C. Dinamika Resiliensi pada Mantan Pecandu Narkoba
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Poerwadarminta, 1982 narkoba adalah akronim dari Narkotika dan Obat Berbahaya. Narkoba mempunyai banyak
macam, bentuk, warna dan pengaruh terhadap tubuh. Akan tetapi dari sekian banyak macam, bentuk dan lain-lain tersebut narkoba mempunyai banyak
persamaan. Salah satunya adalah sifat ketergantungan terhadap obat tersebut. Sifat ketergantungan tersebut dapat menimbulkan berbagai macam dampak yang
merugikan akibat dari adanya pengaruh zat-zat yang terkandung didalam zat narkotik tersebut Adisti, 2007.
Darmono 2009 menyatakan penggunaan narkoba sangat membahayakan karena dapat mempengaruhi pikiran yang menyebabkan korban tidak sadar apa
yang sedang dilakukannya. Karena efeknya yang menyebabkan adiksi maka obat tersebut harus dikonsumsi terus-menerus oleh penderita kecanduan, semakin lama
semakin meningkat dosisnya. Apabila hal tersebut tidak segera ditangani akan menyebabkan overdosis yang berakhir dengan kematian si penderita.
Salah satu cara untuk memulihkan pecandu narkoba adalah dengan terapi, namun terapi terhadap kasus penyalahgunaan narkoba sering kali tidak membawa
hasil. Kadang-kadang justru pasien yang diterapi kembali ke panti rehabilitasi dalam keadaan lebih parah. Seseorang yang sudah dinyatakan pulih seringkali
kambuh karena terpengaruh dari lingkungan Sasangka, 2003.
Thombs dalam W.Amita, 2001 menyatakan bahwa seorang pecandu narkoba tidak mampu melewati stres dan tekanan atas simptom disfungsi otak
seperti penurunan daya ingat, penurunan daya konsentrasi serta sugesti physical craving yang dialaminya. Sebagian dari mereka juga sering merasa kesulitan
memaksimalkan perawatan yang mereka jalani dan merasa tidak yakin bahwa mereka dapat pulih dan terlepas dari ketergantungan narkoba yang ia alami.
Proses pemulihan pecandu narkoba bukanlah suatu proses yang singkat dan dapat dilakukan dengan mudah. Sebelum benar-benar dikatakan lepas dari
narkoba maka dalam perjalanannya ada saat-saatnya pecandu relapse. Relapse adalah kembali pada perilaku sebelumnya, dalam hal ini menggunakan narkoba.
Relapse sangat tinggi kemungkinannya terjadi pada minggu atau bulan pertama berhenti dari penggunaan narkoba Sarafino, 2006.
Witkiewitz Marlatt dalam Sarafino, 2006 menyatakan beberapa hal yang menyebabkan pecandu relapse adalah self-efficacy rendah, reinforcement
kenikmatan, craving yang tinggi sugesti yang sangat kuat untuk selalu menggunakan, motivasi yang rendah, hubungan interpersonal yang tidak baik,
emosi negatif dan koping yang buruk Sarafino, 2006. Russel et al., 2001 dalam Sarafino, 2006 perbedaan dari pengguna yang
dapat berhenti dan tidak dapat berhenti adalah mereka yang berhasil berhenti memiliki self-esteem yang lebih tinggi, memiliki pengalaman intoksikasi yang
lebih sedikit, dan memiliki jaringan sosial yang sedikit dengan para pengguna. Menurut World Health Organization WHO dalam Konsensus, 2002,
seseorang dikatakan pulih dari ketergantungan narkoba apabila sudah bebas atau
bersih dari narkoba selama minimal 2 dua tahun. Tidak semua pecandu narkoba berhasil pulih dan mendapat gelar menjadi mantan pecandu narkoba.
Pengguna narkoba harus berjuang keras untuk bisa tetap bertahan tidak menggunakan narkoba di tengah-tengah banyaknya godaan yang memicu mereka
relapse. Kemampuan seseorang untuk tetap berdiri teguh di tengah-tengah banyaknya kesulitan yang dihadapinya ini disebut dengan resiliensi. Menurut
Reivich dan Shatte 2002 resiliensi terdiri dari tujuh faktor yakni, regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, empati, causal analysis, efikasi diri, dan
reaching out. Faktor-faktor resiliensi ini sebenarnya dimiliki oleh setiap orang namun
yang membedakan antara satu orang dengan yang lainnya adalah bagaimana orang tersebut mempergunakan dan memaksimalkan faktor-faktor dalam dirinya
sehingga menjadi sebuah kemampuan yang menonjol Reivich Shatte, 2002. Berdasarkan penelitian Reivich dan Shatte selama lima belas tahun di
universitas Pennsylvania, faktor-faktor resiliensi dapat membantu pemulihan seseorang dari adiksi. Dengan adanya faktor-faktor resiliensi dalam diri seorang
pecandu narkoba, maka hal ini akan membantu mereka untuk bertahan menghadapi kesulitan-kesulitan yang dialami, masa-masa krisis, dan mengatasi
hal-hal yang dapat memicu stres pada saat dalam proses pemulihan. Selain itu juga memberikan kemampuan untuk bangkit lebih baik melebihi keadaan
sebelumnya Reivich dan Shatte, 2002. Berdasarkan uraian di atas dinamika faktor-faktor resiliensi pada mantan
pecandu narkoba.
D. Paradigma Penelitian