Causal Analysis Analisa Data I. Responden I

Berhasil tidak hanya lepas dari kecanduan narkoba tetapi juga berhasil dalam dunia kerjanya sekarang. “...karna saya sudah membuktikan teorinya, masalah itu tadi apa apa yang diomongin orang aku cobain semua. Kalo kata orang biar berhasil berdoa, kerja keras itu aku jalanin itu apa yang orang omongin. Stepnya satu satu aku lewatin tu, kerja keras, tekun, ulet, yakin aku coba eksperimen aja dengan diriku sendiri dan ternyata bener, sebelum aku bilang ke orang aku praktekin sendiri. Nah, setelah dijajal ya memang keras, kerja keras, lumayan baru 2007 berhasil setelah 6 tahun bisa. Ya...yakin aja, kalo kita yakin jalani aja tunggu waktunya aja, sekarang sih yang aku yakini kejadian semua tinggal seberapa kita yakin, kerjain, buktinya ada...” R1. W1. b. 227-243. h.6

4. Causal Analysis

Ketika Abdi menyadari bahwa dirinya terikat dalam kecanduan narkoba, ia merasa bahwa segala sesuatunya sudah hancur dan tidak ada lagi harapan untuk hidup yang lebih baik lagi. Namun, teman-temannya membantunya perlahan- lahan untuk memperbaiki kehidupannya. “...Wah...yang keinget pada saat itu hancur, selesai ini mikirnya amburadul aja semua ni. Udah gak bisa ditolong kayaknya udah gak bisa punya hidup yang lebih baik lagi ni, di otaknya udah kepikiran ya udah nanggung ajalah. Tapi kemudian di tengah jalan ada temen-temen juga yang membantu, liat temen-temen juga ada yang bisa, perlahan-lahan ya akhirnya bisa juga. Mulai mencari aktivitas, ada juga temen-temen yang kasi pekerjaan, ketemu sama orang yang memang mendukung, pecandu yang udah berhasil keluar dan berubah. Pecandu memang harus mempunyai banyak dukungan dan aktivitas...” R1. W2. b. 126-141. h.3 Ketika Abdi berusaha berhenti pada tahun 2000 ia gagal karena ia tetap berada pada komunitas yang sama. Abdi tidak menganggap kegagalan itu tidak dapat diubah, melainkan ia terus mencoba tanpa terus dibayangi oleh kegagalan- kegagalan yang pernah dialaminya. Karena ia tetap mempunyai sebuah harapan perubahan dalam hidupnya. “...sebetulnya mulai-mulai mau berhenti itu tahun 2000an sudah on off on off . Stop seminggu, pake lagi karna lingkungannya itu masih, kan itu masih SMA tu, masih puncak-puncaknya itu jadi komunitasnya itu masih sama, temen-temennya itu yang masih aktif make. Jadi kalo aku berhenti make trus aku main ke komunitas kita ya mau gak mau kalo mereka pas make trus ditawarin mau gak mau make lagi. Jadi akhirnya susah di tahun 2001 itu aku bener-bener loncat kayak hijrah gitu dari komunitas yang dulu, udah lama make trus tiba-tiba pindah ke komunitas yang bener-bener gak ada ku kenal di PMI itu...” R1. W2. b. 190-200 h. 13 Setelah Abdi berhenti kuliah ia kemudian mencari pekerjaan dan bekerja di galian pasir sebagai kontraktor. Setelah beberapa lama bekerja ia mendapatkan uang, lalu ia mencoba membuka usaha kecil-kecilan bersama teman-temannya. Namun, usaha yang dikerjakan tersebut bangkrut karena hasil dari usahanya tidak kelihatan. Hal tersebut terjadi karena teman-temannya bersama membuka usaha masih aktif minum-minuman keras. “... oh...pernah dulu sempat buka usaha dagang, nah disitukan pake karyawan, ya bangkrut, bisa dibilang gagallah disitu. Cuma ya saya belajar banyak melalaui kegagalan itu ternyata kita harus mencari orang yang dapat dipercaya, dan kepercayaan itu mahal harganya. Itu dia pengalamannya, saya juga bisa kasi saran kalau ada orang yang mau buka usaha dagang gitu. Tapi saya gak berlama-lama dalam keterpurukan itu. Saya coba lagi yang lain...” R1. W2. b. 290-301. h.7 Dari kegagalan yang dialami itu, Abdi belajar banyak hal. ia tidak melihat kegagalan tersebut karena dirinya tidak mampu, melainkan menganalisa dan bertanya mengapa ia gagal. Hal tersebut terlihat ketika ia mengatakan bahwa kegagalan yang dialaminya pada saat membuka usaha adalah karena teman- temannya masih aktif minum-minuman keras. Hal tersebut membuatnya tetap terus mencoba dan menjadikan kegagalan sebagai sebuah pelajaran. “...kalo saya gagal saya akan tanya saya gagalnya dimana, justru dari kegagalan-kegagalan yang saya alami saya belajar banyak. Oh...ternyata saya gagal karena ini, justru karena gagal kita jadi tahu yang benar. Kalo kita gak pernah gagal kita gak akan pernah tahu mana yang bener...” R1. W2. b. 279-286. h. 6-7 Dengan sudut pandang yang demikian membuat Abdi ketika gagal tetap dapat bangkit dan justru harus semakin lebih baik lagi dari sebelumnya. “...kan ada orang yang kalau jatuh lamaaaa...banget naik-naiknya jangankan bangkit lagi justru malah terpuruk makin jatuh ke bawah, harusnya kita semakin berkembang dan kuat...” R1. W1. b. 306-311. h.7 Abdi juga bertanya pada teman-teman dan senior-seniornya di PMI pada saat itu bagaimana bekerja di wilayah sosial seperti yang ia tekuni saat ini. Abdi juga menganalisa dan terus bertanya-tanya apakah ia tetap bekerja di tempat seperti yang ia tekuni pada saat itu. Abdi merasa dengan kondisi dan situasi yang selalu diperhadapkan padanya adalah menolong orang lain dan ia merasa terdorong untuk tetap tinggal bekerja diwilayah sosial seperti yang sekarang Abdi tekuni. “...temen-temen, temen-temen yang ada di PMI itu, senior-senior nanya gimana sih tips dan triknya kalo kita mau beraktivitas di masyarakat. Trus kondisi, situasi yang ada, secara tidak langsung mendorong kayak seolah- olah situasinya itu berharap elu harus disitu. Kalo lu keluar dari situ gak ada lagi, belum tentu ada orang yang akan membantu, jadi kondisi yang e... mendorong kita beraktivitas. Jadi, karna ada situasi seperti itu yang memunculkan perasaan bahwa kita tetep di sini, kupikirpun kalau gak ada keadaan seperti itu sedikitlah orang yang peduli...” R1. W2. b. 941-955. h.30 Mulai dari situ Abdi terus menekuni bidangnya dan berusaha untuk mewujudkan keinginannya. Akhirnya pada tahun 2007 keinginannya tercapai, Abdi membangun sebuah panti rehabilitasi di Aceh untuk pecandu narkoba dan rehabilitasi tersebut berjalan dengan baik dan programnya berjalan dengan sukses. “... jadi dulu di Aceh itu 2007 aku kerja sama dengan Caritas Jerman, jadi lembaga Katolik membangun panti rehab untuk pecandu di Aceh sama tempat kerjaku dulu di Yakita, programnya sukses sampe hari ini jadi programnya bagus, trus jalan banyak orang yang datang jadi caritas Jerman mau membuat program yang sama tapi di Medan, nah saat itu ada bule namanya Kristian itu dulu kepala kantor Caritas di Banda Aceh. Pada bulan Agustus atau September 2009 kan ada konferensi Aids se Asia pasifik di Bali nah aku dapet beasiswa ketemu dia di sana...” R1. W2. b. 441-455. h.19 Setelah itu pada tahun 2009 Abdi ditawari oleh sebuah pimpinan lembaga untuk bekerja sama membuat sama seperti yang sudah dibuat di Aceh di Medan. Ia kemudian memikirkan dan melihat proposalnya dan akhirnya setuju. Sampai saat ini Abdi masih tetap di Medan. “...dari konferensi International Aids Society, ketemu di sana, cerita bahwa caritas Jerman pengen buat program di Medan, kekmana bisa ngebantu gak ada kesibukan apa, jadi ditawarin. Jadi, saya bilang ngebantu dalam hal apa kalo ngebantu sih saya bisa-bisa aja, kebetulan waktu sayapun gak padat-padat kali freelance kan, nah dikasi liatlah proposal programnya sebenarnya hampir sama dengan program yang ada di Banda Aceh, nah sebenarnya udah oke. Nah, Oktober atau November atau bulan apa itu lupa diundanglah aku ke sini sama Cordia Caritas di interview segala macem, nanya-nanya pengalaman kerja, dimana, ya akhirnya oke setuju okelah di sini, jadi diminta bantuan gak ngelamar sebenarnya. Jadi, gak sengaja masukin lamaran karna pengalaman kerja di Banda Aceh dulu, si kristiannya pindah ke kantor pusat dia jadi kepala kantor di Indonesia, tahu kerja saya di Aceh jadi akhirnya di rekomendasikan untuk membantu konsep ini di Medan gitu...” R1. W2. b. 457-484. h.19-20

5. Self Efficacy