Pada pemodelan ini


(43)

perencanaan yang teliti untuk menderivasi data-data yang diharapkan dan bagaimana cara menggunakannya.

2. Pemodelan simulasi. Pemakai mencoba untuk melakukan simulasi terhadap fenomena yang kompleks menggunakan kombinasi informasi spasial dan non-spasial. Aspek ini memerlukan keahlian bagaimana suatu model dibangun sebagai contoh adalah evaluasi kesesuaian habitat satwa liar. Para ahli dapat menggunakan layer spasial yang mencakup informasi tentang vegetasi, elevasi, aspek, slope, kepemilikan, jalan dan aliran sungai, selanjutnya dilakukan pembobotan (prioritas layer). Model tersebut dapat digunakan untuk menentukan areal yang baik untuk habitat atau areal yang perlu diperbaiki. 3. Pemodelan prediktif (Predictive modeling). Pada pemodelan ini biasanya

menggunakan tehnik statistik, umumnya analisis regresi untuk menyusun suatu model. Tahap pertama adalah mengumpulkan informasi tentang penomena yang diamati, selanjutnya satu set informasi tersebut digunakan untuk membangun suatu model dengan melihat masing-masing layer dari informasi spasial dan masing-masing komponen dari informasi non-spasial.


(44)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian lapangan dilakukan di lahan tambang PT. Newmont Nusa Tenggara yaitu pada seluruh area yang telah direvegtasi yaitu East dump (2001, 2002, 2003, 2004, 2008) dan Tongoloka dump (2005, 2006, dan 2007) serta hutan lindung sebagai kontrol. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Universitas Mataram. Sortasi dan Identifikasi Collembola tanah dilakukan di Laboratorium lapangan dan Laboratorium Zoologi LIPI Cibinong. Analisis spasial dilakukan di Laboratorium Remote Sensing dan GIS Fakultas Kehutanan IPB Bogor.

3.2. Alat dan Bahan

Peralatan yang dibutuhkan untuk pengambilan parameter vegetasi yaitu kamera digital, pita meteran, data sheet dan kantong sampel vegetasi. Peralatan untuk pengambilan sampel tanah yaitu bor tanah, Soil tester, kantong sampel tanah, kuadran sample dan pisau sampel tanah. Peralatan untuk mengukur iklim mikro dan elevasi berupa termometer dan higrometer serta altimeter. Peralatan pengambilan parameter serangga yang diperlukan yaitu mikroskop, botol filem, kain belacu, kantong sampel serasah dan tanah, kuadran sample, alkohol 96% dan data sheet. Peralatan untuk analisis spasial adalah peta digital, GPS, komputer dengan software Arcview GIS 3.2.

3.3. Jenis Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi : a) data vegetasi, b) data sifat fisik dan kimia tanah c) data Acarina dan Collembola tanah. Data sekunder yang dikumpulkan adalah data elevasi atau ketinggian tempat dan data spasial berupa peta digital area revegetasi tambang PT Newmont Nusa Tenggara.


(45)

(46)

MULAI

SIFAT FISIK TANAH

PREDATOR ACARINA

COLLEMBOLA

TANAH SIFAT

KIMIA TANAH

PENGUJIAN HUBUNGAN ANTAR PEUBAH

PENENTUAN BOBOT DAN SKOR

PENYUSUNAN MODEL VALIDASI

AKURASI MODEL

MODEL MONITORING DAN INDIKATOR KUNCI

SELESAI YA

TIDAK PENENTUAN KRITERIA DAN

INDIKATOR

PENGUMPULAN DATA LAPANGAN

PETA DIGITAL

OVERLAY DIGITASI INTERPOLASI

ANALISIS DATA VEGETASI

DAN SERASAH


(47)

Gambar 4. Struktur hirarki kriteria dan indikator kelimpahan Collembola tanah

KANDUNGAN BAHAN ORGANIK

INDEKS KEBERHASILAN REVEGETASI DARI ASPEK KESUBURAN TANAH

KAPASITAS ABSORBSI

SIFAT KIMIA TANAH SIFAT FISIK

TANAH

KOMPOSISI

VEGETASI SERASAH PREDATOR

SUHU TANAH

KELEMBABAN TANAH TEKSTUR

TANAH ELEVASI

PH TANAH

C- ORGANIK

KTK

KERAPATAN JENIS JUMLAH

JENIS

KETEBALAN SERASAH

JUMLAH ACARINA

KRITERIA

INDIKATOR

VERIFIER TUJUAN

KANDUNGAN LIAT TINGKAT KEJENUHAN

BASA


(48)

3.4. Metode

Peta lokasi penelitian dan titik-titik plot pengamatan dapat dilihat pada Gambar 2. Seluruh tahapan penelitian mulai dari persiapan, pengumpulan data, hingga terbangunnya model dapat dilihat pada Gambar 3.

3.4.1. Persiapan

Pada tahap ini, kegiatan penelitian terdiri dari pengumpulan data sekunder, studi pustaka untuk memperoleh informasi awal tentang daerah penelitian, konsultasi awal (penulisan dan perbaikan usulan penelitian), perizinan penelitian dan persiapan peralatan penelitian.

3.4.2. Penentuan Kriteria dan Indikator Kelimpahan Collembola Tanah

Pada penelitian ini, dibuat kriteria dan indikator yang mempengaruhi kelimpahan Collembola tanah pada area tambang yang di revegetasi yaitu faktor lingkungan abiotik dan faktor lingkungan biotik. Faktor lingkungan abiotik terdiri dari sifat fisik tanah dan sifat kimia tanah. Sedangkan faktor lingkungan biotiknya adalah komposisi vegetasi, ketebalan serasah dan musuh alami. Secara lengkap struktur hirarki kriteria dan indikatornya disajikan pada Gambar 4.

3.4.3. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari hasil pengukuran di lapangan. Pada survey lapangan juga dilakukan pengukuran posisi geografis dari Ground Control Point (GCP). Penentuan titik plot menggunakan metode systematic sampling with radom

dengan jarak antar plot 200 m. Pada masing-masing lokasi penelitian terdapat 5 titik plot dengan 1 kali ulangan di setiap titik plot. Parameter yang diamati adalah parameter-parameter yang diduga mempengaruhi kelimpahan Collembola tanah diantaranya adalah parameter lingkungan abiotik dan parameter lingkungan biotik.


(49)

3.4.3.1. Parameter Lingkungan Abiotik

1. Sifat fisik tanah

Sifat fisik tanah yang diukur langsung di lapangan adalah elevasi, suhu tanah, kelembaban tanah sedangkan tekstur tanah nilainya diperoleh dari hasil analisis di laboratorium.

2. Sifat kimia tanah

Sifat kimia tanah yang diukur adalah pH lapangan, pH (H2O), C-organik

dan KTK. Pengambilan sampel tanah di lapangan dilakukan dengan metode komposit yaitu mengambil contoh tanah pada titik–titik plot sampel disetiap lokasi penelitian, kemudian contoh tanah tersebut disatukan dan dicampur sampai merata, selanjutnya dianalisis berdasarkan lokasinya.

3.4.3.2. Parameter Lingkungan Biotik

1. Pengamatan Komposisi Vegetasi

Kegiatan pengamatan pada setiap plot dilakukan dengan menggunakan metode garis berpetak yaitu dengan cara melompat satu atau lebih petak-petak dalam jalur sehingga sepanjang garis rintisan terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama (Kusmana 1997). Ukuran petak contoh disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan bentuk tumbuhannya. Komposisi vegetasi yang dihitung diantaranya adalah jumlah jenis dan persentase kerapatan (density).

2. Serasah

Ketebalan serasah pada masing-masing plot sampel diukur dengan menggunakan mistar (penggaris) untuk mengatahui tebal tipisnya serasah pada masing-masing lokasi pengamatan.

3. Predator (Acarina tanah)

Predator Collembola yang dipilih adalah kelompok Acarina karena merupakan kelompok predator yang paling berpengaruh. Jumlah Acarina tanah dihitung berdasarkan jumlah yang diperoleh setelah dilakukan sortasi terlebih dahulu dengan serangga lainnnya.


(1)

Model 5

Regression Analysis: Skor Collembola versus SKOR KIMIA [C-Organik] The regression equation is

Skor Collembola = 0.879 SKOR KIMIA [C-Organik]

Predictor Coef SE Coef T P Noconstant

SKOR KIMIA [C-Organik] 0.87904 0.03177 27.67 0.000

S = 8.91245 PRESS = 2155.97

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 60794 60794 765.36 0.000 Residual Error 25 1986 79

Total 26 62780

Unusual Observations SKOR KIMIA Skor

Obs [C-Organik] Collembola Fit SE Fit Residual St Resid 1 46 10.00 40.44 1.46 -30.44 -3.46R 25 100 100.00 87.90 3.18 12.10 1.45 X 26 100 100.00 87.90 3.18 12.10 1.45 X R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.


(2)

Lampiran 10 Hasil uji akurasi tingkat keberhasilan revegetasi model 1 sampai

model 5

a. Model 1 CLAS

S C1 C2 C3

TOT_RO W

PROD_AC C

SUMMAR Y

c1 17.00 2.00 0.00 19.00 89.47 0.0000000

c2 0.00 0.00 7.00 7.00 0.00 0.0000000

c3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.0000000

To 17.00 2.00 7.00 26.00 0.00 0.0000000

Us 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.0000000

== 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.0000000

Av 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Av 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 33.3333333

Av 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 65.3846154

Ka 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.3097345

Va 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.0093602

Q1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.6538462

Q2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.4985207

Q3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.9053254

Q4 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.3817706

V1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.8999922

V2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 -1.3911383


(3)

b. Model 2 CLAS

S C1 C2 C3

TOT_RO W

PROD_AC C

SUMMAR Y

c1 19.00 0.00 0.00 19.00 100.00 0.0000000

c2 0.00 1.00 6.00 7.00 14.29 0.0000000

c3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.0000000

To 19.00 1.00 6.00 26.00 0.00 0.0000000

Us 100.00 100.00 0.00 0.00 0.00 0.0000000

== 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.0000000

Av 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Av 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 66.6666667

Av 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 76.9230769

Ka 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.4935065

Va 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.0081670

Q1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.7692308

Q2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.5443787

Q3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.0798817

Q4 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.6223259

V1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.8551189

V2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 -1.1827294

V3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.5399516


(4)

c. Model 3 CLAS

S C1 C2 C3

TOT_RO W

PROD_AC C

SUMMAR Y

c1 19.00 0.00 0.00 19.00 100.00 0.0000000

c2 0.00 1.00 6.00 7.00 14.29 0.0000000

c3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.0000000

To 19.00 1.00 6.00 26.00 0.00 0.0000000

Us 100.00 100.00 0.00 0.00 0.00 0.0000000

== 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.0000000

Av 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Av 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 66.6666667

Av 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 76.9230769

Ka 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.4935065

Va 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.0081670

Q1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.7692308

Q2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.5443787

Q3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.0798817

Q4 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.6223259

V1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.8551189

V2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 -1.1827294

V3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.5399516


(5)

d. Model 4 CLAS

S C1 C2 C3

TOT_RO W

PROD_AC C

SUMMAR Y

c1 19.00 0.00 0.00 19.00 100.00 0.0000000

c2 0.00 0.00 7.00 7.00 0.00 0.0000000

c3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.0000000

To 19.00 0.00 7.00 26.00 0.00 0.0000000

Us 100.00 0.00 0.00 0.00 0.0000000

== 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.0000000

Av 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Av 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Av 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 73.0769231

Ka 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.4222222

Va 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.0054592

Q1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.7307692

Q2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.5340237

Q3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.0680473

Q4 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.6390533

V1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.9061023

V2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 -1.5303061

V3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.7661422


(6)

e. Model 5 CLAS

S C1 C2 C3

TOT_RO W

PROD_AC C

SUMMAR Y

c1 19.00 0.00 0.00 19.00 100.00 0.0000000

c2 0.00 0.00 7.00 7.00 0.00 0.0000000

c3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.0000000

To 19.00 0.00 7.00 26.00 0.00 0.0000000

Us 100.00 0.00 0.00 0.00 0.0000000

== 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.0000000

Av 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Av 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Av 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 73.0769231

Ka 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.4222222

Va 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.0054592

Q1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.7307692

Q2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.5340237

Q3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.0680473

Q4 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.6390533

V1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.9061023

V2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 -1.5303061