Penentuan Nisbah Abu Sekam PadiSilika Gel Optimum

68 23 disajikan rangkaian alat kolom kromatografi yang digunakan dalam penelitian. Gambar 23. Rangkaian alat kolom kromatografi adsorpsi

1. Penentuan Nisbah Abu Sekam PadiSilika Gel Optimum

Masni 2004 melaporkan bahwa abu sekam padi mampu meningkatkan konsentrasi karotenoid dari ekstrak serat sawit sampai dua kali dari konsentrasi awalnya. Abu sekam padi bersifat kurang menjerap karotenoid dan mudah melepaskannya kembali dibandingkan dengan adsorben silika gel dan alumina. Hasanah 2006 menemukan bahwa penggunaan abu sekam padi sebagai adsorben tidak menghasilkan konsentrasi karotenoid yang tinggi karena kemampuan adsorpsi dari abu sekam padi terhadap komponen non karotenoid rendah. Perolehan karotenoid mencapai 90 mengindikasikan kemampuan desorpsi melepaskan kembali abu sekam padi terhadap karotenoid tinggi. Hasanah 2006 juga menyebutkan bahwa pemisahan karotenoid menggunakan silika gel menghasilkan konsentrasi karotenoid yang lebih tinggi dibandingkan abu sekam padi dengan perolehan karotenoid yang rendah a b c d e f Keterangan: a : jalur masuk sampel dan eluat b : eluen pada permukaan c : adsorben d : fraction collector e : sensor eluat yang menetes f : tabung penampung eluat 69 yaitu 7.92. Hasanah 2006 mengoptimasi kondisi pemisahan karotenoid dari fraksi cair karotenoid menggunakan adsorben campuran abu sekam padi dan silika gel. Berdasarkan literatur di atas, maka adsorben yang digunakan dalam penelitian adalah campuran antara abu sekam padi dan silika gel. Bobot total campuran abu sekam padi dan silika gel adalah 40 g. Nisbah abu sekamsilika gel yang menghasilkan konsentrat dengan konsentrasi karotenoid dan tingkat pemekatan yang tinggi diseleksi melalui penerapan tiga tingkatan nisbah abu sekamsilika gel yaitu 35:5, 30:10, dan 25:15 bb. Jumlah CME yang dilewatkan dalam kolom adalah 1 gram. Eluen yang digunakan adalah heksana. Gambar 24 menunjukkan profil kromatogram dalam pemisahan karotenoid pada berbagai nisbah adsorben abu sekam padisilika gel. Pada nisbah abu sekam padisilika gel 35:5 fraksi berwarna pertama kali muncul pada fraksi eluat ke-19 dengan konsentrasi karotenoid sebesar 124.05 µgg dan kemudian menurun tajam menjadi 24.80 µgg pada fraksi ke-20. Pada fraksi ke-21 konsentrasi karotenoid fraksi turun kembali menjadi 13.33 µgg dan pada fraksi selanjutnya turun hingga konsentrasi yang sangat rendah. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 16. Nisbah abu sekam padisilika gel 30:10 memberikan hasil pemisahan yang berbeda dibanding pada nisbah 35:5. Fraksi berwarna muncul pada fraksi eluat ke-26 dengan konsentrasi karotenoid yang tidak terlalu tinggi yaitu sebesar 23.61 µgg. Konsentrasi karotenoid tertinggi diperoleh pada fraksi ke-27 sebesar 69.35 µgg dan kemudian menurun tajam pada fraksi ke-28 menjadi 17.29 µgg. Selanjutnya konsentrasi karotenoid fraksi eluat menurun secara perlahan hingga fraksi terakhir yaitu fraksi ke-45 dimana setelahnya fraksi eluat tidak berwarna lagi. Fraksi berwarna pertama yang memiliki kandungan karotenoid tertinggi diperoleh juga pada nisbah abu sekam padisilika gel 25:15. Fraksi eluat ke-47 adalah fraksi berwarna pertama dengan konsentrasi karotenoid 49.20 µgg. Konsentrasi karotenoid kemudian menurun cukup tajam pada fraksi berikutnya fraksi ke-48 menjadi sebesar 27.56 µgg. Selanjutnya penurunan konsentrasi 70 karotenoid menurun perlahan hingga fraksi berwarna terakhir yaitu fraksi ke-65. Gambar 24. Konsentrasi karotenoid fraksi kolom kromatografi yang ditampung pada berbagai nisbah adsorben abu sekam padisilika gel bb; a 35:5, b 30:10, c 25:15 Berdasarkan hasil yang diperoleh di atas, perlakuan nisbah abu sekam padisilika gel 35:5 menghasilkan fraksi berwarna yang lebih c 49.20 27.56 13.89 9.00 -10.0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 Nomor fraksi K on se n tr as i K ar o te n oi d µ g g a 124.05 24.80 13.33 -20.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 140.0 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Nomor fraksi Ko n se n tr as i K a r o te n o id µ g g b 23.61 69.35 17.29 -10.0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 Nomor fraksi Ko n sen tr a si K a ro te n o id µ g g 71 sedikit dibandingkan perlakuan nisbah abu sekamsilika gel lainnya yaitu hanya 6 fraksi. Pada perlakuan nisbah 30:10 dan 25:15 jumlah fraksi sekitar 20 buah. Fraksi berwarna pertama pada perlakuan nisbah abu sekamsilika gel 30:10 muncul lebih lama dibanding perlakuan nisbah 35:15 sedangkan pada nisbah abu sekamsilika gel 25:15 adalah yang paling lama. Fraksi berwarna yang lebih lama dan lebih banyak seiring penambahan adsorben silika gel menunjukkan bahwa jumlah adsorben silika gel yang diperbanyak menyebabkan karotenoid dalam sampel tertahan lebih lama dalam kolom. Hal ini sesuai dengan apa yang ditemukan oleh Masni 2004 dan Hasanah 2006 yaitu kemampuan adsorpsi karotenoid silika gel lebih besar dibandingkan abu sekam padi tetapi kemampuan desorpsi melepaskan kembali silika gel lebih rendah dari abu sekam padi. Pada abu sekam padi terjadi interaksi yang lebih lemah dibandingkan dengan silika gel sehingga karotenoid yang terikat pada sisi aktif adsorben dapat dengan mudah terlepas kembali pada saat proses elusi. Hasil analisis konsentrasi karotenoid dari produk konsentrat setelah proses pemisahan dengan kromatografi kolom adsorpsi menggunakan bahan adsorben yang diseleksi tersaji pada Gambar 25 dan Lampiran 17. Konsentrasi karotenoid produk konsentrat yang diproduksi pada nisbah abu sekam padisilika gel 35:5 adalah 675.25 µgg konsentrat kering. Hasil ini paling kecil dibandingkan yang diperoleh pada nisbah abu sekamsilika lainnya. Pada nisbah 30:10 konsentrasi karotenoid meningkat menjadi 1704.33 µgg dan pada nisbah 25:15 turun menjadi 1035.52 µgg. Berdasarkan analisis sidik ragam perlakuan nisbah adsorben abu sekam padisilika gel tidak berpengaruh nyata terhadap konsentrasi karotenoid produk konsentrat p0.05 Lampiran 18. Walaupun demikian, konsentrasi karotenoid yang diperoleh pada nisbah 30:10 cukup tinggi dan berdasarkan analisis beda Duncan Lampiran 18 konsentrasi karotenoid yang dihasilkan pada nisbah 35:5 berbeda nyata dengan nisbah 30:10. 72 Keterangan: a,b = huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata Gambar 25. Konsentrasi karotenoid produk konsentrat pada berbagai nisbah adsorben abu sekam padisilika gel Konsentrasi karotenoid yang rendah pada nisbah abu sekamsilika 35:5 menunjukkan bahwa pada proses kromatografi menggunakan adsorben silika gel yang lebih sedikit pemisahan karotenoid dari fase ester berjalan kurang baik. Pada perlakuan ini pemekatan yang diperoleh hanya 1.4 kali dibanding konsentrasi karotenoid CME awal Gambar 26. Pemisahan karotenoid dari fase ester terjadi lebih baik pada penambahan silika gel hingga 25 total adsorben nisbah abu sekamsilika gel 30:10 yaitu 3.4 kali. Tingkat pemekatan karotenoid justru menurun dengan penambahan jumlah silika gel 37.5 total adsorben nisbah abu sekamsilika gel 25:15 menjadi 2.0 kali. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan nisbah abu sekam padisilika gel berpengaruh nyata terhadap tingkat pemekatan karotenoid dan kondisi terbaik yaitu pada nisbah abu sekamsilika gel 30:10 Lampiran 19. Hasanah 2006 memperoleh hasil pemekatan karotenoid dari minyak sawit kasar hingga 15 kali pada kondisi optimum. Komponen utama dalam sampelnya adalah trigliserida. Trigliserida memiliki kepolaran yang lebih tinggi dibandingkan karotenoid sehingga diduga komponen trigliserida akan teradsorpsi lebih kuat. Pada CME crude 675.25 1035.52 1704.33 300.0 550.0 800.0 1050.0 1300.0 1550.0 1800.0 355 3010 2515 Ni sbah abu se k am padi si l i k a ge l bb K o n sen tr a si K a ro te n o id µ g g a b ab 73 methyl ester komponen utamanya adalah metil ester yang memiliki kepolaran di antara trigliserida dan karotenoid. Hal ini dapat dijelaskan karena pada struktur molekul trigliserida terdapat atom oksigen yang lebih banyak dibanding metil ester. Houghton 1998 menyebutkan bahwa polaritas suatu senyawa ditentukan oleh adanya cincin aromatik, ikatan ganda, dan atom-atom yang memiliki elektron tidak berpasangan atom elektronegatif seperti nitrogen, oksigen, klorin, dan halogen lainnya. Semakin banyak cincin aromatik, ikatan ganda dan atom-atom elektronegatif maka semakin polar senyawa tersebut. Tingkat pemekatan yang rendah juga dapat dijelaskan karena kekuatan interaksi antara heksana dengan karotenoid dan heksana dengan metil ester tidak jauh berbeda. Hal ini menyebabkan waktu terjerap antara karotenoid dan metil ester dalam adsorben tidak jauh berbeda. Keterangan: a,b = huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata Gambar 26. Tingkat pemekatan karotenoid produk konsentrat pada berbagai nisbah adsorben abu sekam padisilika gel Metil ester memiliki dua atom oksigen yang merupakan gugus ester sedangkan karotenoid sebagian besar β-karoten memiliki cincin aromatik sehingga dapat diduga metil ester lebih polar dibandingkan karotenoid namun tidak terlalu besar perbedaannya. Metil ester akan teradsorpsi lebih kuat pada adsorben meskipun tidak sekuat trigliserida. Hal inilah yang 1.35 3.36 1.98 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 355 3010 2515 Ni sbah abu se k am padi si l i k a ge l bb T in g ka t P e m e ka ta n a b ab 74 menyebabkan pemisahan antara metil ester dan karotenoid kurang baik pada kromatografi kolom adsorpsi. Hasanah 2006 menyatakan bahwa interaksi yang terjadi pada proses pemisahan karotenoid menggunakan eluen heksana adalah molekul yang teradsorpsi dan heksana fase gerak berkompetisi memperebutkan sisi aktif dari adsorben abu sekam padisilika gel. Interaksi yang terjadi antara molekul yang teradsorpsi penempelan terjadi ketika kekuatan molekul antara zat teradsorpsi dan silika relatif lemah dibandingkan dengan kekuatan interaksi antara heksana dan silika. Mekanisme interaksi yang terjadi diduga adalah adsorpsi secara fisika yaitu tipe adsorpsi dengan cara adsorbat menempel pada permukaan melalui interaksi intermolekuler yang lemah. Ciri-ciri dari adsorpsi fisika adalah terjadi pada temperatur rendah, selalu di bawah temperatur kritis dari adsorbat, jenis interaksi adalah interaksi intermolekuler gaya van der Walls dan gaya elektrostatik antara molekul teradsorpsi dengan atom yang menyusun permukaan adsorben, entalpinya rendah, adsorpsi dapat terjadi dalam banyak lapisan multilayers dan energi aktivasinya rendah http:en.wikipedia.org-wikiadsorption. Skema interaksi sorpsi penempelan molekul metil ester pada permukaan adsorben dapat dilihat pada Gambar 26. Proses desorpsi yang terjadi dalam sistem kromatografi disebabkan adanya interaksi antara pelarut dengan solut dalam bentuk ikatan yang lemah. Untuk melarutkan molekul non polar yang hanya memiliki interaksi yang lemah dengan adsorben ikatan van der Waals, dibutuhkan pelarut non polar yang juga hanya memiliki interaksi yang lemah. Meskipun solut dan pelarut tidak membentuk interaksi yang kuat satu sama lain hanya interaksi van der Waals pelarutan terjadi secara spontan Casiday dan Frey, 2001. Adanya interaksi antara pelarut dan solut akan menyebabkan solut memutuskan ikatannya dengan adsorben. Karena ikatan yang terjadi ini sangat lemah, maka selanjutnya terjadi lagi interaksi antara solut dengan adsorben. Hal ini terjadi secara berulang-ulang seiring 75 penambahan pelarut yang terus-menerus sehingga terjadi pemisahan komponen dalam solut karena perbedaan kepolaran yang menyebabkan perbedaan waktu terjerap. Gambar 27. Skema interaksi sorpsi penempelan molekul dalam CME pada permukaan adsorben Penambahan silika gel dalam adsorben juga menyebabkan adsorben secara keseluruhan menjadi lebih polar sehingga karotenoid yang lebih polar dibandingkan heksana akan teradsorpsi lebih kuat pada adsorben. Interaksi yang terjadi antara zat teradsorpsi yaitu komponen yang ada dalam metil ester dan heksana dengan permukaan adsorben ketika jumlah silika gel ditambahkan adalah interaksi pergantian Gambar 27. Gambar 28. Interaksi pergantian molekul heksana oleh fraksi cair karotenoid pada permukaan adsorben a b c Keterangan: a = komponen dalam CME metil ester dan karotenoid b = pelarut heksana c = permukaan adsorben a b c d Keterangan: a = komponen dalam CME metil ester dan karotenoid b = pelarut heksana c = permukaan adsorben d = pelarut yang diganti 76 Jumlah silika gel yang diperbanyak juga menyebabkan perolehan karotenoid semakin rendah. Pada nisbah abu sekam padisilika gel 35:5 perolehan karotenoid yang diperoleh sebesar 63.55 selanjutnya menurun pada nisbah 30:10 menjadi 54.05 dan turun kembali pada nisbah 25:15 menjadi 44.78 Gambar 29. Semakin tinggi kandungan silika gel dalam campuran adsorben menyebabkan semakin rendah perolehan karotenoid. Hasil ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Masni 2004 dan Hasanah 2006 bahwa kapasitas adsorpsi dari silika gel terhadap komponen karotenoid maupun non karotenoid lebih besar dari abu sekam padi namun kemampuan desorpsinya lebih rendah. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan nisbah abu sekam padisilika gel tidak berpengaruh nyata terhadap perolehan karotenoid produk konsentrat p0.05 Lampiran 20. Keterangan: a = huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata Gambar 29. Perolehan karotenoid produk konsentrat pada berbagai nisbah adsorben abu sekam padisilika gel Perlakuan optimal ditentukan berdasarkan beberapa parameter produk CME yang telah ditentukan yaitu konsentrasi karotenoid, perolehan karotenoid, dan tingkat pemekatan karotenoid. Perlakuan terbaik dipilih berdasarkan jumlah parameter produk CME yang paling banyak 63.55 54.05 44.78 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 355 3010 2515 Ni sbah abu se k am padi si l i k a ge l bb P e r o le ha n K a r o te no id a a a 77 dipenuhi oleh suatu kondisi perlakuan tertentu. Rekapitulasi hasil optimasi perlakuan nisbah abu sekam padisilika gel pada produksi konsentrat karotenoid dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Rekapitulasi hasil optimasi perlakuan nisbah abu sekam padisilika gel pada produksi konsentrat karotenoid Nisbah Abu Sekam PadiSilika Gel Konsentrasi Karotenoid µgg Tingkat Pemekatan Perolehan Karotenoid Jumlah Poin X 35:5 X 1 30:10 X X X 3 25:15 X 1 Secara keseluruhan nisbah abu sekam padisilika gel terbaik adalah 30:10 karena perlakuan yang paling banyak memenuhi parameter yang telah ditentukan. Pada perlakuan ini konsentrasi karotenoid produk konsentrat yang diperoleh adalah 1704.33 µgg dengan tingkat pemekatan karotenoid sebesar 3.4 kali dan perolehan karotenoid 54.05.

2. Penentuan Jumlah CME yang Dilewatkan dalam Kolom Optimum