METIL ESTER TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT

11 diabsorbsi pada mukosa usus tetap dalam bentuk utuh, sedang 75 sisanya diubah menjadi retinol vitamin A dengan bantuan enzim 15, 15’ β-karoten dioksigenase Fennema, 1996. Vitamin A dikenal juga dengan nama lain, yaitu: akseroftol axerophtol, asam retinoat retinoic acid, retinal, retinol dan dehidroretinol. Sampai tahun 1967, aktifitas vitamin A pada jaringan tanamanhewan dinyatakan dalam International Unit IU atau United States Pharmaopeia USP, yang nilainya sebanding 1 IU = 1 USP unit, yang sama dengan 0.3 µg retinol Sulaswatty, 1998. Fennema 1996 menyebutkan bahwa β-karoten hanya memiliki seperenam aktifitas retinol ketika dicerna manusia. Satuan Retinol Equivalents RE digunakan untuk mengukur aktifitas vitamin A 1 RE = 1 µg retinol. Untuk konversi satuan vitamin A perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a pada basis berat, keaktifan adalah setengahnya dari retinol sedangkan karotenoid lain seperempatnya dari retinol; dan b retinol diserap secara sempurna oleh usus, sedangkan karotenoid hanya sepertiganya. Oleh karena itu, aktifitas β-karoten = 16 retinol, sedangkan karotenoid lain = 112 retinol. 1 IU = 0.3 µg retinol = 0.6 µg β-karoten 1 RE = 1 µg retinol = 6 µg β-karoten = 12 µg karotenoid lain

C. METIL ESTER

Metil ester merupakan salah satu bahan oleokimia dasar yang merupakan turunan dari minyak dan lemak selain asam lemak. Metil ester asam lemak merupakan alternatif untuk memproduksi sejumlah oleokimia turunan lemak seperti alkohol-asam lemak, alkanolamida, α-sulfonat metil ester, isopropil ester, poliester sukrosa dan lain-lain. Metil ester juga dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan sabun metalik, ditambahkan pada sabun sebagai sebagai 12 agen aktif, bahan pembantu dalam pengolahan karet, produk farmasi, dan alternatif pengganti atau pencampur bahan bakar motor diesel Hui, 1996. Hui 1996 menyatakan bahwa penggunaan metil ester sebagai bahan baku oleokimia dasar atau turunannya memiliki beberapa keuntungan, seperti produk akhir dengan tingkat kemurnian tinggi, pengaturan kondisi yang lebih mudah selama sintesis dan tidak memerlukan bahan-bahan yang terlalu mahal untuk konstruksi, lebih mudah untuk didistilasi fraksinasi, mudah dalam penanganan dan transportasi, serta mudah didegradasikan. Metil ester terutama dimanfaatkan dalam industri kosmetika, dan agen pencuci dan pembersih. Selain itu metil ester juga dimanfaatkan sebagai plasticizer , sabun metalik, sabun, keperluan rumah tangga, produk perawatan diri, bahan pembantu dalam pengolahan karet, farmasi dan bahan baku untuk produksi oleokimia dasar lainnya serta biofuel biodiesel Ong et al., 1990. Prinsip pembuatan metil ester adalah interesterifikasi dengan menggunakan alkohol dari suatu ester dengan ester lain dengan dasar proses hidrolisis, kecuali mengganti air dengan alkohol. Proses ini sering disebut alkoholisis atau metanolisis apabila menggunakan metanol dalam prosesnya Hui, 1996. Proses transesterifikasi minyak atau lemak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu, lama hidrolisis, jenis dan konsentrasi katalis, kecepatan pengadukan dan perbandingan metanol-asam lemak Hui, 1996. Proses transesterifikasi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan mendekati titik didih metanol. Semakin tinggi kecepatan pengadukan akan meningkatkan pergerakan molekul dan menyebabkan terjadinya tumbukan. Pada awal terjadinya reaksi, pengadukan akan menyebabkan terjadinya difusi antara minyak atau lemak sampai terbentuk metil ester. Dengan semakin banyaknya metil ester yang terbentuk menyebabkan pengaruh pengadukan semakin kecil, hingga terbentuk keseimbangan. Reaksi metanolisis antara lemak atau minyak dengan metanol dapat dilihat pada Gambar 4. Pada proses transesterifikasi konsentrasi metanol yang digunakan tidak boleh lebih rendah dari 98, karena makin rendah konsentrasi metanol yang digunakan maka makin rendah rendemen metil ester yang dihasilkan, sedangkan waktu reaksi menjadi lebih lama Bernardini, 1983. Kondisi proses 13 transesterifikasi secara kontinyu yang dilakukan oleh Noureddini dan Zhu 1997 serta Darnoko dan Cheryan 2000 yaitu suhu reaksi 60 o C, waktu reaksi 1-2 jam yang diikuti dengan pengadukan, menggunakan katalis KOH 1 persen ww terlarut dalam metanol. Penambahan metanol dilakukan dengan perbandingan reaktan sebesar 6:1. H 2 C—OCR H 2 C—OH H 2 C—OCR + 3 CH 3 OH 3RCOCH 3 + H 2 C—OH H 2 C—OCR H 2 C—OH Lemakminyak Alkohol Metil ester Gliserol Gambar 4. Persamaan reaksi metanolisis Farris, 1979 Proses transesterifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan katalis ataupun tanpa menggunakan katalis. Biasanya dalam pembuatan metil ester digunakan katalis asam HCl, H 2 SO 4 , H 3 PO 4 atau katalis basa atau alkali NaOCH 3 , KOH dan NaOH Sonntag, 1982. Menurut Faris 1979, katalis yang paling efektif adalah natrium metoksida. Reaksi menggunakan katalis basa pada umumnya berlangsung lebih cepat dibandingkan dalam katalis asam dikarenakan reaksi berlangsung searah. Namun pemakaian katalis basa memiliki kelemahan yaitu hanya akan berlangsung sempurna bila minyak atau lemak dalam kondisi netral dan tanpa keberadaan air. Selain itu pemakaian katalis basa dapat menyebabkan terbentuknya sabun, dimana dapat menyebabkan hilangnya katalis basa akibat reaksi penyabunan proses transesterifikasi berlangsung dalam dua tahap dan O H 3 PO 4 H + O O O 14 juga menyebabkan terbentuknya struktur gel yang dapat menghambat proses pemisahan Sonntag, 1982. Secara stokiometri reaksi metanolisis hanya memerlukan tiga mol metanol untuk satu mol trigliserida. Pemakaian metanol dalam jumlah berlebih diharapkan mendorong reaksi bergeser ke kanan sehingga akan menghasilkan rendemen metil ester yang tinggi dan proses pemisahan salah satu produk dari campuran hasil reaksi lebih mudah Noureddini dan Zhu, 1997. Rasio metanol-minyak sekitar 6:1 sudah optimal untuk menghasilkan rendemen metil ester sekitar 95, dimana katalis yang digunakan adalah NaOH 1 Boocock et al. , 1998. Minyak sawit yang digunakan telah mengalami perlakuan pendahuluan berupa proses pemurnian meliputi degumming, netralisasi, bleaching , dan deodorisasi. Pada proses pemekatan karotenoid, minyak sawit diubah ke dalam bentuk ester metil melalui proses alkoholisis dengan metanol, dilanjutkan dengan mengekstrak metil ester yang terbentuk dengan mencampurkan pelarut organik, sehingga didapatkan lapisan berwarna kaya karoten dan lapisan tidak berwarna, dan jika lapisan berwarna dipekatkan lebih lanjut dengan kromatografi maka karotenoid dapat dipekatkan sampai 95 Iwasaki dan Murakoshi, 1992. Sedangkan Ooi et al. 1994 melaporkan, bahwa minyak sawit kasar dari spesies tenera yang dialkoholisis dengan metanol atau etanol pro analisa pada perbandingan molar minyak sawit kasar terhadap alkohol 2:1 dengan katalis NaOH 0.5 bb setelah asam lemak bebas dinetralkan, dan dilanjutkan dengan distilasi molekuler 2 tahap, dapat memekatkan karotenoid sampai 75. Penggunaan metil ester saat ini telah berkembang sebagai bahan baku biodiesel. Metil ester berbasis minyak sawit merupakan bahan bakar cair alternatif yang dipandang berpotensi besar untuk dikembangkan dan mampu menjawab kebutuhan bahan bakar solar nasional yang tinggi. Menurut Soerawidjaja et al. 2005 jenis biodiesel yang dipandang perlu untuk segera dikembangkan adalah biodiesel berbasis minyak sawit. Hal ini karena tingkat urgensi dari pengembangan biodiesel yang dirasa telah mendesak dan tingkat kemampuan produksi minyak sawit nasional saat ini maupun masa mendatang 15 yang cukup tinggi sekitar 6.5 juta ton pada tahun 2000 meningkat menjadi 15 juta ton pada 2012. Pada proses produksi biodiesel, CPO yang digunakan sebagai minyak mentah dibersihkan terlebih dahulu dengan proses degumming. Proses tersebut tidak perlu mengikuti keseluruhan urutan proses rafinasi CPO menjadi refined oil karena ada pengotor minyak yang dapat dimanfaatkan langsung menjadi biodiesel dan pengotor-pengotor lainnya akan tersingkirkan selama proses pembuatan biodiesel, kecuali pengotor berupa zat warna Soerawidjaja et al., 2005. Gambar 5. Diagram alir proses produksi metil ester dari minyak sawit pada industri biodiesel Soerawidjaja et al., 2005 Pemanasan Reaksi transesterifikasi Pemisahan Reaksi transesterifikasi Pemisahan Metil ester kotor Pencucian Pengeringan Metil ester kering Penyimpanan Reaksi esterifikasi Degumming Pembuatan katalis Sodium Metoksida Gliserol kotor Gliserol kotor Pemisahan Pemisahan Metil ester kotor Metanol Metanol Gliserol 16

D. METODE EKSTRAKSI DAN PEMEKATAN KAROTENOID