KAROTENOID TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT

7 dalam industri. Pada umumnya minyak untuk tujuan bahan pangan dimurnikan melalui tahap proses sebagai berikut: 1 pemisahan bahan berupa suspensi dan dispersi koloid dengan cara penguapan, degumming dan pencucian dengan asam; 2 pemisahan asam lemak bebas dengan cara netralisasi; 3 dekolorisasi dengan pemucatan; 4 deodorisasi; dan 5 pemisahan gliserida jenuh stearin dengan cara pendinginan chilling. Winterisasi adalah bagian dari pemurnian minyak hasil ekstraksi. Winterisasi yaitu proses pemisahan bagian gliserida jenuh atau bertitik cair tinggi dari trigliserida bertitik cair rendah. Pada suhu rendah, trigliserida padat tidak dapat larut dalam trigliserida cair Ketaren, 1986. Minyak sawit memiliki banyak keunggulan yang dapat dieksploitasi sedemikian rupa untuk produk-produk farmasetikal dan nutrasetikal, di antaranya adalah adanya kandungan komponen-kompenen minor, antara lain karoten dan tokoferol. Kandungan karoten di dalam minyak sawit berkisar antara 400 – 700 µgg dan tokoferol vitamin E berkisar antara 500 – 700 µgg Muchtadi, 1992 Minyak sawit kasar mengandung lebih kurang 1 komponen minor yang terdiri dari karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol-sterol, fosfolipid dan glikolipid, terpen dan gugus hidrokarbon alifatik, dan elemen sisa lainnya. Komponen terbesar dari karotenoid adalah β-karoten dan α-karoten yang mencapai 90 dari total karotenoid yang terdiri dari 13 jenis Ong et al.,1990.

B. KAROTENOID

Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, jingga, merah jingga serta larut dalam minyak. Karotenoid terdapat dalam kloroplast 0.5 bersama – sama dengan klorofil 9.3 terutama pada bagian permukaan atas daun, dekat dengan dinding sel palisade Winarno, 1991. Karrer dan Jucker 1950 mendefinisikan karotenoid sebagai zat warna kuning sampai merah yang mempunyai struktur alifatik yang pada umumnya disusun oleh delapan unit isoprena Gambar 1, dimana kedua gugus metil yang dekat pada molekul pusat terletak pada posisi C-1 dan C-6, sedangkan gugus metil 8 lainnya terletak pada posisi C-1 dan C-5 serta di antaranya terdapat ikatan ganda terkonjugasi. CH 2 = C – CH = CH 2 Gambar 1. Struktur molekul isoprena Lehninger, 1982 Gugus metil yang terletak pada posisi C-1 dan C-5 terbentuk dari hasil penggabungan dua molekul isoprena, demikian pula gugus metil pada posisi C- 1 dan C-6 Gambar 2. Penggabungan ini terjadi melalui ujung dan pangkal Choo et al., 1989 -C=CH-CH=CH-C=CH= = = = = = = = = = = = =CH-CH=C-CH-CH-CH=C- Gambar 2. Struktur dasar karotenoid Lehninger, 1982 Menurut Ranganna 1979, karotenoid dapat digolongkan atas empat golongan, yaitu: 1. Karotenoid hidrokarbon C 40 H 56 ; yang termasuk golongan ini adalah α-, β-, - karoten dan likopen 2. Xantofil dan derivat-derivat karoten yang mengandung oksigen dan gugus hidroksil C 40 H 55 OH; yang termasuk dalam golongan ini adalah kriptosantin, kapsantin, torularhodin dan lutein C 40 H 54 OH 2 3. Ester xantofil yaitu ester xantofil asam lemak, misal zeasantin 4. Asam karotenoid yaitu derivat karotenoid yang mengandung gugus karboksil. CH 3 CH 3 CH 3 CH 3 1 1 5 5 molekul pusat 1 6 CH 3 ujung pangkal 9 Karotenoid termasuk senyawa lipida yang tidak tersabunkan, larut dengan baik dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air. Sifat ini penting terutama dalam pemisahan karotenoid dari bahan lain Ranganna, 1979. Menurut Meyer 1966 sifat fisika dan kimia karotenoid adalah: 1. Larut dalam minyak dan tidak larut dalam air 2. Larut dalam kloroform, benzene, karbon disulfida dan petroleum eter 3. Tidak larut dalam etanol dan metanol dingin 4. Tahan terhadap panas apabila dalam keadaan vakum 5. Peka terhadap oksidasi, autooksidasi dan cahaya 6. Mempunyai ciri khas absorpsi cahaya. Sifat-sifat di atas penting untuk pemisahan karotenoid dari bahan lain. Adanya ikatan ganda menyebabkan karotenoid peka terhadap oksidasi yang akan lebih cepat dengan adanya sinar dan katalis logam, khususnya tembaga, besi dan mangan Walfford, 1980. Karotenoid lebih tahan tersimpan dalam lingkungan asam lemak tidak jenuh jika dibandingkan dengan penyimpanan dalam asam lemak jenuh, karena asam lemak lebih mudah menerima radikal bebas bila dibandingkan dengan karotenoid, sehingga oksidasi yang pertama kali akan terjadi pada asam lemak dan akibatnya karotenoid terlindungi dari oksidasi. Pada suasana asam, karotenoid mengalami isomerisasi dan akan membentuk poli cis-isomer Chichester et al., 1970. Karena warnanya mempunyai kisaran dari kuning sampai merah, maka deteksi panjang gelombangnya diperkirakan antara 430 – 480 nm Fennema, 1996. Menurut Worker 1957, karotenoid belum mengalami kerusakan oleh pemanasan pada suhu 60 o C, reaksi oksidasi karotenoid berjalan lebih cepat pada suhu yang relatif tinggi terutama jika terdapat prooksidan. Oksidasi terjadi secara acak pada rantai karbon yang mengandung ikatan ganda. Kepekaannya terhadap oksidasi membuat karotenoid digunakan sebagai antioksidan yang kekuatannya menyamai tokoferol dan askorbat Fennema, 1996. Terdapat beberapa macam karotenoid yang penting dan mempunyai hubungannya dengan gizi, seperti tertera pada Tabel 2. 10 Tabel 2. Jenis-jenis karotenoid yang mempunyai nilai gizi a Jenis Karotenoid Relatif Potensi Biologis terhadap Vitamin A α-karoten β-karoten -karoten 53 100 45 a Wirahadikusumah 1985 Karoten merupakan sumber vitamin A yang berasal dari tanaman dalam bentuk β-karoten, α-karoten dan -karoten, sedangkan yang berasal dari hewan berbentuk vitamin A. Senyawa ini sering disebut anti xerophtalmia, karena kekurangan akan senyawa tersebut dapat menimbulkan gejala rabun mata. Provitamin A yang merupakan β-karoten dalam minyak sawit dapat bermanfaat untuk penanggulangan kebutaan karena xerophtalmia, mengurangi peluang terjadinya penyakit kanker, mencegah proses menua yang terlalu dini, meningkatkan imunisasi tubuh dan mengurangi terjadinya penyakit degeneratif. Struktur β-karoten dan retinol dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Struktur β-karoten dan retinol Fennema, 1996 Senyawa β-karoten jauh lebih aman dikonsumsi daripada vitamin A yang dibuat secara sintetis. Pendekatan yang terbaik untuk mencegah defisiensi vitamin A adalah dengan menghimbau agar suplementasi β-karoten dosis tinggi dilakukan pada diet intake. Tubuh manusia mempunyai kemampuan mengubah sejumlah besar karoten menjadi vitamin A retinol, sehingga karoten ini disebut provitamin A Winarno 1991. Sekitar 25 dari β-karoten yang CH 2 OH β-karoten Retinol 11 diabsorbsi pada mukosa usus tetap dalam bentuk utuh, sedang 75 sisanya diubah menjadi retinol vitamin A dengan bantuan enzim 15, 15’ β-karoten dioksigenase Fennema, 1996. Vitamin A dikenal juga dengan nama lain, yaitu: akseroftol axerophtol, asam retinoat retinoic acid, retinal, retinol dan dehidroretinol. Sampai tahun 1967, aktifitas vitamin A pada jaringan tanamanhewan dinyatakan dalam International Unit IU atau United States Pharmaopeia USP, yang nilainya sebanding 1 IU = 1 USP unit, yang sama dengan 0.3 µg retinol Sulaswatty, 1998. Fennema 1996 menyebutkan bahwa β-karoten hanya memiliki seperenam aktifitas retinol ketika dicerna manusia. Satuan Retinol Equivalents RE digunakan untuk mengukur aktifitas vitamin A 1 RE = 1 µg retinol. Untuk konversi satuan vitamin A perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a pada basis berat, keaktifan adalah setengahnya dari retinol sedangkan karotenoid lain seperempatnya dari retinol; dan b retinol diserap secara sempurna oleh usus, sedangkan karotenoid hanya sepertiganya. Oleh karena itu, aktifitas β-karoten = 16 retinol, sedangkan karotenoid lain = 112 retinol. 1 IU = 0.3 µg retinol = 0.6 µg β-karoten 1 RE = 1 µg retinol = 6 µg β-karoten = 12 µg karotenoid lain

C. METIL ESTER