PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Kelapa sawit merupakan komoditas unggulan yang mempunyai kontribusi penting dalam pembangunan ekonomi pada umumnya dan pembangunan agroindustri pada khususnya. Luas total area perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 5.5 juta hektar dan mampu memproduksi minyak sawit kasar Crude Palm OilCPO sebesar 13.1 juta ton sepanjang tahun 2005 IPOC, 2005. Jumlah tersebut merupakan terbesar kedua di dunia setelah Malaysia dan diproyeksikan akan menjadi yang terbesar di dunia pada lima tahun mendatang. Industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia saat ini masih didominasi oleh industri kilang CPO dan industri pemurnian menjadi minyak makan. Padahal terdapat banyak produk hilir lain yang dapat dikembangkan. Produk hilir industri sawit yang telah diproduksi di Indonesia sementara ini adalah minyak goreng, margarin, shortening dan produk oleokimia berupa surfaktan, gliserin, asam lemak, dan fatty alkohol. Oleokimia merupakan produk olahan CPO kelompok non pangan. Salah satu produk turunan oleokimia adalah ester, contohnya adalah metil ester. Asam lemak metil ester mempunyai peranan utama dalam industri oleokimia. Metil ester digunakan sebagai senyawa intermediate untuk sejumlah oleokimia seperti fatty alkohol, alkanolamida, α-sulfonat, gliserol monostearat, surfaktan, gliserin dan asam lemak lainnya. Metil ester dapat dihasilkan melalui reaksi transesterifikasi antara trigliserida minyak sawit dengan metanol menjadi metil ester dan gliserol dengan bantuan katalis basa. Produk samping yang dihasilkan adalah gliserin. Penggunaan metil ester saat ini telah berkembang sebagai bahan baku biodiesel. Metil ester berbasis minyak sawit merupakan bahan bakar cair alternatif yang dipandang berpotensi besar untuk dikembangkan dan mampu menjawab kebutuhan bahan bakar solar nasional yang tinggi. Hal ini didukung dengan jumlah produksi CPO nasional yang sangat besar. Pengalihan 2 penggunaan metil ester sebagai biodiesel inilah yang memicu pertumbuhan industri oleokimia di Indonesia. Salah satu peluang untuk meningkatkan daya saing metil ester berbahan baku minyak sawit adalah adanya kandungan mikronutrien karotenoid. Dengan melakukan penjumputan recovery terhadap karotenoid minyak sawit selama proses produksi metil ester, selain dihasilkan nilai tambah dari metil ester, juga akan diperoleh nilai tambah yang tinggi dari penjumputan karotenoid. Minyak sawit kasar memiliki kandungan karotenoid yang cukup tinggi yaitu berkisar 400-700 µgg dan lebih dari 80 dalam bentuk α-, β-, - karoten Choo et al., 1989. Komponen ini memiliki banyak kegunaan bagi kesehatan manusia selain sebagai komponen vitamin, di antaranya merupakan senyawa antikanker, mencegah penuaan dini dan penyakit kardiovaskuler, serta kegunaan lainnya. Mengkonsumsi β-karoten jauh lebih aman daripada mengkonsumsi vitamin A yang dibuat secara sintetis. Sekitar 25 β-karoten yang diabsorpsi pada mukosa usus tetap dalam bentuk utuh, sedangkan 75 sisanya diubah menjadi retinol vitamin A Brody, 1993. Proses produksi biodiesel selama ini hanya memfokuskan pada pembentukan metil ester kasar crude methyl esterCME minyak sawit, tanpa memperhatikan keberadaan karoten di dalamnya. Untuk memperoleh karotenoid dari metil ester, perlu dilakukan upaya mempertahankan komponen karotenoid di dalam metil ester minyak sawit tersebut dengan teknik tertentu. Beberapa peneliti juga telah melakukan penjumputan karotenoid dari minyak sawit dengan perlakuan awal proses transesterifikasi. Di antara peneliti tersebut adalah Eckey 1949 dengan metode refluks pada proses reaksinya, Ooi et al. 1994 dengan metode distilasi molekuler untuk memekatkan karotenoid dengan kemurnian hingga 75, Sulaswatty 1998 yang menggunakan metode fluida superkritik mampu memekatkan karotenoid hingga 39 kali, serta Rahayu 1996 yang menggunakan reaksi saponifikasi pada tahapan selanjutnya mampu mempertahankan karotenoid hingga 78.37. Pada umumnya penelitian tersebut belum menekankan pada produk metil ester yang memenuhi standar untuk biodiesel terutama untuk parameter kadar ester. 3 Beberapa peneliti sebenarnya telah melakukan perhitungan kadar ester produk yang dihasilkan walaupun dengan cara yang berbeda-beda. Saat ini standar biodiesel Indonesia telah disahkan sebagai SNI dengan nomor 04-7182-2006. Berbagai metode ekstraksi dan perolehan kembali β-karoten dari minyak sawit telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, di antara berbagai metode yang digunakan adalah metode adsorpsi Naibaho, 1983, alkoholisis diikuti saponifikasi Rahayu, 1996, alkoholisis diikuti distilasi molekuler Ooi et al., 1994, ekstraksi dengan fluida superkritik Muchtadi, 1992, saponifikasi diikuti kromatografi kolom preparatif Roidi, 1998, ekstraksi pelarut diikuti kromatografi kolom adsorpsi Masni, 2004; Hasanah, 2006, dan alkoholisis diikuti membran filtrasi Darnoko, 2005. Metode adsorpsi merupakan metode yang paling banyak digunakan. Adsorpsi dengan bleaching agent telah dilakukan oleh Naibaho 1983 dan Pitoyo 1988. Silika gel merupakan adsorben yang sering digunakan dan dianggap sebagai penjerap yang serbaguna. Baharin et al. 1998 menggunakan adsorben sintetik diaion HP-20, alumina dan silika gel. Adsorpsi silika gel lebih rendah dibandingkan adsorben polimer sintetik dengan perolehan kembali sekitar 40-65. Beberapa peneliti juga telah menggunakan abu sekam padi sebagai adsorben, dengan pertimbangan bahwa abu sekam padi merupakan sumber silika yang baik. Kandungan silika pada abu sekam padi sekitar 94-96 Proctor dan Pallaniapan, 1989. Penelitian Saleh dan Adam 1994 menggunakan abu sekam padi untuk menjerap asam laurat, miristat dan starat dari minyak sayur. Kalmath dan Proctor 1998 melaporkan bahwa dengan proses kimiawi abu sekam padi dapat digunakan untuk memproduksi silika gel. Masni 2004 juga menemukan bahwa kemampuan adsorpsi abu sekam padi terhadap karotenoid rendah, namun kemampuan desorpsinya lebih baik dibandingkan silika gel. Pada penelitian ini dilakukan pencampuran abu sekam padi dan silika gel sebagai adsorben dalam kromatografi kolom dengan harapan kelemahan dari masing-masing adsorben tersebut dapat tertutupi oleh kelebihan masing-masing adsorben. Teknik kromatografi kolom adsorpsi digunakan dalam penelitian ini karena teknik ini merupakan teknik yang paling mudah dan paling murah 4 dibandingkan teknik lainnya. Instrumen yang digunakan tidak begitu rumit dan memiliki prinsip kerja yang sederhana. Penggunaan abu sekam padi dipandang perlu karena potensinya yang besar sebagai bahan penjerap serta merupakan upaya pemanfaatan bahan baku lokal yang mudah dibuat dengan biaya rendah. Penjumputan karotenoid dari CME minyak sawit yang selanjutnya dapat digunakan untuk produksi biodiesel, diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dalam proses produksi biodiesel. Selain itu, konsentrat karotenoid yang diperoleh mempunyai nilai lebih yaitu selain mengandung komponen pro vitamin A β-karoten, juga mengandung senyawa bermanfaat lainnya yaitu α- karoten yang dapat menjadi senyawa antikanker. Karotenoid dalam minyak sawit dapat bermanfaat untuk penanggulangan kebutaan karena xerophtalmia, mengurangi peluang terjadinya penyakit kanker, mencegah proses menua yang terlalu dini, meningkatkan imunisasi tubuh dan mengurangi terjadinya penyakit degeneratif. Penggunaan teknik kromatografi kolom adsorpsi diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai profil pemekatan karotenoid yang berasal dari CME menggunakan adsorben abu sekam padi dan silika gel.

B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian adalah: 1. Mendapatkan proses transesterifikasi yang optimum untuk menghasilkan metil ester kasar minyak sawit dengan kandungan karotenid dan kadar ester yang tinggi. 2. Mendapatkan proses pemekatan karotenoid yang optimum pada metil ester kasar dengan menggunakan metode kromatografi kolom adsorpsi menggunakan adsorben abu sekam padi dan silika gel. 3. Mendapatkan konsentrat karotenoid dengan tingkat pemekatan dan perolehan kembali karotenoid yang tinggi.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT