Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa kadar lemak pada pembuatan tepung secara dry milling adalah 5,68–9,78, sedangkan pada teknik pembuatan alkali
cooked milling kadar lemak berkisar antara 4,07–12,69. Dari hasil analisa ini dapat dilihat juga bahwa pada tiap-tiap varietas tepung jagung kadar lemaknya
masih cukup tinggi. Pada tepung jagung, kadar lemak juga bukan merupakan syarat mutu dalam SNI, namun kadar lemak pada tepung jagung diharapkan
setinggi mungkin, hal ini sesuai dengan aplikasinya untuk produk pangan. Namun kadar lemak yang tinggi pada tepung jagung yang disimpan dalam waktu yang
cukup lama dapat menyebabkan penurunan mutu tepung. Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan.
f. Kadar Pati
Kadar pati merupakan kriteria mutu terpenting tepung baik sebagai bahan pangan maupun non pangan. Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa tepung jagung
yang diolah secara dry milling memiliki kadar pati antara 49,93-64,68 sedangkan untuk alkali cooked milling antara 48,22–60,04. Kadar pati yang
dihasilkan oleh tepung jagung baik secara dry milling maupun alkali cooked milling sudah cukup tinggi sehingga dapat digunakan untuk produk pangan
berkarbohidrat tinggi. Jika dibandingkan dengan ekstrak pati, kadar pati pada tepung tidak terlalu
tinggi. Hal ini disebabkan pada proses pembuatan tepung tidak melalui proses ekstraksi sehingga memungkinkan adanya komponen-komponen lain seperti serat,
lignin, dan lain-lain.
g. Kadar Amilosa
Kadar amilosa yaitu banyaknya amilosa yang terdapat di dalam granula pati. Amilosa sangat berperan pada saat proses gelatinisasi dan lebih menentukan
karakteristik dari pasta pati. Pati yang memiliki amilosa yang tinggi mempunyai kekuatan ikatan hidrogen yang lebih besar karena jumlah rantai lurus yang besar
dalam granula, sehingga membutuhkan energi yang besar untuk gelatinisasi. Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa kadar amilosa terhadap tepung
jagung yang diolah secara dry milling adalah 33,00–38,33 sedangkan untuk
tepung jagung yang diolah secara alkali cooked milling adalah sekitar 33,42– 37,87. Jagung yang digunakan masih tergolong dalam normal corn, yaitu
mengandung amilosa ±30. Kandungan amilosa dapat mempengaruhi sifat fungsional dari tepung jagung seperti kelarutan dan swelling power, freeze-thaw
stability dan kejernihan pasta.
h. Kadar Gula Pereduksi
Zat pati alami merupakan campuran antara amilosa, yaitu zat pati dengan rumus rantai memanjang, dan amilopektin yang rumusnya mempunyai
percabangan. Dengan menggunakan asam mineral encer dengan sekedar pemanasan dapat dengan mudah menguraikan amilosa maupun amilopektin,
hasilnya hanya glukosa. Glukosa masih mempunyai gugus karbonil bebas dalam struktur molekulnya.
Dari Tabel 10 dan 11 dapat dilihat bahwa kadar gula pereduksi terbesar pada teknik pembuatan tepung jagung secara dry milling adalah pada varietas
Bisma yaitu sebesar 0,23, sedangkan pada teknik pembuatan tepung jagung secara alkali cooked milling kadar gula pereduksi terbesar juga terdapat pada
varietas Bisma yaitu sebesar 0,16. Dari hasil ini juga dapat dilihat bahwa kadar gula pereduksi tepung jagung pada setiap varietas jagung manunjukkan angka
yang tidak jauh berbeda yaitu berkisar antara 0,18–0,20 pada tepung jagung yang dibuat dengan teknik dry milling dan 0,13–0,15 untuk tepung jagung yang
dibuat dengan teknik alkali cooked milling. Hal ini berarti gula pereduksi yang terdapat pada tepung jagung sedikit sekali karena kandungan glukosa pada jagung
juga sangat kecil.
2. Sifat Fungsional a. Absorbsi air dan minyak