b. Pembahasan 1. Regulasi Emosi
a Responden I Selama Abdi menjadi pecandu narkoba, ia merupakan pribadi yang
memiliki kesulitan dalam melakukan regulasi emosi, dalam hal ini adalah emosi negatif. Pada saat itu Abdi terikat oleh narkoba, yang menjadi tujuan hidupnya
adalah bagaimana caranya mendapatkan narkoba. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Adisti 2003, bahwa pecandu adalah orang
yang sudah menjadi “budak dari obat”, dan tidak mampu lagi menguasai dirinya atapun melepaskan diri dari cengkraman obat yang sudah menjadi tuannya. Secara
fisik dan psikis seperti didorong untuk kembali lagi menggunakan obat tersebut. Pada saat kuliah di tahun kedua Abdi diajak ikut bergabung dalam PMI
sebagai relawan. Selama bergabung di PMI Abdi mengikuti berbagai kegiatan menolong orang yang sedang dalam kesusahan, seperti korban kecelakaan, korban
kebakaran, korban bencana alam. Dilatih bagaimana hidup sebagai relawan dan bagaimana bertahan di daerah bencana. Di PMI inilah yang menjadi titik balik
perubahan hidup Abdi. Abdi yang dahulu seorang pecandu narkoba, perlahan- lahan bisa pulih dan melupakan narkoba. Hal ini merupakan bentuk dari kegiatan
terarah yang dilakukan oleh Abdi. Bastaman 1996 menyatakan bahwa kegiatan terarah directed activities, yaitu upaya-upaya yang dilakukan secara sadar dan
sengaja berupa pengembangan potensi-potensi pribadi, bakat, kemampuan, keterampilan yang positif serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang
makna dan tujuan hidup.
Sejak bergabung dalam PMI Abdi mulai belajar melakukan regulasi emosi. Selama mengikuti pelatihan dan pendidikan dasar, Abdi mulai bisa
menahan emosi, misalnya ketika terpicu rasa marah atau ada suatu situasi yang menekan dirinya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Reivich Shatte,
2002 regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah kondisi yang menekan .
Kondisi- kondisi yang memicu emosi sangat sering ditemui oleh Abdi setiap harinya, baik dari tuntutan kerja maupun keluarga. Hal-hal yang memicu emosi
tersebut biasanya berasal dari kondisi yang membuat stres. Seperti yang dikemukakan oleh Sarafino 2006, ketika ada suatu masalah yang membuatnya
emosi, maka Abdi cenderung tidak menghadapi secara langsung tetapi lebih pada usaha untuk memertahankan keseimbangan afeksi emotion focused coping.
Tindakan yang sering dilakukannya untuk meredakan emosinya adalah bernyanyi dengan suara keras, jalan-jalan, tidur seharian, dan mencari kegiatan lain sebagai
pengalihan. Selain itu Abdi juga mempunyai kalimat positif yang ditanamkan dalam
dirinya untuk mengurangi emosi, seperti change the way you seeeverything yang membuatnya tidak ,menuntut sesuatu harus sesuai dengan keinginannya saja
melainkan ia harus bisa melihat dari sisi yang lain dan bila perlu mungkin ia yang harus berubah. Abdi juga terus menanamkan kesadaran bahwa emosi tidak akan
menyelesaikan masalah. Sehingga ketika ada masalah ia tidak mendahulukan emosinya maju melainkan berpikir ke arah apa yang akan menjadi solusinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang kurang memiliki kemampuan untuk mengatur emosi mengalami kesulitan dalam membangun dan
menjaga hubungan dengan orang lain. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor, di antara alasan yang sederhana adalah tidak ada orang yang mau
menghabiskan waktu bersama orang yang marah, merengut, cemas, khawatir serta gelisah setiap saat Reivich Shatte, 2002.
Abdi merupakan pribadi yang dapat menjaga hubungannya dengan orang lain, baik hubungan dengan keluarga maupun dengan teman kerjanya. Hal
tersebut dapat dilihat dari pekerjaan yang sudah ditekuninya selama hampir 10 tahun dan saat ini ia sudah bisa menjadi pemimpin di salah satu LSM
pengurangan dampak buruk narkoba. Abdi merupakan pribadi yang dapat mengekspresikan emosinya pada saat yang tepat. Ketika ada perselisihan akibat
perbedaan pendapat yang membuat situasi tegang, maka Abdi akan memilih untuk mengalah dari pada harus mengedepankan emosinya. Di saat semua emosi sudah
reda dan tidak tegang lagi baru ia mulai mengutarakan maksud pendapatnya secara baik-baik.
b. Responden II Irfan selama masih menjadi pecandu narkoba tidak dapat melakukan
regulasi emosi. Hidupnya dibelenggu oleh narkoba, setiap hari yang diperjuangkan hanyalah bagaimana mendapatkan narkoba. Hal ini sesuai dengan
pernyataan yang dikemukakan oleh Adisti 2003, bahwa pecandu adalah orang yang sudah menjadi “budak dari obat”, dan tidak mampu lagi menguasai dirinya
apapun melepaskan diri dari cengkraman obat yang sudah menjadi tuannya. Secara fisik dan psikis seperti didorong untuk kembali lagi menggunakan obat
tersebut. Kesadaran untuk berhenti meninggalkan narkoba baru muncul ketika Irfan
memasuki rehabilitasi untuk kedua kalinya. Pada saat rehabilitasi pertama kali Irfan belum memiliki keinginan dari dalam diri sendiri untuk berhenti sehingga
sehari keluar dari rehabilitasi, Irfan langsung kembali menggunakan narkoba. Akhirnya, setelah Irfan pulih, ia mengikuti suatu pelatihan konselor dari tempat
rehabilitasi tersebut. Selama mengikuti pelatihan ada banyak materi-materi yang diberikan
untuk memperlengkapi menjadi seorang konselor. Setelah menyelesaikan pelatihan tersebut, Irfanpun direkrut menjadi salah satu konselor di tempat
rehabilitasi tersebut membantu para pecandu yang sedang dalam proses pemulihan. Selama mengerjakan tugasnya sebagai konselor ia belajar banyak
bagaimana harus mengatur emosi. Ia mulai belajar bersabar menghadapi para pecandu yang bermasalah.
Kemampuan Irfan untuk mengatur emosinya saat menghadapi para pecandu yang bermasalah muncul karena ia memahami betul apa yang dirasakan
oleh para pecandu tersebut. Ia dapat memahami karena ia juga pernah berada pada posisi mereka. Dalam hal ini kemampuan Irfan mengatur emosi erat kaitannya
dengan rasa empati dalam diri Irfan. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Greef 2005, bahwa empati merupakan kemampuan untuk
memahami dan memiliki kepedulian terhadap orang lain. Empati sangat erat
kaitannya dengan kemampuan individu untuk membaca tanda-tanda kondisi emosional dan psikologis orang lain Reivich Shatte, 2005.
2. Kontrol Impuls