Reklamasi dan Revegetasi Lahan Tambang

8 longsor karena hilangnya vegetasi penutup tanah. Hilangnya vegetasi hutan akibat pertambangan dapat meningkatkan aliran permukaan run off, vegetasi dapat merubah sifat fisika dan kimia tanah dalam hubungannya dengan air, dapat mempengaruhi kondisi permukaan tanah, sehingga mempengaruhi besar kecilnya aliran permukaan Asdak, 2004. Menurut Lau 1999 adanya aktivitas pertambangan dapat memunculkan lahan terganggu, rusaknya drainase dan habitat alami serta menimbulkan polusi. Upaya mencegah kerusakan lingkungan yang lebih buruk dan berlanjut, maka perlu dilakukan rehabilitasi, reklamasi dan revegetasi lahan bekas tambang. Kepmenhutbun : 146Kpts-II1999 dijelaskan mengenai rehabilitasi lahan yaitu usaha memperbaiki, memulihkan kembali dan meningkatkan kondisi lahan yang rusak kritis, agar dapat berfungsi secara optimal, baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air maupun sebagai unsur perlindungan alam lingkungan. Reklamasi adalah usaha memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi dalam kawasan hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan dan energi agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. Revegetasi adalah usaha atau kegiatan penanaman kembali lahan bekas tambang Direktorat Jenderal Rehabilitasi Hutan dan Lahan Departemen Kehutanan 1997. Kegiatan reklamasi dan atau rehabilitasi lahan wajib dilakukan oleh pengusaha tambang, sebagai tanggung jawab terhadap lingkungan. Hal ini berdasarkan pada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Produk hukum tersebut diantaranya UU No 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan, UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan: 146Kpts-II1999 tentang, Pedoman Reklamasi Bekas Tambang dalam Kawasan Hutan, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang, UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Kendala utama dalam melakukan kegiatan rehabilitasi dan revegetasi pada lahan-lahan terbuka pasca penambangan adalah kondisi lahan yang marginal. tanah yang memadat, minimnya kandungan unsur hara, potensi keracunan mineral, miskinnya bahan organik, status KTK Kapasitas Tukar Kation yang 9 rendah dan minimnya populasi dan aktivitas mikroba tanah potensial, merupakan faktor-faktor penyebab buruknya pertumbuhan tanaman dan rendahnya tingkat keberhasilan rehabilitasi Setiadi 2006. Strategi menyeluruh dalam merehabilitasi lahan bekas tambang sangat diperlukan diantaranya adalah perbaikan kondisi tanah yaitu dengan melakukan perbaikan ruang tumbuh, pemberian top-soil dan bahan organik serta pemupukan dasar dan pemberian kapur. Strategi dalam memilih spesies dimana secara ekologi, spesies tanaman lokal dapat beradaptasi dengan iklim setempat tetapi tidak untuk kondisi tanah. Diperlukan studi awal untuk melihat apakah spesies tersebut cocok dengan kondisi setempat, terutama untuk jenis-jenis yang cepat tumbuh. Menurut Lugo 1997 penanaman pohon-pohon akan memberi keuntungan bagi kegiatan rehabilitasi lahan, karena akan memungkinkan terjadinya suksesi “Jump-start” permulaan yang sangat cepat, memberikan naungan dan modifikasi ekstrim dari kerusakan lahan. Keberhasilan dalam merestorasi lahan bekas tambang ditunjang oleh usaha-usaha seperti perbaikan lahan pra-tanam, pemilihan spesies yang sesuai, aplikasi teknik silvikultur yang benar dan penggunaan pupuk biologis. Menurut Setiadi 2006 revegetasi mencakup re-establishment komunitas tumbuhan asli secara berkelanjutan untuk menahan erosi dan aliran permukaan, perbaikan biodiversitas dan pemulihan estetika lanskap. Pemulihan lanskap secara langsung menguntungkan bagi lingkungan melalui perbaikan habitat satwa liar, biodiversitas, produktivitas tanah dan kualitas air. Ada beberapa model revegetasi lahan yang terdegradasi diantaranya adalah restorasi memiliki aksentuasi pada fungsi proteksi dan konservasi serta bertujuan untuk kembali ke kondisi awal, reforestasi dan agroforestri Setiadi 2006. Aktivitas dalam kegiatan revegetasi meliputi beberapa hal yaitu i seleksi dari tanaman lokal yang potensial, ii produksi bibit, iii penyiapan lahan, iv amandemen tanah, v teknik penanaman, vi pemeliharaan, dan vii program monitoring. Revegetasi yang sukses tergantung pada pemilihan vegetasi yang adaptif, tumbuh sesuai dengan karakteristik tanah, iklim dan kegiatan pasca penambangan. Adapun vegetasi yang cocok untuk tanah berbatu adalah vegetasi yang termasuk dalam klasifikasi herba, pohon dan rumput yang cepat tumbuh, sehingga dapat 10 mengendalikan erosi tanah. Famili Leguminoceae termasuk salah satu contoh vegetasi lahan pacsa tambang yang mampu bersimbiosis dengan mikroorganisme tanah dan memfiksasi nitrogen Vogel 1987. Pada lahan bekas tambang, revegetasi merupakan sebuah usaha yang kompleks yang meliputi banyak aspek, tetapi juga memiliki banyak keuntungan. Beberapa keuntungan yang didapat dari revegetasi antara lain, menjaga lahan terkena erosi dan aliran permukaan yang deras, membangun habitat bagi satwaliar, membangun keanekaragaman jenis-jenis lokal, memperbaiki produktivitas dan kestabilan tanah, memperbaiki kondisi lingkungan secara biologis dan estetika serta menyediakan tempat perlindungan bagi jenis-jenis lokal dan plasma nutfah Setiadi 2006.

2.2. Reklamasi dan Revegetasi Area Tambang PT. Newmont Nusa Tenggara

PT Newmont Nusa Tenggara PT NNT atau yang dikenal juga dengan nama Tambang Batu Hijau merupakan salah satu perusahaan tambang terbesar yang berada di Nusa Tenggara Barat tepatnya di sebelah barat daya pulau Sumbawa kecamatan Jereweh dan Sekongkang, kabupaten Sumbawa. PT NNT mulai beroperasi penuh pada bulan Maret 2000 dengan melakukan penambangan terbuka open pit mine yaitu bukaan yang dibuat di permukaan tanah, bertujuan untuk mengambil bijih dan akan dibiarkan tetap terbuka tidak ditimbun kembali selama pengambilan bijih yang mengandung tembaga-emas. PT NNT menggunakan teknologi flotasi untuk menghasilkan konsentrat yang akan dikapalkan ke pabrik peleburan untuk memperoleh kandungan logamnya. Sejak tambang ini mulai beroperasi, telah melakukan reklamasi permanen secara kumulatif sejak awal operasi tambang Batu Hijau hingga akhir tahun 2009 adalah sebesar 689,43 hektar. Reklamasi yang dilakukan PT NNT bertujuan untuk mengubah penggunaan lahan terganggu kepenggunaan yang produktif, sesuai peruntukannya. Menstabilkan secepatnya permukaan tanah lahan terganggu akibat konstruksi, penambangan, atau penimbunan batuan. Meminimalkan erosi dan sedimentasi dari lahan tereklamasi ke aliran air permukaan. Menumbuhkan kembali vegetasi asli yang lestari, sesuai dengan struktur dan keragaman yang ada 11 sebelum penambangan. Jika memungkinkan, membantu kembalinya spesies tanaman langka, berharga, atau memiliki arti penting bagi restorasi habitat satwa liar. Dampak positif potensial yang diharapkan adalah kembalinya hutan dan restorasi habitat satwa liar. Revegetasi dengan operasional persemaian di PT NNT dilakukan dengan cara perbanyakan pohon asli Batu Hijau di persemaian. Semai diperoleh melalui cara generatif yaitu dengan perkecambahan biji dan secara vegetatif melalui pengumpulan semai dengan cabutan dan puteran serta dari produksi stek pucuk. Kegiatan persemaian meliputi pemindahan semai dari nursery shade ke hardening bed, pemupukan dan penyiraman. Sedangkan penanaman dilakukan dengan jarak tanam 2 x 3 meter. Semai yang di tanam terdiri dari 7 jenis pohon lokal klimaks dan lokal cepat tumbuh. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan membersihkan sekitar tanaman dari gulma untuk mengurangi persaingan antara tanaman pokok dengan tanaman penutup. Pemeliharaan tanaman dengan pemupukan bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Kriteria kesuksesan revegetasi adalah penutupan vegetasi 65 penutupan efektip basal basal effective cover species tahunan dan 85 penutupan vegetasi tajuk aerial vegetative cover species tahunan. Kerapatan dan keragaman species jenis pohon 1000 pohon sampling per hektar dan 10 species keragaman tanaman lokal native species per hektar dengan minimal 2 species A-stratum per hektar. Kegiatan pemantauan di daerah reklamasi meliputi perhitungan persentase tutupan efektif „basal‟ dan tutupan vegetasi „aerial‟, potensi permudaan, tiang pancang dan pohon serta jumlah dan keragaman spesies. Pemantauan reklamasi selama periode pelaporan terdiri dari inspeksi dan observasi lanjutan terhadap area yang telah di reklamasi, area kumulatif reklamasi sejak mulainya proyek Batu Hijau, area yang di reklamasi selama triwulan terakhir, lokasi timbunan tanah pucuk dan subsoil serta area reklamasi yang dianggap telah pulih kembali secara fungsional sesuai dengan tujuan program reklamasi yaitu untuk mengembalikan area bekas tambang agar mendekati kondisi semula, sehingga satwa liar setempat dapat kembali ke habitatnya PT Newmont Nusa Tenggara, 2008.