Peranan Collembola Tanah Tinjauan Umum Collembola Tanah

18 humus. Fungi yang dimakan Collembola tidak dicerna seluruhnya dan hanya lewat, dengan demikian, Collembola juga berperan sebagai penyebar fungi tanah Poole 1959 dalam Suhardjono 1992. Collembola di dalam tanah tumbuh pada mikoriza dan sebagai pengontrol penyakit fungi pada beberapa tanaman. Sebagian besar populasi Collembola sebagai pemakan mikoriza akar sehingga dapat merangsang pertumbuhan simbion dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Menurut Hopkin 1997 Collembola penting dalam merangsang atau menekan simbiosis mikrobial di sekitar akar tanaman. Collembola dapat meningkatkan sumber makanan secara langsung di dalam pembusukan akar atau secara tidak langsung di dalam pembentukan hifa fungi dekomposer Sinka et al. 2007. Pada saat mencari makan, Collembola bergerak kemana-mana. Biasanya, pada tubuhnya menempel jasad-jasad renik. sehingga selama pergerakannya berpindah tempat, Collembola membantu menyebarkan jasad renik. Penyebaran jasad renik ini merupakan peran Collembola yang penting. Dengan aktifitasnya Collembola membantu memperluas dan mempercepat perombakan bahan organik. Perombakan bahan organik ini akan berlangsung terus-menerus sampai terbentuknya tanah. Selama masih ada jasad renik Collembola masih aktif membantu penyebaran. Collembola dapat dipakai sebagai indikator tingkat kesuburan tanah. Pada keadaan tanah yang berbeda, akan menunjukan angka populasi Collembola yang berbeda pula. Sehingga ukuran populasi suatu tempat dapat menunjukan sifatkeadaan tanah tempat tersebut Suhardjono 1985. Collembola dapat digunakan sebagai bioindikator terhadap perlakuan herbisida karena mudah diidentifikasi dan dapat ditemukan dalam jumlah banyak. Penggunaan herbisida ternyata dapat menurunkan populasi Collembola. Penurunan populasi Collembola diikuti oleh penurunan populasi mikroarthropoda tanah lain yang memanfaatkan Collembola sebagai sumber pakan Shinder et al. 1985. Di areal tambang, populasi Collembola tanah berpotensi dipergunakan sebagai indikator kesuburan revegatasi tailing timah. Menurut Nurtjahya et al. 2008 densitas populasi Collembola yang meningkat seiring dengan 19 meningkatnya umur revegetasi, diduga berkorelasi dengan pertumbuhan tanaman, ketebalan serasah, peningkatan kesuburan tanah dan perbaikan mikroklimat.

2.4. Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis SIG merupakan suatu sistem komputer yang ditujukan untuk pengumpulan, pemeriksaan, pemaduan dan analisis informasi yang berkaitan dengan permukaan bumi Rind 1988. SIG menggabungkan analisis spasial dengan penjabaran deskriptif sehingga dalam perkembangannya SIG banyak digunakan sebagai alat ataupun cara pandang dalam menyelesaikan permasalahan di berbagai bidang. Informasi yang dihasilkan dalam SIG memberikan gambaran yang komprehensif, menyeluruh, sekaligus memberikan kemudahan dalam pendekatan terhadap fenomena. SIG menggunakan peta digital dan data atribut sebagai dasar berbagai analisisnya. Awalin Sukojo 2003 menyatakan bahwa pemanfaatan SIG memberikan kemudahan bagi pengguna maupun pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan yang akan diambil, khususnya kebijakan yang berkaitan dengan aspek spasial. SIG dapat diaplikasikan untuk keperluan inventori dan monitoring pengelolalaan hutan. Kendala utama dalam inventori dan monitoring adalah keterbatasan dalam pengambilan data, karena luasnya area, sulitnya mencapai area, panjangnya waktu yang diperlukan dan keterbatasan sumber daya manusia. Melalui pemanfaatan SIG diharapkan dapat menjangkau area yang luas dengan dukungan frekuensi yang cukup tinggi merupakan sebuah terobosan dalam aspek inventori dan monitoring. Pemodelan hutan secara spasial menggunakan SIG sangat membantu dalam perencanaan dan strategi penebangan, serta dalam upaya untuk merehabilitasi hutan. SIG bisa membantu masalah rehabilitasi hutan dalam tahap penelitian dan pemetaan lokasi, pemilihan spesies yang cocok, lokasi pembibitan dan infrastruktur lain dan juga dalam tahap monitoring dan evaluasi Puntodewo et al. 2003. SIG juga dapat diaplikasikan untuk memonitoring pergerakan satwa, melihat sebaran serangga, membuat model kesesuaian habitat flora dan fauna serta untuk memantau keberhasilan revegetasi dan tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan. Muntasib 2002 mengaplikasikan SIG untuk menemukan pola penggunaan ruang habitat badak jawa berdasarkan 20 komponen fisik, biologi dan sosial di Taman Nasional Ujung Kulon. Dewi 2005 menganalisis tingkat kesesuaian habitat owa jawa Hylobates moloch dengan SIG dan Puspaningsih 2011 mengaplikasikan SIG untuk monitoring reforestrasi kawasan pertambangna Nikel di Surowako Sulawesi Selatan. Dalam kegiatan pemetaan ada tiga dimensi data yang digunakan, yaitu spasial, tematik dan temporal, dengan uraian sebagai berikut: 1. Dimensi spasial adalah merupakan data yang diamati dan diidentifikasi menurut lokasi geografis yang digambarkan dalam satuan entitykeberadaan. 2. Dimensi tematik adalah data atribut sebagai informasi yang terhubung dengan data spasial. Data tersebut merupakan karakteristik dari suatu entity atau lokasi sehingga dapat diiterpretasikan sebagai peta yang mempunyai tema tertentu peta tematik. Contoh: nama jalan, nama kabupaten, jumlah populasi, luas serangan, dan jarak. 3. Data temporal merupakan pengukuran entity berdasarkan waktu. Sehingga memungkinkan dilakukan suatu penilaian mengenai perubahan kejadian. Pengamatan-pengamatan yang dilakukan secara multitemporal memungkinkan adanya penilaian perubahan, perkembangan, hubungan keterkaitan, serta prediksiperamalan. Dari ketiga dimensi data di atas secara sederhana dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis data, yaitu data spasial dan non spasial. 1. Data spasial adalah data yang menyangkut ruang atau wilayah yang terukur dalam bentuk peta luasanpenyebaran. Contoh: peta pewilayahan curah hujan, peta kontur, dan peta system lahan. 2. Data non-spasial adalah data numerik atau tekstual yang menyertai dan terhubung dengan lokasi tertentu sebagai atribut. Contoh: data laporan PHP seperti luas serangan dan populasi OPT, serta data curah hujan sebagai atribut wilayah pengamatan, namun tidak terukur secara tepat, baik luas, batas maupun posisi geografisnya. Data spasial secara sederhana dapat diartikan sebagai data yang memiliki referensi keruangan geografi. Setiap bagian dari data tersebut selain memberikan gambaran tentang suatu fenomena, juga selalu dapat memberikan informasi mengenai lokasi dan juga persebaran dari fenomena tersebut dalam suatu ruang